Untuk memastikan sebuah hadis diterima langsung oleh periwayat dari gurunya Imam Muslim mensyaratkan

Ini adalah sebuah pertanyaan sangat menarik dari sejarah para periwayat hadis Rasulullah. Tercatat, imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari, pengarang kitab kitab Shahih Bukhari adalah guru dari imam Muslim bin Hajjaj, pengarang kitab Shahih Muslim. Kita sudah sudah tahu, kitab hadis keduanya, secara berurutan, paling otoritatif.

Imam Muslim bin Hajjaj lahir di tahun 206 Hijriah dan memulai mengambil riwayat Hadis di usianya yang ke-12 tahun, tepatnya pada tahun 218 H. Imam Muslim bin Hajjaj memulai menulis karya monumentalnya “Shahih Muslim” pada tahun 235 H. Ia menulis “Shahih Muslim” di umur 29 tahun. Dan Imam Muslim bin Hajjaj menyelesaikan “Shahih Muslim” pada tahun 250 H, tepatnya ia menyelesaikan karya monumentalnya di umur 44 tahun.

Imam Muslim membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk menyelesaikan “Shahih Muslim”. Lamanya waktu penyempurnaan kitab “Shahih Muslim” ditengarai adalah karena sistem pembukuan hadis yang sangat terperinci dan cara yang tepat dalam penyusunan bab serta seleksi hadis shahih yang ketat. Kemudian, Imam Muslim bin Hajjaj wafat 11 tahun setelah menyelesaikan karya “Shahih Muslim” tepatnya pada tahun 261 H.

Terkait, pertemuannya dengan Imam Bukhari rupanya sejarah mencatat imam Bukhari singgah di kota Naisabur, tempat menetapnya Imam Muslim sebanyak dua kali. Yang pertama adalah tahun 209 H, tempat Imam Bukhari singgah di kota Naisabur di usia imam Bukhari berumur 15 tahun dan Imam Muslim ketika itu masih berumur empat tahun. Karena jarak umur itu, sangat mustahil Imam Muslim bin Hajjaj berguru kepada imam Bukhari saat itu.

Baca juga:  Diplomasi Gus Dur, Meningkatkan Leverage Nahdlatul Ulama

Sedangkan yang kedua adalah tahun 250 H, saat Imam Bukhari menetap dan mengajarkan ilmu Hadis kepada Imam Muslim selama lima tahun di kota Naisabur. Beberapa tahun setelahnya, Imam Bukhari wafat tepatnya imam Bukhari wafat pada tahun 256 H.

Dari sini, tentu kita bisa memahami sejarah bahwa tahun 250 H adalah tahun kedatangan kedua imam Bukhari di kota Naisabur dan di tahun yang sama pulalah Imam Muslim telah menyelesaikan karya kitab “Shahih Muslim”. Walhasil, sangat wajar bilamana Imam Muslim tidak menuliskan sanad hadis dari Imam Bukhari di dalam kitab karyanya yang berjudul “Shahih Muslim” karena saat pertemuan keduanya sebagai guru dan murid Imam Muslim telah selesai menulis karya monumentalnya “Shahih Muslim”. Inilah fakta terkuat mengapa Imam Musilam tidak meriwayatkan hadis dari senior dan gurunya: Imam al-Bukhori.

Dan oleh karen itu, pendapat yang mengatakan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadis dari Imam Bukhari karena sebab ia menginginkan sanad yang lebih tinggi adalah “lemah”. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Imam Muslim membantah dan mengkritik pendapat yang mensyaratkan harus ada bukti bertemu langsung antara guru dan murid dalam periwayatan hadis dalam mukadimah kitab “Shahih Muslim” tapi kritikan dan bantahan ini bukan ditujukan kepada imam Bukhari. Mengapa?

Baca juga:  Panglima Santri dalam Tinjauan KBBI

Karena dalam masa penulisan karya “Shahih Muslim” saat itu Imam Muslim belum mengenal Imam Bukhari secara mendetail. Hal ini dikuatkan dengan pendapat adz-Dzahabi yang menyatakan bahwa tokoh yang dikritik oleh Imam Muslim dalam mukaddimah kitab “Shahih Muslim” adalah Imam Ali bin Al-Mudani, bukan Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhari.

Imam Muslim bin Hajjaj berguru kepada imam Bukhari selama lima tahun. Di antara keduanya memang memiliki pendapat yang bertolak-belakang dalam beberapa masalah. Di antara perbedaan keduanya adalah Imam Muslim menyatakan “cukup” adanya bukti seorang guru dan murid dalam zaman yang sama maka riwayat hadits dinyatakan bersambung secara sanad. Sedangkan imam Bukhari menyatakan harus ada bukti bahwa guru dan murid pernah bertemu secara langsung sebagai syarat sanad periwayatan haditsnya bersambung. Toh, keduanya saling menghormati perbedaan pendapat.

