Berikut ini akan dibahas mengenai Budaya Politik, tipe tipe budaya politik, tipe budaya politik, tipe budaya politik parokial, 3 tipe budaya politik, politik partisipan, budaya politik parokial, budaya politik partisipan, budaya politik subjek, politik parokial, jelaskan tipe tipe budaya politik, ciri budaya politik indonesia, ciri ciri budaya politik, ciri ciri budaya politik parokial, ciri ciri budaya politik partisipan. Budaya politik menunjuk pada orientasi dari tingkah laku individu/ masyarakat terhadap sistem politik. Budaya politik dapat digolongkan ke dalam tiga tipe, yakni sebagai berikut. Budaya politik ini terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil. Dalam budaya politik parokial, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik dapat dikatakan rendah karena anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka tinggal. Ciri-ciri budaya politik parokial adalah sebagai berikut.
Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews (2000), budaya politik subjek menunjuk pada orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan. Ciri-ciri budaya politik subjek adalah sebagai berikut.
Menurut pendapat Almond dan Verba (1966), budaya politik partisipan adalah suatu bentuk budaya yang berprinsip bahwa anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif. Dalam budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek politik, baik umum, input dan output, maupun pribadinya dapat dikatakan tinggi. Ciri-ciri dari budaya politik partisipan adalah sebagai berikut.
Bagaimana dengan budaya politik di Indonesia? Ada beragam pandangan mengenai budaya politik Indonesia. Keragaman pendapat ini dimungkinkan karena persoalan budaya politik itu dilihat dari sudut pandang yang berbeda.
Rusadi Kartaprawira dalam bukunya Sistem Politik di Indonesia menyatakan adanya beberapa ciri dari budaya politik Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.
Affan Gaffar (1999) dalam bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu sebagai berikut. Sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat hierarkis yang menunjukkan adanya pembedaan atau tingkatan atas dan bawah. Stratifikasi sosial yang hierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa dan rakyat kebanyakan. Masing-masing terpisah melalui tatanan hierarkis yang sangat ketat. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa memandang dirinya dan rakyatnya. Mereka cenderung merendahkan rakyatnya. Karena penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah seharusnya rakyat patuh, tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara. Bentuk negatif lainnya dapat dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa membentuk semua agenda publik, termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat cenderung disisihkan dari proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog dan kurang didengar aspirasinya. Kecenderungan patronage, adalah kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan penguasa dan masyarakat maupun pola hubungan patron-client. Pola hubungan ini bersifat individual. Antara dua individu, yaitu patron dan client, terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki masing-masing. Patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang, bahkan materi. Kemudian, client memiliki sumber daya berupa dukungan, tenaga, dan kesetiaan. Menurut Yahya Muhaimin, dalam sistem bapakisme (hubungan bapak-anak), ”bapak” (patron) dipandang sebagai tumpuan dan sumber pemenuhan kebutuhan material dan bahkan spiritual serta pelepasan kebutuhan emosional ”anak” (client). Sebaliknya, para anak buah dijadikan tulang punggung bapak. Dikatakan neo-patrimonalistik karena negara memiliki atribut atau kelengkapan yang sudah modern dan rasional, tetapi juga masih memperhatikan atribut yang patrimonial. Negara masih dianggap milik pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan layaknya sebuah keluarga. Menurut Max Weber, dalam negara yang patrimonalistik penyelenggaraan pemerintah berada di bawah kontrol langsung pimpinan negara. Adapun menurut Affan Gaffar, negara patrimonalistik memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut.
Selanjutnya, manakah sesungguhnya budaya politik Indonesia? Karena bangsa Indonesia adalah bangsa yang heterogen atas dasar suku, daerah, dan agama maka di Indonesia terdapat banyak subbudaya politik. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk subbudaya yang ada di Indonesia adalah budaya politik nasional. Salah satu aspek penting dalam sistem politik adalah budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Budaya politik mengutamakan segi psikologis dari suatu sistem politik. Demokrasi Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber pada pandangan atau filsafat hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah sarana atau alat bagi bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan Negara sebagaimana telah dirumuskan di dalam Pembukaan UUD 1945. Budaya Politik Pancasila akan mengarahkan keseluruhan dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi seperti politik dan pandangan hidup pada umumnya berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Adapun sistem politik Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 1 ayat (2) adalah sistem politik demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Budaya politik yang sesuai, selaras, dan sebangun dengan sistem.
