Pengawetan makanan dengan suhu rendah bisa dilakukan dengan pengeringan yaitu dengan cara

Ilustrasi makanan rendah kalori (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Teknik pengawetan makanan telah digunakan sejak berabad-abad untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas. Bahan makanan alami seperti sayuran, buah, daging, ikan, susu, dan masih banyak lagi, bahan-bahan ini tak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama.

Teknik pengawetan makanan berguna untuk menghindari pembusukan dan memperpanjang waktu penyimpanan makanan. Teknik pengawetan makanan digunakan dengan cara menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan pembusukan makanan.

Teknik pengawetan makanan sudah diterapkan sejak lama dalam kehidupan manusia. Salah satu cara pengawetan yang paling tua di antaranya adalah pengeringan, pengasinan, dan fermentasi. Metode modern termasuk pengalengan, pasteurisasi, pembekuan, iradiasi, dan penambahan bahan kimia.

Teknik pengawetan makanan bisa dilakukan sendiri di rumah. Namun, ada juga teknik pengawetan makanan yang memerlukan teknologi seperti pemanasan pada suhu tertentu. Berikut 8 teknik pengawetan makanan yang berhasil Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (11/2/2020).

Ilustrasi makanan beku (sumber: iStock)

Pendinginan merupakan teknik pengawetan makanan yang paling mudah dan sering dilakukan. Pendinginan atau pembekuan makanan dilakukan untuk menurunkan suhu agar menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Penghambatan ini mencegah makanan membusuk dan basi.

Pendinginan bisa dilakukan menggunakan lemari es atau pembeku, Makanan-makanan yang biasa mengalami proses pendinginan adalah daging dan olahannya, buah, sayuran, susu. 

Gambar ilustrasi

Teknik pemanasan diterapkan pada bahan makanan padat dan cair. Proses pemanasan bertujuan untuk mematikan atau mencegah perkembangan mikroorganisme yang membusukkan makanan. Pemanasan makanan adalah cara yang efektif untuk mengawetkan makanan karena sebagian besar patogen berbahaya terbunuh pada suhu dekat dengan titik didih air.

Dalam hal ini, memanaskan makanan adalah bentuk pengawetan makanan yang sebanding dengan pembekuan tetapi jauh lebih unggul efektivitasnya. Salah satu teknik pemanasan yang paling populer adalah pasteurisasi. Bahan yang biasa dipasteurisasi adalah susu, telur, madu, anggur, jus buah, dan cuka sari apel.

Ilustraasi foto Liputan6

Pengalengan adalah proses menerapkan panas ke makanan yang disegel dalam tabung untuk menghancurkan mikroorganisme yang dapat menyebabkan pembusukan makanan. Makanan kemudian dikemas dalam kaleng.

Teknik ini menggabungkan proses kimia dan fisika untuk mendapatkan hasil makanan yang lebih tahan lama. Makanan yang biasa dikalengkan meliputi sayur, buah, makanan laut, dan susu.

Gambar ilustrasi

Pengasapan dilakukan dengan meletakkan makanan di suatu tempat lalu diasapi dari bawah tanpa mendekatkannya dengan api. Sebelum diasapi, daging atau ikan biasa direndam dengan air garam, namun ada pula yang langsung diasapi. Makanan harus dijaga agar seluruh bagian makanan terkena asap.

Teknik ini akan mengeringkan makanan dan membuatnya lebih awet karena mikroorganisme tak dapat berkembang di dalamnya. Makanan yang biasa diasapkan adalah daging dan ikan.

Ilustrasi buah kering - kismis (iStockphoto)

Pengeringan dilakukan untuk mengeluarkan air dengan cara penguapan. Pengeringan biasa dilakukan dengan penjemuran di bawah sinar matahari, aplikasi udara panas, atau melalui permukaan yang terpanaskan.

Pengeringan menghambat pertumbuhan bakteri, ragi, dan jamur melalui pembuangan air. Bahan makanan yang biasa dikeringkan seperti ikan, buah, sayur, dan daging.

Ilustraasi foto Liputan6

Pengasinan atau penggaraman adalah metode mengawetkan makanan yang lebih umum sebelum pendinginan modern. Pengasinan menjaga makanan dengan menarik air keluar dari makanan, mencegah bakteri tumbuh dan merusak makanan. Makanan yang biasa diasinkan seperti daging, ikan, telur, dan buah-buahan.

