Yang menjadi ciri khas teater tradisional kemidi rudat dari nusa tenggara barat adalah

Kemidi Rudat merupakan salah satu seni pertunjukan tradisional yang ada di daerah Nusa Tenggara Barat (NTB). Ada beberapa versi mengenai asal usul nama kesenian ini. Ada yang mengatakan bahwa rudat berasal dari kata “raudah” yang berarti “baris-berbaris”. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa kata “rudat” berasal dari kata “soldat” (bahasa Belanda) yang berarti “serdadu” atau “tentara”. Sebagai seni pertunjukkan, pementasan kemidi rudat dilakukan dalam bentuk tarian, nyanyian, dan dialog (pelakonan). Dialog sering berupa syair dan atau pantun. Dari cerita-cerita yang disajikan menunjukkan bahwa kesenian ini bernafaskan Islam. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika musik, nyanyian, dan tarian dalam kemidi rudat berbeda kesenian tradisi masyarakat NTB pada umumnya. Dalam konteks ini, jika pada umumnya kesenian tradisional masyarakat NTB dipengaruhi oleh unsur budaya Bali yang Hindu, maka untuk kesenian kemidi rudat dipengaruhi oleh budaya Timur Tengah dan Melayu yang Islam.

Peralatan

Peralatan musik yang digunakan dalam seni pertujukkan kemidi rudat meliputi: seperangkat gamelan dalam format kecil, rebana, tambur (jidur) dan biola. Sedangkan, irama musik yang dikumandangkan berbentuk “stambulan” dan “Melayuan”.

Pemain dan Busana yang Dikenakan

Pemain kemidi rudat terdiri atas 11 orang dengan rincian: seorang yang berperan sebagai raja, seorang yang berperan sebagai putera raja, seorang yang berperan sebagai puteri (sering disebut “nyonya”), dua orang yang berperan sebagai wazir, dua orang yang berperan sebagai khadam (pelawak), seorang yang berperan sebagai raja jin, dan seorang yang berperan sebagai kepala perampok. Jadi, sama dengan Teater Bangsawan (Kepulauan Riau), Teater Mamanda (Kalimantan Selatan), dan Dul Muluk (Sumatera Selatan). Sebagai catatan, pemain kemidi rudat semuanya laki-laki. Jadi, yang berperan sebagai nyonya pun juga laki-laki. Adapun busana (pakaian) yang dikenakan oleh peran utama dan komandan adalah tarbus (tutup kepala), epolet berjumbai, baju dengan lengan panjang, celana yang kiri-kanannya bergaris, dan berpedang. Sementara, pemain pembantu lainnya: pakaian seragam, baju lengan panjang, bercelana panjang, berselempang, dan ber-tarbus. Sedangkan, peran khadam, nyonya dan Raja Jin/perampok berpakaian khas/tersendiri.

Tempat Pementasan

Sebagaimana seni pertunjukkan pada umumnya, kemidi rudat dapat dipentaskan di mana saja yang memiliki area cukup luas. Pengaruh Teater Bangsawan, pada gilirannya membuat pementasan kemidi rudat menggunakan panggung lengkap, disertai dengan dekor. Panggung tersebut dapat menggunakan atap atau terbuka. Dekor merupakan layar yang menggambarkan “lokasi” kejadian. Jadi, bisa lukisan istana, taman, hutan belantara, gua dan sebagainya.

Jalannya Pementasan

Pementasan kemidi rudat biasanya diawali dengan nyanyian-nyanyian kemudian dilanjutkan dengan cerita yang diselingi dengan banyolan-banyolan. Cerita-cerita yang dihidangkan bersumber dari cerita sastra Melayu lama atau cerita Seribu Satu Malam; biasanya menggunakan bahasa Melayu Lama. Cerita yang dibawakan bersifat “roman kehidupan” dan cerita-cerita kerajaan Melayu, dengan judul antara lain: “Siti Jubaedah”, Jula Juli Bintang Tujuh”, “Indera Bangsawan”, dan “Rohaya Rohani”. (Pepeng)

