Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung.

Sultan Luhur Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Luhur Adi Prabu Hanyokrokusumo, kelahiran: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) merupakan Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram mengembang dijadikan kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Luhur telah diambil keputusan dijadikan pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Silsilah keluarga

Nama aslinya merupakan Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya merupakan raja kedua Mataram, sedangkan ibunya merupakan putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Luhur merupakan putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini merupakan gagasan minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Luhur memiliki dua orang permaisuri utama. Yang dijadikan Ratu Kulon merupakan putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang dijadikan Ratu Wetan merupakan putri Raja muda Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak dijadikan Amangkurat I).

Gelar yang Dipakai

Pada permulaan pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kesudahan setelah menaklukkan Madura tahun 1624, ia mengganti gelarnya dijadikan "Susuhunan Luhur Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Luhur Hanyakrakusuma".

Setelah 1640-an ia mempergunakan gelar "Sultan Luhur Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Luhur mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut merupakan "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Untuk mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini merupakan nama yang paling lazim dan populer, adalah "Sultan Luhur".

Permulaan pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Raja muda Martapura, yang hanya dijadikan Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang merupakan Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum diasumsikan sebagai Sultan ke-tiga karena saudara kandung yang lebih mudanya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan kontrak ayahnya, Panembahan Hanyakrawati kepada istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya dijadikan sultan, dua tahun kesudahan, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan letaknya ditukarkan oleh Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram saat itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai dibangun istana baru di desa Karta, lebih kurang 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai diduduki pada tahun 1618.

Saingan luhur Mataram saat itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Luhur mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, adalah Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Luhur memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Raja muda Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya mampu dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Luhur berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kesudahan pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi mampu ditumpas. Raja muda dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.

Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk menghentikan suplai cairan, namun kota ini tetap mampu bertahan.

Sultan Luhur kesudahan mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas banyak kadipaten kesudahan disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, kedudukan Surabaya dijadikan lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini berakhir jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.

Beberapa waktu kesudahan, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi dijadikan bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.

Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, keadaan Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita kesudahan suatu peristiwa perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di berbagai daerah, yang menewaskan dua per tiga banyak penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Raja muda Pragola, sepupu Sultan Luhur sendiri. Pemberontakan ini berakhir mampu ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.

Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Luhur bekerja sama namun disorongkan mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen kesudahan suatu peristiwa perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Luhur tetap menolak bekerja sama dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC sukses merebut Jayakarta di anggota Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya dijadikan Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari daya bangsa Belanda tersebut, Sultan Luhur mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.

Karenanya pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta luhur. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.

Menyerbu Batavia

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

"Serangan Luhur di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2]

Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh merupakan Banten yang aci di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi kedudukan Batavia yang dijadikan penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut disorongkan pihak VOC sehingga Sultan Luhur memutuskan untuk menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total keseluruhan merupakan 10.000 prajurit. Perang luhur terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Luhur bertindak tegas, pada bulan Desember 1628 ia mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Luhur kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Raja muda Ukur berangkat pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Raja muda Juminah berangkat bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara membangun lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC sukses memusnahkan keseluruhan.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Luhur sukses membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang berakibat timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen meninggal dijadikan korban wabah tersebut.

Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Luhur pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Ia mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kesudahan diputus tahun 1635 karena ia menyadari kedudukan Portugis saat itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia menyebabkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang sukses ditumpas pada tahun 1630. Kesudahan Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia sukses memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak ingin tunduk kepada Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, karenanya yang ditugaskan melakukan penumpasan merupakan Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari saudara kandung yang lebih muda Sultan Luhur pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini sukses dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

Belakang kekuasaan

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sultan Luhur Hanyakrakusuma (1613-1645)

Pada tahun 1636 Sultan Luhur mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap mampu dikalahkan pada tahun 1640.

Dalam masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih ditinggali militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang sukses ditundukkan merupakan Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Luhur juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Luhur sukses menjadikan Mataram sebagai kerajaan luhur yang tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Luhur menempatkan perhatian luhur pada kebudayaan Mataram. Ia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya merupakan terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Luhur juga diketahui sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Luhur menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang wajib dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini digunakan supaya tercipta rasa persatuan di selang penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya diketahui di Jawa Tengah.

