Orang yang tidak bisa bicara dan mendengar disebut

Berbeda jika keadaan tuli yang dimiliki oleh anak sudah ada sejak lahir. Anak-anak dengan kondisi ini akan mengalami kesulitan saat belajar untuk berkomunikasi karena mereka tidak dapat mendengar semua suara di sekitar mereka atau suara mereka sendiri sejak mereka lahir. Karena itulah perkembangan bahasa mereka pun tertunda.

Melatih anak yang tuli cara komunikasi

Memang, dengan indera pendengaran yang tidak berfungsi, mengajari anak untuk berbicara akan lebih sulit. Mereka akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memahami kata-kata dan maknanya, serta penggunaannya untuk membentuk sebuah kalimat.

Biasanya, anak-anak tuli juga cenderung menggunakan kalimat yang pendek dan lebih sederhana untuk berkomunikasi dan itu bukan berarti pasti bisu.

Melatih anak yang tuli untuk berkomunikasi tetaplah harus dilakukan. Tanpa penanganan yang tepat, gangguan pendengaran dini tentu akan berpengaruh terhadap kehidupannya kelak, baik masalah akademis di sekolah maupun kehidupan sosial mereka.

Oleh karena itu, kehadiran pengasuh yang bekerja sama dengan ahli patologi akan bantu membimbing anak untuk terus berlatih. Dengan adanya bantuan dari profesional tersebut, mereka akan memberikan terapi wicara yang tepat untuk anak.

Biasanya ahli terapi akan menambahkan permainan mendengarkan ke dalam sesi untuk membantu anak mengalami kemajuan dalam terapi.

Mungkin ada anggapan bahwa anak-anak dengan keadaan tuli yang lebih parah tidak akan bisa berbicara atau pasti bisu. Padahal, penelitian menunjukkan bahwa mereka bisa mulai mengembangkan kemampuan berbicaranya.

Orang yang tidak bisa bicara dan mendengar disebut
Ilustrasi penderita tuli. (shutterstock)

TEMPO.CO, Jakarta - Tidak semua orang dengan disabilitas pendengaran menggunakan istilah tunarungu. Terminologi ini, bagi sebagian kelompok disabilitas pendengaran justru tidak menggambarkan keadaan mereka yang sebenarnya. Sebagian penyandang disabilitas pendengaran lebih suka disebut Tuli.

"Tunarungu adalah istilah medis untuk menggambarkan keterbatasan dari sebuah fungsi, sedangkan Tuli merupakan istilah budaya atau cara berkomunikasi yang berbeda," tulis Michele, seorang staf pengajar bahasa isyarat di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia atau Pusbisindo melalui pesan singkat, 28 Juni 2018.

Istilah Tuli juga merupakan akar kata bahasa Indonesia yang menggambarkan ragam jenis keadaan seseorang, bukan ketidakmampuan berbicara. Adapun terminologi tunarungu, menurut beberapa kelompok penyandang disabilitas pendengaran, dianggap sebagai keterbatasan fisik dalam mendengar sekaligus bicara. Bukan sebagai keragaman budaya, cara, atau ragam komunikasi alternatif.

"Saya lebih nyaman menggunakan bahasa isyarat karena lugas dan jelas menyampaikan segala hal," ujar Surya Sahetapy yang juga pengajar di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia melalui video yang dibuatnya sekitar Juni lalu.

Dalam video tersebut, Surya berbicara tanpa menggunakan bahasa isyarat melainkan bahasa verbal. Video tersebut juga menunjukkan, bukan berarti orang yang Tuli tidak dapat berbicara. "Berkomunikasi seperti ini bukan sebuah aktivitas yang mudah bagi saya karena harus melalui tahapan terapi wicara sejak umur delapan tahun," ujar Surya.

Terapi wicara juga bukan sebuah kegiatan yang nyaman dilakukan bagi teman-teman yang Tuli. Sebab, ada alat yang digunakan dengan cara dimasukkan ke dalam mulut. Dengan berbagai alasan yang sudah dipaparkan, pengenalan bahasa isyarat sebagai ragam cara berkomunikasi di kalangan umum dapat menjadi pilihan agar teman Tuli dapat menyampaikan pendapat mereka dengan lugas dan efektif.

Orang yang tidak bisa bicara dan mendengar disebut
Ilustrasi penderita tuli. (shutterstock)

TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian orang mungkin belum mengetahui bagaimana kondisi sesungguhnya dari seorang difabel Tuli. Sebab itu, tak jarang ada yang bingung kenapa insan Tuli ada yang berbicara dan ada yang tidak. Ada pula yang belum memahami apa perbedaan antara tunarungu dengan Tuli.

Pengetahuan tentang kondisi insan Tuli menjadi mengemuka setelah Menteri Sosial Tri Rismaharini memaksa anak Tuli untuk bicara di atas panggung saat peringatan Hari Disabilitas Internasional. Tindakan Risma menuai kecaman karena mencerminkan sikap tidak memahami ragam disabilitas. Dalih Risma bahwa Staf Khusus Presiden Joko Widodo, Angkie Yudistia, seorang Tuli dan bisa bicara, tak dapat digeneralisir.

