Suku bangsa yang meletakkan jenazah di dalam gua di lereng gunung adalah suku bangsa

JAKARTA - Memiliki banyak suku, bahasa, budaya, hingga adat istiadat, membuat Indonesia kaya akan tradisi. Tradisi itu bukan hanya untuk orang-orang yang masih hidup, tapi juga ada untuk menghormati orang sudah meninggal.

Tradisi itu ada yang ikut membakar banyak ternak seperti kerbau, ada yang pembakaran jenazah hingga potong jari.

Okezone merangkum sembilan tradisi pemakaman yang ada di Tanah Air:

1. Rambu Solo

Rambu Solo merupakan tradisi yang berasal dari Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Setiap ada kerabat yang meninggal dunia, suku Toraja akan melakukan upacara pemakaman secara besar-besaran, yakni upacara Rambu Solo.

Perlu waktu yang lama bagi masyarakat Toraja untuk melaksanakan tradisi Rambu Solo. Tradisi pemakaman ini menggelar penyembelihan anak kerbau yang sangat banyak. Sehingga, tradisi Rambu Solo bisa menghabiskan uang ratusan juta rupiah.

Suku bangsa yang meletakkan jenazah di dalam gua di lereng gunung adalah suku bangsa

(Foto Okezone.com/Jufri Tonapa)

2. Trunyan

Bali dikenal dengan berbagai ritual dan tradisi unik salah satunya Pemakaman Trunyan. Pemakaman Trunyan dikenal sangat unik karena di tempat tersebut jenazah tidak dikubur di dalam tanah seperti jenazah pada umumnya.

Dalam upacara pemakaman Trunyan, jenazah yang sudah meninggal akan disimpan di atas tanah. Jenazah hanya ditutup menggunakan anyaman bambu agar tidak terlihat dari luar. Tradisi yang dilakukan pemakaman Trunyan dikenal tidak menimbulkan bau busuk karena pohon yang ada di sekitarnya dipercaya dapat menyerap bau busuk dari mayat.

3. Marapu

Upacara pemakaman Marapu merupakan tradisi pemakaman yang ada di Sumba, Nusa Tenggara Barat (NTB). Biasanya upacara yang dilakukan dengan cara menyembelih hewan ternak sebagai jamuan ini dihidangkan kepada tamu yang datang.

Kepercayaan bagi masyarakat Sumba yang tidak menyelenggarakan upacara pemakaman akan membuat keluarga mereka menjadi sial. Biasanya, jenazah orang yang telah tiada akan dimasukkan ke dalam kubur yang baru agar segera bersatu dengan leluhurnya di Surga.

4. Tiwah

Tiwah merupakan salah satu ritual pemakaman Suka Dayak di Kalimantan Tengah. Pemakaman Tiwah akan dilakukan setelah jenazah dikubur selama beberapa tahun hingga meninggalkan tulang saja.

Suku bangsa yang meletakkan jenazah di dalam gua di lereng gunung adalah suku bangsa

Upacara tersebut dilakukan untuk menyempurnakan jenazah dalam upacara terakhir agar keterikatan dengan dunia nyata bisa segera dilepaskan.

5. Sirang-Sirang

Sirang-Sirang adalah salah satu upacara pemakaman yang ada di Sumatera Utara, khususnya Batak Karo. Sejak pengaruh agama Hindu masih melekat dengan kuat, masyarakat Batak Sembiring melakukan upacara pembakaran jenazah dengan cukup besar.

Konon, jenazah akan dibakar di dekat sungai dan jenazah yang sudah menjadi abu akan diambil oleh beberapa orang kemudian melarungkannya ke dalam aliran sungai.

Sebelumnya, orang yang melarungkan abu jenazah harus mandi dengan bersih agar tidak kena sial atau diikuti oleh roh dari jasad yang dibakar.

6. Pembakaran Jenazah dan Potong Jari

Suku Dani yang menghuni lembah Baliem, Papua memang memiliki banyak tradisi unik, termasuk untuk urusan kematian. Tradisi yang dilakukan oleh Suku Dani saat kematian seseorang yaitu salah satu dari mereka harus memotong ruas jari.

Tradisi ini memang ekstrem. Tapi, menurut kepercayaan mereka memotong jari merupakan simbol sebagai ungkapan rasa sakit dan sedih. Setelah pemotongan jari selesai, mereka akan mandi di lumpur lalu mengelilingi jenazah yang akan dibakar dalam keadaan menangis.

