Persamaan laki-laki dan perempuan dalam katolik

77

BAB IV STATUS DAN PERANAN PEREMPUAN DALAM AGAMA KATOLIK

DALAM PERDEBATAN

A. Kesetaraan Gender dalam Perspektif Gereja Katolik

Kesederajatan perempuan dalam kehidupan dan masyarakat seperti dikehendaki Allah. Seperti yang dikatakan Jesus yang memunculkan semangat akan kesamaan manusia dihadapan Tuhan; yaitu “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu di Sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar Matius 5:45. a.1. Kesetaraan Dalam Penciptaan Dalam kisah penciptaan kitab suci, pernyataan bahwa Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan menurut citra Allah, dan dengan demikian sama martabatnya ditemukan berdampingan dengan kisah lain yang melihat perempuan sebagai pembantu manusia pria. Di satu sisi citra perempuan positif setara dengan laki-laki, identitasnya tidak dibatasi serta memilki hak, kekuatan dan kebebasan yang sama dengan laki-laki. Pesan St. Paulus yang mulai mengakui bahwa sebenarnya laki-laki dan perempuan setara dihadapan Allah, yaitu: Namun demikian, dalam Tuhan tidak ada perempuan tanpa laki-laki dan tidak ada laki-laki tanpa perempuan. Sebab sama seperti perempuan berasal dari laki-laki, demikian pula laki-laki dilahirkan oleh perempuan, 78 dan segala sesuatu berasal dari Allah .”I Kor 11: 11-12 70 Konsep gender yang ideal dalam Perjanjian Lama mengenai penciptaan adalah kitab kejadian 1 dan 2 yaitu perempuan bersama dengan laki-laki adalah tujuan penciptaan Allah dan mahkota ciptaanNya. Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling melengkapi. a.2. Kesetaraan Dalam Pengabdian Terhadap Tuhan dan Rasul Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, seperti dikutip dalam tulisan St. Paulus kepada umat: “karena kamu semua yang dibaptis dalam kristus, telah mengenakan kristus, tidak ada laki-laki dan perempuan.” 71 Rasul Paulus tidak mengatakan bahwa perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang ditempat lain dihitung sebagai rencana Allah, dihapus. Maksudnya ialah bahwa didalam kristus persaingan, permusuhan, dan kekerasan yang menodai relasi antara laki-laki dan perempuan dapat diatasi dan sudah diatasi. Perbedaan antara laki-laki dan perempuan hadir dalam wahyu Alkitabiah sampai akhir. Peran perempuan tidak tergantikan dalam segala aspek kehidupan keluarga dan sosial yang meliputi relasi insani dan pemeliharaan orang lain. 72 Yesus melepaskan dan membebaskan semua kelompok masyarakat yang tertindas, dimana perempuan dan anak menjadi bagian dari kelompok yang dibebaskan Yesus Lukas 4:18-20. Yesus menghormati cara-cara 70 Yuanita Prihindraningsih, Perempuan dalam Agama Katolik Jakarta: Kapal Perempuan, 2000,th. 71 Lembaga Alkitab Indonesia, Perjanjian Baru: 2002, Galatia 3: 27-28 72 DOKPEN KWI, Kerja Sama Pria dan Perempuan dalam Gereja dan Dunia surat kongregasi ajaran iman kepada para uskup Gereja Katolik h.16 79 perempuan mengungkapkan syukur kepada Allah. Sikap Yesus ini ditentang oleh masyarakat karena pada waktu masyarakat tidak pernah menghargai perempuan Lukas 15:8-10. Figur Maria telah dimasukkan oleh Para Bapa Konsili Vatikan II ke dalam bab terakhir konstitusi dogmatic mengenai Gereja. Dalam ajaran social Gereja juga sudah terdapat entri mengenai perempuan, antara lain; dalam pacem in terris artikel 41; Paus Yohanes XXIII menunjukkan bahwa perempuan semakin sadar akan martabat mereka, mereka semakin melaksanakan hak dan kewajiban yang setara dengan laki- laki dalam keluarga maupun dalam hidup publik justru atas dasar kodrat mereka yang unggul. Gaudium et spes artikel 61; menegaskan bahwa partnership terdalam laki- laki dan perempuan justru sebagai orang yang beriman. Ditegaskan lagi dalam Lumen gentium artikel 32; bahwa dalam Kristus dan dalam Gereja tidak ada diskriminasi atas basis ras, rasionalitas, kondisi social atau seks. Pesan Paus Yohanes II juga terdapat dalam Christifideles laici artikel 49; yaitu agar Gereja mengakui segala karunia laki-laki dan perempuan dalam hidup dan pengutusannya. 73 Itulah beberapa entri tentang perempuan yang terdapat dalam ajaran sosial Gereja. Dari sudut pandang teologi, pantaslah ditelaah penekanan bahwa dalam penjelmaan sabda Allah mengambil kodrat manusia yang hendak diubah-Nya, dan bukan semata-mata seks laki-laki. Para teolog perempuan juga menunjukkan peranan- peranan penting yang dimainkan oleh para perempuan dalam kisah Yesus: Maria, ibu Yesus perempuan-perempuan kaya yang menyertai dan mendukung pelayanan Yesus 73 Iswanti, Kodrat Yang Bergerak Yogyakarta: Kanisius, 2003,h.iii 80 dan fungsi kerasulan perempuan-perempuan seperti perempuan Samaria atau Maria dari Magdala yang menjadi saksi dan rasul pertama kebangkitan. a.3. Kesetaraan Dalam Permujudan Tuhan Perlakuan Yesus atas kaum perempuan, perempuan Samaria yang tertangkap berzinah, perempuan Kanaan, Maria dari Magdala, dan Marta serta Maria dari Betania. Menunjukkan bahwa sikapnya pada perempuan dan peranan perempuan dalam karya-Nya jauh lebih positif dan egaliter daripada yang dapat diberikan oleh kebudayaan pada zaman-Nya. Ada kesan bahwa para rasul dan pengarang Injil tidak cukup menghargai hal itu. 74 Dikalangan umat Katolik khususnya, Maria juga dilihat sebagai model perempuan baru. Bagi perempuan lebih mudah mengidentifikasikan diri dengan Maria dari pada dengan Yesus. Dalam kesalehan umat biasa, umat kerap kali mengaitkan semua sifat keperempuanan pada Maria sebagai pemeliharaan, pengasuhan, dan belas kasih dan mereka enggan mengaitkan sifat itu pada Allah yang laki-laki. Maria mengilhami banyak perempuan, ibu yang merupakan teladan bahkan bahkan bagi Yesus ketika ia tumbuh menjadi dewasa.

B. Ketidaksetaraan Gender Dalam Agama Katolik

http://www.dokpenkwi.org/a-good-thesis-statement-examples.

Persamaan laki-laki dan perempuan dalam katolik
Mgr. Adrianus Sunarko, OFM memberikan pemaparaannya tentang Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Sebagai Citra Allah. (M. Bramantyo/Dokpen KWI)

Jakarta, dokpenkwi.org – Hari kedua Pernas SGPP KWI 2019 dibuka dengan pemaparan dari Mgr. Adrianus yang mengangkat kembali Surat Gembala KWI 2004 tentang “Kesetaraan Laki-laki dan Perempuan Sebagai Citra Allah.” Di hadapan 73 peserta Pernas Uskup Pangkalpinang ini menyampaikan bahwa menyangkut kesetaraan gender, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu hal-hal yang harus dihindari dan hal-hal yang diidealkan sehingga tercipta kesetaraan sejati laki-laki dan perempuan sebagai citra Allah.

Menurut Mgr. Adrianus para feminis garis keras mengatakan bahwa sudah tidak ada lagi harapan bagi kesetaraan gender karena pada dasarnya Gereja Katolik sudah mendiskriminasi perempuan secara umum, tetapi para teolog feminis reformis masih optimis akan adanya kesetaraan karena ia melihat  masih ada inspirasi yang membebaskan dari sumber-sumber iman Katolik.

“Para teolog feminis reformis melihat dan mengakui bahwa de facto ada ketidakadilan. Mereka lalu membuat analisis sosial dan menemukan ada penindasan terhadap perempuan. Maka, mereka lalu merefleksikan jangan-jangan ada pandangan teologis tertentu yang mendukung penindasan tersebut. Misalnya: penyelamat kita adalah Yesus, yang adalah laki-laki, maka laki-laki  lebih hebat dari perempuan,  maka laki-laki harus lebih tinggi kedudukannya daripada perempuan. Selanjutnya, mereka mencoba menemukan unsur-unsur ajaran iman yang mendukung gerakan pembebasan kaum perempuan dari penindasan,” jelasnya tentang langkah-langkah yang diambil oleh para teolog feminis.

Hal-hal yang dihindari

Agar ketidakadilan itu tidak terjadi, maka harus dihindari beberapa hal yaitu:

1. Androsentrisme, yakni cara berpikir yang berpandangan bahwa laki-laki lebih tinggi atau utama dari perempuan.

2.Patriarki: Struktur sosial masyarakat yang berbentuk sedemikian rupa sehingga kekuasaan selalu ada dalam tangan kaum laki-laki yang mendominasi (cara berpikir menjelma dalam struktur masyarakat).

3. Subordinasi terbalik: Karena selama ini perempuan sudah mengalami penindasan, sekarang sebaliknya perempuanlah yang harus berkuasa dan melakukan penindasan terhadap kaum laki-laki.