Difabel sensorik pendengaran yang juga Kepala Divisi Media dan Komunikasi Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi untuk Difabel (SIGAB), M. Ismail mengatakan, tidak semua insan Tuli pengguna alat bantu dengar dapat bicara secara jelas. Musababnya, alat bantu dengar bukan berfungsi sebagai alat berbicara melainkan alat penangkap suara.

"Sementara kejelasan artikulasi suara tergantung dari jelas atau tidaknya seseorang menangkap suara," kata Ismail kepada Tempo pada Senin, 6 Desember 2021. "Kalau suara yang ditangkap tidak jelas, otomatis artikulasi ketika berbicara juga tidak jelas."

Selain kemampuan menangkap suara masing-masing penyandang disabilitas sensorik pendengaran berbeda, alat bantu dengar memiliki ukuran atau desibel yang disesuaikan dengan kemampuan mendengar penggunanya. Tingkatan atau derajat mendengar insan Tuli bermacam-macam. Ada yang masih mendengar, namun tidak jelas atau disebut juga Hard of Hearing (HOH). Ada pula yang tidak mendengar sama sekali atau profound deaf.

Sebab itu, pengguna alat bantu dengar dapat melafalkan sebuah kata berdasarkan suara yang dia dengar. Jika suara terdengar tidak jelas sama sekali, maka hasil pengucapan atau artikulasinya juga tidak akan sempurna. Bila pelafalan tersebut dipaksakan, maka dapat menumbulkan salah persepsi ketika berkomunikasi dan berinteraksi sosial.

Proses mengartikulasikan sebuah kata yang terdiri atas huruf bukan sebuah proses yang mudah. Setiap huruf dalam kata atau kalimat memiliki bentuk pelafalan, nada, dan ekspresi yang berbeda saat terucapkan. Tiga komponen tersebut merupakan hasil dari informasi berupa suara. Ketika tiga komponen tadi hanya dapat tertangkap oleh mata, maka artikulasi yang dihasilkan tidak akan sempurna.

Alat bantu dengar hanya berfungsi mengantarkan gelombang suara, namun tidak menghasilkan cara pelafalan, nada, dan ekspresi atas sebuah kata atau kalimat. Karenanya, alat bantu dengar tidak serta merta dapat membuat insan Tuli otomatis berbicara. Harus ada proses terapi wicara yang menghabiskan waktu cukup lama dan tidak mudah.

Pertimbangkan juga kemampuan dalam melafalkan kata yang berbeda-beda. Kemampuan tersebut juga sangat bergantung pada koordinasi otak dengan sensor saraf di organ mulut dan tenggorokan. Ada individu yang dengan lancar memfungsikan gerakan organ mulut seperti lidah, langit-langit, rahang, gigi dan tenggorokan secara harmonis. Adapula yang mengalami kesulitan.

Bagi mereka yang kesulitan memfungsikan gerakan organ mulut berdasarkan suara yang tidak jelas, tentu memiliki beban yang berkali lipat ketika harus bicara. "Bagi sebagian anak Tuli, belajar bicara (terapi wicara) merupakan aktivitas yang sangat melelahkan dan tak jarang memicu trauma," kata Susanti Mayangsari, orang tua dari anak Tuli yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat. "Banyak anak Tuli yang merasa ada yang salah dengan dirinya karena terus-menerus dikoreksi saat bicara."

Musababnya, ada anak yang mengalami kesulitan atau keterbatasan dalam mengkoordinasikan fungsi otak dengan saraf sensorik pada mulut. Kondisi ini tidak dapat dipaksakan. "Dan itu sebabnya harus menggunakan bahasa isyarat," ujar Santi. Pada kondisi ini, bahasa isyarat alamiah hadir sebagai solusi berkomunikasi.

Jika menunggu difabel Tuli atau rungu bicara seperti individu non-difabel, tentu insan Tuli tersebut akan ketinggalan atau mengalami hambatan interaksi dengan lingkungan di sekitarnya. Melalui bahasa isyarat alamiah, seorang difabel Tuli dapat mengekspresikan maksud, tujuan, emosi, dan pikiran mereka.

Tak semua penyandang disabilitas sensorik pendengaran tidak dapat berbicara. Sebagian difabel pendengaran dalam tingkatan Hard of Hearing, mereka masih mendengar suara dengan lebih jelas dan memiliki artikulasi yang cukup jelas. Sementara sebagian individu yang menggunakan organ implan pendengaran, meski berada dalam derajat profound deaf, kemudian mengikuti terapi wicara verbal juga memiliki artikulasi yang sangat baik. Karena itu, semua kemampuan artikulatif setiap insan Tuli atau difabel Rungu tidak dapat dipukul rata.

Baca juga:


Kronologis Menteri Sosial Risma Paksa Anak Tuli Bicara Lalu Menuai Kritik

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.