Alasan mengapa garam adalah pengawet yang efektif adalah karena garam mengeluarkan kelembaban dari makanan. Makanan cenderung rusak karena kelembaban yang menyebabkan mikroorganisme merusak makanan. Ketika sesuatu seperti daging terpapar garam dalam jumlah yang tepat, sekitar 20% salinitas, garam mulai menarik uap air dari sel tidak hanya pada makanan tetapi juga bakteri yang ada dalam makanan.

Gambar ilustrasi

Pemanisan adalah metode pengawetan makanan yang mirip dengan pengasinan. Makanan dikeringkan terlebih dahulu dan kemudian dikemas dengan gula. Gula ini bisa berupa kristal dalam bentuk meja atau gula mentah, atau bisa berupa cairan dengan kepadatan gula tinggi seperti madu, sirup, atau molase.

Gula juga digunakan dalam pengalengan dan pembekuan buah-buahan untuk meningkatkan rasa, tekstur, dan mempertahankan warna dan bentuk alami. Makanan yang sering dimaniskan adalah buah dan sayuran.

Gambar ilustrasi

Fermentasi adalah proses alami di mana mikroorganisme seperti ragi dan bakteri mengubah karbohidrat seperti pati dan gula menjadi alkohol atau asam. Alkohol atau asam bertindak sebagai pengawet alami dan memberikan rasa khas dan kekenyalan pada makanan yang difermentasi.

Fermentasi juga mendorong pertumbuhan bakteri menguntungkan, yang dikenal sebagai probiotik. Makanan fermentasi banyak ditemui seperti tape, kimchi, yogurt, kefir, anggur, keju, dan masih banyak lagi.

Pengawetan cara phisis adalah salah satu metode pengawetan makanan tanpa menggunakan bahan kimia. Diantaranya adalah pengeringan, pengawetan dengan sushu tinggi dan pengawetan dengan suhu rendah.

Adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.

Macam-macam Pengeringan :

  1. Pengeringan dengan sinar matahari
  2. Pengeringan dengan alat pengering buatan (Artificial Dryer)

Terbagi dalam 3 golongan :

  1. Alat pengering langsung (direct dryer).

Pemindahan panas langsung dari udara panas kepada zat yang akan dikeringkan. Uap    yang terjadi langsung bercampur dengan medium pengering.

  1. Alat pengering tak langsung (indirect dryer)

Panas berhubungan dengan zat melalui medium padat. Uap yang terjadi dikeluarkan      secara terpisah dari medium pengering.

  1. Alat pengering infra merah (infra red dryer)

Daya pengeringan tergantung dari absorpsi atau trasmisi infra merah.

  1. Pengawetan Makanan Dengan Suhu Tinggi

Berarti membebaskan bahan dari semua mikroba, biasanya pada 121 oC selama 15 menit Jumlah panas harus dihitung à tidak merusak mutu makanan.

Adalah perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah, dibawah titik didih air.

Pasteurisasi dilakukan dalam hal :

  1. Jika makanan akan rusak pada temperatur tinggi dan waktu lama, misal susu.
  2. Untuk mematikan mikroorganisme yang menyebabkan perubahan dari makanan, misalnya ragi dalam sari buah-buahan.
  3. Mematikan mikroorganisme yang mengganggu untuk disusul dengan pemberian mikroorganisme. lain yang dikehendaki, misal yoghurt.

Pasteurisasi harus diikuti cara pengawetan lain seperti

pendinginan, penambahan gula konsentrasi tinggi atau bahan   kimia.

Adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran untuk menginaktifkan enzim-enzim di dalam bahan pangan tersebut.

Biasanya dilakukan pada suhu 82 – 93 oC selama 3-5 menit.

  1. Pengawetan Makanan Dengan Suhu Rendah

Ada 2 macam, yaitu Pendinginan (cooling): -2 sampai 10 oC dan Pembekuan (freezing) : -12 sampai – 24 oC

Pada prinsipnya pengawetan cara phisis hanya menggunakan perlakuan, yaitu dengan cara menghilangkan sebagian air, pemanasan untuk mematikan mikroorganisme, dan pendinginan atau pembekuan untuk mencegah perkembangbiakan mikroorganisme.

