Sebutkan hal-hal yang diharamkan bagi jamaah yang sudah berihram

Sebutkan hal-hal yang diharamkan bagi jamaah yang sudah berihram

BincangSyariah.Com – Setiap ibadah yang disyariatkan dalam Islam pasti terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi saat menjalankannya. Begitu pula saat menjalankan ibadah ihram haji atau umrah.

Berikut adalah sepuluh hal yang harus dijauhi saat melaksanakan ibadah ihram haji dan umrah sebagaimana termaktub dalam kitab Alfiqh Almanhaji Ala Madzhab Al Imam Al Syafii.

Pertama. Memakai sesuatu yang berjahit di seluruh badan.

Kedua. Menutupi kepala atau sebagian kepala kecuali ada udzur, baik dengan menggunakan penutup kepala dari bahan yang berjahit atau tidak, seperti sorban, kopyah atau penutup lainnya. Namun jika kepala tertutup oleh tembok atau sesuatu yang melindungi kepala sekiranya tidak menempel kepala maka hal tersebut diperbolehkan.

Kedua hal tersebut merupakan larangan yang khusus hanya bagi orang laki-laki saja. Adapun dalil pelarangannya adalah berdasarkan hadis riwayat Ibnu Umar ra.yang menceritakan bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw.

ما يلبس المحرم من الثياب؟ فقال : ” لا يلبس القميص، ولا العمائم، ولا السراويلات، ولا البرانس، والخفاف إلا أحد لا يجد نعلين، فليس الخفين، وليقطعهما أسفل من الكعبين ، ولا يلبس من الثياب ما مسه زعفران أو ورس “

“Bagaimanakah pakaian yang seharusnya dikenakan oleh orang yang sedang berihram?. Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh mengenakan kemeja, sorban, celana panjang, kopiah dan sepatu, kecuali bagi yang tidak mendapatkan sandal, maka dia boleh mengenakan sepatu. Hendaknya dia potong sepatunya tersebut hingga di bawah kedua mata kakinya. Dan dia tidak memakai pakaian yang diberi za’faran dan wars (sejenis wewangian”. (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Ketiga. menyisir atau mengepang rambut, dengan cara apapun melalui sisir, kuku-kuku atau lainnya. Hal ini jika dikhawatirkan berjatuhannya rambut sebab disisir atau sebagainya.. Namun, jika tidak khawatir tidak akan rontok rambutnya, maka hanya berhukum makruh saja.

Keempat, memendekkan atau mencabut rambut. Kecuali jika terdapat darurat. Adapun keharaman memotong sebagian rambut saat ihram telah jelas dilarang di dalam Alquran

وَلَا تَحْلِقُوْا رُءُوْسَكُمْ حَتّٰى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهٗ

Dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum hadyu sampai di tempat penyembelihannya. (Al-Baqarah/2; 196)

Berdasarkan ayat tersebut, ulama mengqiyaskan rambut kepala dengan rambut seluruh badan karena tidak adanya pembedaan hukum diantara keduanya.
Kelima, memotong kuku. Baik yang dipotong itu satu kuku utuh atau sebagian saja. Hal ini diqiyaskan pada hukum memotong rambut yang tidak boleh dipotong sebagian atau seluruhnya. Kecuali ada udzur seperti kukunya pecah dan menyebabkan sakit, sehingga mengharuskan untuk memotongnya.

Keenam, memakai wangi-wangian/parfum dengan sengaja di bagian badan mana saja. Dan dilarang pula jika dicampurkan dengan makanan atau minuman yang ia konsumsi, begitu pula jika ia duduk atau tidur diatas kasur atau tempat yang diberi minyak wangi dengan tanpa adanya penghalang.

Begitu juga mandi dengan menggunakan sabun yang wangi. Tetapi tidak haram jika ia mencium harumnya bunga mawar, atau airnya yang berada di suatu tempat. Adapun dalil keharaman menggunakan wangian-wangian ini adalah ijma’ ulama, dimana wangi-wangian itu menunjukkan suatu kemewahan yang seharusnya dihindari oleh orang yang sedang menunaikan ibadah haji dan umrah.

