Pembuatan hasil karya celup ikat dapat memberikan kesan seolah olah kerajinan seperti

1 BATIK IKAT CELUP PERMATA BUNDA (PARANG KALIURANG) HARGOBINANGUN SLEMAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh: Midiah Astuti NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI KERAJINAN JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014

2 ii

3 iii

4 iv

5 MOTTO Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi pencapaian kecemerlangan hidup yang diidamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagalan (Mario Teguh) v

6 PERSEMBAHAN Kedua orang tuaku Triono dan Pariyem, Terimakasih saya ucapkan dengan penuh hormat dan cinta kasih kepada kalian bapak dan ibuku, yang telah banyak sekali berkorban, yang telah banyak sekali berjuang, yang telah banyak sekali menitikan air mata untuk ku, kalian adalah hidupku. Terimakasih karna kalian selalu memanjatkan harapan dan do a untuk ku yang hingga saat ini belum bisa berguna dan berbuat apa-apa untuk kalian. Saya sangat mencintai kalian. vi

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Alloh SWT. Berkat rahmat, hidayah dan inayah-nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar sarjana. Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu saya menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, Prof. Dr. Zamzani, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, dan Bapak Drs. Mardiyatmo, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa. Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn. sebagai Koordinator Program Studi Pendidikan Seni Kerajinan. Ismadi, S.Pd., M.A. sebagai penguji utama dan Dr. Iswahyudi, M.Hum yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan kepada saya. Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada pembimbing, yaitu Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn. yang penuh kesabaran, kearifan, dan bijaksanaan telah memberikan bimbingan, arahan dan dorongan yang tidak henti-hentinya disela-sela kesibukannya. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Menuk Sayekti dan batik parang Kaliurang permata bunda atas kerja samanya dalam proses penelitian Tugas Akhir Skripsi ini. Ibu bapak, dan keluarga besar di Lampung, adik Puji Susanti, Usup Kancleng, Suranto, S.T., Irwan Maolana Yusup, dan teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang selalu memberikan do a dan dukungannya. Penulis sadar sepenuhnya apabila dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna. Mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya. Yogyakarta, Maret 2014 Penulis, Midiah Astuti vii

8 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv MOTTO... v PERSEMBAHAN... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Fokus Permasalahan... 5 C. Tujuan Penelitin... 5 D. Manfaat Penelitian... 5 BAB II KAJIAN TEORI... 7 A. Deskripsi Teori Batik Ikat Celup Teknik Pembuatan Ikat Celup Unsur-unsur Desain B. Penelitian yang Relevan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Data dan Sumber Data C. Teknik Pengumpulan Data Teknik Observasi viii

9 2. Teknik Wawancara Teknik Dokumentasi D. Instrumen Penelitian Pedoman Wawancara Pedoman Observasi Pedoman Dokumentasi E. Teknik Pemeriksaan dan Keabsahan Data F. Teknik Analisis Data Reduksi Data Penyajian Data Menarik Kesimpulan Atau Verifikasi BAB IV KERAJINAN BATIK IKAT CELUP PERMATA BUNDA (PARANG KALIURANG) HARGOBINANGUN SLEMAN DITINJAU DARI PROSES, MOTIF, DAN WARNANYA A. Setting Lokasi B. Proses Pembuatan Batik Ikat Celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) Alat dan Bahan yang Digunakan Proses Pembuatan Batik Ikat Celup Motif Parang Bunga Proses Pembuatan Batik Ikat Celup Motif Wiru Jumputan C. Motif Batik Ikat Celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) D. Warna Batik Ikat Celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 : Jarum Jahit Gambar 2 : Benang Jahit Gambar 3 : Karet Gelang Gambar 4 : Dingklik Gambar 5 : Ember Gambar 6 : Kuas Gambar 7 : Gunting Gambar 8 : Pensil Gambar 9 : Panci Atau Dandang Besar Gambar 10 : Mori Gambar 11 : Sutera Gambar 12 : Krikil, Batu Gambar 13 : Seri Warna Pada Pewarnaan Naphtol Gambar 14 : Motif Gegetan Gambar 15 : Motif Belah Ketupat Gambar 16 : Motif Tritik Gambar 17 : Motif Bintang Tritik Gambar 18 : Garis Pertolongan Pada Kain Mori Gambar 19 : Pola Motif Beraturan Dengan Jarak Sama Gambar 20 : Pola Motif Beraturan Selang Seling Gambar 21 : Pola Motif Bebas Dengan Kombinasi Bentuk Besar Kecil. 40 Gambar 22 : Peta Lokasi Penelitian Gambar 23 : Papan Nama Sanggar Pendidikan Keterampilan dan Wisata Membatik Perusahaan Batik Permata Bunda Gambar 24 : Sanggar Pendidikan Keterampilan dan Perusahaan Batik Permata Bunda Gambar 25 : Batik Parang Kaliurang x

11 Gambar 26 : Tropi Lomba Desain Batik Sleman Gambar 27 : Ember Gambar 28 : Kaos Tangan Gambar 29 : Dingklik Gambar 30 : Timbangan Warna Gambar 31 : Biji Kacang Hijau dan Biji Jagung Gambar 32 : Tali Rafia Gambar 33 : Plastik Gambar 34 : Benang Jahit Gambar 35 : Kain Mori Gambar 36 : Pewarnaan Sintetis atau Naphtol Gambar 37 : Desain Gambar 38 : Pola Gambar 39 : Memindahkan Pola Ke Kain Gambar 40 : Menjelujur Gambar 41 : Menjumput Gambar 42 : Biji Kacang Hijua dan Biji Jagung Gambar 43 : Larutan TRO Gambar 44 : Pewarnaan Naphtol Gambar 45 : Kain Ditiriskan Gambar 46 : Larutan Garam Gambar 47 : Membilas Gambar 48 : Membuka Tali Jumputan Gambar 49 : Merendam Dengan Air Panas Gambar 50 : Desain Gambar 51 : Pola Gambar 52 : Memindahkan Pola Ke Kain Gambar 53 : Merempel Gambar 54 : Menjumput Gambar 55 : Biji Jagung Gambar 56 : Larutan TRO xi