Wafatnya Sultan Luhur

Menjelang tahun 1645 Sultan Luhur merasa ajalnya sudah dekat. Ia pun membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Ia juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Luhur yang meninggal dunia tahun 1645 ditukarkan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.

Pustaka

  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Pemikiran Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • Pogadaev, V. A. Sultan Luhur (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.

Lihat juga

  • Babad Tanah Jawi
  • Rara Mendut

Pustaka

  1. ^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358
  2. ^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)


Sumber :
p2k.al-quran.co, wiki.edunitas.com, id.wikipedia.org, informasi.web.id, dan lain sebagainya.


Page 2

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung.

Sultan Luhur Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Luhur Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada ketika itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Luhur telah dikuatkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Silsilah keluarga

Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Luhur adalah putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini adalah argumen minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Luhur memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon adalah putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan adalah putri Raja muda Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).

Gelar yang Dipakai

Pada awal pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kesudahan setelah menaklukkan Madura tahun 1624, beliau mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Luhur Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Luhur Hanyakrakusuma".

Setelah 1640-an beliau memakai gelar "Sultan Luhur Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Luhur mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Untuk mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini adalah nama yang paling lazim dan populer, adalah "Sultan Luhur".

Awal pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Raja muda Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang adalah Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena adindanya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan kontrak ayahnya, Panembahan Hanyakrawati untuk istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kesudahan, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan jabatannya ditukarkan oleh Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram ketika itu masih berada di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai didirikan istana baru di desa Karta, lebih kurang 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.

Saingan luhur Mataram ketika itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Luhur mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, adalah Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Luhur memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Raja muda Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu untuk mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya dapat dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Luhur berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kesudahan pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi dapat ditumpas. Raja muda dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.

Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung untuk memberhentikan suplai cairan, namun kota ini tetap bisa bertahan.

Sultan Luhur kesudahan mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) untuk menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) untuk menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas jumlah kadipaten kesudahan disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini hasilnya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.

Sebagian waktu kesudahan, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.

Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, keadaan Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita dampak perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di bermacam kawasan, yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Raja muda Pragola, sepupu Sultan Luhur sendiri. Pemberontakan ini hasilnya dapat ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.

Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang ketika itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Luhur bertugas sama namun diusir mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen dampak perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Luhur tetap menolak bertugas sama dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di anggota Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari daya bangsa Belanda tersebut, Sultan Luhur mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta luhur. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu ketika Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.

Menyerbu Batavia

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

"Serangan Luhur di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2]

Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh adalah Banten yang berlaku di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia untuk menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut diusir pihak VOC sehingga Sultan Luhur memutuskan untuk menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya adalah 10.000 prajurit. Perang luhur terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram mengalami kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Luhur mempunyai peran tegas, pada bulan Desember 1628 beliau mengirim algojo untuk menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Luhur kembali menyerang Batavia untuk kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Raja muda Ukur beranjak pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Raja muda Juminah beranjak bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali mengalami kekalahan, serangan kedua Sultan Luhur berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang berakibat timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.

Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Luhur pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Beliau mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kesudahan diputus tahun 1635 karena beliau menyadari posisi Portugis ketika itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia mengakibatkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak untuk merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kesudahan Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk untuk Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi menerapkan penumpasan adalah Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adinda Sultan Luhur pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

Kesudahan kekuasaan

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sultan Luhur Hanyakrakusuma (1613-1645)

Pada tahun 1636 Sultan Luhur mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) untuk menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun mendapat bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap dapat dikalahkan pada tahun 1640.

Dalam masa Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih ditempati militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Luhur juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi ketika itu.

Sultan Luhur berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan luhur yang tidak hanya didirikan di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Luhur meletak perhatian luhur pada kebudayaan Mataram. Beliau memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Luhur juga diketahui sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di anggota yang terkait keraton Mataram, Sultan Luhur menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini digunakan supaya tercipta rasa persatuan di selang penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga mengalami perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya diketahui di Jawa Tengah.

Wafatnya Sultan Luhur

Menjelang tahun 1645 Sultan Luhur merasa ajalnya sudah tidak jauh. Beliau pun mendirikan Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Beliau juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Luhur yang berpulang tahun 1645 ditukarkan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.

