Usaha yang tidak boleh dilakukan oleh bank perkreditan rakyat adalah

Sebelumnya telah dibahas tentang apa saja yang menjadi tujuan dan sasaran dari BPR atau Bank Perkreditan Rakyat ini. Kali ini lebih membahas tentang kegiatan atau Usaha BPR ini meliputi apa saja. Tentu saja salah satu usaha BPR seperti usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan.


Baca juga: Bentuk hukum BPR

Yuk simak apa saja usaha-usaha yang dapat dilakukan dan tidak dapat dilakukan oleh BPR ini.

Beberapa usaha yang dapat dilakukan atau kegiatan yang dilakukan oleh BPR sebagai Bank Perkreditan Rakyat adalah.

1. Menghimpun Dana Dari Masyarakat Dalam Bentuk Simpanan

Disini BPR melakukan penghimpunan atau pengambilan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan bisa berupa deposito berjangka, tabungan atau produk bank lainnya.
Baca juga: Produk Bank Perkreditan Rakyat


2. Memberikan Kredit

Disini Bank Perkreditan Rakyat memberikan pinjaman dalam bentuk kredit. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum BPR memberikan kredit, diantaranya adalah

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, diantaranya adalah:

  1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
  2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia terkait batas maksimum dalam pemberian kredit atau pemberian jaminan atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk di dalamnya kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
  3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal setor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.


Pada bagian ini BPR akan membiayai terhadap nasabah sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.


4. Menempatkan Dananya Dalam Bentuk Produk Perbankan

Pada tahap ini nasabah dapat menempatkan dananya dalam bentuk seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, Sertifikat Deposito atau jenis tabungan yang lainnya.


Usaha-usaha yang dapat dilakukan oleh BPR

  1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  2. Memberikan kredit.
  3. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi basil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
  4. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.


Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga.
SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Apa saja usaha yang tidak boleh dilakukan BPR ? Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR, usaha itu antara lain seperti:

  1. Menerima simpanan dalam bentuk atau berupa giro.
  2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
  3. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  4. Melakukan usaha perasuransian.
  5. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR

Referensi

Bank Perkreditan Rakyat
File dokumen PBI_190317

Bank Perkreditan Rakyat (disingkat BPR) adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[1] BPR hanya melakukan kegiatan berupa simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Dengan lokasi yang pada umumnya dekat dengan tempat masyarakat yang membutuhkan. Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD), dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan berdasarkan UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan karena mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 memberikan kejelasan status lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persy-ratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan. Keuntungan BPR diperoleh dari spread effect dan pendapatan bunga. Adapun usaha-usaha BPR adalah:

  • Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
  • Memberikan kredit.
  • Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip suku bunga/bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.
  • Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over liquidity atau kelebihan likuiditas.[1]

Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR

Ada beberapa jenis usaha seperti yang dilakukan bank umum tetapi tidak boleh dilakukan BPR. Usaha yang tidak boleh dilakukan BPR adalah:

  • Menerima simpanan berupa giro.
  • Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
  • Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah.
  • Melakukan usaha perasuransian.
  • Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.

Dalam mengalokasikan kredit, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh BPR, yaitu:

  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
  • Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.[1]

  1. ^ a b c Republik Indonesia, Pemerintah (25 Maret 1992). "Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998" (PDF). Otoritas Jasa Keuangan. Diakses tanggal 13-07-2019.  line feed character di |title= pada posisi 33 (bantuan); Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)

  • Daftar Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia
  • Otoritas Jasa Keuangan
  • Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bank_Perkreditan_Rakyat&oldid=21210216"