12 Gambar 57 : Pewarnaan Naphtol Gambar 58 : Kain Ditiriskan Gambar 59 : Larutan Garam Gambar 60 : Membilas Gambar 61 : Meletakan Kain yang Akan Diwarnai Gambar 62 : Pelarutan Warna Naphtol Gambar 63 : Membangkitkan Warna Dengan Larutan Garam Gambar 64 : Mencuci Gambar 65 : Membuka Tali Gambar 66 : Merendam Dengan Air Panas Gambar 67 : Pola Parang Bunga Gambar 68 : Detail Unsur Utama Motif Parang Bunga Gambar 69 : Detail Unsur Tambahan Motif Parang Bunga Gambar 70 : Pola Wiru Jumputan Gambar 71 : Detail Unsur Utama Motif Wiru Jumputan Gambar 72 : Detail Unsur Tambahan Motif Wiru Jumputan Gambar 73 : Pola Bunga Jumputan Gambar 74 : Detail Unsur Utama Motif Bunga Jumputan Gambar 75 : Detail Unsur Tambahan Motif Bunga Jumputan Gambar 76 : Pola Tritik Gambar 77 : Detail Unsur Utama Motif Tritik Gambar 78 : Pola Gradasi Matahari Gambar 79 : Detail Unsur Utama Motif Gradasi Matahari Gambar 80 : Detail Unsur Tambahan Motif Gradasi Matahari Gambar 81 : Pola Wiru Bunga Gambar 82 : Detail Unsur Utama Motif Wiru Bunga Gambar 83 : Detail Unsur Tambahan Motif Wiru Bunga Gambar 84 : Batik Parang Bunga Gambar 85 : Batik Wiru Jumputan Gambar 86 : Batik Bunga Jumputan Gambar 87 : Batik Tritik xii

13 Gambar 88 : Batik Gradasi Matahari Gambar 89 : Batik Wiru Bunga xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian : Glosarium : Pedoman Observasi : Pedoman Wawancara : Pedoman Dokumentasi xiv

15 BATIK IKAT CELUP PERMATA BUNDA (PARANG KALIURANG) HARGOBINANGUN SLEMAN Oleh Midiah Astuti NIM ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan batik ikat celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) Hargobinangun, Sleman ditinjau dari proses, motif, dan warnanya. Jenis penelitian adalah kualitatif. Data dalam penelitian berupa kata-kata dan tindakan yang diperoleh dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti sendiri dengan dibantu pedoman observasi, dokumentasi, dan wawancara. Alat bantu penelitian yang digunakan berupa kamera digital, dan peralatan tulis. Keabsahan data diperoleh dengan teknik triangulasi. Teknik analisis data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan (1).Proses pembuatan batik ikat celup motif parang bunga diawali dari membuat desain, pembuatan pola, memindahkan pola ke kain, menjelujur, menjumput, dan pewarnaan menggunakan teknik celup. Sedangkan proses pembuatan batik ikat celup motif wiru jumputan diawali dari membuat desain, pembuatan pola, memindahkan pola ke kain, merempel, dan menjumput. Untuk membentuk tekstur motifnya yaitu menggunakan material biji kacang hijau dan biji jagung yang di bungkus ke kain lalu diikat dan pewarnaannya menggunakan tehnik celup dan teknik semprot. (2).Motif yang ada di Permata Bunda ide dasar penciptaannya dari tumbuh-tmbuhan terdiri dari daun, bunga, biji-bijian, dan juga batu-batuan yang ada di sekitarnya. Bentuk motif yang dihasilkan di Permata Bunda diantaranya motif parang bunga, motif wiru jumputan, motif bunga jumputan, motif tritik, dan motif wiru bunga, menggunakan sistem jelujur dan teknik jumput. (3).Warna yang diterapkan pada batik ikat celup Permata Bunda menggunakan pewarna sintetis yaitu napthol. Warna tersebut sering digunakan karena warna yang dihasilkan lebih cerah, seperti warna merah yang mempunyai karakter semangat dalam hidup, warna biru yang memberikan kedamaian, warna kuning memberikan warna gembira dan coklat memberikan kesan dan bijaksana, sedangkan warna orange memberi dorongan yang kuat. Kata kunci: batik ikat celup, Permata Bunda xv

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik adalah sejenis kain yang dibuat khusus dengan menggunakan motifmotif yang khas, yang langsung dikenali masyarakat umum. Pada masa lampau batik banyak dipakai oleh orang Indonesia di daerah Jawa itu pun terbatas pada golongan ningrat Kraton, artinya tidak sembarang orang boleh mengenakan batik, terutama pada motif-motif tertentu yang ditetapkan sebagai motif larangan bagi kalangan luas. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2007: 167) batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerapkan malam pada kain kemudian pengolahannya diproses secara tertentu, atau biasa dikenal dengan kain batik. Batik kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia khususnya Jawa sejak lama. Sedangkan Menurut Asti Musman (2011: 3) mengatakan bahwa: cantinglah yang merupakan salah satu sebab tingginya mutu kesenian kain batik Indonesia yang memperlihatkan keindahan yang sama pada sebelah luar maupun sebelah dalam. Menurut Rini Ningsih (2013: 55) dalam pembuatan batik, dikenal ada empat cara, yaitu dengan cara ditulis menggunakan canting atau biasa disebut batik tulis, dicetak dengan cap atau disebut batik cap, dicetak dengan screen atau disebut batik sablon atau batik printing, dan diikat dengan tali atau benang dinamakan batik ikat celup atau jumputan. Teknik ikat celup dalam bahasa Afrika adalah adire, dalam bahasa India bandhana, dan dalam bahasa Jepang adalah 1

17 2 shibiro. Istilah tersebut sudah digunakan selama berabad-abad untuk menggunakan cara membuat desain pada kain, yang disebut seni ubar ikat atau ikat celup atau jumputan. Pada proses pembuatan motif ini, kain dijumput pada beberapa bagian tertentu, kemudian diikat dengan karet atau tali lalu dicelup. Kain akan menyerap warna kecuali kecuali bagian-bagian yang diikat, dengan demikian terbentuklah pola-pola pada kain. Seni ikat celup atau jumputan merupakan salah satu cara untuk mencegah terserapnya zat warna oleh bagian-bagian yang diikat. Menurut sejarah, teknik celup ikat berasal dari Tiongkok, teknik ini kemudian berkembang sampai ke India dan wilayah-wilayah Nusantara. Teknik celup ikat diperkenalkan ke Nusantara oleh orang-orang melalui misi perdagangan, teknik ini mendapat perhatian besar terutama karena keindahan ragam hiasnya dalam rangkaian warna yang menawan. Penggunaan teknik celup ikat ini antara lain di Sumatera, khususnya Palembang, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Umumnya teknik yang dilakukan di tiap daerah dan Negara memiliki kesamaan, yaitu menggunakan alat-alat seperti tali, rafia, jarum, benang dan zat pewarna. Bahan yang digunakan untuk teknik ikat celup ini antara lain, mori, katun, rayon, sutera, atau sintetis (Mila Karmila, 2010: 2). Ikat celup adalah suatu proses pewarnaan dengan teknik ikat celup rintang menggunakan tali, artinya zat warna yang diserap oleh kain dirintangi dengan menggunakan kelereng atau kerikil sehingga membentuk suatu motif. Proses pembuatan batik jumputan sendiri pada dasarnya hampir sama dengan batik tulis, yaitu dengan memberi warna-warna tertentu pada kain dan proses pewarnaannya dilakukan secara berulang-ulang, jika pada batik tulis proses perintangan