Sumber bacaan: kitab al-Muqidzah fi Ilmi Mushtholah Hadits karya al-Hafidz al-Muhaddits Syamsuddin Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi.

Muslim bin al-HajjajEraAbad PertengahanKawasanIranAliranSyafi'i

Minat utama

hadis

Dipengaruhi

  • Ahmad Ibn Hanbal
    Muhammad al-Bukhari[1]

Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi (bahasa Arab: أبو الحسين مسلم بن الحجاج القشيري النيشابوري), atau sering dikenal sebagai Imam Muslim (821-875) dilahirkan pada tahun 204 Hijriah dan meninggal dunia pada sore hari Ahad bulan Rajab tahun 261 Hijriah dan dikuburkan di Naisaburi.[4]

Dia juga sudah belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al Bukhari dan ulama lain selain mereka. Orang yang menerima hadis dari dia ini, termasuk tokoh-tokoh ulama pada masanya. Ia juga telah menyusun beberapa tulisan yang bermutu dan bermanfaat. Yang paling bermanfaat adalah kitab Shahihnya yang dikenal dengan Shahih Muslim. Kitab ini disusun lebih sistematis dari Shahih Bukhari. Kedua kitab hadis shahih ini; Shahih Bukhari dan Shahih Muslim biasa disebut dengan Ash Shahihain. Kedua tokoh hadis ini biasa disebut Asy Syaikhani atau Asy Syaikhaini, yang berarti dua orang tua yang maksudnya dua tokoh ulama ahli hadist.[5]

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin terdapat istilah akhraja hu yang berarti mereka berdua meriwayatkannya. Ia belajar hadis sejak masih dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H. Ia pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya.[butuh rujukan]

Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu `Ansan. Di Irak ia belajar hadis kepada Imam Ahmad dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz belajar kepada Sa`id bin Mansur dan Abu Mas`Abuzar; di Mesir berguru kepada `Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadis yang lain.[butuh rujukan]

Dia berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadis, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H, di waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, dia sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung kepada Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadis-hadis yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya. Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadis dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari, padahal iapun sebagai gurunya. Tampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadis-hadis yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.[6]

Imam Muslim wafat pada Minggu sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H / 5 Mei 875 M. dalam usia 55 tahun.[butuh rujukan]

Karya

Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya:

  1. Al-Jami` ash-Shahih atau lebih dikenal sebagai Sahih Muslim
  2. Al-Musnad al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadis)
  3. Kitab al-Asma wal-Kuna
  4. Kitab al-Ilal
  5. Kitab al-Aqran
  6. Kitab Su`alatihi Ahmad bin Hambal
  7. Kitab al-Intifa` bi Uhubis-Siba`
  8. Kitab al-Muhadramin
  9. Kitab Man Laisa Lahu illa Rawin Wahid
  10. Kitab Auladish-Shahabah
  11. Kitab Auhamil-Muhadditsin

Shahih Bukhari dan Shahih Muslim

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadis mu'an'an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.

Al-Bukhari mentakhrij hadis yang diterima para perawi tsiqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadis dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.

Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan - sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber pada masa kehidupan guru-gurunya. Ia juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya.

Namun prinsipnya, tidak semua hadis Bukhari lebih shahih ketimbang hadis Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya kesahihan hadis riwayat Bukhari itu lebih tinggi daripada kesahihan hadis dalam Shahih Muslim.

Referensi

Untuk memastikan sebuah hadis diterima langsung oleh periwayat dari gurunya Imam Muslim mensyaratkan

Muslim bin al-Hajjaj

  1. ^ منهج الإمام مسلم بن الحجاج
  2. ^ "Huda Info Solutions : Sahih Muslim English Translation by Abdul Hamid Siddiqui - Introduction". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-17. Diakses tanggal 2009-07-20. 
  3. ^ مناهج أئمة الجرح والتعديل
  4. ^ "Biografi Imam Muslim". Biografi Tokoh (dalam bahasa Inggris). 2010-10-12. Diakses tanggal 2020-02-01. 
  5. ^ Kompasiana.com. "Sejarah Singkat Imam Muslim." KOMPASIANA. Diakses tanggal 2020-02-01. 
  6. ^ "Para Perawi Hadits: Imam Muslim, Murid Sekaligus Penerus Bukhari". Republika Online. 2011-08-01. Diakses tanggal 2020-02-01. 

Pranala luar

  • Biografi Imam Muslim Diarsipkan 2006-12-02 di Wayback Machine.
  • Terjemahan bahasa Inggris tentang Sahih Muslim Diarsipkan 2008-12-01 di Wayback Machine.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Imam_Muslim&oldid=21714960"