Tunjukkan keberhasilan yang dicapai Daulah Abbasiyah dalam bidang industri

Nunzairina Nunzairina



Dalam literatur sejarah Islam, Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban Islam, baik dalam bidang sains, budaya dan sastra. Kemajuan peradaban ini menghadirkan Baghdad sebagai kota para intelektual, tidak hanya orang arab yang hadir, bangsa Eropa, Persia, Cina, India serta Afrika turut hadir mengisi atmosfer pengetahuan disini. Masa kekhalifahan Abbasiyah ini lah yang dikenal berkembang pesatnya pengetahuan. Pada masa ini banyak sekali bermunculan intelektual-intelektual muslim baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun ilmu agama. Dalam masa kekhalifahan Abbasiyah keadaaan sosial ekonomi pun berkembang dengan baik. Seperti halnya dalam bidang pertanian maupun perdagangan. Masyarakat pada masa itu mampu mengatur tatanan kehidupannya dengan baik, hingga dikenal sebagai negeri masyhur dan makmur. Pada masa kerajaan Abbasiyah kekuasaan Islam bertambah luas. Masyarakat dibagi atas dua kelompok yaitu kelompok khusus dan kelompok umum, kelompok umum terdiri dari Seniman, ulama, fuqoha, pujangga, saudagar, pengusaha kaum buruh, dan para petani sedangkan kelompok khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah, para bangsawan, dan petugas-petugas Negara. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, para khalifah banyak mendukung perkembangan tersebut, terlihat dari banyaknya buku-buku bahasa asing yang diterjemahkan kedalam bahasa arab, dan lahirnya para kaum intelektual.

 Kata Kunci: Dinasti Abbasiyah, Baghdad, Kaum Intelektual.



Abdurrahman, D. (2003). Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern. Yogyakarta: LESFI.

Arkoun, L. G. M. (1997). Islam Kemarin dan Hari Esok. (A. Mohammad, Trans.). Bandung: Pustaka.

Hasan, I. (1989). Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang.

Hitti, P. K. (2002). History of The Arabs. (R. C. L. Y. & D. S. Riyadi, Trans.). Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Karim, M. A. (2009). Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Nata, A. (2011). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Nizar, S. (2009). Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia. (S. Nizar, Ed.). Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Suwito. (2008). Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.

Syukur, F. (2009). Sejarah Peradaban Islam. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.

Yatim, B. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Zuhairini, M. K. (1985). Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Departemen Agama.

Majalah As-Sunnah Edisi 7 Tahun XV 1432 H/2011 M. Diakses pada 20/04/2019.


DOI: http://dx.doi.org/10.30829/juspi.v3i2.4382

  • There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2020 JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam)

Kemajuan Abbasiyah bidang perdagangan dan industri – Melanjutkan artikel sejarah Islam Kemajuan yang diraih masa Dinasti Abbasiyah, di sana telah disebutkan 3 bidang kemajuan yang berhasil di raih. Selanjutnya akan dibahas kemajuan dalam bidang perdagangan dan industri.

Sejak masa khalifah kedua Abbasiyah, Al-Manshur, sumber Arab paling awal yang menyinggung tentang hubungan maritim Arab dan Persia dengan India dan Cina berasal dari laporan perjalanan Sulaiman At-Tajir dan para pedagang muslim lainnya pada abad ke-3 Hijriyah.

Tulang punggung perdagangan ini adalah sutra, kontribusi terbesar orang China kepada dunia Barat. Biasanya, jalur perdagangan yang disebut “jalan sutra” menyusuri Samarkand dan Turkistan Cina, sebuah wilayah yang kini tidak banyak dilalui dibanding wilayah-wilayah dunia lainnya yang sudah dihuni dan berperadaban.

Barang-barang dagangan biasanya diangkut secara estafet, hanya sedikit khalifah yang menempuh sendiri perjalanan sejauh ini. Akan tetapi, hubungan diplomatik telah dibangun sebelum orang Arab terjun ke dunia perdagangan.

Diriwayatkan bahwa Sa’d Ibn Waqqah, seorang penakluk Persia menjadi duta yang dikirim Nabi ke Cina. Makam Sa’d masih bisa ditemukan di Kanton. Tulisan-tulisan tertentu pada monumen Cina lama tentang agama Islam di Cina jelas merupakan tulisan palsu yang dibuat oleh para tokoh agama.

Pada pertengahan abad ke-8 telah dilakukan pertukaran duta. Dalam catatan sejarah Cina abad itu, kata amir al-muminin diucapkan dengan hanmi mo mo ni oleh Abu Al-Abbs, khalifah Dinasti Abbasiyah pertama, Abo loba; dan Harun, A lun.

Pada masa khalifah-khalifah itu terdapat sejumlah orang Islam yang menetap di Cina. Pada mulanya, orang Islam itu dikenal dengan sebutan Ta syih dan kemudian Hui Hui (pengikut Muhammad).

Di sebelah barat, para pedagang Islam telah mencapai Maroko dan Spanyol. Seribu tahun sebelum de Lesseps, Khalifah Harun mengemukakan gagasan tentang mengganti kanal di sepanjang Ists-mus di Suez. Namun, perdagangan di Mediterania Arab tidak pernah mencapai kemajuan yang berarti.