Elis Rumini 2021

Prakarya dan Kewirausahaan 117 Informasi untuk Guru Pada bagian ini, siswa akan dijelaskan tentang cara-cara pengawetan yang secara umum terbagi atas 4 cara: pengawetan dengan suhu rendah, pengawetan dengan suhu tinggi, pengawetan dengan pengeringan, dan pengawetan dengan bahan kimia. Di bawah ini cara-cara pengawetan dijelaskan secara detail sebagai informa- si untuk guru. Informasi ini dapat disampaikan kepada siswa sebagai pengayaan dari materi yang ada di buku siswa tentang cara-cara pengawetan. Cara-Cara Pengawetan Secara umum, bahan hasil pertanian setelah dipanen akan mudah mengalami kerusakan sehingga terjadi penurunan mutu. Untuk menjaga kualitas bahan pangan dan produknya bahan pangan tersebut perlu dilakukan pengolahan dan pengawetan. Akan dibahas beberapa metode pengawetan pangan dengan cara menonaktifkan, menghambat, dan mencegah faktor-faktor penyebab kerusakan pangan. Setiap metode pengawetan pangan hanya efektif selama mekanisme pengawetannya tepat dan sesuai. Bahan pangan hasil pertanian masing-masing mempunyai sifat yang berbeda, yaitu sifat-sifat yang terkandung secara alami yang penting untuk diketahui untuk digunakan sebagai dasar saat proses penanganan dan pengolahan. Dengan mengetahui sifat setiap bahan pangan, diharapkan proses penanganan dan pengolahan akan tepat dan sesuai. Beberapa metode untuk pengawetan bahan pangan adalah seperti di bawah ini.

1. Pengawetan dengan Suhu Rendah

Saat orang tua di rumah menyimpan makanan atau minuman pangan dalam lemari pendingin, baik di refrigerator maupun di freezer, itu adalah salah satu proses usaha untuk mengawetkan agar pangan yang ada menjadi lebih awet atau bisa disimpan lebih lama. Suhu rendah didefinisikan sebagai suhu di bawah suhu udara normal tetapi masih di atas suhu beku. Umumnya, yang dimaksud dengan suhu rendah ini berkisar antara -2 oC sampai 8 oC. Pada dasarnya, penurunan mutu produk pangan melibatkan dua sistem, yaitu sistem kimia dan biokimia produk itu sendiri dan sistem mikroorganisme yang mengontaminasinya. Kedua sistem ini sama-sama beraktivitas dan akan memengaruhi mutu akhir produk. Pada umumnya, proses respirasi akan berlangsung terus setelah bahan dipanen. Respirasi ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan kemudian membusuk. Berlangsungnya metabolisme jaringan-jaringan hidup seperti buah-buahan dan sayur-sayuran terbatas pada kisaran suhu tertentu. Suhu di mana metabolisme tersebut berlangsung dengan sempurna disebut suhu optimum. Pada suhu yang lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu optimum ini, metabolisme akan berjalan lebih lambat atau malahan dapat terhenti sama sekali pada suhu yang terlalu tinggi. Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 118 Aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme juga sangat bergantung pada suhu. Karena itu, suhu penanganan dan penyimpanan mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan pertumbuhan dan penyebaran mikroorganisme tersebut. Umumnya, makin rendah suhu akan menyebabkan makin rendah pula laju pertumbuhan mikroorganisme, atau bahkan dapat menghentikan proses pertumbuhannya. Berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan keru- sakan, misalnya Rhizopus, akan menjadi statis pada suhu sekitar 5 oC. Organisme yang lain, umumnya masih tetap tumbuh pada suhu penyimpanan sekitar 0 oC, tetapi dengan laju yang sangat lambat. Pendinginan tidak dapat membunuh mikroba tetapi hanya menghambat pertumbuhannya. Oleh karena itu, setiap bahan pangan yang akan didinginkan harus dibersihkan terlebih dahulu. Dengan membaca uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat digunakan untuk mengurangi laju perubahan kimiabiokimia dan aktivitas mikroorganisme sehingga mampu mempertahankan keawetan produk pangan segar maupun olahan. Cara pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam, yaitu pendinginan cooling dan pembekuan freezing. Pendinginan adalah penyim- panan bahan pangan di atas suhu pembekuan yaitu -2 sampai +10 oC. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai suhu 5-8 oC. Meskipun air murni mem- beku pada suhu 0 oC, tetapi beberapa makanan ada yang tidak membeku sampai suhu -2 oC atau di bawahnya. Hal ini terutama disebabkan oleh pengaruh kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut. 160 Kelas X SMASMKMAMAK Semester 1 Dengan mengetahui sifat setiap bahan pangan, diharapkan proses penanganan dan pengolahan akan tepat dan sesuai. Beberapa metode untuk pengawetan bahan pangan adalah sebagai berikut.