NILAI FILOSOFIS TEATER TRADISIONAL KEMIDI RUDAT LOMBOK: KAJIAN TEKS NASKAH DAN PERTUNJUKAN DALAM PERSPEKTIF HERMENEUTIKA GADAMERIAN Murahim 1, Mari I 2, Cedin Atmadja 3 Univeritas Mataram Abstrak Kemidi Rudat adalah salah satu jenis teater tradisional yang sudah berakar dan menjadi milik masyarakat suku Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kemidi Rudat merupakan seni tradisional bernafaskan Islam yang diserap dari kebudayaan Arab (Turki). Nuansa Timur Tengah dalam kesenian rudat ini menjadi karakter dan ciri yang menonjol. Hal ini tampak dari pakaian khas para pemain dan lagu-lagu pengiring yang digunakan dalam pertunjukan teater ini. Pakaian pemain mirip dengan seragam serdadu kerajaan Turki tempo dulu (bahkan mirip seragam kompeni Belanda) dan menggunakan topi Tarbus, topi khas Turki yang dapat dilihat juga pada tokoh Aladin atau saudagar-saudagar Arab dalam film-film atau pertunjukan dengan tema dunia padang pasir. Sebagai pertunjukan seni yang mengandung dakwah Islam, Kemidi Rudat bisa diterima dengan baik oleh masyarakat suku Sasak bahkan telah berkembang dan menjadi milik dan kebudayaan masyarakat Sasak yang sebagian besar beragama Islam. Sikap terbuka masyarakat Sasak ini juga tidak lepas dari nilai yang terkandung dalam kesenian Kemidi Rudat yang sesuai dengan nilai dan kearifan lokal masyarakat suku Sasak Lombok. Nilai-nilai budaya yang terdapat atau diusung dalam pertunjukan Kemidi Rudat dianggap dapat mencerminkan jati diri dan identitas masyarakat suku Sasak secara filosofis. Nilai-nilai filosofis adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidup yang terdapat dalam pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Kata kunci: nilai filosofis, kemidi rudat. Abstract Kemidi Rudat is one of traditional theatres which has been very familiar and belong to Sasak people in Lombok, West Nusa Tenggara Province. Kemidi Rudat serving as a traditional art roots from Islam which has before been inserted from Arabic Culture (Turkey). Middle_Eastern miance in this rudat tradition becomes its dominant character and feature. It is seen from the clothes or costumes worn by the actors that are very similar to Turkey Kingdom in the old age (even similar to the Dutch colony s costumes) and wearing Tarbus hat, the one which is familiar in Turkey and seen in Aladin figure or Arabic traders in films or performances in desert world. As a performing art containing Islamic teaching, Kemidi Rudat can be accepted well by Sasak people. It has even developed and become wealth and culture of Sasak society who are mostly moslems. The open minded attitude of Sasak people is also not part from philosophical values contained in Kemidi Rudat which is suitable with local wisdom and identity of Sasak people. The philosophical values are any beliefs related to the way of behavior and final goal wanted by individuals and are used as principles or standard of life inserted in someone s or a group of people ss world views serving as elementary concepts in their ideal lives. Keywords: philosophical values, Kemidi Rudat 9