Laut hitam juga tidak mendukung perdagangan maritim, meskipun pada abad ke-10 telah dilakukan perdagangan singkat melalui jalur darat ke utara dengan orang yang tinggal di kawasan Valda.

Namun, karena jaraknya yang dekat dengan pusat kota Persia dan kota-kota makmur di Samarkand dan Bukhara, Laut Kaspia menjadi titik pertemuan dagang yang favorit. Para pedagang muslim membawa kurma, gula, kapas, dan kain wol, juga peralatan dari baja dan gelas.

Pada masa Abbasiyah, orang-orang justru mampu mengimpor barang dagangan, seperti rempah-rempah, kapur barus, dan sutra dari kawasan Asia yang lebih jauh, juga mengimpor gading, kayu eboni, dan budak kulit hitam dari Afrika.

Gambaran tentang jumlah keuntungan yang diperoleh Rothschild dan Rockefeller pada abad tersebut mungkin juga telah diraih oleh seorang penjual permata dari Bagdad, Ibn Al-Jashshash, yang tetap kaya meskipun Al-Muqtadir telah menyita hartanya sebesar 16 juta dinar, dan menjadi keluarga pertama yang dikenal sebagai pengusaha permata.

Para pengusaha dari Bashrah yang membawa dagangannya dengan kapal laut ke berbagai negeri yang jauh, masing-masing membawa muatan bernilai lebih dari satu juta dirham. Seorang pemilik penggilingan di Bashrah dan Baghdad yang tidak berpendidikan mampu berderma untuk orang miskin sebesar seratus dinar perhari, dan kemudian diangkat oleh Al-Mu’tashim menjadi wazirnya.

Tingkat aktivitas perdagangan semacam itu didukung pula oleh pengembangan industri rumah tangga dan pertanian yang maju. Industri kerajinan tangan menjamur di berbagai pelosok kerajaan.

Daerah Asia Barat menjadi pusat industri karpet, sutra, kapas, dan kain wol, satin dan brokat (dibaj), sofa, (dari bahasa Arab, suffah) dan kain pembungkus bantal, juga perlengkapan dapur dan rumah tangga lainnya.

Mesin penganyam Persia dan Irak membuat karpet dan kain berkualitas tinggi. Ibu Al-Musta’in memiliki sehelai karpet yang dipesan khusus seharga 130 juta dirham dengan corak berbagai jenis burung dari emas yang dihiasi batu rubi dan batu-batuan indah lainnya.

Sebuah pusat industri di Baghdad yang namanya diambil dari nama seorang pangeran Ummayah, Attab, memberi merk kain buatannya dengan ‘attabi yang pertama kali dibuat di sana pada abad ke-12. Kain tersebut ditiru oleh perajin Arab di Spanyol, dan terkenal di Perancis, Italia, dan negara-negara Eropa lainnya dengan nama tabi.

Istilah tersebut kemudian berubah menjadi tabby, yang merujuk pada seekor kucing yang unik dan berwarna. Kufah memproduksi kain sutra atau separuh sutra untuk penutup kepala yang masih digunakan hingga sekarang dengan nama kuftyah.

Tawwaj, Fasa, dan kota-kota lainnya di Paris memiliki sejumlah pabrik kelas satu yang membuat karpet, sulaman, brokat, dan gaun panjang untuk kalangan atas. Barang-barang semacam itu dikenal sebagai thiraz (dari bahasa Persia) yang memuat nama atau kode sultan.

Industri tersebut menjadi cermin kemajuaan peradaban Islam.

sott.net

Kota Baghdad, pusat Daulah Abbasiyah.

Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dinasti Abbasiyah tercatat sebagai kekhalifahan yang menorehkan tinta emas peradaban Islam. Pada abad kedelapan hingga abad ke- 12, ilmu pengetahuan dan peradaban Islam berkembang dengan pesat dan mencapai masa puncak.

Peralihan kekuasaan dari Dinasti Umayah ke Dinasti Abbasiyah merupakan peristiwa penting dalam sejarah peradaban Islam. Pada masa ini, terjadi titik balik roda peradaban Islam di dunia.

Khalifah pada masa Bani Abbasiyah kala itu secara terbuka memelopori perkembangan ilmu pengetahuan. Mereka mendatangkan naskah-naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk diterjemahkan, diadaptasi, dan diterapkan dalam dunia Islam. Banyak ulama yang menjadi ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan, baik agama maupun nonilmu pengetahuan.

Berkembangnya peradaban masa ini didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi penghubung dunia timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik juga memberikan kontribusi dalam kemajuan peradaban Islam pada dinasti itu.

Dibangunnya Kota Baghdad sebagai salah satu cara mendukung perkembangan sains dan kemajuan peradaban. Kota ini kemudian menjadi pusat dan kiblat peradaban dunia. Pembangunan infratruktur lainnya yang mendukung peradaban Islam adalah hadirnya perpustakaan-perpustakaan yang menjadi pusat ilmu dan diskusi ilmu pengetahuan. Salah satu perpustakaan yang terkenal disebut Baitul Hikmah.

Di perpustakaan ini pemimpin Dinasti Abbasiyah, al-Makmun, mengumpulkan berbagai ilmu pengetahuan selain berbahasa Arab untuk diterjemahkan. Filsuf besar Islam, al-Kindi, lahir di zaman ini. Pada era Khalifah Harun al-Rasyid dibangun industri kertas.

  • peradaban islam
  • dinasti abbasiyah