Tulis 1 hadits dan artinya yang berkaitan dengan qada

Jakarta -

Salah satu rukun iman yang harus diyakini umat Islam adalah mempercayai qada dan qadar. Untuk memahami qada dan qadar tentunya kita harus tahu pengertian hingga contohnya dalam kehidupan sehari-hari.

Qada secara bahasa artinya ketentuan atau keputusan. Sedangkan menurut istilah qada adalah keputusan Allah SWT yang sudah ditetapkan sejak zaman azali. Zaman azali ini adalah masa ketika alam semesta belum diciptakan.

Sedangkan qada secara bahasa adalah ukuran atau jangka waktu tertentu. Secara istilah qadar adalah ketentuan yang ditetapkan Allah yang dapat kita saksikan.

Sehingga dari pengertian tersebut, qadar bisa disebut sebagai takdir yang masih bisa diubah manusia dengan berdoa, tawakal dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh. Dan qada, sebuah ketetapan Allah SWT yang sudah tidak dapat diubah.

Qada dan qadar juga disebut takdir Allah SWT. Beriman kepada takdir Allah juga disebutkan dalam sebuah hadits berikut ini:

"Yang dimaksud beriman ialah bahwa kamu percaya kepada Allah, para malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan takdir yang baik maupun buruk." (HR. Muslim).

Berikut contoh dari qada dan qadar yang dilansir dalam buku "Akidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI" oleh Fida' Abdilah dan Yusak Burhanudin:

Contoh qada dan qadar dalam kehidupan sehari-hari yang dikutip dalam buku "Get Smart PAI" oleh Udin Wahyudin:

1. Kematian
Allah SWT menjadikan manusia di dunia ini sudah ditentukan usianya, ada yang panjang umur dan tidak. Bahkan anak baru lahir pun ada yang sudah meninggal. Kematian manusia yang kita saksikan merupakan qada dan qadar dari Allah SWT.

2. Rezeki
Allah SWT menciptakan manusia bergandengan dengan rezekinya. Ada yang Allah takdirkan kaya, cukup dan miskin. Semua manusia ingin hidup kaya, senang, dan bahagia. Dalam kenyataan hidup sehari-hari ada yang mudah mencari rezeki dan ada yang sulit. Kenyataan rezeki manusia berbeda, ini merupakan bukti qada dan qadar dari Allah SWT.

3. Kelahiran
Setiap ibu yang mengandung tentu menginginkan bayinya lahir perempuan, tetapi kenyataannya Allah SWT memberikan laki-laki, itulah qada dan qadar dari Allah SWT.

Dalam kehidupan sehari-hari, qadar disebut takdir. Takdir terbagi menjadi dua yaitu takdir mubram dan takdir muallaq. Takdir mubram yakni takdir yang tidak dapat diubah dengan usaha dan doa. Contohnya keturunan, kamu dilahirkan oleh ibumu tidak dapat diubah meminta dilahirkan ibu lain.

Sedangkan takdir muallaq yaitu takdir yang dapat diubah dengan usaha dan doa. Contohnya jika seseorang sakit apabila berusaha berobat dan berdoa, ia akan sembuh dari sakitnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Furqan ayat 2 yang berbunyi:

ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ شَرِيكٌ فِى ٱلْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَىْءٍ فَقَدَّرَهُۥ تَقْدِيرًا

Artinya: "Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya." (QS: Al Furqan: 2).

Itulah beberapa contoh dari qada dan qadar yang detikers perlu tahu dan pahami.

Simak Video "Cara Menggapai Lailatul Qadr"



(lus/erd)

Jakarta -

Iman kepada Qada dan Qadar berarti percaya serta meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki kehendak, ketetapan, keputusan atas semua makhluk-Nya. Meski memiliki hubungan yang erat serta sama-sama mempengaruhi proses kehidupan manusia, Qada dan Qadar, arti serta pengertiannya berbeda.1. Pengertian Qada

Qada secara bahasa yang berarti hukum, ketetapan, dan kehendak Allah. Semua yang terjadi berasal dari Allah SWT, sang pemilik kehidupan. Sebelum adanya proses kehidupan, Allah sudah menuliskan apa saja yang akan terjadi. Baik itu tentang kebaikan, keburukan dan juga tentang hidup atau mati.