Rujukan

  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Hingga Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
  • Pogadaev, V. A. Sultan Luhur (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.

Lihat pula

  • Babad Tanah Jawi
  • Rara Mendut

Referensi

  1. ^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358
  2. ^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), p2k.gilland-ganesha.com, wiki.edunitas.com, dsb.


Page 3

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung.

Sultan Luhur Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Luhur Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) merupakan Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram mengembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada ketika itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Luhur telah dikuatkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Silsilah keluarga

Nama aslinya merupakan Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya merupakan raja kedua Mataram, sedangkan ibunya merupakan putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Luhur merupakan putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini merupakan argumen minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu bagi dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Luhur memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon merupakan putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan merupakan putri Raja muda Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).

Gelar yang Dipakai

Pada permulaan pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kesudahan setelah menaklukkan Madura tahun 1624, beliau mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Luhur Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Luhur Hanyakrakusuma".

Setelah 1640-an beliau memakai gelar "Sultan Luhur Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Luhur mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut merupakan "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Bagi mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini merupakan nama yang paling lazim dan populer, merupakan "Sultan Luhur".

Permulaan pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Raja muda Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang merupakan Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena adindanya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan kontrak ayahnya, Panembahan Hanyakrawati bagi istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kesudahan, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan jabatannya ditukarkan oleh Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram ketika itu masih berlaku di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai didirikan istana baru di desa Karta, lebih kurang 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.

Saingan luhur Mataram ketika itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Luhur mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, merupakan Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Luhur memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Raja muda Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu bagi mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya mampu dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Luhur berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kesudahan pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi mampu ditumpas. Raja muda dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.

Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung bagi memberhentikan suplai cairan, namun kota ini tetap bisa bertahan.

Sultan Luhur kesudahan mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) bagi menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) bagi menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas jumlah kadipaten kesudahan disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini belakang suatu peristiwanya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.

Sebagian waktu kesudahan, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.

Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, kondisi Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita dampak perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di bermacam kawasan, yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Raja muda Pragola, sepupu Sultan Luhur sendiri. Pemberontakan ini belakang suatu peristiwanya mampu ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.

Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang ketika itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta bagi mengajak Sultan Luhur melakukan pekerjaan sama namun diusir mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen dampak perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Luhur tetap menolak melakukan pekerjaan sama dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bidang Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari daya bangsa Belanda tersebut, Sultan Luhur mulai berpikir bagi memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta luhur. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu ketika Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.

Menyerbu Batavia

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

"Serangan Luhur di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2]

Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh merupakan Banten yang berlaku di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia bagi menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut diusir pihak VOC sehingga Sultan Luhur memutuskan bagi menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya merupakan 10.000 prajurit. Perang luhur terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram merasakan kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Luhur berperan tegas, pada bulan Desember 1628 beliau mengirim algojo bagi menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Luhur kembali menyerang Batavia bagi kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Raja muda Ukur beranjak pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Raja muda Juminah beranjak bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali merasakan kekalahan, serangan kedua Sultan Luhur berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang berakibat timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC merupakan J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.

Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Luhur pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Beliau mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis bagi bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kesudahan diputus tahun 1635 karena beliau menyadari posisi Portugis ketika itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia mengakibatkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak bagi merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kesudahan Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk bagi Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi menerapkan penumpasan merupakan Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adinda Sultan Luhur pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

Kesudahan kekuasaan

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam saat pemerintahan Sultan Luhur Hanyakrakusuma (1613-1645)

Pada tahun 1636 Sultan Luhur mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) bagi menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun memperoleh bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap mampu dikalahkan pada tahun 1640.

Dalam saat Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih ditempati militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melewati peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan merupakan Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Luhur juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi ketika itu.

Sultan Luhur berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan luhur yang tidak hanya didirikan di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melewati kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Luhur meletak perhatian luhur pada kebudayaan Mataram. Beliau memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya merupakan terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Luhur juga diketahui sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di bidang yang terkait keraton Mataram, Sultan Luhur menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang wajib dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi bagi menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini dipakai supaya tercipta rasa persatuan di selang penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga merasakan perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya diketahui di Jawa Tengah.