18 3 warnanya adalah malam yang ditulis dengan canting, maka pada batik ikat celup yang digunakan sebagai printang warna adalah tali rafia, karet, benang, maupun potongan-potongan bambu kecil yang diikatkan pada kain. Batik ikat celup memiliki nilai tersendiri. Keanggunan corak dan warna yang timbul tergantung pada bahan baku kain, cara, kreasi, dan zat warna yang dipergunakan. Batik yang proses pengerjaannya dilakukan secara mengikat bagian kain yang akan diberi corak-corak tertentu dan menggunakan alat sejenis pengikat dan biji-bijian. Pengertian desain dalam jumputan dapat diartikan sebagai corak gambar yang terbentuk pada bidang kain akibat dari rintangan warna, secara jahitan, atau secara ikatan sesuai dengan pola yang diinginkan. Pada fariasi jarak yang dibuat berbeda, antara (2-2mm, 1-2mm, 2-3mm, 3-3mm). Selain ikatan untuk mendapat fariasi motif biasanya ditambah atau dipergunakan jenis biji-bijian atau benda lain seperti kacang hijau, kedelai, padi, dan manik-manik. Pada umumnya motif yang ada pada motif ikat celup berupa gelang, lingkaran-lingkaran kecil, kotak-kotak, geometris, bergelombang, garis lurus, dan zig-zag. Salah satu dari hasil yang menyangkut batik ikat celup adalah Desa Hargobinangun Desa yang terletak tidak jauh dari pusat rekreasi taman Kaliurang yang lebih tepatnya lagi berada di Kaliurang Selatan, Kaliurang terdapat beragam potensi yang dimilikinya saat ini, beberapa potensi di antaranya adalah potensi lereng Merapi yaitu berupa hasil pertanian dan pangan lokal Kaliurang juga kaya akan berbagai produk kerajinan, diantaranya bermacam produk kerajinan dan souvenir. Ditampilkan pula produk khusus hasil produksi masyarakat lereng Merapi seperti kaos bergambar Merapi dan juga produk kerajinan batik jumput

19 4 Kaliurang yang motifnya khas dari kaliurang. Salah satunya yaitu di Hargobinangun Kaliurang Selatan terdapat industri Batik Parang Permata Bunda. Batik permata bunda merupakan salah satu produsen batik paling populer di wilayah Kaliurang khususnya Sleman. Banyak jenis kain batik yang ada di Sleman. Mulai batik tulis, cap, printing, dan lain sebagainya. Tetapi masih ada satu jenis lain yang jarang dijumpai yakni batik ikat celup, cara pembuatannya berbeda, tanpa menggunakan malam. Proses pembuatan batik ini menggunakan benang, karet, atau biji-bijian sebagai perintang. Sehingga hasil batik setelah pewarnaan tidak serapi menggunakan perintang lilin malam. Kini batik yang dijuluki Batik Permata Bunda ini sangat terkenal di Yogyakarta nama dari Permata Bunda sendiri diambil dari suatu kelompok atau lembaga pemasyarakatan yang dibangun setelah bencana gunung berapi terjadi, pada saat itulah Menuk Sayekti beserta masyarakat terutama ibu-ibu Desa Hargobinangun memulai usahanya di bidang batik ikat celup dengan berbagai macam motif diantaranya motif parang, motif bunga, motif wiru jumputan, motif wajik, motif dedaunan, motif tritik, motif gedek dan pewarnaan yang menarik dan unik. Hasil wawancara dengan Menuk Sayekti, (25 Februari 2013). Peneliti bermaksud melakukan penelitian agar kesenian batik atau kesenian tradisional yang lainnya menjadi lebih dikenal di kalangan masyarakat umum, terutama mereka yang berkecimpung dalam bidang batik. Batik jumputan juga memiliki beraneka ragam motif tergantung dengan bagaimana kita menggunakan pengikat atau menggunakan alat untuk menimbulkan corak-corak jumput pada kain tersebut. Selain memiliki motif yang bermacam-macam, batik

20 5 ikat celup sendiri memiliki dua teknik dalam proses pembuatannya, yaitu dengan teknik ikatan dan teknik jaitan. Hal ini sangat menarik untuk dikaji lebih jauh dalam bentuk skripsi yang dipaparkan lebih lanjut. B. Fokus Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dan luasnya masalah batik maka penelitian ini difokuskan pada proses, motif, dan warna Batik Ikat Celup, Permata Bunda, (Parang Kaliurang) Hargobinangun, Sleman. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang 1. Mendeskripsikan proses pembuatan kerajinan batik ikat celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) Hargobinangun 2. Mendeskripsikan motif batik ikat celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) Hargobinangun 3. Mendeskripsikan warna kerajinan batik ikat celup Permata Bunda (Parang Kaliurang) Hargobinangun D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian yang akan penulis lakukan adalah : 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai Batik Ikat Celup, Permata Bunda, (Parang Kaliurang) Hargobinangun,

21 6 2. Secara Praktis a. Bagi Peneliti Bagi peneliti sendiri, penelitian ini memberikan pengalaman dan ilmu yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai Batik Ikat Celup Permata Bunda, (Parang Kaliurang) Hargobinangun, b. Bagi Pengrajin Batik Penelitian ini agar dapat memberikan inspirasi dan manfaat yang baik bagi kita dan bagi generasi penerus yang akan datang. Pada dasarnya penelitian ini juga karena batik ikat celup yang sedikit tertinggal dibandingkan dengan batik tradisional, dan juga memberikan informasi yang baru mengenai proses pembuatan batik ikat celup yang benar dan dapat merawat kualitas dari batik tersebut. Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan dapat memperkaya khasanah kajian ilmiah dibidang seni kerajinan batik khususnya bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Kerajianan FBS UNY maupun masyarakat luas.

22 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Batik Ikat Celup Batik menggunakan teknik tutup celup yang sudah dikenal diberbagai belahan dunia, bahkan hampir semuanya memakai istilah batik. Batik Indonesia, terutama batik Jawa memiliki keunggulan pada desain dan komposisi warnanya yang sangat kaya. Karya itu sudah diwujudkan secara turun temurun sehingga menjadi tradisi masyarakat Indonesia (Asti Musman, 2011: 2). Menurut Anita Chairul (2013: 83), batik adalah sehelai kain yang dibuat secara tradisional yang di dalamnya terkandung doa, harapan tuntunan, dan tatanan dalam kehidupan manusia. Hamzuri (1994: VI), menegaskan kembali bahwa batik adalah lukisan atau gambar pada mori (kain berkolin) yang dibuat dengan menggunakan alat bernama canting atau kuas, membatik menghasilkan barang batikan berupa macam-macam motif dan mempunyai sifat-sifat khusus dengan melalui proses pelilinan, pewarnaan, pelorodan (menghilangkan lilin), sedangkan batik ikat celup sendiri adalah batik yang akan diberi corak-corak tertentu dan menggunakan alat sejenis pengikat dan sejenis biji-bijian. Pengertian desain dalam pembuatan batik ikat celup dapat diartikan sebagai corak gambar yang terbentuk pada bidang kain akibat rintangan warna, secara jahitan, atau secara ikatan sesuai pola yang diinginkan. Cara ini umumnya digunakan untuk pembuatan kain ikat celup dimana motif yang timbul adalah akibat perintangan warna oleh benang-benang atau 7