1. Pengawetan dengan Suhu Rendah

Salah satu proses usaha untuk mengawetkan adalah dengan menyimpan bahan makanan di dalam lemari pendingin yaitu kulkas atau freezer pembeku. Lemari pendingin memiliki suhu yang rendah. Umumnya yang dimaksud dengan suhu rendah ini berkisar antara -2 C sampai 8 C. Cara pengawetan pangan dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu pendi- nginan cooling dan pembekuan freezing. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es pada umumnya mencapai suhu 5 sampai 8 C atau -2 sampai 8 C. Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24 C. Pembekuan cepat quick freezing dilakukan pada suhu -24 sampai -40 C. P engolahan Gambar 4.3 Lemari pendingin Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Prakarya dan Kewirausahaan 119 Pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pem- bekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12 sampai -24 oC. Pembekuan cepat quick freezing dilakukan pada suhu -24 sampai -40 oC. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu bergantung pada macam bahan pangannya. Pembekuan dapat men- gawetkan bahan pangan untuk beberapa bulan atau kadang-kadang beberapa tahun. Buah-buahan dan sayur-sayuran juga memerlukan suhu penyimpanan tertentu. Suhu di mana produk mempunyai keawetan yang paling lama disebut dengan suhu optimum. Jika penyimpanan dilakukan di bawah suhu optimum buah-buahan dan sayur-sayuran akan mengalami kerusakan fisik yang sering disebut chilling injury. Apabila penyimpanan dilakukan di atas suhu optimum, tidak akan meng- hasilkan keawetan yang maksimum. Praktik penyimpanan dengan mempertim- bangkan suhu optimum umum dipraktikkan oleh industri pangan. Proses Pengajaran Proses Pengajaran diberi- kan melalui paparan guru, diskusi, dan pembuatan Tugas 3. Pada Tugas 3 akan diketahui kerusakan chilling injury karena penyimpanan di bawah suhu optimum. 162 Kelas X SMASMKMAMAK Semester 1 -40 C. P engolahan Tugas 3 Kerusakan Bahan Makanan akibat Chilling Injury disimpan di tempat yang terlalu dingin Tujuan: Siswa mengetahui kerusakan chilling injury karena menyimpan buah pada suhu di bawah suhu optimum. Bahan dan Alat: 1. Buah pisang jangan dikupas 2. Lemari pendingin kulkas Langkah kerja: 1. Siapkan pisang. 2. Masukkan dalam lemari pendingin suhu 4 C. 3. Amati setiap dua hari selama 8 hari. 4. Catat kerusakan yang terjadi. Contoh Lembar Kerja Tugas 3. Pengamatan Chilling Injury Nama : Jenis buah : Pisang Suhu : 4 C Waktu percobaan : 9 – 17 September 2014 No. Tanggal Catatan Pengamatan 1. 9 September 2014 Percobaan dimulai 2. 11 September 2014 Terdapat area kecokelatan pada sebagian kecil permukaan kulit pisang 3. 13 September 2014 4. 15 September 2014 5. 17 September 2014 Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 120 Informasi untuk Guru Teknologi Pengawetan dengan Suhu Tinggi Pengawetan dengan suhu panas sebenarnya sudah lama digunakan, sejak manusia dikenalkan dengan istilah memasak. Saat seorang ibu memasak, misalnya merebus atau menggoreng suatu bahan makanan, sebenarnya ibu tersebut sedang melakukan proses pengawetan dengan suhu panas. Tetapi, seringkali ibu-ibu tidak mengeta- hui batasan pemanasan yang mereka lakukan terhadap makanannya. Karena jika pemanasannya tidak tepat, akan banyak nilai gizi yang hilang dari makanan yang dimasak tersebut. Pemanasan yang baik adalah pemanassan secukupnya. Jika pun nilai gizinya berkurang, diusahakan seminimal mungkin. Secara industri, proses pengawetan makanan menjadi sangat berkembang dengan ditemukannya proses pengalengan makanan yang dapat memperpanjang masa simpan produk pangan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Beberapa keuntungan dari proses pema- nasan atau pemasakan ini adalah: 1. terbentuknya tekstur dan cita rasa khas dan disukai; 2. rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi misalnya inhibitor tripsin pada produk leguminosa; 3. meningkatnya ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan kabohidrat; 4. terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan; menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan. Adapun kerugian yang mungkin diakibatkan oleh proses pemanasan ini antara lain adalah adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu umumnya yang berkaitan dengan mutu organoleptik, seperti warna, tekstur, dll., terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Berdasarkan kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, proses pemanasan dapat dibagi dalam dua kelom- pok