Wafatnya Sultan Luhur

Menjelang tahun 1645 Sultan Luhur merasa ajalnya sudah dekat. Beliau pun mendirikan Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Beliau juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Berdasarkan dengan wasiatnya, Sultan Luhur yang berpulang tahun 1645 ditukarkan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.

Rujukan

  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Hingga Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Pengetahuan
  • Pogadaev, V. A. Sultan Luhur (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.

Lihat juga

  • Babad Tanah Jawi
  • Rara Mendut

Referensi

  1. ^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358
  2. ^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), p2k.gilland-ganesha.com, wiki.edunitas.com, dsb.


Page 4

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Perangko Republik Indonesia cetakan tahun 2006 edisi Sultan Agung.

Sultan Luhur Adi Prabu Hanyakrakusuma (Bahasa Jawa: Sultan Luhur Adi Prabu Hanyokrokusumo, lahir: Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan Mataram, 1645) merupakan Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645. Di bawah kepemimpinannya, Mataram mengembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada ketika itu.

Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Luhur telah dikuatkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.

Silsilah keluarga

Nama aslinya merupakan Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati. Ayahnya merupakan raja kedua Mataram, sedangkan ibunya merupakan putri Pangeran Benawa raja Pajang.

Versi lain mengatakan, Sultan Luhur merupakan putra Pangeran Purbaya (kakak Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini merupakan argumen minoritas sebagian masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu bagi dibuktikan.

Sebagaimana umumnya raja-raja Mataram, Sultan Luhur memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulon merupakan putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit". Sedangkan yang menjadi Ratu Wetan merupakan putri Raja muda Batang (cucu Ki Juru Martani) yang melahirkan Raden Mas Sayidin (kelak menjadi Amangkurat I).

Gelar yang Dipakai

Pada permulaan pemerintahannya, Raden Mas Rangsang bergelar "Panembahan Hanyakrakusuma" atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Kesudahan setelah menaklukkan Madura tahun 1624, beliau mengganti gelarnya menjadi "Susuhunan Luhur Hanyakrakusuma", atau disingkat "Sunan Luhur Hanyakrakusuma".

Setelah 1640-an beliau memakai gelar "Sultan Luhur Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman". Pada tahun 1641 Sunan Luhur mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut merupakan "Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram", yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah,

Bagi mudahnya, nama yang dipakai dalam artikel ini merupakan nama yang paling lazim dan populer, merupakan "Sultan Luhur".

Permulaan pemerintahan

Raden Mas Rangsang naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun menggantikan adiknya(beda ibu), Raja muda Martapura, yang hanya menjadi Sultan Mataram selama satu hari. Sebenarnya secara teknis Raden Mas Rangsang merupakan Sultan ke-empat Kesultanan Mataram, namun secara umum dianggap sebagai Sultan ke-tiga karena adindanya yang menderita tuna grahita diangkat hanya sebagai pemenuhan kontrak ayahnya, Panembahan Hanyakrawati bagi istrinya, Ratu Tulungayu. Setelah pengangkatannya menjadi sultan, dua tahun kesudahan, patih senior Ki Juru Martani wafat karena usia tua, dan jabatannya ditukarkan oleh Tumenggung Singaranu.

Ibu kota Mataram ketika itu masih berlaku di Kota Gede. Pada tahun 1614 mulai didirikan istana baru di desa Karta, lebih kurang 5 km di sebelah barat daya Kota Gede, yang kelak mulai ditempati pada tahun 1618.

Saingan luhur Mataram ketika itu tetap Surabaya dan Banten. Pada tahun 1614 Sultan Luhur mengirim pasukan menaklukkan sekutu Surabaya, merupakan Lumajang. Dalam perang di Sungai Andaka, Tumenggung Surantani dari Mataram tewas oleh Panji Pulangjiwa menantu Rangga Tohjiwa bupati Malang. Lalu Panji Pulangjiwa sendiri mati terjebak perangkap yang dipasang Tumenggung Alap-Alap.

Pada tahun 1615 Sultan Luhur memimpin langsung penaklukan Wirasaba ibukota Majapahit (sekarang Mojoagung, Jombang). Pihak Surabaya mencoba membalas. Raja muda Pajang juga berniat mengkhianati Mataram namun masih ragu-ragu bagi mengirim pasukan membantu Surabaya. Akibatnya, pasukan Surabaya mampu dihancurkan pihak Mataram pada Januari 1616 di desa Siwalan.

Kemenangan Sultan Luhur berlanjut di Lasem dan Pasuruan tahun 1616. Kesudahan pada tahun 1617 Pajang memberontak tapi mampu ditumpas. Raja muda dan panglimanya (bernama Ki Tambakbaya) melarikan diri ke Surabaya.

Menaklukkan Surabaya

Pada tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik. Sungai Mas dibendung bagi memberhentikan suplai cairan, namun kota ini tetap bisa bertahan.

Sultan Luhur kesudahan mengirim Tumenggung Bahureksa (bupati Kendal) bagi menaklukkan Sukadana (Kalimantan sebelah barat daya) tahun 1622. Dikirim pula Ki Juru Kiting (putra Ki Juru Martani) bagi menaklukkan Madura tahun 1624. Pulau Madura yang semula terdiri atas jumlah kadipaten kesudahan disatukan di bawah pimpinan Pangeran Prasena yang bergelar Cakraningrat I.

Dengan direbutnya Sukadana dan Madura, posisi Surabaya menjadi lemah, karena suplai pangan terputus sama sekali. Kota ini belakang suatu peristiwanya jatuh karena kelaparan pada tahun 1625, bukan karena pertempuran. Pemimpinnya yang bernama Pangeran Jayalengkara pun menyerah pada pihak Mataram yang dipimpin Tumenggung Mangun-oneng.

Sebagian waktu kesudahan, Jayalengkara meninggal karena usia tua. Sementara putranya yang bernama Pangeran Pekik diasingkan ke Ampel. Surabaya pun resmi menjadi bawahan Mataram, dengan dipimpin oleh Tumenggung Sepanjang sebagai bupati.

Pasca penaklukan Surabaya

Setelah penaklukan Surabaya, kondisi Mataram belum juga tentram. Rakyat menderita dampak perang yang berkepanjangan. Sejak tahun 1625-1627 terjadi wabah penyakit melanda di bermacam kawasan, yang menewaskan dua per tiga jumlah penduduknya.

Pada tahun 1627 terjadi pula pemberontakan Pati yang dipimpin oleh Raja muda Pragola, sepupu Sultan Luhur sendiri. Pemberontakan ini belakang suatu peristiwanya mampu ditumpas namun dengan biaya yang sangat mahal.

Hubungan dengan VOC

Pada tahun 1614 VOC (yang ketika itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta bagi mengajak Sultan Luhur melakukan pekerjaan sama namun diusir mentah-mentah. Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen dampak perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Luhur tetap menolak melakukan pekerjaan sama dengan VOC.

Pada tahun 1619 VOC berhasil merebut Jayakarta di bidang Barat pulau Jawa yang belum ditaklukkan Mataram, dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas mereka pun dipindah ke kota itu. Menyadari daya bangsa Belanda tersebut, Sultan Luhur mulai berpikir bagi memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten.

Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC. Kedua pihak saling mengirim duta luhur. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu ketika Mataram menyerang Surabaya. Akibatnya, hubungan diplomatik kedua pihak pun putus.

Menyerbu Batavia

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

"Serangan Luhur di Batavia oleh Sultan Mataram" pada tahun 1628 (cetakan setelah 1680).[1] [2]

Sasaran Mataram berikutnya setelah Surabaya jatuh merupakan Banten yang berlaku di ujung Barat pulau Jawa. Akan tetapi posisi Batavia yang menjadi penghalang perlu diatasi terlebih dahulu oleh Mataram.

Bulan April 1628 Kyai Rangga bupati Tegal dikirim sebagai duta ke Batavia bagi menyampaikan tawaran damai dengan syarat-syarat tertentu dari Mataram. Tawaran tersebut diusir pihak VOC sehingga Sultan Luhur memutuskan bagi menyatakan perang.

Maka, pada 27 Agustus 1628 pasukan Mataram dipimpin Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal tiba di Batavia. Pasukan kedua tiba bulan Oktober dipimpin Pangeran Mandurareja (cucu Ki Juru Martani). Total semuanya merupakan 10.000 prajurit. Perang luhur terjadi di benteng Holandia. Pasukan Mataram merasakan kehancuran karena kurang perbekalan. Menanggapi kekalahan ini Sultan Luhur berperan tegas, pada bulan Desember 1628 beliau mengirim algojo bagi menghukum mati Tumenggung Bahureksa dan Pangeran Mandurareja. Pihak VOC menemukan 744 mayat orang Jawa berserakan dan sebagian tanpa kepala.

