Pernyataan berikut yang tidak termasuk ancaman di bidang ekonomi adalah

Oleh : Sri Wahyuni Nur, Dosen Ekonomi FEBI IAIN Parepare

OPINI — Manusia dalam ruang lingkupnya tumbuh dan berkembang sebagai makhluk sosial. Dalam konsep sosiologi, mahluk sosial adalah sebuah konsep ideologis dimana masyarakat atau struktur sosial dipandang sebagai sebuah “organisme hidup”.

Ketika hidup di tengah masyarakat, kita selalu diperhadapkan dengan sistem nilai dan norma sebagai sebuah asas berkehidupan. Asas itu dimaknai sebagai sebuah kelangsungan hidup berkelompok. Berbagai cara pandang kita melihat dan menjalani hidup dan berkehidupan yang sehat, baik jasmani maupun rohani.

Indonesia sebagai negara peradaban modern dengan upaya kian pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menciptakan nuansa pemenuhan kebutuhan dari berbagai bidang, seperti bidang ekonomi, kesehatan, pendidikan, politik, sosial budaya dan agama sehingga pada pentas dunia, Indonesia mempunyai kelebihan tersendiri karena berbagai hal.

Berdasarkan hasil riset Indonesia Indicator menyebutkan Indonesia tak pernah lepas dari sorotan media-media internasional.

Pemberitaan tentang Indonesia pada 468 media Internasional mencapai 33. 887 berita. Selain pada kawasan industri dan pariwasata maka salah satu penguatan sebagai pandangan internasional yakni dalam bidang perekonomian dan perdagangan.

Dengan framing positif yang ditujukan kepada Indonesia dimunculkannya dari ekspose mengenai perekonomian dan perdagangan termasuk diantaranya adalah kerjasama perdagangan bilateral antara Indonesia dan negara mitra.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus tumbuh pada beberapa tahun ke depan. Namun harus tetap diwaspadai terhadap adanya gangguan ekonomi dari berbagai faktor. Seperti lumpuhnya aktivitas masyarakat yang diakibatkan oleh masalah ancaman kesehatan manusia. Sesuai dengan realitas di tahun 2020 ini maka dalam artikel ini akan diuraikan faktor internal sebagai ancaman ekonomi.

Wabah virus corona atau novel coronavirus (2019-nCov) saat ini menjadi perhatian penuh oleh dunia, tidak hanya soal ancaman atau gangguan kesehatan bagi manusia melainkan juga ancaman dalam bidang ekonomi. Menteri Pariwasata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama yang dikutip dalam media vivanews menerangkan bahwa sektor pariwisata dan perdagangan nasional ikut terpukul.

Pemerintah Indonesia memutuskan untuk menghentikan sementara penerbangan dari dan ke China, menutup kunjungan wisatawan Tiongkok dan menunda impor sejumlah produk dari negeri Tirai Bambu. Ia memprediksi kerugian pariwisata Indonesia akibat terhentinya penerbangan dari dan ke China yang mencapai USD 4 Miliar. Turis China menempati posisi kedua terbanyak wisatawan mancanegara ke Indonesia dengan jumlah 2 juta wisatawan setahun.

Hal senada disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato. Ia menyebutkan, dampak virus corona bisa menekan perekonomian Indonesia hingga 0,29 persen.

Tidak hanya itu sebagai langkah konkret oleh Pemerintah Indonesia memastikan akan mengambil kebijakan untuk melakukan pembatasan sosial dalam skala besar yang diiringi dengan kebijakan darurat sipil.

Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar disiapkannya aturan pelaksanaan yang lebih jelas sebagai panduan-panduan untuk provinsi, kabupaten, dan kota. Pemerintah pusat menekankan bahwa pembatasan sosial seperti karantina kesehatan, termasuk karantina wilayah menjadi wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah meskipun sebelumnya sejumlah daerah sudah memutuskan untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown, seperti Tegal, Tasikmalaya, Makassar, Ciamis, dan Provinsi Papua.

Karena kini belum ada aturan pelaksanaan ‘pembatasan sosial berskala besar’ warga di daerah berinisiatif melakukan karantina wilayah dengan cara masing-masing.

Atas langkah itu, perbedaan karantina wilayah dan pembatasan sosial… [next page 2]


Page 2

[page 2]

Atas langkah itu, perbedaan karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar, keduanya merupakan bagian dari opsi-opsi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Penjelasan dalam undang-undang diterangkan bahwa pembatasan sosial berskala besar adalah pembatasan kegiatan tertentu oleh penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan /atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Sedangkan karantina wilayah adalah pembatasan yang dilakukan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat di wilayah tersebut. Jadi UU Nomor 6 Tahun 2018, yaitu pembatasan sosial berskala besar, terus ditambah maklumat Polri.