7. Ngaben

Ngaben merupakan upacara kreamasi atau pembakaran jenazah bagi umat Hindu di Bali. Tak hanya jenazah yang dibakar, benda-benda seperti patung, bunga, dan berbagai persembahan lainnya juga turut dibakar dalam upacara Ngaben.

Ngaben diartikan sebagai simbol keikhlasan dari keluarga untuk melepas kepergian anggota keluarganya. Upacara Ngaben juga dapat diartikan untuk melepas roh dari duniawi dan mengembalikan unsur dari Panca Maha Butha ke alam semesta.

Suku bangsa yang meletakkan jenazah di dalam gua di lereng gunung adalah suku bangsa

Ngaben (Okezone)

8. Mumifikasi

Suku Asmat di Papua juga memiliki upacara pemakaman unik. Bagi mereka yang memiliki kedudukan tertinggi seperti kepala suku atau panglima perang, akan dimakamkan berbentuk seperti mumi.

Tubuh mereka akan diolesi zat-zat tertentu kemudian diletakkan di atas perapian hingga terkena asap secara perlahan. Namun, setelah beberapa tahun mayat yang diposisikan dalam keadaan duduk akan berubah warna menjadi hitam dan disimpan di rumah pria dan akan dikeluarkan kembali jika ada tamu yang datang.

9. Kuburan Bayi dalam Pohon

Tradisi mengubur bayi di dalam pohon Tarra masih kerap dilakukan oleh masyarakat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Pohon Tarra itu terletak di kawasan Kambira, Tana Toraja.

Menurut kepercayaan masyarakat, bayi yang meninggal dan belum memilki gigi akan dimasukkan ke dalam pohon yang penuh getah.

Proses pemakaman ini sering disebut dengan Passiliran yang akan dilakukan secara sederhana, namun berbeda dengan adat upacara di Rambu Solo.

Pohon Tarra memang sengaja dipilih karena mengandung getah yang banyak. Getah dari pohon Tarra diibaratkan seperti air susu dan ruangannya dianggap sebagai rahim. Masyarakat Toraja percaya proses pemakaman bayi di dalam pohon Tarra dilakukan agar kelak bayi yang sudah meninggal bisa terlahir kembali dari rahim ibu yang sama.

  • #Upacara Pemakaman
  • #Tradisi Nusantara
  • #Upacara Pemakaman
  • #Ritual Pengabenan

Jakarta -

Suku Toraja dikenal memiliki kebudayaan yang sangat beragam dan unik. Salah satunya yaitu upacara adat Rambu Solo atau Aluk Rambu Solo, suatu ritual pemakaman.

Penduduk asli suku Toraja yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki populasi sekitar 1 juta jiwa. Tana Toraja yang eksotis, menjadikan tempat ini sebagai salah satu wisata populer.

Dari berbagai budaya Toraja, upacara adat menjadi suatu hal yang tidak bisa dilepaskan dari suku ini. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat Toraja masih menganut tradisi peninggalan leluhur.

Salah satu tradisi yang masih dipegang teguh adalah upacara adat Rambu Solo atau disebut Aluk Rambu Solo. Aluk adalah adat kepercayaan, nilai-nilai adat, aturan, atau ritual tradisional ketat yang sudah ditentukan nenek moyang.

Upacara adat Rambu Solo adalah upacara adat pemakaman sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada seseorang yang sudah meninggal.

Masyarakat Toraja memandang kematian sebagai perpindahan orang dari dunia ke tempat alam roh untuk peristirahatan (Puya).

Maka, untuk mencapai tujuan itu, mayat harus diperlakukan dengan baik oleh keluarga yang ditinggalkan.

Bagi suku Toraja, orang yang sudah meninggal dikatakan telah benar-benar meninggal ketika seluruh kebutuhan prosesi upacara Rambu Solo telah terpenuhi. Jika belum, orang meninggal akan diperlakukan layaknya orang sakit, sehingga masih harus disediakan minuman, makanan, dan dibaringkan di tempat tidur.

Upacara Adat Rambu Solo

Rangkaian upacara adat Rambu Solo merupakan ritual penting yang memakan waktu dan biaya besar. Maka, tak jarang upacara ini dilaksanakan beberapa bulan hingga bertahun-tahun sejak seseorang meninggal.

Biaya upacara adat Rambu Solo yang tinggi disebabkan oleh penyembelihan kerbau, babi, dan lamanya prosesi upacara. Upacara ini memang dibuat meriah, serta ada babi dan kerbau untuk dibagikan ke penduduk sekitar.