23 8 bahan lain yang dijahitkan pada kain, pada fariasi jarak yang berbeda (2-2 mm, 1-2mm, 2-3mm, 3-3mm). Kalau pada kain ikat celup pewarnaan dilakukan secara celup dan colet, pembentukkan motif dengan cara ini merupakan teknik perintangan warna pada kain untuk mendapatkan efek gambar tertentu dengan menggunakan pengikat seperti tali, rafia, karet, benang tebal. Kain yang dibuat dengan cara ikatan rintang biasa juga disebut jumputan. Kata jumputan berasal dari bahasa Jawa. Menjumput berarti memungut atau mengambil dengan semua ujung jari tangan. Cara pembutan kain jumputan sangat sederhana dan mudah dilakukan karena tidak menggunakan lilin dan canting (Rini Ningsih, 2001: 4). Selain ikatan untuk mendapat fariasi motif biasa ditambah atau dipergunakan jenis biji-bijian atau benda lain seperti kacang hijau, kacang kedelai, padi, dan manik-manik. Batik ikat celup juga memiliki beraneka ragam motif tergantung dengan berbagai mana kita menggunakan pengikat atau menggunakan alat untuk menimbulkan corak-corak jumput pada kain tersebut. Menurut sejarah teknik ikat celup berasal dari Tiongkok, teknik ini kemudian berkembang sampai ke India kemudian ke wilayah-wilayah Nusantara. Teknik ikat celup diperkenalkan oleh orang India melalui misi perdagangan, teknik ini mendapat perhatian besar terutama karena ragam keindahannya dalam rangkaian warna-warni yang menawan. Penggunaan teknik celup antara lain di Sumatra, Kalimantan Selatan, Jawa, dan Bali. Rahmat Dwiyanto, dalam bukunya berjudul Mengenal Batik Jumputan dan Sejarahnya (1992: 120) menjelaskan. Batik jumputan adalah suatu proses pewarnaan dengan teknik celup rintang, artinya zat warna yang diserap oleh kain dirintangi dengan bahan atau alat sehingga mencorak motif batik jumputan pada dasarnya hampir sama dengan batik tulis, adalah sebuah karya seni, hasil dari kerajinan

24 9 tangan pada kanvas berupa kain hasil dari proses pewarnaan dari celup rintang, jika pada batik tulis proses perintangan warna adalah malam yang ditulis dengan canting, maka batik jumputan yang dipergunakan sebagai perintang warna adalah tali, karet, dan benang. Batik ikat celup memiliki nilai seni tersendiri. Keunggulan corak dan warna sangat dipengaruhi oleh keterampilan pengrajin. Batik dapat berkembang di Indonesia bahkan mulai dikenal di luar negeri, proses pembuatan batik memang berbeda-beda dan mempunyai ciri tertentu karena keindahannya dan ketelitiannya serta keunikannya, sehingga banyak dikagumi orang Asing. Di sini yang akan diperkenalkan adalah batik jumputan, batik ikat celup adalah batik yang dikerjakan dengan cara ikat celup, diikat dengan tali dan dicelup dengan warna. Batik ini tidak menggunakan malam tetapi kainnya diikat atau dijahit dan dikerutkan dengan menggunakan tali. Tali berfungsi sama dengan halnya malam yakni untuk menutup bagian yang tidak terkena warna. Teknik ikat celup diperkenalkan oleh orang India melalui misi perdagangan, teknik ini mendapat perhatian besar terutama karena ragam keindahannya dalam rangkaian warnawarni yang menawan. 2. Teknik Pembuatan Batik Ikat Celup Menurut Aji Sarwanto (1988: 165), mengatakan bahwa pengertian desain dalam pembuatan jumputan dapat diartikan sebagai corak gambar yang terbentuk pada bidang kain akibat dari rintangan warna, secara jahitan dan secara ikatan sesuai dengan pola yang diinginkan.

25 10 a. Cara pembuatan motif dengan jahitan Cara ini umumnya digunakan untuk pembuatan kain kritik dan dimana motif yang timbul adalah akibat perintangan warna oleh benang-benang atau bahan lain yang dijahitkan pada kain, pada fariasi jarak yang berbeda (2-2mm, 1-2mm, 2-3mm, 3-3mm). Dikatakan kritik karena motifnya berupa titik-tiktik yang membentuk corak gambar tertentu, kalau pada kain dan jumputan pewarnaan dilakukan secara celup dan colet. Cara membuat perintangan pada kain: 1) Bahan dipola 2) Dijahit dengan variasi jarak tertentu 3) Kain dirapatkan sehingga membentuk kerutan-kerutan yang dilakukan setiap panjang 10 cm, untuk menghindari putus benang, dengan cara menarik benang jahitnya. b. Cara pembentukan motif dengan ikatan Pembentukan motif dengan cara ini merupakan teknik perintangan warna pada kain untuk mendapatkan efek gambar tertentu dengan menggunakan pengikat seperti: tali, rafia, karet, benang tebal, dan lain sebagainya. Kain yang dibuat dengan cara ikatan rintang biasa juga disebut kain jumputan. Selain ikatan untuk mendapat fariasi motif biasa ditambah atau dipergunakan jenis biji-bijian atau benda lain seperti: kacang hijau, kacang kedelai, padi dan manik-manik.

26 11 Teknik ikatan dasar terdiri dari: 1) Ikatan tunggal 2) Ikatan ganda 3) Ikatan silang Untuk teknik ikatan tunggal bahan yang diberi motif jumputan pengikatnya dilakukan menggunakan tali raffia, nylon, karet, benang tebal sebanyak satu ikatan. Dengan catatan jenis benang atau bahan pengikat tidak sama dengan jenis kainnya. Seni batik tetap subur di Indonesia, dikenal oleh lapisan masyarakat, bila kita bandingkan batik yang kita kenal sekarang dengan batik puluhan tahun yang lalu, tidak begitu banyak perubahan, baik dari bahan, cara maupun coraknya. Sifat inilah yang menyebabkan seni batik mudah dipelajari dari generasi ke generasi. a. Alat dan Bahan Dalam Proses Pembuatan Batik Ikat Celup 1) Alat Alat merupakan suatu benda yang gunanya untuk mengerjakan sesuatu, bisa juga disebut dengan perkakas atau peralatan. Sedangkan bahan sendiri merupakan suatu pelengkap untuk membuat sesuatu, oleh karena itu alat dan bahan tidak dapat dipisahkan. Menurut Rini Ningsih (2001: 4), untuk menciptakan suatu karya seni kerajinan tidak lepas dari alat dan bahan yang akan digunakan. Sedangkan untuk membuat kerajinan ikat celup ini, maka alat dan bahan yang digunakan adalah sebagai berikut:

27 12 a) Jarum jahit Jarum jahit digunakan untuk menjahit motif-motif yang diinginkan, jarum jahit yang digunakan juga harus yang memiliki lubang jarum yang besar, supaya benang dan tali yang lain dapat masuk pada lubang tersebut. b) Benang jahit Gambar 1: Jarum Jahit (Sumber: Rini Ningsih, 2001: 4) Benang bertujuan untuk mengikat kain agar kain tidak kemasukan warna pada saat proses pewarnaan berlangsung. Benang yang digunakan sebaiknya benang yang tebal dan kuat seperti benang sintetis, benang jeans, dan benang sepatu agar pada saat pewarnaan benang tersebut tidak putus dan rapuh.

