Show
Bola.com, Jakarta - Perdagangan Internasional merupakan kegiatan jual beli antara dua negara yang berbeda. Kegiatan tersebut menjadi satu di antara sektor yang mampu meningkatkan perekonomian negara. Jadi, kegiatan perdagangan internasional bisa dijadikan sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional tidak hanya berdampak pada pendapatan negara. Akan tetapi, juga turut serta membuka peluang kerja, menjaga hubungan baik antarnegara, dan meningkatkan kemakmuran. Tujuan utama lain dari perdagangan internasional ialah untuk memenuhi kebutuhan yang tidak ada di negara tersebut. Hal tersebut tentunya menunjukkan perdagangan internasional akan sama-sama menguntungkan bagi kedua pihak. Di sisi lain, masih ada beberapa tujuan dari kegiatan perdagangan internasional yang perlu diketahui. Apa saja tujuannya? Berikut ini rangkuman tentang tujuan perdagangan internasional dan jenis-jenisnya, seperti dilansir dari laman Harmony.co.id dan Skripsi.id, Kamis (11/2/2021). Manfaat perdagangan internasional. / Sumber: Pixabay1. Memperluas pasar (wilayah perdagangan) dan meningkatkan produksi. 2. Meningkatkan devisa negara melalui kegiatan ekspor produk ke negara lain. 3. Meningkatkan pertumbuhan sektor ekonomi, menstabilkan harga barang, dan menyerap banyak tenaga kerja. 4. Melakukan transfer teknologi modern untuk membantu meningkatkan efisiensi dalam proses produksi. 5. Mendorong terbentuknya sumber daya manusia yang makin mahir, terampil, dan unggul untuk mengikuti perkembangan teknologi. Manfaat perdagangan internasional. / Sumber: Pixabay1. Ekspor Ekspor merupakan suatu proses perdagangan barang atau komoditas dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor juga merupakan satu di antara proses bisnis yang penting kerena menghasilkan banyak keuntungan dan peluang bisnis bagi negara asal komoditas tersebut. Ada dua jenis ekspor yang perlu diketahui, yaitu:
2. Barter Barter merupakan penjualan dengan cara pengiriman barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang yang dibutuhkan dalam negeri. Ada beberapa jenis barter, yakni: Direct barter adalah sistem pertukaran barang dengan barang dengan menggunakan alat penentu nilai atau biasa disebut dengan denominator of value. Sistem ini dapat diterapkan jika satu di antara pihak tidak mungkin memanfaatkan sendiri barang yang akan diterima dari pertukaran tersebut. Jadi, negara pengimpor dapat mengambil alih barang tersebut ke negara ketiga yang membutuhkannya. Counter Purchase adalah sistem perdagangan timbal balik antardua negara. Sebagai contohnya, suatu negara yang menjual barang kepada negara lain, maka negara yang bersangkutan juga harus membeli barang dari negara tersebut. Buy Back Barter adalah sistem penerapan alih teknologi dari suatu negara maju kepada negara berkembang dengan cara membantu menciptakan kapasitas produksi di negara berkembang. Kemudian nantinya hasil produksi tersebut ditampung atau dibeli kembali oleh negara maju. Ilustrasi perdagangan internasional. / Sumber: Pixabay3. Konsinyasi (Consigment) Konsinyasi adalah penjualan dengan pengiriman barang, belum ada pembeli tertentu di luar negeri. Penjualannya dapat dilakukan melalui pasar bebas atau bursa dagang dengan cara memakai sistem lelang. 4. Package Deal Package Deal merupakan kegiatan perdagangan yang dilakukan guna memperluas hasil produksi suatu negara. Perdagangan ini dilakukan dengan mengadakan perjanjian dagang (trade agreement) dengan satu di antara negara. Isi perjanjian itu berupa ketetapan jumlah barang yang akan diekspor ke negara lain atau diimpor dari negara tertentu. 5. Penyelundupan (Smuggling) Penyelundupan ini merupakan kegiatan yang tidak baik dan merupakan masuk tindakan kriminal. Penyelundupan terbagi menjadi dua, yaitu:
6. Perdagangan Border Crossing Border crossing merupakan perdagangan yang terjadi di perbatasan negara satu sama lain, dengan persetujuan tertentu. Perdagangan macam ini bisa terjadi karena:
Sumber: Harmony, Skripsi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan adalah pengaman pembangunan nasional di bidang ekonomi yang disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kegiatan Perdagangan merupakan penggerak utama pembangunan perekonomian nasional yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan Ekspor dan devisa, memeratakan pendapatan, serta memperkuat daya saing Produk Dalam Negeri demi kepentingan nasional. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belum ada undang-undang yang mengatur tentang Perdagangan secara menyeluruh. Produk hukum yang setara undang-undang di bidang Perdagangan adalah hukum kolonial Belanda Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 yang lebih banyak mengatur perizinan usaha. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun dan mengganti Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 berupa peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan yang bersifat parsial, seperti Undang-Undang tentang Barang, Undang-Undang tentang Pergudangan, Undang-Undang tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan, Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang, dan Undang-Undang tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Oleh karena itu, perlu dibentuk undang-undang yang menyinkronkan seluruh peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur serta dalam menyikapi perkembangan situasi Perdagangan era globalisasi pada masa kini dan masa depan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta pada tanggal 11 Maret 2014. UU 7 tahun 2014 tentang Perdagangan mulai berlaku setelah diundangkan oleh Menkumham Amir Syamsudin pada tanggal 11 Maret 2014 di Jakarta. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 45. Penjelasan Atas UU 7 tahun 2014 tentang Perdagangan ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512, agar seluruh orang mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan mencabut dan tidak memberlakukan lagi:
Pertimbangan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan adalah: Penjelasan Umum UU PerdaganganPembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum melalui pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam perspektif landasan konstitusional tersebut, Perdagangan nasional Indonesia mencerminkan suatu rangkaian aktivitas perekonomian yang dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kegiatan Perdagangan merupakan penggerak utama pembangunan perekonomian nasional yang memberikan daya dukung dalam meningkatkan produksi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan Ekspor dan devisa, memeratakan pendapatan, serta memperkuat daya saing Produk Dalam Negeri demi kepentingan nasional. Perdagangan nasional Indonesia sebagai penggerak utama perekonomian tidak hanya terbatas pada aktivitas perekonomian yang berkaitan dengan transaksi Barang dan/atau Jasa yang dilakukan oleh Pelaku Usaha, baik di dalam negeri maupun melampaui batas wilayah negara, tetapi aktivitas perekonomian yang harus dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia yang diselaraskan dengan konsepsi pengaturan di bidang Perdagangan sesuai dengan cita-cita pembentukan negara Indonesia, yaitu masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, belum ada undang-undang yang mengatur tentang Perdagangan secara menyeluruh. Produk hukum yang setara undang-undang di bidang Perdagangan adalah hukum kolonial Belanda Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 yang lebih banyak mengatur perizinan usaha. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun dan mengganti Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934 berupa peraturan perundang-undangan di bidang Perdagangan yang bersifat parsial, seperti Undang-Undang tentang Barang, Undang-Undang tentang Pergudangan, Undang-Undang tentang Perdagangan Barang-Barang Dalam Pengawasan, Undang-Undang tentang Sistem Resi Gudang, dan Undang-Undang tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Oleh karena itu, perlu dibentuk undang-undang yang menyinkronkan seluruh peraturan perundang- undangan di bidang Perdagangan untuk mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur serta dalam menyikapi perkembangan situasi Perdagangan era globalisasi pada masa kini dan masa depan. Pengaturan dalam Undang-Undang ini bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional serta berdasarkan asas kepentingan nasional, kepastian hukum, adil dan sehat, keamanan berusaha, akuntabel dan transparan, kemandirian, kemitraan, kemanfaatan, kesederhanaan, kebersamaan, dan berwawasan lingkungan. Berdasarkan tujuan dan asas tersebut, Undang-Undang tentang Perdagangan memuat materi pokok sesuai dengan lingkup pengaturan yang meliputi Perdagangan Dalam Negeri, Perdagangan Luar Negeri, Perdagangan Perbatasan, Standardisasi, Perdagangan melalui Sistem Elektronik, pelindungan dan pengamanan Perdagangan, pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah, pengembangan Ekspor, Kerja Sama Perdagangan Internasional, Sistem Informasi Perdagangan, tugas dan wewenang pemerintah di bidang Perdagangan, Komite Perdagangan Nasional, pengawasan, serta penyidikan. Isi UU 7 tahun 2014 tentang PerdaganganBerikut adalah isi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan (bukan dalam format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Kebijakan Perdagangan disusun berdasarkan asas:
