Sebutkan contoh bentuk tolong menolong dalam perbuatan dosa dalam kehidupan sehari hari di rumah

tirto.id - Sikap ta'awun termasuk ajaran dasar dalam agama Islam yang sifatnya berkaitan dengan akhlak manusia.

Pengertian Ta'awun

Kata ta'awun sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti saling membantu atau saling menolong.

Dalam buku Akidah Akhlak Kelas VIII Tahun 2020 yang diterbitkan Kementerian Agama, menurut istilah ta'awun adalah sikap atau perilaku membantu orang lain.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri, sehingga membutuhkan uluran bantuan dari orang lain.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia perlu bantuan orang lain dengan saling menolong.

Dalil Naqli tentang Ta'awun

Perintah agar manusia memiliki sikap ta'awun disebutkan dalam firman Allah SWT berikut ini:

وَتَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡبِرِّ وَالتَّقۡوٰى‌ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوۡا عَلَى الۡاِثۡمِ وَالۡعُدۡوَانِ‌ ۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ شَدِيۡدُ الۡعِقَابِ....

...wa ta'aa wanuu 'alalbirri wattaqwaa, wa ta'aa wanuu 'alal itsmi wal'udwaan, wattaqullaaha, innallaaha syadiidul 'iqaab.

Artinya: "...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya".

Dari ayat di atas, jelas disebutkan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Agama Islam mengarahkan tujuan dan bentuk tolong-menolong itu dalam hal kebaikan dan untuk segala perkara yang baik serta bermanfaat atas izin Allah SWT.

Hal ini bermakna bahwa tolong-menolong itu didasarkan atas iman, kebenaran, dan untuk mendapatkan ridho Allah SWT.

Tolong menolong ini ditujukan kepada sesama manusia dalam semua aspek kehidupan, jadi tidak terbatas antara kaum muslim saja.

Dalam surah At-Taubah ayat 71 juga terdapat penjelasan tentang ta'awun:

وَالۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَالۡمُؤۡمِنٰتُ بَعۡضُهُمۡ اَوۡلِيَآءُ بَعۡضٍ‌ۘ يَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ الۡمُنۡكَرِ وَيُقِيۡمُوۡنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤۡتُوۡنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيۡعُوۡنَ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ‌ؕ اُولٰۤٮِٕكَ سَيَرۡحَمُهُمُ اللّٰهُؕ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيۡزٌ حَكِيۡمٌ

Walmu'minuuna wal mu'minaatu ba'duhum awliyaaa'u ba;d; yaamuruuna bilma'ruufi wa yanhawna 'anil munkari wa yuqiimuunas Salaata wa yu'tuunaz Zakaata wa yutii'uunal laaha wa Rasuulah; ulaaa'ika sayarhamuhumul laah; innallaaha 'Aziizun Hakiim

Artinya: "Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana".

Meski demikian, tidak setiap bentuk tolong–menolong itu baik, melainkan ada juga yang tidak baik.

Tolong-menolong yang baik apabila mengarah pada kebaikan sesuai petunjuk agama, demikian dikutip dari laman Suara Muhammadiyah.

Adapun tolong-menolong yang menyangkut masalah dosa dan permusuhan termasuk perkara yang dilarang agama.

Begitu juga dengan ta’awun, tolong menolong adalah suatu sistem yang benar-benar memperindah Islam.

Manusia satu dengan yang lainnya pastilah saling membutuhkan, tidak ada seorang manusia pun di muka bumi ini yang tidak membutuhkan pertolongan dari yang lain.

Ta’awun di antara kaum muslimin merupakan kekuatan dan pelindung. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam telah menyerukan ta’awun bagi kaum muslimin, persatuan dan berpegang teguhnya mereka (pada agama Allah).

Demikianlah kaum muslimin, semakin bertambah kokoh dengan saling tolong menolong di antara mereka. Sebagaimana sabda Nabi Rasulullah SAW:

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

Artinya: “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan satu bangunan yang sebagiannya menguatkan bagian lainnya." [HR. Al-Bukhari (no. 481, 2446, 6026), Muslim (no. 2585) dan at-Tirmidzi (no. 1928)]

Sangat penting jika kita bisa menerapkan sifat ta’awun dalam dimensi kehidupan sehari-hari seperti sekarang ini. Karena realitanya, sangat sedikit sekali orang yang enggan menerapkan sifat ta’awun dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh Ta'awun

Seiring dengan keadaan manusia itu sangat terbatas. baik dalam penguasaan ilmu atau kondisi lainnya, manusia sebagai makhluk yang lemah harus saling membantu dalam memenuhi hajat hidupnya.

Berikut ini contoh ta'awun yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Meringankan beban hidup orang lain.
  2. Menutupi aibnya.
  3. Memberi bantuan kepada seseorang.
  4. Mengunjungi orang yang sedang sakit / menerima suatu musibah.
Dampak Positif Membiasakan Sikap Ta’awun:

  1. Terpenuhinya kebutuhan hidup berkat kebersamaan.
  2. Membuat tugas yang berat menjadi ringan.
  3. Terwujudnya persatuan dan kesatuan
  4. Menimbulkan rasa simpati pada sesama.
Upaya membiasakan bersikap ta’awun

  1. Menyadari bahwa setiap manusia itu mempunyai kelebihan dan kekurangan.
  2. Menyadari bahwa kondisi manusia lemah dan tidak bisa hidup sendiri.
  3. Membiasakan mengedepankan kepentingan bersama, tanpa harus mengorbankan kebutuhan diri sendiri.
  4. Membiasakan melihat potensi diri, baik dari segi keilmuan maupun materi sebagai bahan mewujudkan kebersamaan.

Baca juga:

  • Perilaku Ihsan dalam Islam: Pengertian, Hikmah dan Manfaatnya
  • Arti Tabayyun dan Tawakal Menurut Agama Islam Serta Maknanya

Baca juga artikel terkait TAAWUN atau tulisan menarik lainnya Dhita Koesno
(tirto.id - tha/fds)


Penulis: Dhita Koesno
Editor: Fitra Firdaus

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Allah memerintahkan kepada manusia untuk saling peduli dan tolong menolong.

Antara/Suwandi

Islam Mengajarkan Saling Peduli dan Tolong Menolong Sesama. Foto: Relawan organisasi Pelmas BPD Bekasi GBI bersama Tagana Rajawali membagi-bagikan makan siang gratis kepada pengemudi ojek online (ojol) di Bekasi, Jawa Barat, Kamis (2/4/2020). Pembagian makan gratis sebagai bentuk kepedulian terkait pendapatan dan orderan pengemudi ojol yang menurun akibat wabah COVID-19.

Rep: Imas Damayanti Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sikap saling peduli dan tolong-menolong menjadi salah satu ciri khas dalam budaya Islam. Hal ini lantaran Allah secara langsung mengamanatkannya dalam dalil Alquran kepada seluruh umat manusia.

Misalnya, dalam Surat Al-Maidah ayat 2, Allah SWT berfirman:

Baca Juga


 وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

”Dan tolong-menolong lah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa lah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat."

Tak ayal, perintah tolong-menolong dalam agama ini kerap direpresentasikan dalam aksi kepedulian. Tak sedikit misalnya, di Indonesia, hadirnya lembaga-lembaga filantropi juga diusung oleh semangat kepedulian dan sikap tolong-menolong yang tinggi.

Budaya gotong-royong dan turut serta mengulurkan bantuan dalam Islam diterapkan di banyak lini. Tak terkecuali dalam unsur aspek ekonomi syariah. Di mana kepedulian dalam perkara perekonomian juga ditonjolkan dengan berhati-hati dalam mengambil langkah ekonomi agar tak merugikan atau menzhalimi ekosistem dan masyarakatnya.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat dalam bukunya berjudul Ungkapan Hikmah mengatakan, membantu sahabat atau orang sekitar sama saja sebagai tindakan menebar vibrasi syukur kepada Allah SWT. Energi ketulusan dalam bantuan itu akan menebar kepada orang-orang yang dibantu.

Dia menjelaskan, sudah sepatutnya manusia bersyukur karena Allah SWT dapat memberikan kesempatan kepadanya untuk memberikan bantuan kepada orang lain. Bukan justru meminta kepada orang lain untuk bersyukur dan berterima kasih kepada kita.

Lebih lanjut dia menjelaskan, memberikan sesuatu kepada orang lain bukan berarti kita menjadi rugi. Jika manusia mengukurnya dengan materi dan hitungan matematis, kata dia, mungkin saja manusia akan memberi pada orang lain lalu berkata apa yang dimiliki akan berkurang.

Padahal sejatinya sikap memberi itu tak sama sekali merugi. Asalkan nilai pemberian itu dilandasi dengan ketulusan, keikhlasan, dan juga keimanan. Membantu dalam kebaikan—seberapapun besar dan kecil nilainya—akan terasa ringan apabila dilakukan dengan tulus dan ikhlas.

Toh, umat Islam juga kerap dikenalkan sejak dini mengenai filosofi kepemilikan. Bahwa sejatinya apa-apa yang kita miliki di dunia, baik itu yang berbentuk wujud jasmani hingga materi, semata-mata adalah titipan Allah SWT. Dengan titipan itu, manusia dimintai pertanggung jawabannya kelak di akhirat.

Dengan menyadari bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan Allah semata, maka budaya saling berbagi dan peduli dalam Islam pun begitu kuat. Bahkan dalam hadis, Rasulullah berkata bahwa siapa yang melapangkan suatu kesusahan dunia dari seorang Muslim, maka Allah akan melapangkan satu kesusahan dirinya di hari kiamat.

Semangat berbagi dan peduli ini memang sangat kental bagi umat Islam. Salah satu driver ojek online (ojol), Ahmad Tarmizi (25 tahun) menceritakan pengalamannya saat diberikan sejumlah sembako oleh seorang customer.

Sejak pemerintah menerapkan kebijakan social distancing, Ahmad mengaku pendapatannya sebagai driver ojol semakin merosot. Maka ketika ia mendapatkan pesanan untuk membelikan sembako lewat aplikasinya, ia segera menerima. Siapa sangka, kata dia, customernya tersebut justru memberikan sembako itu kepadanya sambil mengirimkan pesan.

“Saya di chat, customer saya bilang begini ‘Pak Ahmad, ini sembako buat Bapak dan keluarga. Jaga kesehatan, di rumah saja, dan jangan lupa shalat zuhur di rumah’,” kenang Ahmad.