Ketujuh, membunuh hewan buruan yang boleh dimakan, baik yang berada di darat atau yang liar. Oleh karena itu mengecualikan memburu hewan yang ada di laut, maka tidak haram bagi orang yang sedang ihram memburunya, seandainya ia berada di dekat laut. Dan larangan membunuh hewan liar mengecualikan hewan yang boleh dimakan dan dipelihara. Seperti binatang ternak, ayam meskipun agak liar.

Adapun dalil keharamannya adalah .

لاَ تَقْتُلُواْ الصَّيْدَ وَأَنتُمْ حُرُمٌ

Dan janganlah kalian membunuh hewan buruan sedangkan kalian dalam keadaan ihram. (QS. Al-Maidah/5 ; 95).

Kedelapan, akad nikah. Baik ia yang menjalani akad nikah atau yang mengakadi. Karena Nabi saw. Bersabda:

” لا ينكح المحرم ولا ينكح “

Orang yang ihram itu tidak boleh menikahkan dan tidak boleh dinikahkan. (HR. Muslim)

Jika ia tetap melakukan hal itu, menikahkan atau dinikahkan dalam keadaan ihram, maka akadnya batal.
Kesembilan, jima’. Karena Allah swt, berfirman:

اَلْحَجُّ اَشْهُرٌ مَّعْلُوْمٰتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيْهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوْقَ وَلَا جِدَالَ فِى الْحَجِّ ۗ

(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji. (QS. Al-Baqarah/2: 197). Kata rafats dapat ditafsirkan dengan berbagai makna, dan makna yang paling penting adalah jima’.

Kesepuluh, bersentuhan kulit dengan adanya syahwat tanpa berhubungan badan. Seperti bersentuhan, mencium dan lain-lain. Atau bersenang-senang dengan menggunakan alat bantu tangan atau lainnya. Karena hal ini merupakan termasuk dalam perbuatan kotor yang dilarang oleh Allah swt di dalam firmanNya sebagaimana tersebut di atas.

Demikianlah sepuluh hal yang haram dilakukan oleh orang yang sedang ihram haji atau umrah. Jika ia tidak tahu larangan-larangan tersebut, atau terdapat suatu udzur/darurat seperti sakit yang mengharuskannya menutup kepala atau mencukur rambut, maka hal itu tidak diharamkan baginya. Hanya saja ia wajib membayar fidyah sebagai tebusan atas apa yang ia lakukan. Wa Allahu A’lam bis Shawab.

Suara.com - Ketika sudah memasuki ihram, jamaah haji 2022 sudah tak boleh bersikap sembarangan. Menyadur Nu Online, ini beberapa larangan dalam haji  yang harus diperhatikan ketika berada di tanah suci. Apa saja itu?

Dalam tulisan berjudul "Ini Larangan-larangan dalam Ibadah Haji", dijelaskan bahwa apa yang boleh dilakukan di luar ihram menjadi haram selama jamaah haji dalam keadaan ihram. Simak penjelasan beberapa larangan dalam haji berikut ini.

Jemaah haji yang melanggar larangan dalam haji akan terkena sanksi yang berkaitan dengan ibadahnya. Syekh Abu Syuja dalam Taqrib menyebut sepuluh hal larangan dalam haji di tanah suci. 

"Jamaah haji yang sedang ihram haram melakukan sepuluh hal: mengenakan pakaian berjahit, menutup kepala bagi laki-laki, menutup wajah bagi perempuan, mengurai rambut, mencukur rambut, memotong kuku, mengenakan wewangian, membunuh binatang buruan, melangsungkan akad nikah, dan berhubungan badan. Demikian juga dengan bermesraan dengan syahwat.”

Baca Juga: Innalillahi, Calon Haji Indonesia yang Meninggal di Tanah Suci Bertambah Jadi Dua Orang

Meski begitu, hal ini tak sepenuhnya dianggap sebagai larangan. Pandangan Abu Syuja ini diberi catatan oleh ulama Syafiiyah. KH Afifuddin Muhajir mendokumentasikan catatan verifikasi para ulama Syafiiyah. 

Menurutnya, sebagian yang disampaikan Syekh Abu Syuja masuk ke dalam makruh, bukan larangan haji.

“(Mengurai) melepas (rambut). Pendapat ini lemah. Pendapat yang muktamad menyatakan bahwa hukum mengurai rambut adalah makruh bagi jamaah haji yang sedang ihram,” (Lihat KH Afifuddin Muhajir, Fathul Mujibil Qarib, [Situbondo, Al-Maktabah Al-Asadiyyah: 2014 M/1434 H] halaman 92).