28 13 Gambar 2: Benang Jahit (Sumber: diakses 6 Desember 2013) c) Karet Gelang biji-bijian. Karet digunakan untuk membuat motif dan membantuk untuk mengikat d) Dingklik Gambar 3: Karet Gelang (Sumber: Rini Ningsih, 2001: 5) jumputan Dingklik atau tempat duduk yaitu untuk duduk pada saat pembuatan batik

29 14 Gambar 4: Dingklik (Sumber: Rina Pandan, 2013: 44) e) Ember Digunakan untuk melarutkan warna-warna tertentu agar mempermudah pada saat mewarna kain Gambar 5: Ember (Sumber: diakses 6 Desember 2013)

30 15 f) Kuas Kuas untuk membatik seharusnya menggunkan kuas yang tahan terhadap panas, berfungsi untuk mencolet warana atau menutup permukaan kain yang tidak harus terkena warna lain. g) Gunting Gambar 6: Kuas (Sumber: Rini Ningsih, 2001: 6) Gunting yaitu berfungsi untuk memotong kain, tali, benang, dan karet. Gambar 7: Gunting (Sumber: Rini Ningsih, 2001: 7)

31 16 h) Pensil Pensil yaitu alat untuk menggambar pola i) Panci atau dandang besar Gambar 8: Pensil (Sumber: Rini Ningsih, 2001: 8) Digunakan untuk mendidihkan air yang akan digunakan untuk pelarutan warna yang menggunakan air panas. Gambar 9: Panci Atau Dandang Besar (Sumber: diakses 6 Desember 2013)

32 17 2) Bahan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 114) bahan adalah barang yang akan dibuat menjadi suatu benda. Bahan merupakan faktor yang penting dalam proses pembuatan batik ikat celup, sebab tanpa adanya bahan proses pembuatan tidak akan terlaksana. Adapun bahan yang diperlukan untuk membuat batik ikat celup antara lain: a) Kain Kain adalah salah satu bahan yang digunaan untuk membuat batik, diantaranya batik ikat celup menggunakan kain. Adapun jenis-jenis kain yang digunakan dalam pembuatan batik ikat celup tersebut antara lain: a. Mori Dilihat dari bahan dasarannya, kain mori berasal dari katun (buah kapas), sutera asli atau sutera tiruan (Susanto, 1980: 53). Kain mori dari katun lebih umum digunakan untuk proses batik ikat celup. Berdasarkan kehalusannya, kain mori yang paling halus terdiri dari mori primissima dan mori prima. Sedangkan mori yang golongan sederhana yaitu mori biru dan blaco. Dari beberapa bahan mori (katun) yang selama ini dipakai bahan batik, di dalam penerapannya untuk bahan busana mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan yang dimiliki oleh kain mori (katun) yaitu mempunyai daya serap yang tinggi terhadap cairan dan berfungsi sebagai penghantar yang baik dari pengaruh cuaca dalam pemakaiannya. Kelemahan yang dimiliki kain mori mempunyai sifat mudah kusut yang mudah terserang bakteri, sehingga mengakibatkan kain cepat rusak.

33 18 Gambar 10: Mori (Sumber: Rina Pandan, 2013: 47) b. Sutera Selain mori, pembuatan batik jumputan bisa juga menggunakan sutra atau sutera adalah serat protein alami yang dapat ditenun menjadi textil. Jenis sutra yang paling umum adalah sutra dari kepongpong yang dihasilkan larva ulat sutra murbei (Bombyx mori) yang diternak (peternakan ulat itu disebut serikultur) sehingga memudahkan proses pengikat dan pencelupan. Sutra berstruktur mulus, lembut namun tidak licin, rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membuat kain sutra dapat membiaskan cahaya dari sudut.

34 19 Gambar 11: Sutera (Sumber: Dokumentasi Rina Pandan, 2013: 48) Ada juga beberapa jenis kain yang yang sifatnya tidak cocok untuk proses batik ikat celup, diantaranya kain dari benang rayon atau kain yang memiliki permukaan yang terlalu licin, kain yang terlalu kaku atau keras, atau tidak memiliki daya serap yang memadai. b) Krikil, batu. Adalah alat yang digunakan sebagai pembatas atau penunjang pembuatan motif pada saat dilakukan proses pengikatan atau penjahitan kain

35 20 Gambar 12: Krikil, Batu (Sumber: diakses 6 Desember 2013) c) Pewarna Pewarna bertujuan untuk memberi warna pada kain batik sehingga menghasilkan suatu warna yang baik. Proses pewarnaan dapat dilakukan dengan cara celupan, coletan, dan kuasan. Gambar 13: Seri Warna Pada Pewarnaan Napthol (Sumber: Dokumentasi Rina Pandan, 2013: 50)

36 21 b. Proses Dalam Pembuatan Batik Ikat Celup Membatik dengan proses sederhana dapat dilakukan dengan teknik ikat celup atau biasa disebut jumputan. Proses batik ikat celup ini dikerjakan dengan peralatan dan dan cara kerja yang sangat sederhana tetapi hasilnya tidak kalah dengan batik tulis dan batik cap. Berikut akan dijelaskan secara singkat proses kerja dari batik ikat celup (Rahmat Dwiyanto, (1992: 5). a) Proses persiapan yaitu menyiapkan kain yang akan diproses ikat celup b) Ikat bagian-bagian yang akan dikehendaki, dengan karet gelang, rafia, atau bahan lainnya agar warna tidak masuk pada bagian yang diikat tersebut. c) Memasak air sampai mendidih lalu pewarnaan dimasukkan ke dalam panci dan tambahkan garam dua sendok, kemudian diaduk-aduk sampai rata. d) Kain yang diikat tadi dicelupkan ke air dingin terlebih dahulu, lalu diperas dan dimasukkan ke dalam larutan warna hingga terbenam seluruhnya serta dibolak-balik e) Setelah menit, kain diangkat dan dibiarkan menjadi dingin. Setelah dingin kemudian dicuci dengan air bersih agar warna yang masih melekat pada kain tersebut benar-benar bersih. f) Langkah selanjutnya yaitu ikatan-ikatan dibuka dan terbentuklah motif, motif pada hasil ikatan tersebut. g) Pekerjaan terakhir yaitu kain dijemur pada tempat yang teduh sampai kering.