Kalau orang melakukan kerumunan, itu bisa dibubarkan. Melalui regulasi ini, maka seluruh pemerintah daerah memiliki aturan baku dalam membuat keputusan sebagai tindak lanjut dari kebijakan pemerintah pusat.

Nah, sekarang akan diulas bagaimana dampak pembatasan sosial dalam kaitannya dengan siklus ekonomi. Hal ini tentunya akan diproteksi sebagai sebuah ancaman ekonomi sekaligus menjadi refleksitas tindakan sosial.

“Konsentrasi penuh terhadap pembatasan sosial (social distancing) adalah untuk mengurangi penyebaran atau memutuskan penyebaran virus corona baik untuk rumah tangga maupun dunia usaha.”

Dalam upaya pembatasan sosial maka sejumlah program ekonomi pemerintah telah memastikan jaring pengaman ekonomi selama pandemik virus corona. Upaya itu difokuskan untuk pekerja informal dan pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Sejumlah program ekonomi itu antara lain, menambah penerima Program Keluarga Harapan dari Kementrian Sosial dari 9,2 juta menjadi 10 juta orang serta bantuan untuk PKH akan naik 25%. Kartu sembako, jumlah penerimanya juga dinaikkan dari 15,2 juta menjadi 20 juta orang. Nilainya naik 30%, dari 150 menjadi 200 ribu selama sembilan bulan ke depan. Kartu pekerja, anggarannya akan dinaikkan dari 10 Triliun menjadi 20 Triliun. Jumlah penerima manfaatnya menjadi 5,6 juta orang, terutama pekerja informal serta pelaku UMKM yang terdampak.

Upaya tersebut tak selalu berbanding lurus dengan pemahaman masyarakat pada cara pencegahan penyebaran COVID-19 yang salah satunya dengan membatasi interaksi sosial, bekerja di rumah untuk memutus mata rantai penyebaran virus ini.

Sebab hal ini akan berdampak bagi masyarakat di sektor nonformal yang menggantungkan hidup dari pendapatan harian. Seperti yang saya amati pada usaha-usaha kecil di berbagai tempat seperti warung makan yang berjualan di sekolah, warung kopi yang berdagang di kantin-kantin kampus pada perguruan tinggi, keuntungan atau pendapatan jenis usaha ini otomatis tidak ada pemasukan karena lembaga pendidikan formal untuk sementara ditutup.

Padahal di sisi lain mereka harus mencukupi kebutuhan dasar makan dan minum untuk keluarganya. Para tukang ojek, jasa penyewaan tenda pengantin, dan hiburan pesta pernikahan (larangan kerumunan), wisata malam kuliner ditutup serta pedagang keliling semuanya nyaris tak ada pemasukan.

Tentu ini akan berdampak kelangsungan hidup mereka atas berbagai keperluan sandang dan pangan serta pemerataan pendapatan keluarga.

Arah dari pembatasan sosial ini mengacu pada keterbatasan interaksi manusia yang berdampak pada framing positif dan negatif. Framing positifnya untuk mencegah penyebaran atau memutuskan rantai penyebaran virus corona. Sebaliknya akan berdampak pada keterbatasan laju usaha sektor nonformal.

Maka untuk memastikan agar upaya pembatasan sosial ini berjalan sesuai rencana, maka harus disandingkan dengan upaya tindakan sosial oleh masyarakat. Dampak pembatasan sosial ini khususnya pada usaha sektor nonformal secara sosiologi ekonomi akan menjadi ancaman tidak berkembangnya dan bahkan melumpuhkan usaha kewiraswastaan masyarakat serta tidak seiring dengan sektor formal. Padahal kedua sektor ini beriringan.

Berbagai penelitian dalam bidang ekonomi menunjukkan bahwa antara sektor formal dan nonformal saling ketergantungan. Ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal artinya hubungan antara kedua sektor ini menunjukkan sub ordinasi dan ketergantungan yang pertama kepada yang kedua.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah bentuk dari tindakan sosial sebagai kunci untuk memahami realitas sosial. Sebagai warga masyarakat, Indonesia tentunya harus terbuka dan mendukung upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani situasi saat ini. Berbagai bentuk tindakan sosial bagi masyarakat dengan situasi saat ini adalah dengan melakukan tindakan rasional yaitu sebuah tindakan yang dilakukan dengan pertimbangan untuk mencapai tujuan yang sudah dipikirkan oleh pemerintah.

Tindakan berorientasi nilai yaitu dengan pertimbangan nilai artinya setiap individu dalam kelompok masyarakat bertindak mengutamakan apa yang dianggap baik, lumrah atau benar dalam masyarakat, dan terakhir adalah tindakan tradisional yaitu sebuah tindakan yang mengutamakan tradisi, adat atau kebiasaan masayarakat sebagai pertimbangannya. (*)

KOMPAS.com – Berbagai persoalan selalu bermunculan dan dapat mengancam suatu negara, termasuk Indonesia. Salah satu ancaman yang kerap muncul dan harus diwaspadai adalah ancaman di bidang ekonomi.

Ancaman di bidang ekonomi di Indonesia berkaitan erat dengan globalisasi perekonomian. Adanya globalisasi ini menyebabkan penghapusan terhadap batasan dan hambatan terkait arus modal, barang dan jasa.

Di satu sisi, globalisasi membuka peluang bagi produk dalam negeri untuk bersaing di pasar global. Namun, sebaliknya, produk global juga dapat masuk ke dalam negeri dan menjadi ancaman bagi perekonomian Indonesia.

Ancaman-ancaman ini harus segera diatasi jika tidak ingin berdampak luas dan menghambat pertumbuhan Indonesia. Berikut beberapa kasus ancaman di bidang ekonomi di Indonesia.

Baca juga: Upaya Mengatasi Ancaman Integrasi Nasional di Berbagai Bidang

Video Rekomendasi

Pernyataan berikut yang tidak termasuk ancaman di bidang ekonomi adalah

Banjir barang impor

Kedatangan barang-barang impor akan menyebabkan semakin terdesaknya produk lokal, terutama tradisional. Akibatnya, barang-barang produksi lokal kalah bersaing.

Tak hanya itu, impor berlebihan juga dapat menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap produk luar. Akibatnya, produk dalam negeri tidak lagi diminati.

Contohnya, produk pakaian impor dan hasil pertanian yang semakin membanjiri pasar Indonesia dan dijual dengan harga murah. Banyak produk lokal yang akhirnya tidak laku karena dianggap lebih mahal.

Perekonomian yang dikuasai asing

Semakin mudahnya asing menamkan modal di Indonesia membuat perekonomian di negara ini juga dapat dengan mudah dikuasai.

Banyaknya proyek pembangunan nasional yang modalnya berasal dari asing menjadi ancaman bagi Indonesia. Tak hanya itu, banyak juga perusahaan dalam negeri yang sahamnya sebagian besar dimiliki asing.

Ini akan membuat Indonesia dijajah secara ekonomi oleh negara atau investor asing.

Baca juga: Kejagung Temukan Barang Impor yang Dicap sebagai Produk Dalam Negeri

Kesenjangan sosial

Persaingan bebas ekonomi akan mengakibatkan ada pihak yang kalah dan menang. Pelaku ekonomi yang menang akan menguasai pasar, sementara yang kalah tidak kebagian apa pun.

Perusahaan bermodal besar dapat dengan mudah memonopoli pasar, sedangkan pengusaha kecil dan menengah hanya menjadi penonton.

Akibatnya, timbul kesenjangan sosial yang tajam di masyarakat. Perusahaan besar semakin besar dan usaha kecil semakin kecil bahkan bisa bangkrut.

Pengangguran dan kemiskinan yang sulit dikendalikan

Pengangguran dan kemiskinan menjadi persoalan ekonomi yang tak kunjung usai. Terlebih dengan semakin derasnya arus globalisasi.

Sektor-sektor ekonomi rakyat yang diberikan subsidi semakin berkurang. Penyerapan tenaga kerja dengan pola padat karya semakin ditinggalkan. Angka pengangguran dan kemiskinan pun semakin susah dikendalikan.

Baca juga: Survei Indopol: Pemberantasan Korupsi, Pengangguran, dan Kemiskinan Jadi Rapor Merah Jokowi-Maruf

Kesempatan kerja yang semakin sempit

Kesempatan kerja yang semakin sempit menjadi ancaman yang belum dapat diatasi hingga kini.

Perekonomian yang dikuasai asing dan banjirnya barang impor menjadi salah satu penyebab kesempatan kerja semakin sempit. Tak hanya kesempatan kerja yang semakin sempit, pertumbuhan pendapatan nasional juga akan semakin lambat.

Korupsi yang merajalela

Berdasarkan data yang dirilis Transparency International Indonesia (TII), indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2021 berada di angka 38 pada skala 0-100.

Adapun angka 0 menunjukkan sangat korup, sedangkan 100 sangat bersih. Dengan IPK ini, Indonesia menempati peringkat 96 dari 180 negara.

Angka ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi ancaman serius di Indonesia. Para pemegang kekuasaan sering kali menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Kewenangan pun menjadi komoditas yang kerap diperdagangkan. Bahkan, celah korupsi bisa semakin lebar sebab jumlah anggaran pemerintah yang tersedia kini begitu besar.

Referensi:

  • Wahono, dan Abdul Atsar. 2019. Buku Ajar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Deepublish.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.