Sedangkan Syekh Nawawi Banten menerangkan kelonggaran tentang larangan potong kuku, rambut atau bulu yang keberadaannya cukup mengganggu. Potong kuku atau potong sedikit rambut yang menghalangi mata dibolehkan tanpa konsekuensi sanksi.

“(Kelima memotong kuku. Maksudnya, menghilangkan kuku tangan dan kuku kaki dengan cara memotong atau cara lainnya. Tapi , jika sebagian kuku jamaah haji yang sedang ihram tersebut terbelah dan ia menjadi sakit (terganggu) karenanya, maka ia boleh memotongnya) dan tidak perlu membayar fidyah."

Baca Juga: Uang Pas-pasan, Haji Dulu atau Umroh? Begini Jawaban Buya Yahya

"Demikian halnya dengan kemunculan rambut atau bulu di mata, dan ia menjadi terganggu karenanya, maka ia boleh mengguntingnya,” (Syekh M Nawawi Banten, Tausyih ala Ibni Qasim, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, hal. 125).

Larangan semasa Ihram secara umumnya bolehlah dibahagikan kepada 5 kategori:

  • Pakaian
  • Wangian
  • Kecantikan
  • Alam sekitar
  • Hubungan kelamin

1. Muslim lelaki yang sedang berihram adalah sama sekali dilarang untuk memakai pakaian yang berjahit, bertenun, bercantum, bersarung dan sebagainya. Misalnya: seluar, baju, kemeja, stokin, kasut, sepatu berjahit yang boleh menutup badan-badan jari kaki dan tumit belakang kaki, tuala berjahit tepi mahupun kain pelikat dan seumpama dengannya yang berkaitan.

Namun berikut lelaki Muslim yang sedang berihram dibenarkan/diharuskan untuk mengenakan pakaian berikut sewaktu berihram tanpa dikenakan dam:

  • Memakai kain pelikat berjahit tepi atau selimut berjahit tepi dengan cara tidak disarungkan ke badan(sekadar dibuat lapik tikar ataupun selimut ringan sahaja adalah dibenarkan) (sebaiknya kain pelikat atau selimut itu diceraikan dan dilepaskan dari jahitan ataupun cantumannya).
  • Memakai tali pinggang, cincin, jam tangan, beg galas, gelang pengenalan Haji dan Gelang Pengenalan Pesakit serta Gelang Logam Kesihatan (sekiranya diperlukan untuk tujuan meditasi dan perubatan sahaja).
  • Memakai sepatu yang boleh menampakkan jari-jari kaki yang terbebas dan mempunyai tali pengikat diatas urat keting yang boleh menampakkan tumit belakang (misalnya memakai selipar Jepun, selipar Hawaii dan seumpama dengannya).
  • Menutup kaki dengan kain Ihram.
  • Menyemat pin kain pada kain ihram di sebelah bawah sahaja bagi mengelakkan ia mudah tertanggal jika dirempuh orang (kebenarannya hanya boleh diletakkan di aras pinggang sahaja pada bilangan pin yang munasabah).
  • Bercawat (berseluar dalam) dengan kain ihram yang tidak berjahit ataupun bercantum.
  • Memakai lampin pakai buang kerana ingin membuang hajat tidak berdosa dan tidak dikenakan dam jika tidak menyusahkan orang lain dan membelakangi peraturan ihram.

Nota: Jika seseorang lelaki Muslim yang berihram membuat sebaliknya dari perkara diatas secara tidak sengaja ataupun terlupa, maka dia tidak dikira berdosa dan tidak dikenakan Dam tetapi ia perlulah menanggalkan pakaian tersebut secepat mungkin. Tetapi jika membuatnya dengan maksud yang jahat maka berdosa serta dikenakan Dam (Takhyir dan Taqdir). Tidak berdosa bagi yang melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggari hukum berpakaian dalam Ihram jika disebabkan oleh keperluan terdesak serta menjaga keselamatan dan kesihatan seperti:

  • Memakai sarung lutut untuk melegakan sakit lutut yang tidak melekap dan melekat namun dikenakan Dam. Namun jika sarung lutut itu melekap secara melekat maka ia tidak dikenakan Dam kerana sarung lutut jenis itu tidak dijahit.
  • Memakai kasut pada kaki sihat demi mengimbangi badan dan perjalanan adalah dibenarkan tetapi akan dikenakan Dam.