Sultan Luhur kembali menyerang Batavia bagi kedua kalinya pada tahun berikutnya. Pasukan pertama dipimpin Raja muda Ukur beranjak pada bulan Mei 1629, sedangkan pasukan kedua dipimpin Raja muda Juminah beranjak bulan Juni. Total semua 14.000 orang prajurit. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya.

Walaupun kembali merasakan kekalahan, serangan kedua Sultan Luhur berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang berakibat timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC merupakan J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.

Setelah kekalahan di Batavia

Sultan Luhur pantang menyerah dalam perseteruannya dengan VOC Belanda. Beliau mencoba menjalin hubungan dengan pasukan Kerajaan Portugis bagi bersama-sama menghancurkan VOC. Namun hubungan kesudahan diputus tahun 1635 karena beliau menyadari posisi Portugis ketika itu sudah lemah.

Kekalahan di Batavia mengakibatkan daerah-daerah bawahan Mataram berani memberontak bagi merdeka. Diawali dengan pemberontakan para ulama Tembayat yang berhasil ditumpas pada tahun 1630. Kesudahan Sumedang dan Ukur memberontak tahun 1631. Sultan Cirebon yang masih setia berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang tahun 1632.

Pemberontakan-pemberontakan masih berlanjut dengan munculnya pemberontakan Giri Kedaton yang tidak mau tunduk bagi Mataram. Karena pasukan Mataram merasa segan menyerbu pasukan Giri Kedaton yang masih mereka anggap keturunan Sunan Giri, maka yang ditugasi menerapkan penumpasan merupakan Pangeran Pekik pemimpin Ampel. Pangeran Pekik sendiri telah dinikahkan dengan Ratu Pandansari adinda Sultan Luhur pada tahun 1633. Pemberontakan Giri Kedaton ini berhasil dipadamkan pasangan suami istri tersebut pada tahun 1636.

Kesudahan kekuasaan

Wilayah madura dapat ditaklukkan oleh sultan agung hanyokrokusumo pada tahun

Wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram dalam saat pemerintahan Sultan Luhur Hanyakrakusuma (1613-1645)

Pada tahun 1636 Sultan Luhur mengirim Pangeran Selarong (saudara seayah Sultan Agung, putra Panembahan Hanyakrawati dan selir Lung Ayu dari Panaraga) bagi menaklukkan Blambangan di ujung timur Pulau Jawa. Meskipun memperoleh bantuan dari Bali, negeri Blambangan tetap mampu dikalahkan pada tahun 1640.

Dalam saat Sultan Agung, seluruh Pulau Jawa sempat tunduk dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih ditempati militer VOC Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melewati peleburan kebudayaan. Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan merupakan Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Luhur juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi ketika itu.

Sultan Luhur berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan luhur yang tidak hanya didirikan di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melewati kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian. Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian.

Sultan Luhur meletakkan perhatian luhur pada kebudayaan Mataram. Beliau memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya merupakan terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Luhur juga diketahui sebagai penulis naskah berbau mistik, berjudul Sastra Gending.

Di bidang yang terkait keraton Mataram, Sultan Luhur menetapkan pemakaian bahasa bagongan yang wajib dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi bagi menghilangkan kesenjangan satu sama lain. Bahasa ini dipakai supaya tercipta rasa persatuan di selang penghuni istana.

Sementara itu Bahasa Sunda juga merasakan perubahan sejak Mataram menguasai Jawa Barat. Hal ini ditandai dengan terciptanya bahasa halus dan bahasa sangat halus yang sebelumnya hanya diketahui di Jawa Tengah.

Wafatnya Sultan Luhur

Menjelang tahun 1645 Sultan Luhur merasa ajalnya sudah dekat. Beliau pun mendirikan Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Beliau juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.

Berdasarkan dengan wasiatnya, Sultan Luhur yang berpulang tahun 1645 ditukarkan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram selanjutnya, bergelar Amangkurat I.

Rujukan

  • Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Hingga Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
  • M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
  • Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
  • Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Pengetahuan
  • Pogadaev, V. A. Sultan Luhur (1591 - 1645). The Ruler of the Javanese Kingdom; Kris – the sacred weapon of Java; On the Pirates Ship. Istorichesky Leksikon. XVII vek (Historical Lexicon. XVII Century). Мoscow: “Znanie”, 1998, p. 20 - 26.

Lihat juga

  • Babad Tanah Jawi
  • Rara Mendut

Referensi

  1. ^ Montanus, A. "Oud en nieuw Oost-Indien", hal. 358
  2. ^ [1] Afbeelding - AMH (Berkas AMH)


Sumber :
id.wikipedia.org, civitasbook.com (Ensiklopedia), p2k.gilland-ganesha.com, wiki.edunitas.com, dsb.


Page 5

Tags (tagged): eldest, center of, free study, anak tertua anak, pertama dari, sepasang, orang tua, ia, memiliki saudara, tiri, lebih tua darinya, lawan dari, siwur, nenek moyang generasi, orang, tua ayah ibu, muda generasi, anak, bayi anak laki, perempuan angkat, asuh, genealogi, pria wanita putra, putri lajang, berkeluarga


Page 6

Tags (tagged): eldest, center of, free study, anak pertama dari, sepasang orang, tua, anak sulung, anak, anak sebelumnya, tetapi, tidak ada masih, namun bukan, tertua jika ia, memiliki saudara, tiri, pranala luar indonesia, sulung kbbi, edisi, ketiga jakarta, center, of free, study, kuliah karyawan com, wiki edunitas, com, id wikipedia org


Page 7

Tags (tagged): eldest, center of, free study, anak tertua anak, pertama dari, sepasang, orang tua, ia, memiliki saudara, tiri, lebih tua darinya, lawan dari, siwur, nenek moyang generasi, orang, tua ayah ibu, muda generasi, anak, bayi anak laki, perempuan angkat, asuh, genealogi, pria wanita putra, putri lajang, berkeluarga


Page 8

Tags (tagged): sulung, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, anak tertua anak, pertama dari, sepasang, orang tua, ia, memiliki saudara, tiri, lebih tua darinya, lawan dari, siwur, nenek moyang generasi, orang, tua ayah ibu, muda generasi, anak, bayi anak laki, perempuan angkat, asuh, genealogi pria, wanita, putra putri lajang, berkeluarga


Page 9

Tags (tagged): sulung, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, anak pertama dari, sepasang orang, tua, anak sulung, anak, anak sebelumnya, tetapi, tidak ada masih, namun bukan, tertua jika ia, memiliki saudara, tiri, pranala luar indonesia, sulung kbbi, edisi, ketiga jakarta, ensiklopedia, dunia kuliah, karyawan, com wiki edunitas, com id, wikipedia, org


Page 10

Tags (tagged): makau, p2k, unugha, kepada, rrc, 20, desember, 1999, luas, total, 29, 5, km, 2, merupakan, sebuah, daerah, administratif, khusus, cina, penduduk, while, standard, mandarin, and, simplified, chinese, characters, hunan, jiangsu, jiangxi, jilin, liaoning, qinghai, shaanxi, ensiklopedia, dunia, selatan, 1, palestina, siprus, utara, republik, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, indonesia


Page 11

Tags (tagged): makau, p2k, unugha, kepada, rrc, 20, desember, 1999, luas, total, 29, 5, km, 2, merupakan, sebuah, daerah, administratif, khusus, cina, penduduk, while, standard, mandarin, and, simplified, chinese, characters, hunan, jiangsu, jiangxi, jilin, liaoning, qinghai, shaanxi, ensiklopedia, dunia, selatan, 1, palestina, siprus, utara, republik, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, indonesia


Page 12

Tags (tagged): makau, p2k, unugha, kepada, rrc, 20, desember, 1999, luas, total, 29, 5, km, 2, merupakan, sebuah, daerah, administratif, khusus, cina, penduduk, while, standard, mandarin, and, simplified, chinese, characters, hunan, jiangsu, jiangxi, jilin, liaoning, qinghai, shaanxi, ensiklopedia, dunia, selatan, 1, palestina, siprus, utara, republik, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, ensiklopedi, bahasa, indonesia