Allah sudah memerintahkan hambanya untuk percaya pada Qada. Dalam Al Qur'an Surah Al-Baqarah, Ayat 210, Allah berfirman:

هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ

Arab-Latin: Hal yanẓurụna illā ay ya`tiyahumullāhu fī ẓulalim minal-gamāmi wal-malā`ikatu wa quḍiyal-amr, wa ilallāhi turja'ul-umụr Artinya: Tidak ada yang mereka tunggu-tunggu kecuali datangnya (azab) Allah bersama malaikat dalam naungan awan, sedangkan perkara (mereka) telah diputuskan. Dan kepada Allah-lah segala perkara dikembalikan.Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa semua perkara-perkara, ketetapan yang terjadi sudah diputuskan oleh Allah SWT.2. Pengertian Qadar

Qadar secara bahasa diartikan sebagai sebuah ketentuan atau kepastian dari Allah. Sedangkan secara istilah, qadar berarti sebuah penentuan yang pasti dan sudah ditetapkan oleh Allah SWT. Baik yang sudah terjadi, sedang terjadi, maupun yang akan terjadi.

Hadist tentang Qada dan Qadar:

Diriwayatkan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya seseorang diciptakan dari perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh didalamnya dan menuliskan empat ketentuan yaitu tentang rezeki, ajal, amal, dan (jalan kehidupan) sengsara atau bahagia." Hubungan Qada dan Qadar juga tidak bisa dipisahkan. Qada merupakan rencana dan Qadar adalah perwujudan atau kenyataan yang akan terjadi seperti yang sudah ditetapkan Allah SWT. Dalam Al Qur'an surah Al-Hijr ayat 21

وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ

Arab-Latin: Wa im min syai`in illā 'indanā khazā`inuhụ wa mā nunazziluhū illā biqadarim ma'lụm Terjemah Arti: "Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kamu-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu" Macam-macam Takdir1. Takdir MuallaqTakdir muallaq masih bisa berubah jika manusia berusaha mengubahnya. Misalnya seseorang yang miskin bisa menjadi kaya, ingin pintar, dan lain sebagainya. Semua itu harus melewati proses usaha yang keras untuk mencapai semuanya.Allah SWT dalam Al Qur'an Surah Ar-Ra'd Ayat 11 berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

Arab-Latin: Innallāha lā yugayyiru mā biqaumin ḥattā yugayyirụ mā bi`anfusihim, wa iżā arādallāhu biqaumin sū`an fa lā maradda lah, wa mā lahum min dụnihī miw wāl Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.Takdir MubramTakdir Mubram adalah takdir yang tidak bisa diubah oleh manusia meskipun ikhtiar dan tawakal kepada Allah. Contohnya seperti kematian dan jodoh, semua itu sudah ditetapkan oleh Allah SWT.Allah SWT berfirman dalam Surah Al-A'raf ayat 34

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۖ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ

Arab-Latin: Wa likulli ummatin ajal, fa iżā jā`a ajaluhum lā yasta`khirụna sā'ataw wa lā yastaqdimụnArtinya: "Dan tiap-tiap umat memiliki, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat pula melanjutkannya." Hikmah Iman Kepada Qada dan Qadar· Selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT, sebab percaya bahwa takdir Allah merupakan ketetapan yang terbaik bagi seluruh makhluk-Nya.· Selalu rendah hati bahwa segala sesuatu yang terjadi itu semua berkat kehendak Allah. · Selalu berjiwa optimis dan tidak putus asa saat merasakan kegagalan. Mungkin Allah akan menggantinya dengan cara lain yang lebih baik.· Membiasakan diri untuk bersikap sabar dan tawakal kepada Allah SWT.· Jiwa lebih tenang.

Simak Video "Silaturahmi Senior Golkar Usai Peresmian Masjid Baru di Markas Partai"



(lus/erd)

DALIL-DALIL IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADHAR

Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd

Dalil yang menunjukkan rukun yang agung dari rukun-rukun iman ini ialah al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’, fitrah, akal, dan panca indera.