4. Pemutlakan gender atas perbedaan fisik: Perbedaan fisik diminimalkan, sedangkan identitas berdasarkan faktor budaya dan sosial dimutlakkan.

“Perlu ada penyadaran terus-menerus untuk mengubah cara berpikir androsentris dan menghindari subordinasi terbalik, misalnya dengan mendiskusikan teks Kitab Suci, membuat rekoleksi. Dalam hal ini termasuk menghindari khotbah-khotbah yang mengarah pada cara berpikir tersebut. Di Sekolah-sekolah Tinggi Filsafat perlu juga disampaikan kepada para frater supaya khotbah semacam itu tidak muncul,” ungkap mantan dosen teologi di STF Driyarkara ini.

Uskup Pangkalpinang ini juga menyampaikan bahwa masih ada hambatan budaya yang tidak mendukung kesetaraan gender, terutama dalam masyarakat Indonesia yang masih patriarkis ini. Diusulkannya untuk mengikis struktur yang bersifat patriarkis ini melalui praktik-praktik nyata yang diupayakan secara sengaja dan terus-menerus.

Hal-hal yang dicita-citakan

Mengacu pada “the Letter to the Bishops of the Catholic Church on the Collaboration of Men and Women in The Church and in The World”, Ketua Komisi Teologi KWI ini menyampaikan hal yang diidealkan yakni: “Berhadapan dengan berbagai aliran pikiran aktual, Gereja, diterangi iman akan Yesus Kristus, mengupayakan kolaborasi aktif antara laki-laki dan perempuan, sambil mengakui adanya perbedaan/kekhasan masing-masing.”

Hal itu dimulai dari kisah penciptaan , sejak “Allah mencipta manusia seturut gambar-Nya sendiri; dalam gambar Allah ia menciptakannya: laki-laki dan perempuan” (Kej. 1:27).  Sejak awal manusia digambarkan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan. Kemanusiaan bersama itulah yang disebut sebagai “gambar Allah.”

“Adam perlu masuk dalam relasi dengan yang setara dengannya. Oleh sebab itulah,perempuan/hawa yang diciptakan dari daging yang sama yang dapat memberi masa depan bagi manusia. ‘Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.’ (Kej 2: 23),“ demikian lanjutnya.

Disampaikan juga bahwa tubuh manusia ditandai dengan ciri maskulin dan feminin. Makna terdalam ciri ketubuhan adalah kemampuan untuk mengungkapkan kasih, di mana pribadi menjadi anugerah satu sama lain dan dengan demikian memenuhi maknanya sebagai manusia.

“Di sinilah ditampakkan Allah sebagai persekutuan kasih, yang satu senantiasa ada bagi yang lain. Itulah kasih. Pada akhir dari kisah penciptaan, ‘Sungguh semuanya sangat baik’ (Kej 1:31). Itulah rencana awal dan kebenaran terdalam tentang pria dan wanita, yang dikehendaki dan diciptakan oleh-Nya.Meskipun kemudian rencana awal itu dikacaukan oleh dosa,” tandasnya.

Persamaan laki-laki dan perempuan dalam katolik

Mgr. Adrianus Sunarko, OFM menyatakan bahwa kesaksian hidup para perempuan harus diterima dengan sikap hormat dan penghargaan sebagai sesuatu yang mewujudkan nilai-nilai. (M. Bramantyo/Dokpen KWI)

Selanjutya, Mgr. Adrianus menyampaikan bahwa dosa telah mengubah cara manusia menerima dan menghidupi Sabda Allah dan relasi mereka dengan Pencipta. Relasi pria wanita berubah menjadi relasi untuk memuaskan diri sendiri, mengabaikan dan membunuh kasih dan menggantinya dengan relasi dominasi satu terhadap yang lain.

Padahal sesungguhnya aspek personal sebagai manusia perlu selalu mendapatkan perhatian karena manusia menggemakan Allah. Manusia adalah seorang pribadi, laki-laki dan perempuan sama, karena keduanya diciptakan dalam gambar dan rupa Pribadi Allah.

“Konsekuensi pandangan biblis tentang manusia sebagai pribadi adalah bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan perbedaan laki-laki dan perempuan (baik publik maupun privat) harus dihadapi dengan pendekatan relasi, bukan kompetisi satu sama lain,” ungkapnya.

Maka, fakta biologis  yang ada pada diri perempuan dan laki-laki tidak boleh diabaikan, melainkan fakta itu harus menjadi unsur fundamental dari pribadi. Sekaligus, fakta itu mengungkapkan cara berada, berkomunikasi, yang mengungkapkan perasaan, dan mewujudkan kasih karena kapasitas untuk mengasihi itu terungkap dalam ciri khas tubuh, di mana unsur maskulin dan feminin menjadi tampak.

Dalam Perjanjian Lama seringkali relasi antara Allah dan umat Israel diungkapkan dengan memakai metafor laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Sementara dalam Perjanjian Baru relasi antara Kristus dan Gereja disimbolkan dalam hidup perkawinan suami istri.

Perempuan di sekeliling Yesus

Menurut Uskup yang menerima tahbisan episkopatnya pada 23 September 2017 ini pengajaran Yesus adalah memaklumkan keadilan dan damai sejahtera untuk semua orang, termasuk kaum perempuan.

“Yesus juga memanggil perempuan-perempuan untuk menjadi murid-Nya.Mereka menemani Yesus di Galilea, meninggalkan keluarga dan rumah untuk mengikuti-Nya. Perempuan-perempuan kaya menyediakan dana untuk keperluan pelayanan dan mencukupi kebutuhan Yesus. Misalnya: Maria Magdalena, Yohana, Susana, Salome, Maria istri Kleopas,” tuturnya.

Terutama, disebut tentang perempuan Samaria di dekat sumur. Pewartaannya membawa seluruh kota datang kepada Yesus. “Banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu yang bersaksi.” (Yoh 4: 39). Perempuan Samaria, menurut Mgr. Adrianus, merupakan misionaris pertama karena dia sudah mewartakan Yesus ketika Yesus masih hidup di dunia.

Selain itu, perempuan-perempuan yang menjadi murid-Nya juga mengikuti-Nya sampai ke Yerusalem. Mereka tidak lari dan bersembunyi tetapi berdiri di samping-Nya saat penderitaan-Nya.Satu-satunya orang yang disebutkan dalam keempat Injil berdiri di samping salib adalah Maria Magdalena. Padahal murid-murid-Nya yang lain meninggalkan-Nya dan melarikan diri.

Yang terpenting adalah bahwa “Kepada perempuanlah Yesus pertama-tama menampakkan diri setelah bangkit. Para perempuan itu diperintahkan ‘Pergilah dan wartakanlah.’Mereka diutus mewartakan Kristus yang bangkit dan mereka segera melakukan apa yang diperintahkan-Nya,” ujar Mgr. Adrianus.

Gereja belajar dari Maria

Persamaan laki-laki dan perempuan dalam katolik
Suasana para peserta Pernas SGPP KWI dalam sesi Mgr. Adrianus Sunarko, OFM. (M. Bramantyo/Dokpen KWI)

Menurut Uskup Pangkalpinang ini salah satu tugas Gereja adalah merayakan dan mengkontemplasikan misteri kasih Allah yang terus hadir. Dalam konteks ini Maria merupakan figur amat penting karena dia adalah cermin di mana Gereja diundang untuk mengenali identitasnya.Di situ terungkap disposisi hati dan sikap tepat yang harus dimiliki Gereja terhadap Allah.

Gereja selalu belajar dari Bunda Maria tentang banyak hal.:

  • Gereja belajar membangun relasi intim dengan Kristus. Maria menggendong Yesus Kecil di Betlehem, mengajarkan kita untuk mengenali kerendahan hati Allah. Maria yang menerima tubuh Yesus dari Salib menunjukkan pada Gereja bagaimana bisa menerima semua yang di dunia ini terluka oleh kekerasan dan dosa.
  • Gereja belajar apa arti kekuatan kasih, sebagaimana diwahyukan Allah dalam hidup Putra-Nya. (Lk 1:51-52).
  • para murid Kristus dapat belajar tentang sikap menerima dan mengakui kebesaran karya Allah.  (Lk1:49)

“Dengan memandang Maria dan menirunya tidak berarti bahwa Gereja bersikap pasif belaka yang secara keliru menjadi stigma bagi perempuan. Meniru Maria tidak berarti bersikap pasif dan diam belaka terhadap kenyataan dominasi atau penindasan yang terjadi,tetapi harus juga disertai sikap kasih yang mau mengubah dan mengalahkan kejahatan, meskipun tidak dengan kekerasan dan berbalik mendominasi,” tegasnya.

Kesimpulan

Di akhir pemaparan Mgr Adrianus menyatakan bahwa kesaksian hidup para perempuan harus diterima dengan sikap hormat dan penghargaan sebagai sesuatu yang mewujudkan nilai-nilai.  Tanpa nilai-nilai ini manusia akan terbelenggu dalam sikap menutup diri, mimpi akan kekuasaan dan drama kekerasan.

“Maka, perempuan juga perlu menempuh jalan pertobatan dan menyadari nilai uniknya serta kemampuan besarnya untuk mencintai yang lain. Baik laki-laki maupun perempuan perlu makin mengenal Allah sebagai Pencipta dan Penyelamat yang demikian mencintai dunia sehingga bersedia menyerahkan Putra-Nya” pungkasnya.