37 22 3. Unsur-unsur Desain Desain adalah pola rancangan yang menjadi dasar pembuatan suatu benda buatan (Sipahelut, 1991: 9). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 319) ditegaskan desain berarti kerangka, bentuk atau rancangan. Secara etimologis kata desain berasal dari kata design (Itali) yang artinya gambar (Sachari, 2002: 2). Sedangkan dalam bahasa latin berasal dari kata designare, yang artinya membuat suatu rancangan berupa gambar atau sketsa yang melibatkan unsur-unsur visual seperti garis, bentuk, tekstur, warna, dan nilai (Prawira, 2003: 5). Suhersono (2005: 11) juga menyatakan hal yang senada, bahwa desain adalah penataan atau penyususan berbagai garis, bentuk, warna, dan figur yang diciptakan agar mengandung nilai-nilai keindahan. Selain itu Sachari (2002: 2) menyatakan bahwa: Dalam dunia seni rupa di Indonesia, kata desain sering kali dipadankan dengan reka bentuk, reka rupa, tata rupa, perupaan, anggitan, rancangan, rancang bangun, gagas rekayasa, perencanaan, kerangka, sketsa ide, gambar, busana, hasil ketrampilan, karya kerajinan, kriya, teknik presentasi, penggayaan, komunikasi rupa, denah, lay out, ruang (interior), benda yang bagus pemecahan masalah rupa, seni rupa, susunan rupa, tata bentuk, tata warna, ukiran, motif, ornamen, grafis, dekorasi, sebagai kata benda) atau menata, mengkomposisi, merancang, merencana, menghias, memadu, menyusun, mencipta, berkreasi, menghayal, merenung, menggambar, meniru gambar, menjiplak gamabar, melukiskan, menginstalasi, menyajikan karya, (sebagai kata kerja), dan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan merancang dalam arti luas. Desain merupakan susunan garis atau bentuk yang menyempurnakan rencana kerja seni dengan memberi penekanan khusus pada aspek proporsi, struktur, dan keindahan secara terpadu (Sachari, 2002: 8). Bruce Archer (dalam Sachari, 2002: 4-6) juga mengemukakan definisi desain, desain merupakan kebutuhan manusia dalam berbagai bidang pengalaman, keahlian dan

38 23 pengetahuannya yang mencerminkan perhatian pada apresiasi dan adaptasi terhadap sekelilingnya, terutama yang berhubungan dengan bentuk, komposisi arti, nilai, dan berbagai tujuan benda buatan manusia. Lingkup desain dapat dikatakan hampir tidak terbatas, melingkupi aspek semua yang memungkinkan untuk dipecahkan oleh profesi ini. Namun, Sachari (2002: 2) menyatakan bahwa terdapat wilayah profesi yang tegas terdiri dari desain produk (industrial design), desain grafis (graphic design), desain interior (interior design), dan desain tekstil (textile design) jika mengacu kepada perkembangan internasional. Beberapa pendapat yang telah mendefinisikan desain melalui sudut pandangnya tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa desain adalah rancangan gambar yang tersusun atas garis, tekstur, bentuk, dan warna, (unsur rupa) yang tersusun dalam suatu komposisi dan proporsi yang diperhatikan keindahannya untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan dalam menciptakan suatu karya. a. Unsur-Unsur Rupa Menurut Irawan (2013: 10) unsur-unsur rupa terdiri dari beberapa bagian, yaitu garis, arah, bidan, ukuran, tekstur, nada, khroma, dan warna. 1) Garis Dalam seni batik garis mempunyai peranan sebagai garis yang kehadirannya sekedar memberi tanda, garis sebagai lambang, dan garis sebagai simbol ekspresi dari ungkapan seniman. Garis-garis non geometrik yang bersifat tak resmi dan cukup luwes, lemah-gemulai. Lembut acak-acakan, yang semuanya tergantung pada intensitas pembuat garis saat itu.

39 24 Menurut Sipahelut (1991: 25) ada bermacam-macam sifat garis, antara lain lurus datar, lurus tegak, diagonal, lengkung, mendatar, lengkung tegak, lengkung diagonal, lurus terputus-purus, lengkung terputus-putus, bergelombang, bergerigi, dan kusut, apabila diperhatikan, maka akan terasa bahwa macam-macam garis tersebut dapat menimbulkan kesan yang berbeda-beda. Kalau lurus atau lengkungnya itu menunjukkan sifat garis, maka kesannya terhadap perasaan disebut sebagai watak garis. Jika dari sebuah titik ditarik akan menjadi garis. Demikian pula jika titik dijajar rapat akan menghasilkan garis. Di dalam motif batik, titik menduduki peran yang penting. Titik banyak digunakan dalam pembuatan motif batik contohnya: unsur titik dalam motif parang, unsur titik dalam motif kawung, dan unsur titik dalam motif ceplok. Untuk memperindah batik Pajimatan Giriloyo pola keseluruhan baik ornamen pokok maupun ornamen pengisi diberi hiasan yang berupa titik-titik, gabungan titik dan garis yang disebut dengan isen. Biasanya isen dalam seni batik mempunyai bentuk dan nama tertentu, sedang jumlahnya banyak sekali. 2) Arah Di dalam suatu perancangan atau desain arah berperan untuk memberikan kesan gerak dan irama. Tujuan utama dari arah gerak ini adalah agar gerakan maupun irama yang terjadi tetap membentuk suatu kesatuan dan tidak keluar dari bidang gambar. Dalam mencapai sebuah komposisi gerak dan irama, terdapat dua macam penerapan, yaitu arah komplementer dan arah gelang-gelang. Arah komplementer adalah arah yang berlawanan, sedangkan arah gelang-gelang

40 25 adalah arah yang bergerak seolah-olah memutar mengelilingi suatu pusat (Irawan, 2013: 20). 3) Shape (bangun) Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah kontur (garis) dan dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap terang pada arsiran atau karena adanya tekstur (Kartika, 2004: 41). Menurut Kartika ( 2004: 42) shape (bangun) yang terjadi meliputi shape yang menyerupai wujud alam (figure) dan shape yang tidak sama sekali menyerupai alam (figur) dan shape yang tidak sama sekali menyerupai wujud alam (non figur) keduanya akan terjadi menurut kemampuan mengolah objek, di dalam mengolah objek akan terjadi perubahan wujud sesuai dengan selera maupun latar belakang seniman. Kartika (2004: 42-43) menyebutkan bahwa perubahan wujud tersebut meliputi stilasi, distorsi, transformasi, dan disformasi, stilasi merupakan cara penggambaran dengan cara menggayakan setiap kontur pada objek atau benda untuk mencapai bentuk keindahan, distorsi merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapaian karakter dengan mengangkatkan wujud-wujud tertentu pada benda atau objek yang digambar, trasformasi merupakan penggambaran bentuk yang menekankan pada pencapain karakter dengan cara memindahkan wujud atau figur dari objek lain ke objek yang digambar dan diformasi merupakan penggambaran bentuk dengan cara mengubah bentuk objek tersebut dengan hanya sebagaian yang mewakili atau mengambil unsur tertentu yang mewakili karakter.