Ternyata istilah "tunarungu" dan "tuli" memiliki perbedaan

Banyak orang menggunakan istilah "tunarungu" ketimbang "tuli" untuk mendeskripsikan seseorang yang tidak mampu mendengar, karena dirasa lebih halus.

Tetapi, pengertian tunarungu itu sendiri ternyata tidak sama dengan tuli lho, Moms. Mengutip Tempo.co, nyatanya bagi sebagian kelompok dengan disabilitas pendengaran lebih suka disebut Tuli, dengan huruf kapital "T".

"Tunarungu adalah istilah medis untuk menggambarkan keterbatasan dari sebuah fungsi, sedangkan Tuli merupakan istilah budaya atau cara berkomunikasi yang berbeda," jelas Michele, staf pengajar bahasa isyarat di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia atau Pusbisindo, melansir Tempo.co.

Lalu, di antara kata tuli dan tunarungu, mana sebutan yang lebih disarankan untuk digunakan?

Baca Juga: 4 Mainan Terbaik Untuk Balita Berkebutuhan Khusus

Kata "Tuli" Menunjukkan Identitas dan Lebih Sopan

Orang yang tidak bisa bicara dan mendengar disebut

Foto: sebutan tuli atau tunarungu-1.jpg (vchnews.ca)

Mengutip situs Universitas Sanata Dharma secara penulisan, kata "Tuli" itu sendiri dipandang lebih sopan dan lebih nyaman untuk dipakai sebagai kata sapaan ketimbang tunarungu.

"Karena penulisan Tuli dengan Huruf kapital (T) sekaligus sapaan 'Tuli' menunjukkan identitas orang Tuli sebagai sebuah kelompok masyarakat yang punya identitas, memiliki bahasa, dan budayanya tersendiri," jelas situs tersebut.

Sementara, tunarungu dianggap sebagai sebuah keharusan untuk mengoptimalkan kemampuan pendengarannya dengan berbagai cara, agar supaya menyerupai orang-orang yang dapat mendengar.

Istilah "tunarungu", lebih dianggap sebagai keterbatasan fisik dalam mendengar dan berbicara.

Baca Juga: Bayi Tuli Sejak Lahir, Bisakah Disembuhkan?

Jenis Tuli dan Tunarungu dalam Istilah Kedokteran

Orang yang tidak bisa bicara dan mendengar disebut

Foto: sebutan tuli atau tunarungu-2.jpg (aljazeera.com)

Penting diketahui, bahwa tidak semua orang Tuli memiliki kemampuan berkomunikasi yang sama.

Ada yang hanya bisa menggunakan oral untuk berkomunikasi, hanya bisa menggunakan isyarat, ada yang bisa duanya, dan ada juga yang tidak bisa kedua-duanya (karena tidak pernah sekolah).

Kata "Tuli", dalam istilah kedokteran dibagi menjadi tiga jenis:

1. Gangguan Dengar Konduktif

Ini adalah gangguan dengar yang disebabkan kelainan di telinga bagian luar dan/atau telinga bagian tengah.

Namun, saraf pendengarannya masih baik, dan dapat terjadi pada orang dengan infeksi telinga tengah, infeksi telinga luar atau ada serumen di liang telinga.

2. Gangguan Dengar Saraf atau Sensorineural

Merupakan gangguan dengar akibat kerusakan saraf pendengaran, meski tidak ada gangguan di telinga bagian luar atau tengah.

3. Gangguan Dengar Campuran

Ini merupakan gangguan campuran dari jenis gangguan dengar konduktif dan saraf. Selain mengalami kelainan di telinga bagian luar dan tengah, orang dengan kondisi ini juga mengalami gangguan pada saraf pendengaran.

Baca Juga: 3 Tips Mengajak Balita Memahami Penyandang Disabilitas dan Kebutuhan Khusus

Bahasa Isyarat Adalah Bentuk Komunikasi yang Paling Nyaman

Orang yang tidak bisa bicara dan mendengar disebut

Foto: sebutan tuli atau tunarungu-3.jpg (change.org)

Surya Sahetapy, putra Dewi Yull dan Ray Sahetapy, sekaligus pengajar di Pusat Bahasa Isyarat Indonesia menjelaskan, dirinya lebih nyaman menggunakan bahasa isyarat untuk berkomunikasi.

"Saya lebih nyaman menggunakan bahasa isyarat karena lugas dan jelas menyampaikan segala hal," ujarnya mengutip Tempo.co.

Ia melanjutkan, "Berkomunikasi seperti ini bukan sebuah aktivitas yang mudah bagi saya, karena harus melalui tahapan terapi wicara sejak umur delapan tahun."

Melakukan terapi wicara juga bukan kegiatan yang nyaman untuk dilakukan bagi teman-teman yang Tuli. Ada beberapa alat yang dipakai dengan cara dimasukkan ke dalam mulut.

Karenanya, pengenalan bahasa isyarat adalah cara berkomunikasi di kalangan umum yang dapat menjadi pilihan agar dapat menyampaikan pesan dengan jelas dan efektif.