besar, yaitu proses pasteurisasi dan sterilisasi. Bakteri yang berbahaya bagi kesehatan manusia yang paling tahan panas dan dapat ditemukan di dalam makanan terutama yang dikalengkan dalam kondisi anaerobik adalah Clostridium botulinum. Akan tetapi, di dalam kaleng tersebut juga mungkin terdapat spora bakteri nonpatogen, tetapi dapat menyebabkan kebusukan bahan. Bakteri tersebut mempunyai daya tahan panas lebih besar dari Cl. botuli- num, misalnya bakteri PA 3679 Putrefactive Anaerob dan Bacillus stearothermophi- lus FS 1518. Kedua bakteri ini dijadikan target untuk proses sterilisasi. Karena pemanasan yang cukup untuk mematikan bakteri-bakteri tersebut, maka Cl botuli- num dan bakteri-bakteri pathogen lainnya juga akan mati. Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Prakarya dan Kewirausahaan 121 Jumlah bakteri yang mati oleh panas dapat digambarkan sebagai kurva yang bersifat logaritmik, seperti terlihat pada Gambar 3.6. berikut ini. Harga D1 adalah waktu di dalam menit pada suhu tertentu T oF yang dibutuh- kan untuk membunuh 90 persen dari jumlah populasi mikroba yang ada. Jadi, nilai DT menunjukkan berkurangnya jumlah populasi mikroba yang masih hidup sebanyak 1 satuan log 1 log cycle. Pada waktu t1 jumlah mikroba misalnya 102. Maka pada waktu t2, sisa mikroba yang tinggal adalah 101. Jadi, mikroba yang mati adalah 90 atau sama dengan 90 persen dari jumlah mikroba pada t1. Harga DT mikroba menunjukkan daya tahan dari mikroba terhadap panas pada suhu tertentu T oF. Makin tinggi harga D, mikrokba tersebut makin tahan panas. Sebagai contoh misalnya jika suatu makanan di dalam kaleng mengandung mikroba sebanyak 1 juta 106 dan menerima panas selama 5 harga D, mikroba yang tinggal adalah 101. Jika mula-mula terdapat 100 kaleng dalam keadaan yang sama seperti di atas di dalam suatu retor, dipanaskan selama 7 harga D, dari semua kaleng tersebut yang mengandung mikroba sejumlah 108, yang masih hidup hanya 10 mikroba. Seluruh mikroba dalam 100 kaleng, berarti bahwa tiap kaleng mengandung 10-1 mikroba. Hal ini berarti kemungkinan adanya mikroba adalah 1 dari 10 kaleng atau 10 dari setiap 100 kaleng yang dapat menjadi busuk, sedang- kan sisanya 90 kaleng steril. Untuk sterilisasi bahan pangan yang berasam rendah yaitu yang mempunyai pH di atas 4,5 biasanya digunakan pemanasan selama 12 D 12 D concept yang ditujukan terhadap spora Cl. botulinum. Dengan konsep 12 D ini, berarti kemungk- inan terjadinya kebusukan karena Cl. botulinum diperkecil sampai 11012. Ini berarti setiap 1012 kaleng hanya 1 yang kemungkinan akan busuk oleh Cl. Botulinum. Bahan makanan yang sangat asam atau pH di bawah 4,5, biasanya digunakan pemanasan selama 5 D suhu 250 oF atau kadang-kadang cukup dengan pema- nasan pada suhu 212 oF 100 oC atau kurang selama beberapa menit. 1 2 3 4 10 100 1000 10000 100000 D = 1 menit Ju m la h s p o ra h id u p Lama pemanasan menit Gambar 3.6 Pola kematian mikroba terhadap lama pemanasan Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 122 Dua faktor yang harus diperhatikan dalam pengawetan dengan panas yaitu : 1 jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan mikroba pathogen dan 2 jumlah panas yang digunakan tidak boleh menye- babkan penurunan gizi dan cita rasa makanan. Jumlah panas yang diberikan dalam proses pengolahan pangan tidak boleh lebih dari jumlah minimal panas yang dibutuhkan untuk membunuh mikroba yang dimaksud. Dalam proses pemanasan, ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu jika suhu yang digunakan rendah, waktu pemanasan harus lebih lama, sedangkan jika suhu tinggi, waktu pemanasan singkat. Sebagai contoh misalnya jumlah panas yang diterima bahan jika kita memanaskan selama 10 jam di dalam air mendidih 100 oC kira-kira sama dengan memanaskan bahan tersebut selama 20 menit pada suhu 121 oC. a. Sterilisasi Istilah sterilisasi berarti membebaskan bahan dari semua mikroba. Karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas, sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi, misalnya 121oC 250 oF selama 15 menit. Pada makanan dikenal istilah sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap seba- gian besar pangan di dalam kaleng atau botol. Makanan yang steril secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun toksin dalam makanan tersebut telah dimatikan, juga semua mikroba pembu- suk. Dengan demikian, maka produk pangan yang telah mengalami sterilisasi akan mempunyai daya awet yang tinggi; beberapa bulan sampai beberapa tahun.

