Pernyataan berikut yang bukan merupakan keutamaan aqiqah adalah

Jakarta -

Setiap anak dalam agama Islam, sunnah hukumnya aqiqah. Namun, terdapat perbedaan tata cara aqiqah anak perempuan dan laki-laki. Seperti apa?

Aqiqah sendiri sebutan untuk rambut yang berada di kepala si bayi ketika ia lahir. Sedangkan, berdasarkan istilah artinya sesuatu yang disembelih ketika menggundulkan kepala si bayi.

Baca juga: 7 Adab dan Tata Cara Memandikan Jenazah Beserta Doanya


Berikut hukum aqiqah dan qurban yang dirangkum detikcom:

1. Hukum

Berdasarkan kitab 'Hasyiyatus Syarqowi ala Thullab bi Syarhit Tahrir' oleh Syekh Syarqowi, hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Tetapi, menjadi wajib bila dinazarkan sebelumnya.

2. Tujuan

Aqiqah bertujuan untuk menghilangkan gangguan dari sang anak sehingga fisik dan akhlak tumbuh dengan baik. Selain itu, tujuan sedekah dalam hukum aqiqah bisa terlaksana.

Hal itu berdasarkan hadist riwayat Bukhari yang berbunyi:

Arab: عَنْ سَلْمَانَ بْنِ عَامِرٍ الضَّبِّىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَعَ الْغُلاَمِ عَقِيقَتُهُ فَأَهْرِيقُوا عَنْهُ دَمًا وَأَمِيطُوا عَنْهُ الأَذَى »

Artinya: Dari Salman bin 'Amir Adh Dhabbi, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqahi, maka sembelih lah (aqiqah) untuknya dan hilangkan gangguan darinya.'

3. Tata Cara

Tata cara aqiqah dilakukan pada hari ketujuh. Bila belum terlaksana karena beberapa uzur, bisa dilakukan pada kelipatan tujuh lainnya.

Proses penyembelihan disunnahkan ketika fajar menyingsing. Untuk syarat kambing, yakni dua untuk anak laki-laki dan satu untuk anak perempuan dengan kondisi sehat dan tidak ada cacat.

Baca juga: 8 Golongan Penerima Zakat, Ini Daftarnya



Diperbolehkan juga dengan mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki. Namun, bila waktu dianjurkan hukum aqiqah (hari ketujuh) keluarga dalam keadaan fakir, maka tidak diperintahkan untuk aqiqah.

Sedangkan, ketika waktu hukum aqiqah dalam keadaan berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi perintah bagi orang tuanya.

Baca juga: Cara Menebalkan Rambut yang Kuat dan Fleksibel Untuk Bebaskan Diri Lakukan Apapun

Alhasil, hukum aqiqah setelah dewasa menjadi gugur karena merupakan tanggung jawab orang tua dan bukan anak. Terlebih, hukum aqiqah berlaku saat memasuki waktu yang dianjurkan. (keadaan keluarga saat bayi berusia 7 hari)

Arab: فَاتَّقُوا اللّٰهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوْا وَاَطِيْعُوْا وَاَنْفِقُوْا خَيْرًا لِّاَنْفُسِكُمْۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَفْسِهٖ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

Latin: fattaqullāha mastaṭa'tum wasma'ụ wa aṭī'ụ wa anfiqụ khairal li`anfusikum, wa may yụqa syuḥḥa nafsihī fa ulā`ika humul-mufliḥụn

Artinya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah; dan infakkan lah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang-siapa dijaga dirinya dari kekikiran, mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Semoga hukum aqiqah di atas bisa kita amalkan ya!




(pay/erd)

tirto.id - Menjelang hari raya Idul Adha 1441 Hijriah yang jatuh pada 31 Juli 2020, ibadah kurban terkadang memantik pertanyaan sebagian orang. Misalnya, apabila ada orang yang belum diakikahkan orang tuanya, yang mana sebaiknya didahulukan: berakikah buat dirinya atau menyembelih hewan untuk kurban?