Dalil-Dalil Dari Al-Qur-an
Dalil-dalil dari al-Qur-an sangat banyak, di antaranya firman Allah Azza wa Jalla

وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا

“…Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” [Al-Ahzab/33 :38]

Juga firman-Nya:

إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [Al-Qamar/54 : 49]

Dan juga firman-Nya yang lain:

وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَعْلُومٍ

“Dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kami-lah kha-zanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” [Al-Hijr/15 : 21]

Juga firman-Nya:

إِلَىٰ قَدَرٍ مَعْلُومٍ فَقَدَرْنَا فَنِعْمَ الْقَادِرُونَ

“Sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan (bentuknya), maka Kami-lah sebaik-baik yang menentukan.” [Al-Mursalaat/77 : 22-23]

Juga firman-Nya yang lain:

ثُمَّ جِئْتَ عَلَىٰ قَدَرٍ يَا مُوسَىٰ

“…Kemudian engkau datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa.” [Thaahaa/20 : 40]

Dan juga firman-Nya:

وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا

“…Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” [Al-Furqaan/25 : 2]

Dan firman-Nya yang lain:

وَالَّذِي قَدَّرَ فَهَدَىٰ

“Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk.” [Al-A’laa/87 : 3]

Firman-Nya yang lain:

لِيَقْضِيَ اللَّهُ أَمْرًا كَانَ مَفْعُولًا

“… (Allah mempertemukan kedua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan…” [Al-Anfaal/8: 42]

Serta firman-Nya yang lain :

وَقَضَيْنَا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ فِي الْكِتَابِ لَتُفْسِدُنَّ فِي الْأَرْضِ مَرَّتَيْنِ

“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali...” [Al-Israa’/17 : 4]

Dalil-Dalil Dari As-Sunnah
Sementara dari sunnah ialah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang terdapat dalam hadits Jibril Alaihissalam

وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

“…Dan engkau beriman kepada qadar, yang baik maupun yang buruk… .” [1]

Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahiih dari Thawus, dia mengatakan, “Saya mengetahui sejumlah orang dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, ‘Segala sesuatu dengan ketentuan takdir.’ Ia melanjutkan, “Dan aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Umar mengatakan, ‘Segala sesuatu itu dengan ketentuan takdir hingga kelemahan dan kecerdasan, atau kecerdasan dan kelemahan.’”[2]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْئٌ فَلاَ تَقُل:ْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ، كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

“…Jika sesuatu menimpamu, maka janganlah mengatakan, ‘Se-andainya aku melakukannya, niscaya akan demikian dan demikian.’ Tetapi ucapkanlah, ‘Sudah menjadi ketentuan Allah, dan apa yang dikehendakinya pasti terjadi… .’” [3]

Demikianlah (dalil-dalil tersebut), dan akan kita temukan dalam kitab ini dalil-dalil yang banyak dari al-Qur-an dan as-Sunnah, sebagai tambahan atas apa yang telah disebutkan.

Dalil-Dalil Dari Ijma’
Sedangkan menurut Ijma’, maka kaum muslimin telah bersepakat tentang kewajiban beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk, yang berasal dari Allah. An-Nawawi Rahimahullah berkata, “Sudah jelas dalil-dalil yang qath’i dari al-Qur-an, as-Sunnah, ijma’ Sahabat, dan Ahlul Hil wal ‘Aqd dari kalangan salaf dan khalaf tentang ketetapan qadar Allah Azza wa Jalla.” [4]

Ibnu Hajar Rahimahullah berkata, “Sudah menjadi pendapat salaf seluruhnya bahwa seluruh perkara semuanya dengan takdir Allah Ta’ala.” [5]

Dalil-Dalil Dari Fitrah
Adapun berdasarkan fitrah, bahwa iman kepada qadar adalah sesuatu yang telah dimaklumi secara fitrah, baik dahulu maupun sekarang, dan tidak ada yang mengingkarinya kecuali sejumlah kaum musyrikin. Kesalahannya tidak terletak dalam menafikan dan mengingkari qadar, tetapi terletak dalam memahaminya menurut cara yang benar. Karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman tentang kaum musyrikin:

سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا

“Orang-orang yang mempersekutukan Allah, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya… .’” [Al-An’aam/6 : 148]

Mereka menetapkan kehendak (masyii-ah) bagi Allah, tetapi mereka berargumen dengannya atas perbuatan syirik. Kemudian Dia menjelaskan bahwa ini merupakan keadaan umat sebelum mereka, dengan firman-Nya:

كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ

“… Demikian pulalah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (para Rasul)… .” [Al-An’aam/6 : 148]

Bangsa ‘Arab di masa Jahiliyyah mengenal takdir dan tidak mengingkarinya, serta di sana tidak ada orang yang berpendapat bahwa suatu perkara itu memang telah ada sebelumnya (terjadi dengan sendirinya, tanpa ada Yang menghendakinya).