Pasal 3Pengaturan kegiatan Perdagangan bertujuan:
Barang dengan hak Distribusi eksklusif yang diperdagangkan dengan sistem penjualan langsung hanya dapat dipasarkan oleh penjual resmi yang terdaftar sebagai anggota perusahaan penjualan langsung. Pasal 9Pelaku Usaha Distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang. Pasal 10Pelaku Usaha Distribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 melakukan Distribusi Barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta etika ekonomi dan bisnis dalam rangka tertib usaha. Pasal 11Ketentuan lebih lanjut mengenai Distribusi Barang diatur dengan Peraturan Menteri.
Pemerintah dapat memberi pengakuan terhadap kompetensi tenaga teknis dari negara lain berdasarkan perjanjian saling pengakuan secara bilateral atau regional. Bagian KelimaPeningkatan Penggunaan Produk Dalam NegeriPasal 22
Bagian KeenamPerdagangan AntarpulauPasal 23
Bagian KetujuhPerizinanPasal 24
Bagian KedelapanPengendalian Barang Kebutuhan Pokok dan/atauBarang PentingPasal 25
Pasal 26
Pasal 27Dalam rangka pengendalian ketersediaan, stabilisasi harga, dan Distribusi Barang kebutuhan pokok dan Barang penting, Pemerintah dapat menunjuk Badan Usaha Milik Negara. Pasal 28Dalam rangka melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Pemerintah mengalokasikan anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31Dalam hal Pemerintah Daerah mengatur mengenai langkah pemenuhan ketersediaan, stabilisasi harga, dan Distribusi Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting, Pemerintah Daerah harus mengacu pada kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) serta penghentian kegiatan Perdagangan Barang dan penarikan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden. Bagian KesembilanLarangan dan PembatasanPerdagangan Barang dan/atau JasaPasal 35
Pasal 36Setiap Pelaku Usaha dilarang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2). Pasal 37
Perdagangan Jasa yang melampaui batas wilayah negara dilakukan dengan cara:
Pasal 40
Pasal 41
Bagian KeduaEksporPasal 42
Pasal 43
Pasal 44Eksportir yang melakukan tindakan penyalahgunaan atas penetapan sebagai Eksportir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa pembatalan penetapan sebagai Eksportir. Bagian KetigaImporPasal 45
Pasal 46
Pasal 47
Pasal 48Surat persetujuan Impor atas Barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) diserahkan pada saat menyelesaikan kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Kepabeanan. Bagian KeempatPerizinan Ekspor dan ImporPasal 49
Bagian KelimaLarangan dan Pembatasan Ekspor dan ImporPasal 50
Pasal 51
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
BAB VIPERDAGANGAN PERBATASANPasal 55
Pasal 56
Standar atau penilaian kesesuaian yang ditetapkan oleh negara lain diakui oleh Pemerintah berdasarkan perjanjian saling pengakuan antarnegara. Bagian KeduaStandardisasi JasaPasal 60
Pasal 61
Pasal 62Standar, persyaratan teknis, atau kualifikasi yang ditetapkan oleh negara lain diakui oleh Pemerintah berdasarkan perjanjian saling pengakuan antarnegara. Pasal 63Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa yang tidak dilengkapi dengan sertifikat kesesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa penghentian kegiatan Perdagangan Jasa. Pasal 64Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan pemberlakuan Standardisasi Barang dan/atau Standardisasi Jasa diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB VIIIPERDAGANGAN MELALUI SISTEM ELEKTRONIKPasal 65
Pasal 66Ketentuan lebih lanjut mengenai transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB IXPELINDUNGAN DAN PENGAMANAN PERDAGANGANPasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70
Pasal 71
Pasal 72Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan pengamanan Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, tindakan antidumping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, dan tindakan imbalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB XPEMBERDAYAAN KOPERASI SERTAUSAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAHPasal 73
BAB XIPENGEMBANGAN EKSPORBagian KesatuPembinaan EksporPasal 74
Bagian KeduaPromosi DagangPasal 75