I. Pendahuluan Setiap daerah memiliki satu bentuk kesenian yang menjadi identitas daerah tersebut. Masing-masing bentuk kesenian daerah merupakan ciri khas dan menjadi corak budaya daerah asal kesenian itu. Oleh karena itu, kesenian daerah merupakan puncak-puncak budaya yang terdapat di daerah dan menjadi simbol masyarakat pemiliknya. Terciptanya suatu kesenian (pertunjukan) secara konseptual akan berpedoman pada sistem nilai budaya yang mengelilinginya dan khas sesuai dengan budaya daerah tersebut (Bandem, 1988:50). Kemidi Rudat adalah salah satu jenis teater tradisional yang sudah berakar dan menjadi milik masyarakat suku Sasak di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kemidi Rudat merupakan seni tradisional bernafaskan Islam yang diserap dari kebudayaan Arab (Turki). Dari latar belakang sejarahnya, Kemidi Rudat diciptakan oleh seorang haji yang baru pulang dari Mekkah. Secara fisik jenis kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit Turki (Islam) lengkap dengan seragam tentara. Nuansa Timur Tengah dalam kesenian rudat ini menjadi karakter dan ciri yang menonjol. Hal ini tampak dari pakaian khas para pemain dan lagu-lagu pengiring yang digunakan dalam pertunjukan teater ini. Pakaian pemain mirip dengan seragam serdadu kerajaan Turki tempo dulu (bahkan mirip seragam kompeni Belanda) dan menggunakan topi Tarbus, topi khas Turki yang dapat dilihat juga pada tokoh Aladin atau saudagarsaudagar Arab dalam film-film atau pertunjukan dengan tema dunia padang pasir. Lagu-lagu pengiring dalam pertunjukan Kemidi Rudat berirama padang pasir dan sebagian besar menggunakan syair dalam bahasa Arab yang lafalnya terkadang tidak jelas lagi karena terpengaruh lafal bahasa ucap orang Sasak. Sebagian lagi ada yang menggunakan bahasa Indonesia (melayu) tetapi tetap dengan irama padang pasir. Lagu-lagu tersebut antara lain; fi qur ani, mahmud sungkar, ilal fajri, al pisal, abda u, ya robbuna, illahi, sebagai lagu berbahasa Arab. Sedangkan lagu-lagu dalam bahasa Indonesia antara lain adalah selamat datang, tabek tuan, mawar merah, pemuda Muhammadin, nabi Adam, dan sebagainya. Dengan demikian, tidaklah salah apabila seni teater Kemidi Rudat dikategorikan sebagai jenis kesenian yang bersumber kepada kebudayaan Melayu-Islam. Beberapa ciri khas Kemidi Rudat di atas menjadi keunikan tersendiri karena telah dianggap menjadi milik masyarakat suku Sasak Lombok. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari peranan pementasan Kemidi Rudat ini sebagai media dakwah Islam karena cerita yang ditampilkan menggambarkan kemenangan yang haq atas yang bathil. Masyarakat suku Sasak yang mayoritas beragama Islam menjadi sangat mudah menerimanya. Pertunjukan Kemidi Rudat ini juga berperan sebagai media hiburan masyarakat; untuk memeriahkan pesta-pesta/upacara adat seperti khitanan, upacara perkawinan, selamatan atas panen yang berhasil, dan lain sebagainya. Teater tradisional mengandung nilainilai dan kearifan lokal yang menjadi cermin perilaku masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang ada dalam teater tradisional tersebut bisa dijadikan pedoman perilaku dalam hidup bermasyarakat, mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk sesuai budaya dan warisan leluhur masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai budaya dan kearifan lokal dalam teater tradisional perlu diketahui untuk dijadikan sebagai filter atau penyeimbang nilai-nilai kebudayaan modern yang tidak sesuai dengan budaya dan etika masyarakat pendukung teater tradisional tersebut. Persoalan yang muncul adalah nilai-nilai budaya apa saja yang terdapat dalam seni pertunjukan (teater tradisional) itu sehingga masyarakat mempertahankannya sampai sekarang. Untuk itu, pengenalan terhadap 10