Page 13

Tags (tagged): macau, makau, kepada, rrc, 20, desember, 1999, luas, total, 29, 5, km, 2, merupakan, sebuah, daerah, administratif, khusus, cina, penduduk, while, standard, mandarin, and, simplified, chinese, characters, hunan, jiangsu, jiangxi, jilin, liaoning, qinghai, shaanxi, center, of, free, study, selatan, 1, palestina, siprus, utara, republik, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 14

Tags (tagged): macau, makau, kepada, rrc, 20, desember, 1999, luas, total, 29, 5, km, 2, merupakan, sebuah, daerah, administratif, khusus, cina, penduduk, while, standard, mandarin, and, simplified, chinese, characters, hunan, jiangsu, jiangxi, jilin, liaoning, qinghai, shaanxi, center, of, free, study, selatan, 1, palestina, siprus, utara, republik, program, kuliah, pegawai, kelas, weekend, eksekutif, indonesian, encyclopedia


Page 15

Tags (tagged): majuro, center of, free study, ibu kota kepulauan, marshall kota, berpenduduk, 25 4 jiwa, kembar taipei, taiwan, ibu kota negara, oseania ibu, kota, 5em 0 3em, line height, 3em, seringkali termasuk ke, dalam, australia, 5, bekerjasama selandia baru, 6, center, of, free study chili, 10 teritori, luar, negeri britania raya, sumber


Page 16

Tags (tagged): majuro, center of, free study, ibu kota kepulauan, marshall kota, berpenduduk, 25 4 jiwa, kembar taipei, taiwan, ibu kota negara, oseania ibu, kota, 5em 0 3em, line height, 3em, seringkali termasuk ke, dalam, australia, 5, bekerjasama selandia baru, 6, center, of, free study chili, 10 teritori, luar, negeri britania raya, sumber


Page 17

Tags (tagged): majuro, center of, free study, pantai majuro februari, 1973 majuro, kepulauan, marshall, tertinggi laura, negara kepulauan, demografi, dari 64, pulau atol, majuro terdapat tanjung, 0 3em, line, height 3em seringkali, termasuk ke, dalam, center of free, study 7, area, insuler dari amerika, serikat 8, negara, bagian


Page 18

Tags (tagged): majuro, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, pantai majuro februari, 1973 majuro, kepulauan, marshall, tertinggi laura, negara kepulauan, demografi, dari 64, pulau atol, majuro terdapat tanjung, 0 3em, line, height 3em seringkali, termasuk ke, dalam, ensiklopedia dunia 7, area insuler, dari, amerika serikat 8, negara bagian


Page 19

Tags (tagged): majuro, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, ibu kota kepulauan, marshall kota, berpenduduk, 25 4 jiwa, kembar taipei, taiwan, ibu kota negara, oseania ibu, kota, 5em 0 3em, line height, 3em, seringkali termasuk ke, dalam, australia, 5, bekerjasama selandia baru, 6, ensiklopedia, dunia, chili 10 teritori, luar negeri, britania, raya sumber


Page 20

Tags (tagged): malawi, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, ensiklopedia dunia arab, sahrawi somaliland, dependensi, wilayah lain


Page 21

Tags (tagged): malawi, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, ensiklopedia dunia arab, sahrawi somaliland, dependensi, wilayah lain


Page 22

Tags (tagged): malawi, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, ensiklopedia dunia arab, sahrawi somaliland, dependensi, wilayah lain


Page 23

Tags (tagged): malawi, ensiklopedia dunia, p2k, unugha, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, ensiklopedia dunia arab, sahrawi somaliland, dependensi, wilayah lain


Page 24

Tags (tagged): malawi, center of, free study, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, center of free, study arab, sahrawi, somaliland dependensi wilayah, lain


Page 25

Tags (tagged): malawi, center of, free study, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, center of free, study arab, sahrawi, somaliland dependensi wilayah, lain


Page 26

Tags (tagged): malawi, center of, free study, malawi ibu kota, lilongwe kota, terbesar, blantyre bahasa, mwk, zona waktu, utc, 2 musim panas, dst utc, 2, ranah internet, nama, itu diyakini, berasal, dari suku wilayah, selatan, guinea, bissau, kamerun kenya komoro, republik demokratik, kongo, center of free, study arab, sahrawi, somaliland dependensi wilayah, lain