2. Lelaki Muslim yang sedang berihram adalah dilarang untuk menutup kepala dengan cara meletakkan apa-apa kain atau penutup diatas rambut dan kulit kepala. Seperti: songkok, kopiah, serban, selendang, malah kain Ihram sekalipun. Jika dilakukan juga tanpa ada keperluan yang mustahak maka ia berdosa dan dikenakan Dam (Takhyir dan Taqdir). Tetapi diharuskan melakukan keperluan berikut dalam Ihram tanpa dikenakan Dam:

  • Menggunakan payung
  • Berteduh di bawah pokok
  • Berteduh di bawah khemah

Menutup muka, larangan ini hanya dikenakan kepada wanita Muslim yang dalam keadaan berihram serta dalam solat. Jika ia dilakukan dengan sengaja maka dikira berdosa dan perlu dikenakan Dam (Takhyir dan Taqdir). Jika tidak sengaja maka perlu menanggalkannya dengan kadar segara tanpa dikenakan Dam dan tidak berdosa. Menutup muka hanya boleh dilakukan oleh wanita sekiranya dia:

  • Ingin menutup fitnah dan ingin mengawal situasi dan kondisi syahwat bagi lelaki yang terpandang bagi mengelakkan terjatuhnya fitnah yang keterlaluan akibat kecantikan wajahnya.
  • Ingin menutup rongga-rongga mulut, telinga, kulit, mata dan hidung sekiranya diserangi dengan debu akibat ribut debu yang keterlaluan dan kemasukan anasir luar yang merbahaya yang dicurigai mampu mendatangkan kemudaratan pada wajah sekiranya tidak ditutup seperti serangga dan bahan kimia yang merbahaya.

Wanita dan lelaki yang sedang berihram adalah dilarang untuk memakai sarung tangan tanpa ada keperluan khusus yang terdesak seperti penyakit pada tangan dan lain-lain yang dianggap keperluan penting.

Namun wanita dan lelaki yang berihram adalah dibenarkan untuk memasukkan tangan ke dalam beg plastik atau kantung kain. Boleh juga melindungi tangan disebalik tudung, skarf dan kain Ihram.

1.Bagi setiap Jemaah Haji atau Umrah yang Muslim (lelaki dan wanita) serta yang mengenakan pemakaian Ihram, mereka dilarang sama sekali bagi mereka untuk memakai wangi-wangian sama ada di badan, rambut, janggut dan sebagainya serta makanan, minuman atau menghidunya ke dalam hidung. Namun:

•Seseorang yang berada dalam Ihram adalah dibenarkan untuk menggunakan ubat gigi, sabun mandi, syampu rambut, pencuci muka dan minyak angin, minyak urut walaupun ia berbau wangi. Hal ini kerana penggunaannya adalah untuk niat menjaga kebersihan dan kesihatan. Bukannya untuk berwangi-wangian. Tetapi perlu diingatkan penggunaan bahan tersebut janganlah disengajakan untuk dilebih-lebihkan kerana jika ia bertujuan sengaja untuk merancakkan bauan wangi di badan, maka perbuatan itu telah dikira berdosa serta perlu menyempurnakan Dam (Takhyir dan Taqdir). Begitu juga dalam penggunaan bahan minuman dan makanan yang berperisa dan berbau-bauan.

•Jika seseorang itu dalam keadaan berihram, lantas secara tidak sengaja dia telah menyembur wangian (minyak attar dan minyak wangi) ke atas dirinya ataupun orang lain yang telah menyembur wangian atas tubuhnya secara sengaja ataupun tidak sengaja. Maka perlulah orang itu menghilangkan kesan wangian atas badannya dengan kadar segera. Jika tidak menghilangkannya dengan segera sedangkan sudah mengetahui, maka perbuatan itu telah dikira berdosa serta perlu menyempurnakan Dam (Takhyir dan Taqdir).