nilai-nilai budaya masyarakat yang terdapat dalam teater tradisional terhadap generasi muda perlu dilakukan. Nilai-nilai filosofis adalah suatu keyakinan mengenai cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidup yang terdapat dalam pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicitacitakan. Filosofi hidup orang Sasak tidak bisa dilepaskan dari nama Sasak sendiri. Sasak Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu, yang berasal dari kata Sa sa Lomboq yang berasal dari sa`= satu dan II. Metode Penelitian 2.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-kualitatif, hal ini sejalan dengan pendapat Mulyana (2002:158) yang mengemukakan ciri-ciri penelitian kualitatif yaitu (a) memiliki pijakan teoretis pada proses interpretasi manusia, (b) memfokuskan perhatian pada studi tindakan dan artefak (tekstual), (c) menggunakan manusia sebagai instrumen penelitian utama, dan (d) mengandalkan terutama bentuk-bentuk naratif. Penelitian ini disusun berdasarkan karakteristik yang berorientasi pada upaya pemerolehan informasi tentang fenomena tertentu secara sistematik, faktual dan akurat, dengan kondisi apa adanya (deskriptif). Penelitian ini juga bersifat kualitatif dengan karakteristik; data dengan latar alamiah, manusia sebagai instrumen untuk menangkap makna, interaksi nilai, dan nilai lokal yang berbeda. Data berupa transkrip hasil perekaman (video), catatan lapangan, transkrip hasil wawancara, dokumen pribadi, dan lain-lain. Desain yang digunakan bersifat sementara. Hal itu disebabkan oleh adanya realitas ganda yang sulit dikerangkakan, pola lapangan yang sulit dibakukan, banyaknya sistem nilai yang terkait, dan interaksi berbagai hal yang tidak terduga. lomboq` = lurus. Maka, Sasak Lombok berarti satu-satunya kelurusan. Artinya, orang Sasak Lombok adalah orang yang menjunjung tinggi kelurusan/ kejujuran/ polos. Konsepsi nilai filosofis di atas merupakan dasar yang menjadi pedoman penelitian ini. Bagaimana nilai-nilai tersebut terekspresikan melalui pertunjukan teater tradisional Kemidi Rudat di pulau Lombok. Nilai-nilai tersebut dihubungkan dengan kebiasaan dan perilaku masyarakat Sasak yang merupakan suku asli pulau Lombok. Penelitian ini ingin mengungkap nilai filosofis yang terekspresikan melalui Kemidi Rudat. 2.2 Data dan Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah nilainilai budaya Sasak dalam Kemidi Rudat Lombok yang dipentaskan oleh kelompok Kemidi Rudat desa Terengan, Pemenang Timur, Lombok Barat. Data berupa ekspresi nilai dalam teks pertunjukan dan elemen pemanggungannya. Data tersebut didasarkan pada hasil perekaman dan pengamatan di lapangan. Sumber data dalam penelitian ini adalah pementasan Kemidi Rudat, penutur atau pemain yang terlibat dalam Kemidi Rudat Lombok, informan yaitu seniman pemilik seni tradisional Kemidi Rudat Terengan dan seniman dan budayawan yang memiliki pandangan-pandangan luas tentang kebudayaan Sasak dan teater tradisi khususnya Kemidi Rudat serta memiliki wawasan tentang seni pertunjukan secara umum. 2.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan: Pertama, melakukan pengamatan dan perekaman pementasan Kemidi Rudat. Hasil perekaman selanjutnya ditranskripsikan kemudian diklasifikasikan tipologinya: nilai religius, filosofis, etis, 11