b. Pasteurisasi Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang relatif cukup rendah

umumya dilakukan di bawah 100 oC dengan tujuan untuk mengurangi popu- lasi mikroorganisme pembusuk sehingga bahan pangan yang dipasteurisasi tersebut akan mempunyai daya awet beberapa hari misalnya produk susu pasteurisasi sampai beberapa bulan misalnya produk sari buah pateurisasi. Walaupun proses ini hanya mampu membunuh sebagian populasi mikro- organisme, namun pasteurisasi ini sering diaplikasikan terutama jika dikhawa- tirkan bahwa penggunaan panas yang lebih tinggi akan menyebabkan terja- dinya kerusakan mutu misalnya pada susu. Tujuan utama proses pemanasan hanyalah untuk membunuh mikroorganisme patogen penyebab penyakit; misalnya pada susu atau inaktivasi enzim-enzim yang dapat merusak mutu misalnya pada sari buah. Oleh karena itu, harus diketahui terlebih dahulu bahwa mikroorganisme penyebab kebusukan yang utama adalah mikro- organisme yang sensitif terhadap panas misalnya khamirragi pada sari buah. Dengan demikian, secara umum proses pasteurisasi dapat mengawetkan Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Prakarya dan Kewirausahaan 123 produk pangan, tetapi hanya sedikit menyebabkan perubahanpenurunan mutu gizi dan organoleptik. Keampuhan proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan pada proses pasteurisasi bergantung pada beberapa karakteristik bahan pangan, terutama oleh nilai pH. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut ini, kondisi dan tujuan pasteurisasi dari beberapa produk dapat berbeda-beda. Dengan demikian hasil pasteurisasi misalnya susu, masih mengandung mikroba hidup dalam jumlah beberapa ribu per ml atau per gram, tetapi proses pasteurisasi telah membunuh semua mikroba yang patogen. Karena itu makanan yang dipasteurisasi tidak dapat menyebabkan penyakit, tetapi hanya mempunyai masa simpan yang terbatas disebabkan mikroba nonpatogen dan pembusuk masih ada dan dapat berkembang biak. Oleh karena itu pasteurisasi biasanya disertai dengan cara pengawetan lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Tabel 3.6 Kondisi dan Tujuan Pasteurisasi dari Beberapa Produk Pangan. Jenis Produk Pangan Tujuan Utama Pasteurisasi Tujuan Sampingan Ikutan Kondisi Minimum Proses Pasteurisasi pH 4.5 Sari buah Inaktivasi enzim pektinesterase dan poligalakturonase Membunuh mikroorganisme kapang dan khamir 65 0C selama 30 menit; 77 0C selama 1 menit; 88 0C selama 15 detik. Bir Membunuh mikroorganisme pembusuk khamir, Lactobacillus sp. dan sisa khamir yang ditambahkan pada proses fermentasi Saccharomyces sp. - 65 68 0C selama 20 menit dalam botol; 72-75 0C selama 1-4 menit pada tekanan 900-1.000 kPa - Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK 124

c. “Blanching”