41 26 4) Texture Teksture (textur) adalah unsur rupa yang menunjukkan rasa permukaan sebagai usaha untuk memberikan rasa tertentu pada permukaan bidang pada bentuk karya seni rupa secara nyata atau semu (Kartika, 2004: 47-48). Sedangkan Sipahelut (1991: 31) menerangkan bahwa tekstur dapat mempengaruhi penampilan benda, baik secara visual (berdasarkan penglihatan) maupun secara sensasional (berdasarkan kesan terhadap perasaan). 5) Warna Warna merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Warna tidak hanya berfungsi untuk merubah atau menambah sesuatu menjadi indah dan menarik tetapi juga akan mempengaruhi panca indera dan kejiwaan manusia. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa haru, sedih, gembira, semangat, dan lain-lain (Kusrianto, 2007: 46). Warna didefinisikan sebagai getaran atau gelombang yang diterima indera penglihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda (Mikke Susanto, 2011: 433). Menurut Sachari (2002: 27), warna merupakan kesan yang ditimbulkan oleh cahaya terhadap mata, oleh karena itu warna tidak akan terbentuk jika tidak ada cahaya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1125) mengartikan bahwa warna merupakan corak, rupa, seperti misalnya: merah, biru, kuning, dan lain-lain. Berbicara tentang warna tidak ubahnya berbicara mengenai rasa dan selera, sedangkan selera sendiri dapat dibedakan lagi antara selera pribadi dan

42 27 selera golongan yang dipengaruhi oleh pandangan dan lingkungan yang melaksanakan secara turun temurun, yaitu yang disebut tradisional. Masih banyak juga selera yang disebut musiman dan mode. Pada saat tertentu orang senang menggunakan kombinasi warna yang lembut, kemudian berubah menjadi warna yang mencolok dan kontras. Warna selain menambah keindahan juga dapat membedakan motif yang satu dengan motif yang lain. Ada juga yang berperan sebagai lambang misalnya warna putih melambangkan kesucian, merah melambangkan keberanian dan sebagainya. Warna sebagai unsur desain di samping untuk mencapai fungsi seperti di atas, warna juga mempunyai makna yang melambangkan sesuatu, kesan tertentu, seperti kesan luas, lebar, ringan dan sebagainya. Dengan memahami macam dan sifat-sifat warna akan membantu keberhasilan dalam membuat desain. Garis, shape (bangun), texture (rasa permukaan bahan), dan warna yang telah dijelaskan tersebut merupakan unsur-unsur rupa yang merupakan dasar yang digunakan dalam penciptaan desain, karena setiap karya yang tercipta selau mengalami tahapan desain terlebih dahulu, untuk menciptakan karya yang baik tentu harus memiliki desain yang baik pula. dua segi yaitu: Menurut Susanto (1980: 178) berbicara mengenai warna tidak lepas dari Seni batik dan teknik batik, warna lebih ditekankan pada arti warna-warna harmoni dari warna itu sendiri dan komposisi warna pada bidang kain. Sedangkan ditinjau dari segi teknik batik lebih menekankan pada bahan warna apa dan bagaimana cara pewarnaannya. Pada zaman dahulu kain hanya dibuat hanya dengan satu warna saja, yaitu merah tua dan biru tua. Teknik ini terlihat di daerah Priangan Jawa Barat yang

43 28 disebut kain simbut yang dasarnya berwarna merah tua dengan garis-garis yang membentuk motif berwarna putih (Susanto 1980: 178). Pada perkembangan berikutnya dibuat dengan warna, seperti biru tua dan soga atau coklat kebanyakan terdapat di Jawa Tengah. Sedangkan di Jawa Barat warna biru tua dicelupkan warna soga secara keseluruhan sehingga tampak berwarna hitam atau warna soga. Selanjutnya perkembangan penggunaan warnawarna dilakukan dengan banyak warna, antara lain: hijau, merah, kuning, ungu, biru, dan soga (Susanto, 1980: 179). Ditinjau dari bahan warna yang digunakan, maka warna batik dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu warna alami, dan warna sintetis (Katalog Batik Khas Jawa Barat, 1996: 19). Dahulu sebelum dibanjiri zat warna sintetis pewarnaan batik menggunakan zat warna alam. Zat warna alam berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Zat warna tumbuh-tumbuhan diambil dari daun, batang (kayu), akar, kulit, buah, dan bunga. Beberapa tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai zat-zat warna antara lain: kayu pohon soga tegeran, kulit soga jambal, kayu soga jawa, kulit pohon soga kenet, kulit pohon soga tekik, akar mengkudu, jirak, jirek, temulawak, kunir, kayu laban, kayu mandu, teh, gambir, pinang, pucuk gebang, kembang pulu, sari kuning, blendok, trembolo, dan kulit pohon memplan. Adapun sebagai bahan untuk menimbulkan warna, mempertahankan dari zat-zat warna alam ialah: jeruk citrun, jeruk nipis, cuka, sendawa pinjen, tawas, gula aren, gula batu, gula jawa, tanjung, tetes, air kapur, tape, pisang klutuk, daun jambu klutuk.

44 29 Selanjutnya, muncul beberapa warna sintetis, diantaranya naphtol, indigosol, rapit, dan lain-lain. Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa batik menggunakan warna alam sebenarnya telah ada dan menjadi local genius bagi masyarakat pembatik Indonesia sejak jaman dahulu. Saat ini sebagian para pengrajin batik khususnya di Giriloyo kembali menggunakan pewarnaan alami. Alasan yang paling tepat karena ditinjau dari sudut medis dan ekologis warna alami jauh lebih aman. Selain itu adanya pendapat dari beberapa para peneliti yang menyatakan bahwa penggunaan warna sintetis cenderung kurang aman. Jika dilihat dari penjelasan mengenai pewarna menunjukkan bahwa batik mengalami perubahan dalam waktu yang cukup lama, bahkan semacam akan membentuk putaran siklus penggunaan pewarna batik. b. Dasar-Dasar Penyusunan (Prisip Desain) Menurut Kartika (2004: 54-58) dasar-dasar penyusunan (prinsip desain), diantaranya yaitu harmoni (selaras), kontras, refitisi, (irama), dan gradasi. Harmoni merupakan kesan kesesuaian antara bagian satu dengan benda lain yang dipadukan, atau unsur satu dengan yang lainnya pada suatu susunan komposisi. Menurut Prawira (2003: 172) Komposisi merupakan penyusunan unsur-unsur desain untuk mewujudkan suatu bentuk perencanaan. Dimana harmoni merupakan salah satu dari unsur komposisi tersebut Menurut Sipahelut (1991: 17) dijelaskan bahwa ada lima prinsip desain yang perlu diperhatikan oleh para desainer dalam mendesain, yakni: pertama kesederhanaan yang dimaksud ialah pertimbangan-pertimbangan yang mengutamakan pengertian dan bentuk yang inti (prinsipal). Segi-segi yang

