Orang yang berbuat riya maka sebenarnya dalam hatinya tidak ada titik-titik dalam beribadah

Orang yang berbuat riya maka sebenarnya dalam hatinya tidak ada titik-titik dalam beribadah
MASIH banyak di antara kita samar membedakan antara perbuatan riya ataupun tidak. Sehingga bisa jadi orang yang sebenarnya tak riya dianggap riya. Ada lho perbuatan yang bukan termasuk riya.

Hati- hati, terkadang ada yang memandang orang riya dan menganggap dirinya tak riya sama artinya dengan ujub. Ini kategorinya orang yang tak riya menurut hadits.

1. Perbuatan yang Bukan Termasuk Riya: Mendapatkan Pujian Manusia Atas Amal Baik Yang Ia Lakukan Tetapi Bukan Tujuannya Ingin Dipuji.

Apabila seseorang mengamalkan sesuatu perbuatan dengan ikhlas dan sampai selesai amal itu pun dilakukan dengan ikhlas, kemudian ada yang mengetahui amal tersebut lalu memujinya, namun ia tidak menghendaki yang demikian itu, maka hal itu tidak termasuk riya’. Seperti dalam hadits Abu Dzar,

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang seseorang yang mengerjakan satu amal kebaikan, lalu orang memujinya?” Beliau menjawab,”Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia.” (HR Muslim, 2642)

2. Perbuatan yang Bukan Termasuk Riya: Giatnya Seorang Hamba Dalam Berbuat Kebaikan Ketika Ada Orang Yang Melihatnya Dan Ketika Menemani Orang-Orang Yang Ikhlas Dan Orang Shalih.

Ibnu Qudamah berkata, “Adakalanya seseorang berada di tengah orang-orang yang tekun beribadah. Ia melakukan shalat hampir sebagian besar malam karena kebiasaan mereka adalah bangun malam. Dia pun mengikuti mereka melaksanakan shalat dan puasa.

BACA JUGA:  Inilah Sebaik-baik Wanita, Mau Seperti Apa Lagi?

“Andaikata mereka tidak melaksanakan shalat malam, maka iapun tidak tergugah untuk melakukan kegiatan itu. Mungkin ada yang menganggap bahwa kegiatan orang itu termasuk riya’, padahal tidak demikian sebenarnya, bahkan hal itu perlu dirinci. Setiap orang mukmin tentunya ingin banyak beribadah kepada Allah, tetapi kadang-kadang ada satu dua hal yang menghambat atau yang melalaikannya.

“Maka boleh jadi dengan melihat orang lain yang aktif dalam melakukan kegiatan ibadah, membuatnya mampu menyingkirkan hambatan dan kelalaian itu. Bila seseorang berada di rumahnya, lebih mudah baginya untuk tidur di atas kasur yang empuk dan bercumbu dengan istrinya. Tetapi bila dia berada di tempat yang jauh, ia tidak disibukkan oleh hal-hal itu.

“Kemudian ada beberapa faktor pendorong yang membangkitkannya untuk berbuat kebajikan, di antaranya keberadaannya di tengah orang yang beribadah atau disaksikan oleh mereka. Boleh jadi dia merasa berat berpuasa ketika berada di rumah, karena di dalamnya ada banyak makanan.

“Dalam keadaaan seperti itu, setan terus menggoda untuk menghalanginya dari ketaatan sambil berkata ‘jika engkau berbuat di luar kebiasannmu, berarti engkau adalah orang yang berbuat riya’,’ maka dia tidak boleh memperdulikan bisikan setan ini. Dia harus melihat pada tujuan batinnya dan jangan sekali-sekali ia menoleh kepada bisikan setan” (Mukhtashar Minhajul Qashidin, hlm. 288)

3. Perbuatan yang Bukan Termasuk Riya: Menyembunyikan Dosa

Wajib bagi seorang mukmin atas mukmin lainnya, apabila berbuat suatu kesalahan, hendaklah ia tutupi dan jangan ia tampakkan dosanya.

Orang yang berbuat riya maka sebenarnya dalam hatinya tidak ada titik-titik dalam beribadah
Foto: Pexels

Kemudian ia wajib segera bertobat kepada Allah. Karena, menceritakan maksiat yang telah terlanjur dilakukan, berarti menyiarkan kekejian di antara kaum mukminin dan akan membuat dia meremehkan batas-batas Allah. Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu disiarkan di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”. (QS. an-Nuur: 19)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap umatku akan dimaafkan, kecuali orang-orang yang terang-terangan. Sesungguhnya termasuk terang-terangan ialah, jika seseorang melakukan suatu amal (dosa) pada malam hari, kemudian pagi harinya ia bercerita. Padahal pada malamnya Allah sudah menutupi dosanya. Ia katakana, hai Fulan, tadi malam aku berbuat begini dan begitu, padahal malam itu Allah sudah menutupi dosanya, namun pagi harinya ia justru menyingkap tutupan Allah pada dirinya.” (HR. Bukhari, no. 6069)

4. Perbuatan yang Bukan Termasuk Riya: Mengenakan Pakaian Indah Dan Bagus

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat dzarrah (biji atom).”