Hal ini kita jumpai secara nyata dalam sya’ir-sya’ir mereka, sebagaimana yang disebutkan sebelumnya, dan sebagaimana dalam ucapan ‘Antarah:
Wahai tetumbuhan, ke mana aku akan lari dari kematian
jika Rabb-ku di langit telah menentukannya [6]

Sebagaimana juga ucapan Tharfah bin al-‘Abd:
Seandainya Rabb-ku menghendaki, niscaya aku menjadi Qais bin Khalid
dan sekiranya Rabb-ku menghendaki, niscaya aku menjadi ‘Amr bin Martsad [7]

Suwaid bin Abu Kahil berkata:
Yang Maha Pemurah, dan segala puji untuk-Nya, telah menuliskan
keluasan akhlak pada kami begitu juga kebengkokannya [8]

Al-Mutsaqqib al-‘Abdi berkata:
Aku yakin, jika Rabb menghendaki,
bahwasanya kekuatan dan tujuan-Nya akan sampai kepadaku [9]

Zuhair berkata:
Jangan menyembunyikan kepada Allah apa yang ada dalam jiwa kalian
agar tersembunyi, dan meskipun disembunyikan Allah tetap mengetahuinya
Dia menunda lalu diletakkan dalam kitab untuk disimpan
bagi hari Penghisaban, atau disegerakan untuk diberi balasan [10]

Sebagaimana kita dapati juga dalam khutbah-khutbah mereka, seperti dalam pernyataan Hani’ bin Mas’ud asy-Syaibani dalam khutbahnya yang masyhur pada hari Dzi Qar, “Sesungguhnya sikap waspada (hati-hati) tidak dapat menyelamatkan dari takdir.” [11]

Tidak seorang pun dari mereka yang menafikan qadar secara mutlak, sebagaimana yang ditegaskan oleh salah seorang pakar bahasa ‘Arab, Abul ‘Abbas Ahmad bin Yahya Tsa’lab Rahimahullah, dengan ucapannya, “Saya tidak mengetahui ada orang ‘Arab yang mengingkari takdir.” Ditanyakan kepadanya, “Apakah di hati orang-orang ‘Arab terlintas pernyataan menafikan takdir?” Ia menjawab, “Berlindunglah kepada Allah, tidak ada pada bangsa ‘Arab kecuali menetapkan takdir, yang baik maupun yang buruk, baik semasa Jahiliyyah maupun semasa Islam. Pernyataan mereka sangat banyak dan jelas.” Kemudian dia mengucapkan sya’ir:

Takdir-takdir berlaku atas jarum yang menancap
dan tidaklah jarum berjalan melainkan dengan takdir
Lalu dia mengucapkan sya’ir milik Umru-ul Qais:
Kesengsaraan pada dua kesengsaraan telah tertuliskan [12]

Labid berkata:
Bertakwa kepada Rabb kami adalah sebaik-baik kewajiban
dan dengan seizin Allah hidup dan ajalku
Aku memuji Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya
di kedua tangan-Nya tergenggam kebajikan, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi
Siapa yang diberi petunjuk kepada jalan kebajikan, maka dia telah mendapat petunjuk dan hidupnya menyenangkan
dan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk disesatkan), maka Dia menyesatkannya [13]

Ka’b bin Sa’ad al-Ghanawi berkata:
Tidakkah engkau mengetahui bahwa dudukku tidak menjauhkan kematianku dariku
dan tidak pula kepergianku mendekatkanku kepada kematian
Bersama takdir yang pasti, hingga kematianku menimpaku
seandainya jiwa tidak terburu-buru [14]

Dalil-Dalil Dari Akal
Sedangkan dalil akal, maka akal yang sehat memastikan bahwa Allah-lah Pencipta alam semesta ini, Yang Mengaturnya dan Yang Menguasainya. Tidak mungkin alam ini diadakan dengan sistim yang menakjubkan, saling menjalin, dan berkaitan erat antara sebab dan akibat sedemikian rupa ini adalah secara kebetulan. Sebab, wujud itu sebenarnya tidak memiliki sistem pada asal wujud-nya, lalu bagaimana menjadi tersistem pada saat adanya dan perkembangannya?