45 30 menyangkut gebyar wujudnya, seperti antara lain kemewahan bahan, kecanggihan struktur, kerumitan hiasan, dan lain-lain, sebaiknya disisihkan. Hanya kalau benar-benar perlu atau mutlak diperlukan, barulah segi-segi yang bukan termasuk inti itu diperhitungkan. kedua keselarasan dalam pengertiannya yang pokok, keselarasan berarti kesan kesesuaian antara bagian yang satu dengan bagian yang lain dalam suatu benda, atau antara benda yang satu dengan benda lain yang dipadukan, atau juga antara unsur yang satu dengan lainnya pada suatu susunan (komposisi). Ketiga irama ialah untaian kesan gerak yang ditimbulkan oleh unsur-unsur yang dipadukan secara berdampingan dan secara keseluruhan dalam suatu komposisi. Keempat kesatuan yang Terpadu Suatu benda hendaknya dapat mengesankan adanya kesatuan yang terpadu (unity). Hal itu tergantung pada desain atau rancangannya. Bentuk suatu benda akan tampak utuh, kalau bagian yang satu menunjang bagian yang lain secara selaras. Bentuknya akan tampak terbelah apabila masing-masing bagian muncul sediri-sendiri, tidak kompak satu sama lain. Kelima yaitu keseimbangan yang merupakan prisip desain yang paling banyak menuntut kepekaan perasaan. Dalam menyusun benda atau menyusun unsur rupa, faktor keseimbangan akan sangat menentukan nilai artistik dari komposisi yang dibuat itu. Prinsip desain yang telah dijelaskan tersebut merupakan modal menyusun atau mengkomposisi unsur-unsur dalam menciptakan suatu karya seni. Sedangkan penyusunan atau komposisi dan unsur-unsur estetik merupakan prinsip pengorganisasian unsur dalam desain. Hakekat suatu komposisi yang baik, jika

46 31 suatu proses penyusunan unsur pendukung karya seni senantiasa memperhatikan dasar-dasar serta hukum penyusunannya. c. Hukum Penyusunan (Azas Desain) Hukum penyusunan (azas desain) menurut Kartika (2004: 59-65) adalah kesatuan (unity), keseimbangan, (balance), kesederhanaan (simplicity), aksentuasi (emphasis). Kesatuan merupakan penggabungan yang dimaksudkan agar saling mengisi dan melengkapi agar tidak terlihat adanya penonjolan yang mencolok dari setiap unsur desain yang ada. Menurut Prawira (2003: 173) dijelaskan bahwa ada beberapa macam kesatuan dalam penyusunan unsur-unsur desain, yaitu kesatuan statis, dan dinamis, kesatuan ide, dan kesatuan gaya dan watak. Keseimbangan adalah penyusunan unsur-unsur desain dengan komposisi yang seimbang atau tidak berat sebelah. Ada dua macam keseimbangan yang diperhatikan dalam penyusunan, yaitu formal balance (keseimbangan formal) dan informal balance (keseimbangan informal). Keseimbangan formal adalah keseimbangan pada dua pihak berlawanan dari satu poros sedangkan keseimbangan non formal yaitu keseimbangan sebelah menyebelah dari susunan unsur yang menggunakan prisip susunan ketidaksamaan atau kontras dan slalu asimetris (Kartika, 2004: 60-62). Kesederhanaan adalah selektif dan kecermatan pengelompokkan unsurunsur artistik dalam desain. Kesederhanaan tecakup dalam beberapa aspek, yaitu kesederhaan unsur, kesederhanaan struktur, dan kesederhanaan teknik (Kartika, 2004: 62-63). Kesederhanaan unsur artinya unsur-unsur dalam desain atau komposisi tersebut sedehana, karena unsur yang terlalu rumit akan menjadi

47 32 bentuk yang mencolok. Kesederhanaan struktur artinya suatu komposisi yang baik dapat dicapai melalui penerapan struktur yang sederhana, sesuai dengan pola, fungsi, atau efek yang dikehendaki. Kesederhanaan teknik artinya sesuatu komposisi dapat dicapai dengan teknik yang sederhana, kalau memerlukan perangkat bantu, diupayakan menggunakan perangkat sederhana. Aksentuasi diperlukan dalam desain, karena desain yang baik mempunyai titik berat untuk menarik perhatian (center of interest). Untuk menimbulkan pusat perhatian, penyusunan unsur-unsur dapat dilakukan dengan cara mengelompokkan objek-objek tertentu, menggunakan konteks warna, menerapkan suatu unsur yang kecil tetapi memiliki pengruh besar, membuat latar belakang yang sederhana disekeliling objek, menempatkan suatu yang lain dalam penyusunan unsur sehingga muncul sesuatu yang merupakan klimaks (Prawira, 2003: 181). Kesatuan (unity), keseimbangan (balance), kesederhanaan, (simplicity), dan aksentuasi (emphasis), merupakan beberapa hukum penyusunan (azas desain) yang sebagai mana mestinya harus diperhatikan dalam penyusunan dan pembuatan suatu desain. Apabila komposisi dan proporsi masing-masing azas desain tersebut sesuai maka desain yang dibuat akan terlihat indah dan memiliki nilai estetika. a) Motif Menurut Wulandari (2011: 113), menjelaskan bahwa motif merupakan susunan terkecil dari gambar atau kerangka gambar pada benda. Motif terdiri atas unsur bentuk atau objek, skala atau proporsi, dan komposisi. Motif menjadi

48 33 pangkalan atau pokok dari suatu pola. Motif itu mengalami proses penyusunan dan diterapkan secara berulang-ulang sehingga diperoleh sebuah pola. Motif batik disebut juga corak, pola, ragam atau elemen yang berbeda antara satu lukisan dengan yang lain (Mikke Susanto, 2011: 267). Motif adalah pangkal atau pokok dari suatu pola yang disusun dan disebarluaskan secara berulang-ulang, maka akan diperoleh suatu pola. Kemudian setelah pola tersebut diterapkan pada benda maka akan terjadilah suatu ornamen (Gustami, 1983: 7). Menurut Susanto (1980: 212), menjelaskan bahwa motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan batik secara keseluruhan. Motif batik disebut juga corak batik atau pola batik. Suhersono (2005: 10) menjelaskan bahwa motif adalah desain yang dibuat dari bagian-bagian bentuk, berbagai macam garis atau elemen-elemen yang terkadang begitu kuat dipengaruhi oleh bentuk-bentuk stilasi alam benda, dengan gaya dan ciri khas tersendiri. Setiap motif dibuat dengan berbagai bentuk dasar atau berbagai macam garis misalnya garis berbagai unsur (segitiga, segiempat), garis ikal atau spiral, melingkar (horizontal dan vertikal) garis yang berpilin-pilin dan salin jalin-menjalin. Dalam Kamus Basar Bahasa Indonesia (1999: 236) diungkapkan bahwa motif adalah sesuatu yang jadi pokok. Dengan demikian, dalam membatik pengertian motif dapat diartikan sebagai bagian pokok dari pola. Pengertian pola adalah ragam hias batik terdiri atas hiasan-hiasan yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan rancangan yang berpola (Santosa Doellah, 2002: 20).