dan estetis. Kedua, melakukan wawancara. Wawancara terhadap informan dilakukan untuk menjaring data pendukung yang berhubungan dengan agama, kepercayaan, kehidupan sosial, struktur masyarakat, dan lain-lain. Ketiga, studi dokumentasi yang dilakukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan data dan subjek penelitian. Dokumentasi berupa bahan tertulis dan perekaman, hasil wawancara dengan informan dan naskah pendukung pertunjukan/ pementasan. 2.4 Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan terlebih dahulu menata secara sistematis hasil rekaman, pengamatan, dan wawancara III. Pembahasan Pementasan Kemidi Rudat yang menjadi dasar pengambilan data penelitian dilaksanakan di kampung Terengan, desa Pemenang Timur, Kabupaten Lombok Utara oleh kelompok Kemidi Rudat Setia Budi pada tanggal 12 Agustus 2017 terdiri atas dua bagian, yaitu (1) rudat, tarian dengan gerakan pencak silat dan ketangkasan yang disertai lagu. Setiap lagu mempunyai fungsi masing-masing bagi pemain/penari rudat maupun penonton. Bagian pertama ini adalah bagian pembuka rangkaian pementasan. Sekitar sepuluh lagu dan gerak ditampilkan pada bagian pertama ini. Bagian selanjutnya, (2) kemidi, adalah bagian inti dari Kemidi Rudat yang menyajikan cerita/drama Kemidi Rudat. Cerita yang disajikan adalah cerita tentang peperangan Raja Indra Bumaya dari negeri Ginter Baya melawan Sultan Ahmad Mansyur dari negeri Puspasari. Bagian pertama yaitu tarian Rudat berisi gerakan-gerakan tari yang terdiri atas; (1) lagu dan gerak selamat datang yang merupakan lagu pembuka yang dinyanyikan pada saat layar dibuka untuk mengiringi masuknya pemain/penari rudat. Lagu pembuka ini adalah lagu ucapan selamat datang dan penghormatan serta penghargaan kepada penonton yang berkenan menyaksikan pementasan Kemidi agar diperoleh deskripsi data yang utuh dan runtut (Lincoln dan Guba, 1985). Data yang diperoleh/terkumpul diolah dengan prosedur sebagai berikut: 1. Data rekaman ditranskripsi ke dalam bentuk tulisan. 2. Memilah data sesuai dengan indikator nilai yang dicari. Hal ini dilakukan dengan cara: a. Pembacaan data berulang-ulang. b. Pemberian tanda terhadap kata, kalimat, atau ungkapan yang diperkirakan mengandung hal-hal yang dicari. c. Pembuatan klasifikasi berdasarkan nilai-nilai yang diteliti. Rudat ini, (2) tarian pembuka, yaitu tarian yang dilakukan oleh Komandan Rudat di tengah-tengah pentas yang dikelilingi oleh penari Rudat lainnya, (3) baris-berbaris, Komandan Rudat kembali ke depan untuk mengatur barisan anak rudat dan memberi aba-aba untuk kembali membentuk barisan rudat seperti pada awal masuk. Komandan rudat memberi aba-aba baris-berbaris dengan menggunakan bahasa Arab dan Belanda. Bahasa yang digunakan dalam baris berbaris ini merupakan bahasa turun temurun dalam pementasan Kemidi Rudat Kampung Terengan. Bahasa Belanda yang digunakan baik dari kata-kata dan maknanya tidak seorang pemain rudat pun yang mengetahuinya. Pemain lama yang sudah sepuh pun tidak memahaminya, (3) lagu dan gerak penghormatan, penari rudat memperagakan keterampilan menari sambil melakukan gerakan penghormatan dan pernyataan permisi kepada penonton, (4) salam penutup, Komandan Rudat kembali mengatur barisan pemain rudat. Setelah rapi, Komandan Rudat dan wakilnya kembali ke dalam barisan, bergabung dengan pemain rudat yang lain. Setelah berbaris rapi, lagu salam penutup mulai mengalun dan langsung disambut dengan tarian oleh seluruh pemain rudat, (5) gerak inti, pada lagu dan langkah rudat 12