•Seseorang yang sedang mengucup/mencium Hajar Aswad, perlulah berhati-hati ketika mengucupnya supaya ia tidak cedera kerana dirempuh oleh orang ramai serta ia juga perlu berhati-hati agar wangian dari batu Hajar Aswad itu tidak melekat pada mulut dan wajahnya. Hal ini kerana Hajar Aswad sering diletakkan wangian kepadanya. Seseorang apabila sudah melekatnya wangian Hajar Aswad padanya secara tidak sengaja maka perlulah ia segera menghilangkannya. Jika tidak, maka perbuatan itu telah dikira berdosa serta perlu menyempurnakan Dam (Takhyir dan Taqdir).

•Jika seseorang itu memakai wagian pada kain Ihram sebelum dia berniat Ihram, serta wangian itu masih wujud pada pakaian Ihramnya walaupun sesudah dia berniat Ihram maka disini terdapat 2 pendapat yang boleh diikuti:

  1. Menurut pendapat Al-Asah, maka perbuatan itu tidak berdosa tetapi dikenakan Dam.
  2. Menurut pendapat Muqabil Asah, maka perbuatan itu tidak berdosa dan tidak dikenakan Dam, kerana pada kebiasaannya pakaian dipakai dan kemudian ditanggalkan. Dan perkara ini merupakan suatu kebiasaan.

•Wangian yang dipakai pada badan (sebelum berniat Ihram) dan kemudian ia cair kerana akibat tindakan perpeluhan. Lalu melekat pada kain Ihram, maka oleh yang demikian, kain Ihram itu boleh dipakai semula walaupun telah ditanggal dan masih berbau harum dan wangi. Perbuatan itu tidak berdosa dan tidak dikenakan Dam.

•Kiswah atau Kelambu Kaabah turut dilumurkan minyak wangi, maka perlulah berhati-hati ketika menghampirinya supaya ia tidak cedera kerana dirempuh oleh orang ramai serta ia juga perlu berhati-hati agar wangian dari Kiswah itu tidak melekat pada mulut dan wajahnya serta tubuh badan. Hal ini Kiswah sering diletakkan wangian kepadanya. Seseorang apabila sudah melekatnya wangian Kiswah padanya secara tidak sengaja maka perlulah ia segera menghilangkannya. Jika tidak, maka perbuatan itu telah dikira berdosa serta perlu menyempurnakan Dam (Takhyir dan Taqdir).

•Memakai losyen pelindung sinaran matahari UV adalah dibenarkan kerana ia bertujuan untuk perubatan dan kesihatan.

Setiap umat Islam (lelaki dan perempuan) yang menunaikan Haji dan Umrah di Baitullah serta di dalam keadaan Ihram adalah dilarang sama sekali menanggalkan, mencabut dam mengetip rambut dan kuku dengan sengaja. Sekiranya dia tetap melakukan larangan demikian maka perbuatan itu telah dikira berdosa serta perlu menyempurnakan Dam (Takhyir dan Taqdir). Jika dia tidak sengaja dan memohon keampunan dari Allah SWT secara langsung maka perbuatan itu tidak berdosa tetapi dikenakan Dam (Takhyir dan Taqdir).

Sekiranya dia bersyampu atau atau berkait dengannya (seperti berwuduk) lantas rambutnya gugur sedangkan dia tidak menghendaki akan perkara tersebut terjadi (rambut gugur) atau mungkin rambutnya dari jenis gen yang cepat gugur, maka dia tidak berdosa tetapi dikenakan Dam.

Tetapi, jika kuku atau rambut, bulu tubuh itu jatuh atau tercabut dengan sendiri sedangkan dia tidak menghendakinya untuk terjatuh maka perbuatan itu tidak berdosa dan tidak dikenakan Dam.

Wanita Muslim yang memakai serkup dan tudung sepanjang waktu Ihram dan dia mendapati terdapatnya rambut didalam serkupnya (apabila dibuka) maka dia tidak berdosa dan tidak dikenakan Dam kerana perkara itu terjadi bukan atas kehendaknya.

Sekiranya dia (jemaah yang dalam Ihram itu) adalah orang yang dalam keadaan mudah untuk rambutnya gugur akibat penyakit ataupun gen keturunannya, maka adalah diperlukan untuk orang itu memendekkan rambutnya sebelum dia berniat Ihram.