Orang yang berbuat riya maka sebenarnya dalam hatinya tidak ada titik-titik dalam beribadah
Ilustrasi Hari Raya. Foto: Daily Express

Seseorang berkata, “Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang menyukai pakaiannya bagus dan sandalnya bagus,” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Sesungguhnya Allah indah dan menyukai keindahan; sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” (HR Muslim, no.91)

5. Perbuatan yang Bukan Termasuk Riya: Menampakkan Syiar-Syiar Agama Islam

Di dalam Islam ada beberapa ibadah yang tidak mungkin disembunyikan dalam pelaksanaannya, seperti haji, umrah, shalat Jum’at, shalat berjama’ah yang lima waktu dan lainnya.

BACA JUGA:  2 Kesibukan Penambah Keberkahan Waktu dan Dikabulkannya Doa

Seorang muslim tidak dikatakan berbuat riya’, bila ia menampakkan amal-amal ini. Karena termasuk amal-amal yang wajib ditampakkan dan dimasyhurkan serta melaksanakannya adalah termasuk syiar-syiar Islam.

Orang yang meninggalkannya akan terkena celaan dan kutukan. Akan tetapi, jika amal-amal ibadah sunnah, hendaknya disembunyikan, karena tidak tercela bagi orang yang meninggalkannya.

Tetapi jika ia menampakkan amal itu dengan tujuan supaya orang lain mengikuti sunnah itu, maka hal itu adalah baik. Sesungguhnya yang dikatakan riya’, yaitu apabila tujuannya menampakkan amal tersebut supaya dilihat, dipuji dan disanjung manusia. []

Dikutip sebagian dari Majalah As-Sunnah

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia,…” (QS. Al-Baqarah: 264)

RIYA adalah penyakit hati sang tidak jelas keberadaannya. Karena kapanpun dimanapun seseorang hendak beramal sifat ini selalu muncul tiba-tiba. Riya yang samar-samar ini ternyata berbahaya dan bisa mengakibatkan habis semua amal kebaikan kita, seperti Firman Allah SWT pada QS. Al-Baqarah di atas.

Riya sering diartikan melakukan ibadah ingin mendapat pujian dari orang lain. Menurut Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata, “Riya ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”. Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan. Sementara Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.

BACA JUGA: Sifat Riya, Apa Sajakah Ciri-cirinya?

Riya dibagi kedalam dua tingkatan, Riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia, Riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur.

Berikut ini adalah contoh macam-macam Riya yang tanpa sadar sering dilakukan.

• Seorang hamba dalam beribadah menginginkan selain Allah. Dia senang orang lain tahu/melihat apa yang diperbuatnya. Dia tidak menunjukkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah dan ini termasuk jenis nifaq.

• Seorang hamba beribadah dengan tujuan dan keinginannya ikhlas karena Allah, namun ketika manusia melihat ibadahnya maka ia bertambah giat dalam beribadah serta membaguskan ibadahnya. Ini termasuk perbuatan syirik tersembunyi.

• Seorang hamba beribadah pada awalnya ikhlas karena Allah dan sampai selesai keadaannya masih demikian, namun pada akhir ibadahnya dipuji oleh manusia dan ia merasa bangga dengan pujian manusia tersebut serta ia mendapatkan apa yang diinginkannya (dunia, missal: dengan memperoleh kedudukan di masyarakat dan lainnya).

• Riya’ badaniyah, yaitu perbuatan riya’ dengan menampakkan badan/jasadnya kurus karena banyaknya ibadah sehingga ia disebut sebagai orang ABID (Ahli Ibadah).

• Riya’ dari sisi penampilan atau model. Seperti orang yang berpenampilan compang-camping agar ia dilihat seperti orang yang berlaku/berbuat zuhud 1).

• Riya’ pada ucapan, misal orang yang memberat-beratkan suaranya.

BACA JUGA: Riya, Dosa yang Tak Terasa

• Riya’ dengan amalan.

• Riya’ dengan teman dan orang-orang yang mengunjunginya. Misal: Teman-teman/orang-orang yang mengunjunginya adalah para ustadz/ulama, maka ia menjadi bangga dan mengharap pujian dari hal tersebut.

• Riya’ dengan mencela dirinya dihadapan manusia.

• Seorang beramal dengan amal ketaatan dan tidak seorangpun mengetahuinya, ia tidak ingin tenar. Akan tetapi jika ia dilihat manusia, ia menginginkan diawali/dihormati dengan pengucapan salam.

• Menjadikan perbuatan ikhlasnya itu sebagai wasilah terhadap apa yang dia inginkan.

Yang pasti amal yang sudah tercemari sifat riya akan sia-sia karena habis begitu saja, maka hati-hatilah. []

SUMBER: IBNUSARIJAN/TANBIHUN