selanjutnya adalah mulainya permainan inti tarian rudat. dilaksanakan setelah beristirahat sekitar 15 menit. Anak rudat berbaris dua mengiringi kedua komandan rudat beraksi menari di tengah, keduanya menari menggunakan atau sambil memainkan pedang. Di akhir tarian kembali melepas pedang dan memimpin kembali anak rudat menari bersama. Lagulagu yang dinyanyikan dan tarian pada bagian inti pembuka pementasan Kemidi Rudat ini adalah lagu-lagu berbahasa Arab yang diambil dari kitab Barzanzi. Lagulagu tersebut antara lain; ya robbuna, abda u, solatullah, lihamsatun, iza zalla, ilahi ya karim, abdikal mahya, ya robbisa, illatan sani, illahi, dan lain-lain, (6) gerak penutup, pada bagian akhir tarian, sebagian pemain membuka topi tarbus pemain lain dan menari, sementara pemain yang tidak bertopi lagi hanya menari duduk sambil memainkan tangan. Setelah tarian selesai, sebagian pemain (yang tidak bertopi) berdiri dan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan pemain sebelumnya. Dibukanya topi tarbus adalah tanda berakhirnya persembahan rudat dan persiapan untuk pementasan Kemidi Rudat. Setiap gerakan tarian rudat pada bagian awal ini tematis, gerak dan lagu selamat datang dilakukan sebagai isyarat rasa terima kasih dan penghargaan kepada penonton yang datang menyaksikan apa yang akan mereka pertunjukkan. Begitu juga dengan gerakan-gerakan selanjutnya dilakukan sebagai bentuk rasa hormat dan syukur kepada hadirin penonton dan kepada Allah yang Maha Esa hingga pementasan dapat dilaksanakan. Beberapa tarian awal ini berfungsi sebagai pembuka pementasan Kemidi Rudat dan ucapan selamat dating dan penhargaan serta ungkapan rasa terima kasih kepada hadirin penonton dan rasa syukur kepada Allah yang Maha Esa. Bagian kedua adalah pementasan Kemidi Rudat yang terdiri atas empat babak dengan beberapa adegan. Diawali dengan cerita Raja Indra Bumaya yang berkuasa di kerajaan Ginter Baya dengan diselingi kisah Putri Indra Dewi. Berlanjut dengan kisah kerjaan lain yaitu Kerajaan Puspasari dengan Sultan Ahmad Mansyur sebagai rajanya. Kedua kerajaan ini hidup damai tanpa saling mengetahui hingga terjadi peperangan setelah Raja Indra Bumaya mengetahui ada kerajaan lain selain kerajaannya. Perang terjadi hingga akhirnya Raja Indra Bumaya dapat dikalahkan oleh Putra Ibrahim Basari yang tak lain adalah putra dari Sultan Ahmad Mansyur. Kedua kerajaan akhirnya disatukan setelah Putra Ibrahim Basari menikah dengan Putri Indra Dewi. Kedamaian akhirnya terwujud dengan menyatunya dua kerajaan tersebut. Masyarakat Sasak yang mayoritas beragama Islam meyakini dan mengimani bahwa Islam adalah jalan kebenaran, kebaikan, dan keluhuran agar menjadi insan yang di ridhoi sikap dan kelakuannya di hadapan Allah SWT. Inilah manifestasi sikap tindih sebagai nilai dasar dalam masyarakat Sasak. Hal itu menumbuhkan sikap fanatisme terhadap Islam sebagai agama terbaik di sisi Allah SWT. Sikap fanatisme terhadap islam ini adalah manifestasi sikap maliq dan merang sebagai nilai penyangga dalam sistem nilai dasar masyarakat Sasak. Dalam nilai filosofis, ungkapan epeaik bermakna yang maha kuasa atas segala asal kejadian alam dan manusia. Allah SWT adalah zat utama sebagai awal kejadian alam semesta beserta isinya dan penentu kehidupan dan kematian. Filosofi epe-aik ini bermakna kepatuhan dan ketakwaan kepada kekuasaan pemilik alam semesta, Allah Tuhan Yang Maha Esa, menegakkan ajaran agama, dan persamaan hak sebagai manusia di hadapan Allah. Kemidi Rudat menyajikan nilai ini melalui lagu dan dialog-dialog yang mereka ucapkan dalam pementasan. Gumi paer yang secara umum disebut paer adalah rumusan simbolik pemahaman masyarakat Sasak tentang ruang dalam perspektif budaya. Dalam konsep gumi paer, terakomodasi seluruh konsep yang berkaitan dengan permukaan bumi dengan segala yang ada di atasnya, segala isi bumi dan langit yang menaunginya. Konsep paer 13