Melansir dari laman ITJEN Kemendikbud, Layuk Saroenggalo, salah seorang tokoh masyarakat menjelaskan makna dibaliknya.

"Kenapa semua sisa hasil usaha orang Toraja dilakukan untuk penguburan? Harta harus dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk sosial, supaya membiasakan anak-anaknya (mendiang) tidak tergantung pada warisan."

Tingkatan Upacara Adat Rambu Solo

Bentuk upacara adat Rambu Solo dilakukan sesuai kedudukan atau strata sosial masyarakatnya. Upacara ini dibagi ke dalam beberapa tingkatan, yang setiap tingkatannya memiliki beberapa bentuk.

Pertama, Upacara Dissili' adalah ritual pemakaman untuk strata paling rendah, atau anak-anak yang belum mempunyai gigi. Upacara tingkat ini dibagi lagi menjadi 4 bentuk.

Kedua, Upacara Dipasangbongi untuk rakyat biasa yang hanya dilakukan dalam satu malam saja. Upacara tingkat ini juga memiliki 4 bentuk, yang masing-masingnya berbeda mulai dari mengorbankan babi 4 ekor, sampai kerbau 2 ekor.

Ketiga, Upacara Dibatang atau Digoya Tedong sebagai upacara untuk kalangan bangsawan menengah. Upacara ini dibagi menjadi 3 jenis, yang masing-masing dilakukan selama 3, 5, dan 7 hari. Jumlah kerbau dan babi yang dikorbankan juga bervariasi mulai dari 3-7 ekor.

Terakhir, Upacara Rapasan yang dikhususkan bagi bangsawan tinggi. Jenis upacara ini dilakukan dua kali dalam rentang waktu setahun. Upacara pertama disebut Aluk Pia, sedangkan upacara kedua disebut Aluk rante. Dibagi menjadi 3 jenis, jumlah babi dan kerbau yang disembelih dalam upacara ini bervariasi mulai dari 9 ekor hingga di atas 100 ekor.

Prosesi Upacara Adat Rambu Solo

Prosesi upacara adar Rambu Solo dibagi menjadi dua garis besar, yaitu prosesi pemakaman atau Rante, yang kedua adalah pertunjukan kesenian.

Kedua prosesi ini tidak dilaksanakan terpisah. Biasanya, kedua kegiatan akan terjadi dalam satu kegiatan upacara pemakaman yang berlangsung sekitar tiga sampai tujuh hari.

Prosesi pemakaman atau Rante terjadi di lapangan di tengah kompleks rumah adat Tongkonan.

Prosesi Rante terdiri dari beberapa bagian. Pertama, Ma'Tudan Mebalun yaitu proses saat jenazah dibungkus menggunakan kain kafan, oleh petugas khusus yang disebut To Mebalun atau To Ma'kayo.

Kedua, Ma'Roto yaitu proses pembubuhan atau menghias peti jenazah dengan menggunakan benang emas dan benang perak.

Ketiga, Ma'Popengkalo Alang atau proses penurunan jenazah ke dalam lumbung untuk disemayamkan.

Terakhir, Ma'Palao atau Ma'Pasonglo yaitu proses pengantaran jenazah dari area rumah Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.

Nilai Sosial dan Budaya dalam Upacara Adat Rambu Solo

Prosesi pertunjukan kesenian tidak hanya untuk memeriahkan upacara, melainkan wujud penghormatan dan doa bagi orang yang meninggal.

Ada beberapa budaya yang dipertontonkan, seperti Ma'pasilaga Tedong yaitu kegiatan adu kerbau, lalu Ma'tinggoro Tedong yaitu penyembelihan kerbau. Jadi, kerbau-kerbau diarak, lalu ditebas dengan sekali ayunan menggunakan parang.

Ada juga berbagai musik daerah dan tarian adat yang ditampilkan dalam upacara Rambu Solo.

Beberapa nilai yang mencerminkan masyarakat Toraja dari upacara ini adalah sikap tolong-menolong, gotong royong, dan kekeluargaan.

Masyarakat Toraja juga meyakini bahwa jika upacara adat Rambu Solo tidak diadakan, akan berdampak pada orang yang ditinggalkan berupa kemalangan.

Oleh sebab itu, upacara ini masih terus dilakukan oleh masyarakat Toraja hingga sekarang.

Simak Video "Adat Masyarakat Toraja, Mengadu Kerbau Berukuran Besar"


[Gambas:Video 20detik]
(lus/lus)