Lihat Foto SHUTTERSTOCK - KOMPAS.com - Budaya politik berkaitan erat dengan sistem politik yang ada. Budaya politik dapat diartikan sebagai pola tingkah laku, norma, nilai serta adat istiadat yang berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat dan pemerintahan. Mengutip dari Encyclopaedia Britannica, budaya politik tidak mengacu pada sikap golongan tertentu atau pemerintah, seperti presiden, perdana menteri, atau lainnya. Budaya politik lebih mengarah pada bagaimana cara seseorang atau sekelompok orang memandang sistem politiknya secara kerseluruhan. Secara garis besar, budaya politik dibagi menjadi tiga tipe, yakni budaya politik parokial atau parochial political culture, budaya politik kaula atau subject political culture, dan budaya politik partisipan atau participant political culture. Ketiga tipe ini memiliki karakteristiknya masing-masing. Budaya politik partisipan berarti masyarakat mengerti betul tentang hak serta tanggung jawabnya sebagai warga negara. Sedangkan pada budaya politik kaula atau subjek, masyarakatnya lebih berfokus pada hasil sistem politik. Lalu, bagaimana dengan budaya politik parokial? Baca juga: Budaya Politik: Definisi dan Tipe-Tipenya Budaya politik parokialDalam buku Sistem Politik Indonesia [2013] karya Sahya Anggara, budaya politik parokial merupakan tipe budaya politik yang jangkauannya terbatas pada suatu wilayah yang sempit atau terbatas. Maka tidak mengherankan jika budaya politik parokial bersifat kedaerahan. Selain itu, anggota masyarakatnya juga cenderung tidak tertarik dengan hal politik yang lebih luas. Menurut Amiruddin Setiawan dalam jurnal yang berjudul Budaya Politik dalam Komunikasi Politik di Indonesia, tipe budaya politik parokial biasanya terdapat di Afrika atau masyarakat pedalaman di berbagai negara. Dalam masyarakatnya, tidak ada peran politik secara khusus. Sehingga tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, jika dibandingkan dengan tipe budaya politik lainnya. Tipe budaya politik parokial memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu:
Baca berikutnya Lihat Foto KOMPAS/GM SUDARTA Ilustrasi KOMPAS.com – Setiap masyarakat memiliki kecenderungan untuk menanamkan norma dan nilai-nilai kepada anggotanya, termasuk dalam bidang politik. Dari proses penanaman tersebut, anggota masyarakat akan berusaha mempelajari tentang bagaimana sistem politik seharusnya bekerja serta apa yang harus dilakukan pemerintah untuk rakyatnya. Dalam kurun waktu yang relatif panjang, sikap-sikap politik yang dipelajari oleh anggota masyarakat tersebut akan membentuk suatu budaya tertentu, yaitu budaya politik. Dilansir dari buku Pengantar Ilmu Politik [2016] karya Michael G. Roskin dan kawan-kawan, dijelaskan definisi budaya politik menurut Sidney Verba. Menurut Sidney Verba budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif, dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi di mana tindakan politik dilakukan. Baca juga: Partai Politik: Definisi dan Fungsinya Pada dasarnya, budaya politik merupakan nilai-nilai pengetahuan, adat istiadat, dan norma-norma yang dianut bersama dan melandasi pandangan hidup warga masyarakat suatu negara. Budaya politik lebih fokus terhadap aspek-aspek non perilaku aktual, seperti pandangan, sikap, nilai, dan kepercayaan. Dengan demikian, budaya politik merupakan dimensi psikologis dari sebuah sistem politik yang mempunyai peranan penting bagi keberlangsungan suatu sistem politik. Budaya politik memang tidak bisa lepas dari sistem politik. Sebab hal yang diorientasikan dalam budaya politik adalah sistem politik. Berarti, setiap berbicara tentang budaya politik, maka tidak akan jauh-jauh dari pembicaraan sistem politik yang mencakup komponen-komponen struktur politik, fungsi-fungsi sistem politik, atau gabungan antara struktur dan fungsi politik. Tidak hanya itu, budaya politik juga mencakup komponen-komponen perilaku masyarakat suatu negara secara massal yang mempunyai peran bagi terciptanya sistem politik yang ideal. Baca juga: Infrastruktur Politik di Indonesia
Budaya politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat setiap harinya. Budaya politik juga dapat diartikan sebagai suatu sistem nilai bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat seluruhnya. Secara umum budaya politik terbagi atas tiga :
Gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia, yang tentunya harus di telaah dan di buktikan lebih lanjut, adalah pengamatan tentang variabel sebagai berikut :
Masyarakat Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara penguasa [wong gedhe] dengan rakyat kebanyakan [wong cilik]. Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan sedemikian rupa sesuai dengan asal usul kelas masing-masing. Penguasa dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya, rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya. Pola hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungn dari basisnya.
Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Budaya_politik&oldid=20813054" Video yang berhubungan |