mencakup aspek-aspek kosmologis, konsep antropologis dan konsep sosiologis yang dipandang sebagai suatu kesatuan dalam budaya Sasak. Pementasan Kemidi Rudat yang dilaksanakan dalam rangka berhasilnya panen adalah ungkapan rasa syukur karena alam telah memberikan yang berharga bagi manusia yang memanfaatkannya. Budi kaye merupakan frase bahasa Sasak yang menyiratkan simbol kekayaan diri pribadi manusia Sasak yang muncul dari kesadaran akan budi daya atau kekuasaan Illahi yang menurunkan akal budi. Potensi atau kekayaan akal budi inilah yang harus dimanfaakan dalam interaksi antar sesama manusia hingga tercipta kehidupan yang damai yang terakumulasi dalam nilai-nilai kearifan lokal masyaraka Sasak dalam bentuk Solah Soleh Soloh Repah Reme. Hidup yang dinaungi kebaikan, kesalehan, kedamaian dalam kebersamaan dan saling pengertian yang mendalam. Budi pekerti dan sikap yang baik yang ditunjukkan dalam Kemidi Rudat menjadi cermin pekerti agar kehidupan dapat berjalan dengan penuh kedamaian. Perilaku Putra Ibrahim Basari adalah contoh yang baik dan dapat menjadi cermin kehidupan yang baik dan beradab. Bakat dan talenta merupakan bagian nilai estetis yang penting. Pemain atau tokoh-tokoh dalam pementasan Kemidi Rudat, khususnya yang berada di kampung terengan mewarisi bakat yang diturunkan oleh orang tua atau leluhur dalam satu garis keturunan. Artinya, jika sekarang seorang pemain memerankan tokoh raja atau sultan, berarti orang tua (bapak atau kakeknya) IV. Penutup Kemidi Rudat merupakan salah satu jenis teater tradisional yang tumbuh dan berkembang di Lombok. Teater tradisional ini merupakan perkembangan dari seni burdah dan zikir saman dan termasuk dalam bagian seni melayu Islam. Karena bercorak Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Sasak Lombok, kesenian ini dengan cepat berkembang. dahulu juga berperan sebagai raja atau sultan. Begitu juga dengan tokoh-tokoh lainnya. Akan tetapi, tetap melalui latihanlatihan rutin, terutama menjelang pementasan sebagai penyatuan dan pemantapan gerak. Keberhasilan pementasan juga diperoleh dengan dukungan media untuk mengajak penonton menghayati cerita dan merasa terlibat di dalamnya. Keberadaan layar belakang bergambar balairung istana akan menggiring penonton bahwa adegan sedang berlangsung di istana kerajaan. Begitu juga dengan gambar hutan dan taman bunga. Hal yang sama berlaku juga pada berbagai macam makanan yang digantung di atas panggung ketika drama Kemidi Rudat akan dimulai. Gantungan makanan itu membuat penampilan Jongos dan Khadam akan semakin maksimal karena dimanfaatkan untuk membuat adegan-adegan lucu yang membuat penonton tertawa. Tokoh Jongos dan Khadam yang diberi kebebasan bergerak akan leluasa memanfaatkan makanan yang tergantung tersebut sebagai alat akting yang dapat menghibur penonton karena peran mereka dalam cerita ini adalah peran penghibur. Keberhasilan menghibur Kemidi Rudat juga sangat ditentukan oleh penampilan dua tokoh pembantu kerajaan ini. Dengan dukungan media tersebut, penampilan para pemain Kemidi Rudat akan lebih maksimal dan memberikan kepuasan bathin bagi khalayak yang menonton. Media ini adalah dukungan estetis bagi pemain dan penonton Kemidi Rudat. Perkembangan ini juga tidak lepas dari peran Kemidi Rudat ini sebagai media hiburan dan dakwah, sebagai media penyampaian nilai-nilai kebaikan yang dapat dijadikan sebagai pedoman menjalani kehidupan sehari-hari bagi masyarakat Sasak Lombok. Nilai filosofis melingkupi filosofi pengabdian kepada Tuhan sebagai pemilik 14