Baca Juga  Hukum Ridha' Terhadap Qadar

Jika ini terbukti secara akal bahwa Allah adalah Pencipta, maka sudah pasti sesuatu tidak terjadi dalam kekuasaan-Nya melainkan apa yang dikehendaki dan ditakdirkan-Nya.

Di antara yang menunjukkan pernyataan ini ialah firman Allah Azza wa Jalla:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [Ath-Thalaaq/65 : 12]

Kemudian perincian tentang qadar tidak diingkari akal, tetapi merupakan hal yang benar-benar disepakati, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti.

Dalil-Dalil Dari Panca Indera
Adapun bukti secara inderawi, maka kita menyaksikan, mendengar, dan membaca bahwa manusia akan lurus berbagai urusan mereka dengan beriman kepada qadha’ dan qadar -dan telah lewat penjelasan tentang hal ini pada pembahasan “Buah Keimanan kepada Qada’ dan Qadar”-. Orang-orang yang benar-benar beriman kepadanya adalah manusia yang paling berbahagia, paling bersabar, paling berani, paling dermawan, paling sempurna, dan paling berakal.

Seandainya keimanan kepada takdir tersebut tidaklah nyata, niscaya mereka tidak mendapatkan semua itu.

Kemudian, qadar adalah “sistem tauhid,” [15] sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu, dan tauhid itu sendiri adalah sebagai sistem kehidupan. Maka kehidupan manusia tidak akan benar-benar istiqamah (lurus), kecuali dengan tauhid, dan tauhid tidak akan lurus kecuali dengan beriman kepada qadha’ dan qadar.

Mudah-mudahan apa yang akan disebutkan di akhir kitab ini mengenai kisah-kisah manusia yang menyimpang dalam masalah takdir akan menjadi bukti atas hal itu.

Kemudian dalam perkara yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa perkara-perkara ghaib di masa mendatang yang telah terjadi, sebagaimana disebutkan dalam hadits, adalah bukti yang jelas dan nyata bahwa iman kepada qadar adalah hak dan benar.

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir] _______ Footnote [1]. HR. Muslim, kitab al-Iimaan, (I/38, no. 8). [2]. Muslim, (no. 2655) diriwayatkan juga oleh Ahmad dalam al-Musnad, yang diteliti oleh Ahmad Syakir, (VIII/152, no. 5893), dan diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa’, (II/879). [3]. HR. Muslim, (no. 2664). [4]. Syarh Shahiih Muslim, an-Nawawi, (I/155). [5]. Fat-hul Baari, (XI/287) lihat, Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, al-Lalika-i, (III/534-538), di mana dia menukil ijma’ atas hal itu dari sejumlah besar kaum salaf, dan lihat, Majmuu’ul Fataawaa, (VIII/449, 452, 459). [6]. Diiwaan ‘Antarah, hal. 74. [7]. Syarh al-Mu’allaqaatil ‘Asyr, az-Zauzani, hal. 119. [8]. Al-Mufadh-dhaliyyaat, al-Mufadh-dhal adh-Dhabi, hal. 197. [9]. Al-Mufadhdhaliyyaat, hal. 151. [10]. Syarh Diiwaan Zuhair bin Abi Sulma, hal. 25. [11]. Al-Amaali, Abu ‘Ali al-Qali, (I/171), Jamharatul Khuthabil ‘Arab, Ahmad Zaki Shafwat, (I/37), dan Taariikhul Adabil ‘Arabi, Ahmad Hasan az-Zayyat, hal. 33. [12]. Lihat, Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, al-Lalika-i, (III/538) dan lihat, (IV/704-705) dari kitab yang sama. [13]. Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, al-Lalika-i, (IV/705), dan lihat, Syi’r Labid Ibn Rabi’ah baina Jaahiliyyatih wa Islaamih, Zakaria Shiyam, hal. 95. [14]. Al-‘Ashma’iyyaat, al-‘Ashma’i ‘Abdulmalik bin Quraib, hal. 74.

[15]. Majmuu’ul Fataawaa, (II/113)