Sekiranya dia ada dikesan berpenyakit oleh pakar perubatan atau amat berkeperluan untuk bercukur sewaktu dia berIhram dan diminta serta dikehendakinya untuk mencukur rambut atau membotakkan rambut pada waktu itu juga dan tidak boleh dilewatkan sesudah dia bertahallul, maka di perlu melakukan perkara tersebut seperti yang diarahkan demi menjaga kesihatan dan keselamatan dirinya. Maka dari itu, dia dan penyuruh pelaksanaan itu tidak berdosa tetapi jemaah yang berihram itu diperlukan untuknya membayar Dam (Takhyir dan Taqdir).

Jika jemaah yang sedang dalam Ihram itu mendapati terpatnya kulit mati kerak kulit dan sebagainya diatas bulu/rambutnya dan dia menghilangkannya, maka dia tidak berdosa dan tidak dikenakan Dam kerana bulu tersebut mengikut kulit.

Jemaah yang dalam Ihram juga boleh untuk mencabut kukunya jika dia mendapati kukunya itu menyebabkan kemudharatan padanya seperti kuku terbelah atau cengkam dan ia tidak dikenakan Dam. Harus baginya untuk mencabut kulit bibir, tangan, kaki yang mengelupas ketika dia berihram. Dan dia tidak dikenakan Dam. Jika dipotong anak jari yang masih ada kukunya, maka dia tidak berdosa dan tidak dikenakan Dam kerana kuku tersebut mengikut jarinya.

Nota: Jemaah yang sedang berIhram juga adalah diminta untuk menjauhi perbuatan (seperti bersyampu, menggaru kepala, bersikat dan sebagainya) yang boleh menyebabkan rambut, bulu atau kukunya untuk tertanggal ketika dia masih belum lagi boleh bertahallul, hal ini adalah untuk kebaikan dan kemudahan mereka jua.

1. Adalah dilarang bagi setiap jemaah Haji dan Umrah ketika dalam Ihramnya laki-laki dan perempuan untuk mencabut, memotong, mematah dan mengerat dahan pokok dan pohon yang ditanam hidup dan tumbuh di Tanah Haram. Larangan ini adalah turut tidak boleh dilakukan oleh mana-mana orang yang hadir di Tanah Haram (al-Haramain: Makkah, Madinah, Masyair Haram: Arafah, Muzdalifah dan Mina, Baitulmuqaddis : Masjid Al-Aqsa). Hal ini kerana, pokok yang hidup subur di Tanah Haram adalah “Pohon-pohon yang diberkati”.

2. Adalah dilarang bagi setiap jemaah Haji dan Umrah ketika dalam Ihramnya laki-laki dan perempuan untuk memburu, menembak, membunuh, mengorbankan, menangkap, mengurung, membinasakan dan mengasari setiap haiwan darat yang boleh atau dilarang untuk dimakan. Larangan ini melibatkan setiap jenis haiwan darat, burung dan serangga selain daripada haiwan laut.

Jika seseorang itu memijak atau terbunuh haiwan/serangga kecil seperti semut hitam kecil, belalang dan sebagainya dengan tidak sengaja maka dia tidak dikira berdosa akan tetapi ia amat perlu membayar Dam mengikut nilai serangga yang terhapus.

Seseorang itu dibenarkan untuk membunuh haiwan dan serangga yang boleh menyebabkan dia mungkin akan mengalami kemudharatan dan terancam kemaslihatannya dan jemaah lain jika terus dibiarkannya ketika dalam Ihram seperti nyamuk, ular, kala jengking dan labah-labah. Dan dia tidak dikenakan Dam. Namun sebaiknya dia hanya perlu menghalau serangga atau haiwan itu terlebih dahulu sekiranya ada kemampuan bagi dirinya kerana itu adalah lebih baik.

1. Melakukan mukaddimah kepada persetubuhan

Setiap jemaah (lelaki dan wanita) Haji atau Umrah yang dalam Ihram adalah dilarang untuk melakukan mukaddimah (Permulaan/Pendahuluan) kepada persetubuhan sama ada dalam bentuk perkataan, perbuataan, layanan isyarat tubuh atau sebagainya.

Namun demikian, adalah tidak dikenakan Dam bagi mereka yang dalam Ihram yang keluar air Mani akibat melihat wanita dan dilamun khayal seks.