(epe aik) jagad raya beserta isinya, filosofi pemanfaatan bumi dan isinya (gumi paer) dengan bekerja keras dan tidak merusak alam, dan terakhir filosofi pemanfaatan akal budi (budi kaye), kekayaan budi pekerti yang muncul dari kesadaran akan kekuasaan Illahi yang menurunkannya kepada manusia. Kekayaan budi ini yang harus dimanfaatkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta kehidupan yang damai dan indah. Pembahasan nilai-nilai budaya yang ditemukan dalam penelitian ini dihubungkan juga dengan nilai-nilai budaya Sasak yang tertulis dalam kitab Tapel Adam yaitu kitab tembang suluk berbahasa Sasak yang berisi kearifan lokal masyarakat Sasak dalam menjalani kehidupan, menjelaskan bagaimana orang Sasak berhubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan bagaimana memperlakukan dan berhubungan dengan alam semesta. Semua nilai-nilai filosofis yang disajikan dalam penelitian ini layak dijadikan sebagai pedoman perilaku bagi masyarakat Sasak. Nilai-nilai tersebut senada dengan prinsip-prinsip hukum adat dan kearifan lokal masyarakat Sasak dalam adat tapsila. Jika nilai-nilai tersebut dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, niscaya akan tercipta kedamaian dan keindahan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, terutama bagi masyarakat Sasak Lombok. Kemidi Rudat sebagai salah satu media penyampaian nilai-nilai tersebut juga layak mendapat perhatian sehingga dapat terus bertahan dan berdaya guna. Hasil penelitian ini mempunyai signifikansi dalam aspek teoretis, praktis edukatif dan aspek apresiatif. Oleh karena itu disarankan kepada peneliti selanjutnya, pemerintah, penyelenggara dan pemerhati pendidikan dan kebudayaan untuk membaca, memperhatikan, dan menindaklanjuti hasil penelitian ini. Berkaitan dengan aspek teoretis, maka disarankan kepada peneliti bahasa dan kebudayaan, khususnya kebudayaan daerah agar menjadikan model teori dan metode penelitian ini sebagai salah satu model penelitian bahasa, sastra, dan kebudayaan daerah. Teori hermeneutika sebagai alat analisis sangat membantu dalam meneliti kebudayaan daerah yang terus berkembang. Kepada peneliti yang ingin kembali meneliti Kemidi Rudat, disarankan agar meneliti lebih mendalam tentang aspek historis masuk dan berkembangnya Kemidi Rudat di Lombok. Dalam hal aspek praktis edukatif, disarankan kepada para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan agar memberikan tempat bagi pengembangan sastra dan kebudayaan daerah dalam kurikulum pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi. Selain itu, kepada pengambil kebijakan di daerah Nusa Tenggara Barat, Lombok khususnya agar dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan pengajaran kearifan lokal masyarakat Sasak, khususnya dalam pendidikan dasar sehingga anak-anak dari awal sudah mengenal kebudayaannya sendiri yang agung dan mempunyai tanggung jawab untuk mempertahankannya. Terakhir, dalam aspek apresiatif, disarankan kepada para pengambil kebijakan bidang kebudayaan agar memperhatikan nilai-nilai yang terkandung dalam Kemidi Rudat yang meliputi nilai religius, nilai filosofis, nilai etika, dan nilai estetika sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan apresiasi dan referensi kebudayaan masyarakat Sasak Lombok. Selain itu, kepada siapapun yang berkenan membaca hasil penelitian ini, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sarana untuk lebih mengenal suku Sasak baik kehidupan maupun kebudayaannya melalui teater tradisional melayu Islam bernama Kemidi Rudat. 15

Daftar Pustaka Agus Fathurrahman, H. Lalu. 2007. Menuju Masa Depan Peradaban. Refleksi Budaya Etnik di NTB. Yogyakarta: Genta Press. Agus Fathurrahman, H. Lalu. 2009. Lombok Style. Kumpulan Tulisan Kebudayaan Sasak. Belum diterbitkan. Bakker S.J., J.M.W.. 1984. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius. Bandem, I Made. 1988. Teater Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Pustaka. Dananjaya, James.1983. Fungsi Teater Rakyat Bagi Bangsa Indonesia. Dalam Seni dalam Masyarakat Indonesia, Edy Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono ed. Jakarta: Gramedia. Gadamer, Hans Georg. 2004. Kebenaran dan Metode. Pengantar Filsafat Hermeneutika. Diterjemahkan oleh Ahmad Saidah. 1975. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Koentjaraningrat. 1985. Persepsi Masyarakat terhadap Kebudayaan Nasional. Persepsi Masyarakat terhadap Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Qoyyim, Ibnu. 2000. Pendefinisian Kembali Tradisi dan Identitas Etnik. Orang Sasak dan Kemidi Rudat. Jakarta: LIPI. Saryono, Djoko. 2002. Hermeneutika Sebagai Piranti Analisis Dimensi Nilai Budaya (dari) Karya Sastra. Belum diterbitkan. Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Yogyakarta: arti.line. Suparman, L.Gde.,dkk. 1996/1997. Pengungkapan Nilai Budaya Naskah Kuno Kotaragama. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Vos, H. de. 1987. Pengantar Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana. Zakaria, Fath. 1998. Mozaik Budaya Orang Mataram. Mataram: Yayasan Sumurmas Al-Hamidy. 16