Pasal 76Pelaksanaan kegiatan Promosi Dagang di luar negeri oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, lembaga selain Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan/atau Pelaku Usaha dilakukan berkoordinasi dengan Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri di negara terkait. Pasal 77
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
Pasal 81Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan, kemudahan, dan keikutsertaan dalam Promosi Dagang dalam rangka kegiatan pencitraan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XIIKERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONALPasal 82
Pasal 83Pemerintah dalam melakukan perundingan perjanjian Perdagangan internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (2) dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 84
Pasal 85
Pasal 86
Pasal 87
BAB XIIISISTEM INFORMASI PERDAGANGANPasal 88
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91Data dan informasi Perdagangan bersifat terbuka, kecuali ditentukan lain oleh Menteri. Pasal 92Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Informasi Perdagangan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB XIVTUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHDI BIDANG PERDAGANGANPasal 93Tugas Pemerintah di bidang Perdagangan mencakup:
Pasal 94Pemerintah dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 mempunyai wewenang:
Pasal 95Pemerintah Daerah bertugas:
Pasal 96
BAB XVKOMITE PERDAGANGAN NASIONALPasal 97
BAB XVIPENGAWASANPasal 98
Pasal 99
Pasal 100
Pasal 101
Pasal 102Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan kegiatan Perdagangan dan pengawasan terhadap Barang yang ditetapkan sebagai Barang dalam pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XVIIPENYIDIKANPasal 103
BAB XVIIIKETENTUAN PIDANAPasal 104Setiap Pelaku Usaha yang tidak menggunakan atau tidak melengkapi label berbahasa Indonesia pada Barang yang diperdagangkan di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 105Pelaku Usaha Distribusi yang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 106Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan usaha Perdagangan tidak memiliki perizinan di bidang Perdagangan yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 107Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Pasal 108Pelaku Usaha yang melakukan manipulasi data dan/atau informasi mengenai persediaan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 109Produsen atau Importir yang memperdagangkan Barang terkait dengan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup yang tidak didaftarkan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 110Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa yang ditetapkan sebagai Barang dan/atau Jasa yang dilarang untuk diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 111Setiap Importir yang mengimpor Barang dalam keadaan tidak baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 112
Pasal 113Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI yang telah diberlakukan secara wajib atau persyaratan teknis yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 114Penyedia Jasa yang memperdagangkan Jasa di dalam negeri yang tidak memenuhi SNI, persyaratan teknis, atau kualifikasi yang telah diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 115Setiap Pelaku Usaha yang memperdagangkan Barang dan/atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai dengan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). Pasal 116Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan pameran dagang dengan mengikutsertakan peserta dan/atau produk yang dipromosikan berasal dari luar negeri yang tidak mendapatkan izin dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). BAB XIXKETENTUAN PENUTUPPasal 117Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan yang mengatur mengenai Perdagangan dalam Bedrijfsreglementerings Ordonnantie 1934, Staatsblad 1938 Nomor 86 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 118Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 119Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Perdagangan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 120Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua kewenangan di bidang Perdagangan yang diatur dalam undang-undang lain sebelum Undang-Undang ini berlaku pelaksanaannya berkoordinasi dengan Menteri. Pasal 121Peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 122Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 7 tahun 2014tentangPerdagangan |