Secara umum, kurban dan akikah sama-sama dilaksanakan dengan menyembelih hewan. Namun, perkara akikah sendiri, pada muasalnya, ditekankan kepada orang tua, bukan anak, terutama pada bayi yang baru lahir, khususnya hari ketujuh selepas persalinan. Anjuran akikah tergambar dalam hadis Rasulullah SAW berikut:

مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌ

"Aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi," (H.R. Bukhari).

Namun, ketentuan akikah ini tidak hanya terlepas ketika anak berusia tujuh hari, melainkan diberi kelonggaran pengerjaannya kepada orang tua hingga anak sampai usia balig.

Untuk anak yang belum diakikahkan hingga selepas ia sampai umur balig, kesunahan akikah jatuh pada dirinya sendiri, demikian sebagaimana dilansir NU Online.

Oleh karena itu, seorang anak yang sudah dewasa atau telah akil balig tetap dianjurkan berakikah untuk dirinya sendiri, jika belum diakikahkan pada masa kecilnya.

Lalu, bagaimana jika ia ingin berkurban, tetapi belum berakikah?

Sebelum membahas jawaban atas pertanyaan tersebut, perlu diketahui perbedaan antara kurban dan akikah. Berikut perbedaan kurban dan akikah sebagaimana dikutip dari laman umm.ac.id dan sumber-sumber lainnya.

1. Pensyariatan Kurban dan Akikah

Kurban disyariatkan sebagai peringatan akan ketaatan Nabi Ibrahim AS atas perintah menyembelih anaknya sendiri, Ismail AS. Karena ketaatan Nabi Ibrahim itu, Allah SWT mengganti Ismail dengan seekor kambing. Ketentuan kurban lalu disyariatkan kembali kepada umat Nabi Muhammad SAW, melalui ajaran Islam.

Bagi umat Nabi Muhammad SAW, menyembelih hewan kurban pada saat Idul Adha dan tiga hari tasyriq hukumnya adalah sunah muakkadah atau sunah yang sangat dianjurkan. Perintah kurban juga tertuang dalam al-Qur'an, yakni dalam surah Al-Kautsar.

Nabi Muhammad SAW tak pernah meninggalkan ibadah kurban sejak ia disyariatkan sampai beliau wafat. Ketentuan kurban sebagai sunnah muakkad dikukuhkan oleh pendapat dari Imam Malik dan Imam Syafi'i.

Hukum akikah juga sunah muakkad, tetapi menjadi wajib kalau dinazarkan. Adapun pensyariatan akikah untuk menyambut kelahiran bayi, dasarnya adalah hadis berikut ini.

"Anak tergadai dengan akikahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, diberi nama dan dicukur rambut kepalanya," (H.R. Tirmidzi).

2. Jenis Hewan Kurban dan Akikah

Kendati sama-sama disyariatkan menyembelih hewan, tidak semua hewan kurban boleh dijadikan untuk akikah.

Buat qurban Iduladha, hewan yang disyariatkan untuk dikurbankan adalah kambing, sapi, domba, unta, dan kerbau.

Hewan ternak yang akan dikurbankan haruslah mencapai usia minimal yang sudah diatur syariat Islam. Misalnya untuk unta, minimal berumur lima tahun dan telah masuk tahun keenam. Sapi atau kerbau untuk kurban minimal berumur dua tahun dan telah masuk tahun ketiga.

Kemudian, kambing kurban jenis domba atau biri-biri harus berumur minimal satu tahun. Adapun kambing kurban jenis domba bisa berumur minimal enam bulan, jika yang berusia satu tahun sulit ditemukan. Sedangkan kambing biasa (bukan domba/biri-biri, semisal kambing jawa) minimal usia sudah satu tahun dan telah masuk tahun kedua.

Kemudian, hewan kurban juga tidak boleh dalam keadaan mengenaskan atau cacat. Misal, hewan buta salah satu matanya, atau hewan pincang salah satu kakinya, atau hewan sakit yang tampak jelas sehingga kurus dan dagingnya rusak, atau hewan sangat kurus, atau hewan yang terputus sebagian atau seluruh telinganya, atau hewan yang terputus sebagian maupun seluruh ekornya.