Suami isteri atau mahram@muhrim dibolehkan untuk memegang tangan (bukan anggota sulit) ketika dalam Ihram dengan syarat mereka perlulah dalam keadaan dimana disebut “Masyaqqah” iaitu: Keperluan dengan Tanpa Rasa Syahwat (ingin melakukan seks).

Suami isteri atau mahram adalah dibolehkan untuk berpelukan dengan tujuan keperluan terdesak (bukan ingin melakukan seks) serta tujuan keselamatan seperti kesakitan dll ketika dalam Ihram dengan syarat mereka perlulah dalam keadaan dimana disebut “Masyaqqah”iaitu: Keperluan dengan Tanpa Rasa Syahwat (ingin melakukan seks).

2. Melakukan persetubuhan

Perbuatan persetubuhan (seks) adalah suatu yang dilarang keras dan mampu untuk merosakkan ibadah Haji seseorang khususnya ketika jemaah itu ternyata dalam keadaan berIhram sebelum Tahallul Awwal. Keadaan larangan ini adalah berada pada kedudukan di mana:

  • Sengaja bersama (dengan rela hati) melakukan persetubuhan (seks) tanpa dipaksa
  • Tahu hukum melakukan seks ketika berIhram adalah Haram
  • Sudah Mumaiyiz (tahu membezakan perbuatan baik dan buruk yakni bermula sekitar umur 7 atau 9 tahun dan keatas)

Apabila telah ternyata suami dan isteri melakukan perbuatan diatas, maka wajib bagi mereka untuk meneruskan baki ibadah-ibadah haji yang belum terlaksana untuk dilaksanakan sesempurna yang mungkin sehingga selesai, dan seterusnya segera mengqadakkan (mengantikan kembali) Haji(pada kali kedua) tersebut walaupun ianya adalah sekadar Haji Sunat (secara umumnya ibadah Haji yang dilakukan untuk kali kedua dan seterusnya, adalah Haji yang dalam kategori Sunat sahaja) kecuali jika ada keuzuran diantara keduanya. Hanya suami yang dikenakan Dam (Tertib dan Taadil). Kedua-dua (suami dan isteri) perlu memohon keampunan dari Allah SWT jua hendaknya.

Namun, jika berlakunaya lagi bersetubuhan (yang bersambungan dengannya) selepas persetubuhan yang merosakkan Haji pada kali pertama, maka suami dikenakan Dam (Takhyir dan Taqdir) pula. Jika berlaku persetubuhan selepas Tahallul Awwal tetapi sebelum Tahallul Thani, ibadah Hajinya tidak batal, tetapi suami dikenakan Dam (Takhyir dan Taqdir) pula.

Suami dan isteri adalah dibolehkan untuk bersetubuh selepas (kedua-dua jenis Tahallul Awwal dan Tahallul Thani) telah dilangsaikan dengan sempurna.Namun lebih afdhal(lebih baik dan digalakkan) untuk menangguh perbuatan tersebut sehingga selesai segala rukun dan aktiviti Haji dilaksanakan.

3. Larangan berkahwin, mengahwinkan atau menerima wakil kahwin

Semua perbuatan berkahwin, mengahwinkan atau menerima wakil kahwin adalah dilarang sama sekali ketika jemaah itu dalam keadaan BerIhram. Bahkan, aktiviti pra-perkahwinan dan pasca perkahwinan seperti merisik, meminang dan bernikah adalah tidak sah. Akad nikah juga dikira Haram. Namun, orang yang terlibat tidak dikenakan Dam.

  • Buku Ibadat Haji,Umrah dan Ziarah, m/s 60 & 68,cetakan 2007/2008. Terbitan Lembaga Tabung Haji Malaysia. Buku itu telah mendapat kebenaran untuk diterbitkan dari Kementerian Haji dan Wakaf, Kerajaan Arab Saudi.
  • Kitab Mughny Muhtaj m/s 480 Juzuk 1
  • Kitab Nihayah Al-Muhtaj m/s 271 Juzuk 3
  • Kitab Manasik Al-Hajj wal Umrah (al-Idhah) m/s 128

Diambil daripada "https://ms.wikipedia.org/w/index.php?title=Perkara_yang_dilarang_dalam_Ihram&oldid=5139995"