Blanching adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap buah-buahan dan sayur-sayuran untuk menginaktifkan enzim-enzim ada di dalam bahan pangan tersebut, di antaranya adalah enzim katalase dan peroksi- dase yang merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas di dalam sayur-sayuran. Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan karena pembekuan tidak dapat menghambat keaktifan enzim dengan sempurna. Bergantung pada panas yang diberikan, blanching juga dapat mematikan beberapa mikroba. Blanching biasanya dilakukan pada suhu 82-93 oC selama 3-5 menit.

d. Sterilisasi Produk secara Sinambung Proses Aseptis

Pada prinsipnya, proses sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai kombinasi suhu dan waktu. Jika digunakan suhu yang lebih tinggi, waktu sterilisasinya makin pendek. Diketahui bahwa kombinasi suhu yang lebih tinggi dan waktu pndek ini dapat memberikan keuntungan berupa mutu produk yang lebih baik. Karena itulah, muncul konsep sterilisasi High Temperatur Short Time HTST dan Ultra High Temperature UHT. Pada kondisi ini, sterilisasi dilakukan pada suhu 130-145 oC hanya dalam beberapa detik saja. Karena itu, diperlukan peralatan pemanasan yang mampu mencapai suhu tersebut dan sekaligus secara cepat mampu mendinginkannya kembali dalam waktu relatif cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan dengan relatif mudah jika proses pemanasan dan pendinginan Jenis Produk Pangan Tujuan Utama Pasteurisasi Tujuan sampingan ikutan Kondisi minimum proses pasteurisasi pH 4.5 Susu Membunuh Mikroorganisme patogen Brucella abortis, Mycobbacterium tuberculosis, Coxiella burnettii Membunuh mikroorganisme pembusuk dan beberapa enzim 63 0C selama 30 menit; 71,5 0C selama 15 detik Telur cair Membunuh mikroorganisme pathogen Salmonella sp. Membunuh mikroorganisme pembusuk 64.4 oC, 2,5 menit; 60 oC selama 3.5 menit Es krim Membunuh mikroorganisme pathogen Membunuh mikroorganisme pembusuk 65 oC selama 30 menit; 71 oC selama 10 menit; 80 oC selama 15 detik. Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Prakarya dan Kewirausahaan 125 dilakukan sebelum makanan tersebut dikemas. Sterilisasi ini umumnya dilakukan untuk produk pangan yang berbentuk cairan, seperti susu cair dan sari buah, dengan menggunakan alat penukar panas yang dilakukan secara sinambung. Pada sistem aseptik ini, dilakukan proses sterilisasi produk pangan dan bahan pengemas wadah secara terpisah. Pengisisan produk dilakukan setelah wadah dan produk terlebih dahulu disterilisasikan sehingga untuk mempertahankan sterilitas produk dan wadah, proses pengisian harus dilakukan pada ruangan yang steril. Karena itulah, proses pengisian dan pengemasan dengan cara ini disebut sebagai proses pengemasan aseptik, karena memang diperlukan kondisi yang aseptik. Secara skematis, proses ini diilustrasikan pada Gambar 3.8. Produk kemasan aseptik ini banyak diproduksi di Indonesia, terutama untuk produk-produk minuman, seperti susu cair, sari buah, dan teh. Produk-produk susu steril yang tahan simpan di suhu ruang telah lama diproduksi dengan teknik pengemasan aseptik ini. Adanya produk susu steril dalam kemasan asep- tik ini telah menyebabkan penduduk di daerah terpencil yang tidak mempunyai lemari es, masih mungkin menyimpan susu dengan baik, karena susu steril tidak memerlukan penyimpanan dengan suhu rendah. Selain produk-produk susu steril; produk dalam kemasan aseptik yang lain antara lain adalah produk-produk teh dalam kotak, sari bua dalam kotak, air dalam kotak.

3. Pengeringan