Sedangkan untuk akikah, hewan yang disembelih adalah kambing. Adapun persyaratannya sama dengan hewan kurban di atas. Untuk mengukur usianya, cukup dilihat apakah ia sudah berganti gigi atau belum. Jika sudah berganti gigi, maka kambing layak disembelihkan untuk akikah.

3. Waktu Penyembelihan

Perbedaan berikutnya adalah dari waktu penyembelihannya. Akikah disunahkan untuk dikerjakan, terutama pada hari ketujuh usai kelahiran anak, serta boleh pula pada saat waktu lain. Sedangkan kurban dilaksanakan setahun sekali pada tanggal 10, 11, 12, dan 13 Zulhijah.

4. Jumlah Hewan dan Pelaksanaannya

Dalam ibadah kurban, tidak dibatasi banyaknya hewan yang akan dikurbankan. Sedangkan, untuk akikah, terdapat ketentuannya. Bagi kelahiran bayi laki-laki, diperintahkan menyembelih dua ekor kambing. Sementara untuk akikah kelahiran bayi perempuan, dilakukan dengan menyembelih satu ekor kambing.

Kemudian, dalam hal jumlah pelaksanaan, akikah disyariatkan sunah untuk dilakukan hanya sekali seumur hidup.

Sementara ibadah kurban tidak dibatasi jumlah pelaksanaannya. Selama shohibul kurban (orang yang berkurban) mampu dan memiliki kelebihan harta, sunah baginya untuk melaksanakan ibadah tahunan itu. Penegasan ketentuan kurban bagi orang yang mampu ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:

"Barang siapa yang berkelapangan harta, namun tidak mau berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat salat kami," (H.R. Ibnu Majah).

Mana yang Harus Didahulukan, Kurban atau Akikah?

Bagaimana jika seseorang mau berkurban, tapi belum berakikah? Mana yang harus didahulukan antara kurban atau akikah?

Dalam artikel tanya-jawab berjudul "Aqiqah atau Kurban Dulu" yang ditulis oleh Maftukhan di NU Online, dinyatakan bahwa pendahuluan antara akikah atau kurban perlu dilihat momentum dan situasinya.

Apabila masa sudah memasuki bulan Zulhijah, serta menjelang hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik maka diutamakan untuk mendahulukan kurban daripada akikah.

Akan tetapi, jika ingin diniatkan untuk pahala kedua-duanya maka bisa mengikuti pendapat Imam Ramli (al-'Allamah Ar-Ramli), seperti pernah dituliskan oleh Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab al-Tausyih. Berdasarkan pendapat dari salah satu ulama besar di Mazhab Syafii itu, jika seseorang berniat menyembelih kambing untuk kurban sekaligus aqiqah, kedua-duanya dapat terealisasi.

Menurut Imam Ramli, pahala yang akan didapat bisa berlipat jika diniatkan keduanya. Akan tetapi, pendapat berbeda disampaikan Ibnu Hajar Al-Haitami. Hal ini dirujuk dari kitab Itsmidil Ain yang diterbitkan Darul Fikr.

"[Perkara] jika ada orang berniat melakukan akikah dan kurban [secara bersamaan], tidak [akan] berbuah pahala kecuali hanya salah satunya saja menurut Imam Ibnu Hajar [Al-Haitami], dan [bisa] berbuah pahala kedua-duanya menurut Imam Ramli," (Hlm. 127).

Baca juga:

  • Amalan & Keutamaan Bulan Dzulhijjah: Puasa, Kurban, Salat Iduladha
  • Tata Cara Puasa Sunah Sebelum Idul Adha dan Makna Hari Raya Kurban
  • Idul Adha 2020: Protokol Kesehatan Penyembelihan Kurban Versi MUI

Baca juga artikel terkait KURBAN atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates