Orang jujur akan mendapatkan kemuliaan sedangkan orang berdusta akan mendapatkan

بسم الله الرحمن الرحيم

KEUTAMAAN PEDAGANG YANG JUJUR DAN AMANAH

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: « التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ – وفي رواية: مع النبيين و الصديقين و الشهداء –  يَوْمَ الْقِيَامَةِ » رواه ابن ماجه والحاكم والدارقطني وغيرهم

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhu bahwa Rasuluillah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah [terpercaya] akan [dikumpulkan] bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat [nanti].”[1]

Hadis yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan seorang pedagang yang memiliki sifat-sifat ini, karena dia akan dimuliakan dengan keutamaan besar dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan dikumpulkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat. Imam ath-Thiibi mengomentari hadis ini dengan mengatakan, “Barangsiapa yang selalu mengutamakan sifat jujur dan amanah, maka dia termasuk golongan orang-orang yang taat [kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala]; dari kalangan orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid, tapi barangsiapa yang selalu memilih sifat dusta dan khianat, maka dia termasuk golongan orang-orang yang durhaka [kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala]; dari kalangan orang-orang yang fasik [buruk/rusak agamanya] atau pelaku maksiat”.[2]

Beberapa faidah penting yang dapat kita petik dari hadis ini:

– Maksud sifat jujur dan amanah dalam berdagang adalah dalam keterangan yang disampaikan sehubungan dengan jual beli tersebut dan penjelasan tentang cacat atau kekurangan pada barang dagangan yang dijual jika memang ada cacatnya.[3]

– Inilah sebab yang menjadikan keberkahan dan kebaikan dalam perdagangan dan jual beli, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kalau keduanya [pedagang dan pembeli] bersifat jujur dan menjelaskan [keadaan barang dagangan atau uang pembayaran], maka Allah akan memberkahi keduanya dalam jual beli tersebut. Akan tetapi kalau kaduanya berdusta dan menyembunyikan [hal tersebut], maka akan hilang keberkahan jual beli tersebut”.[4]

– Berdagang yang halal dengan sifat-sifat terpuji yang disebutkan dalam hadis ini adalah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat y, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang shahih.[5] Adapun hadis “Sembilan persepuluh [90 %] rezeki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadis yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani.[6]

– Maksud dari keutamaan dalam hadis ini: “…bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat [nanti]” bukanlah berarti derajat dan kedudukannya sama persis dengan derajat dan kedudukan mereka, tapi maksudnya dikumpulkan di dalam golongan mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا. ذَلِكَ الْفَضْلُ مِنَ اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ عَلِيمًا

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan [dikumpulkan] bersama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang yang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.” [QS an-Nisaa’: 69-70][7].

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

                                                                              Kota Kendari, 11 Jumadal Akhir 1433 H

                                                                                      Abdullah bin Taslim al-Buthoni

[1] HR Ibnu Majah [no. 2139], al-Hakim [no. 2142] dan ad-Daraquthni [no. 17], dalam sanadnya ada kelemahan, akan tetapi ada hadits lain yang menguatkannya, dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, HR at-Tirmidzi [no. 1209] dan lain-lain. Oleh karena itu, hadits dinyatakan baik sanadnya oleh imam adz-Dzahabi dan syaikh al-Albani [lihat “ash-Shahiihah” no. 3453].

[2] Lihat kitab “Syarhu sunani Ibni Majah” [hal. 155].

[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” [3/278].

[4] HSR al-Bukhari [no. 1973] dan Muslim [no. 1532].

[5] HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” [23/300, no. 674] dan dinyatakan jayyid [baik/shahih] oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaa-ditsish shahiihah” [no. 2929].

[6] Dalam “Silsilatul ahaa-ditsidh dha’iifah” [no. 3402].

[7] Lihat keterangan imam adz-Dzahabi dalam “Miizaanul i’tidaal” [3/413].

Artikel www.PengusahaMuslim.com

Oleh: Yulian Purnama, S.kom.

Berdagang adalah profesi yang mulia dalam Islam. Buktinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri adalah pedagang dan beliau memuji serta mendoakan para pedagang yang jujur.

Rasulullah adalah pedagang

Ketika berusia 25 tahun, beliau pergi berdagang ke negeri Syam dengan membawa modal dari Khadijah radhiallahu’anha yang ketika itu belum menjadi istri beliau. Ibnu Ishaq berkata: “Khadijah binti Khuwailid ketika itu adalah pengusaha wanita yang memiliki banyak harta dan juga kedudukan terhormat. Ia mempekerjakan orang-orang untuk menjalankan usahanya dengan sistem mudharabah [bagi hasil] sehingga para pekerjanya pun mendapat keuntungan. Ketika itu pula, kaum Quraisy dikenal sebagai kaum pedagang. Tatkala Khadijah mendengar tentang Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam [yang ketika itu belum diutus menjadi Rasul, pent.] mengenai kejujuran lisannya, sifat amanahnya dan kemuliaan akhlaknya, maka ia pun mengutus orang untuk menemui Rasulullah. Khadijah menawarkan beliau untuk menjual barang-barangnya ke negeri Syam, didampingi seorang pemuda budaknya Khadijah yang bernama Maisarah. Khadijah pun memberi imbalan istimewa kepada beliau yang tidak diberikan kepada para pedagangnya yang lain. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun menerima tawaran itu dan lalu berangkat dengan barang dagangan Khadijah bersama budaknya yaitu Maisarah sampai ke negeri Syam” [Sirah Ibnu Hisyam, 187 – 188, dinukil dari Ar Rahiqul Makhtum, 1/51]

Para sahabat Nabi adalah pedagang

Mungkin kita semua ingat kisah ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiallahu’anhu, bagaimana kehebatan beliau dalam berdagang,

قدِمَ عبدُ الرحمَنِ بنُ عَوفٍ المدينَةَ، فآخَى النبي صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بينَهُ وبينَ سعدِ بنِ الرَّبيعِ الأنْصاريِّ فعرَضَ عليهِ أنْ يُناصِفَهُ أهلَهُ ومالَهُ، فقال: عبدُ الرحمَنِ بارَكَ اللَّهُ لك في أهلِكَ ومالكَ دُلَّني علَى السُّوقِ، فرَبِحَ شَيئًا من أَقِطٍ وسَمْنٍ

“Abdurraman bin Auf ketika datang di Madinah, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mempersaudarakannya dengan Sa’ad bin Ar Rabi’ Al Anshari. Lalu Sa’ad menawarkan kepada Abdurrahmah wanita untuk dinikahi dan juga harta. Namun Abdurrahman berkata: ‘semoga Allah memberkahi keluargamu dan hartamu, tapi cukup tunjukkan kepadaku dimana letak pasar’. Lalu di sana ia mendapatkan untung berupa aqith dan minyak samin” [HR Al Bukhari 3937]

Dan juga para sahabat Nabi yang lain, banyak yang merupakan pedagang. Abu Bakar radhiallahu’anhu adalah pedagang pakaian. Umar radhiallahu’anhu pernah berdagang gandum dan bahan makanan pokok. ‘Abbas bin Abdil Muthallib radhiallahu’anhu adalah pedagang. Abu Sufyan radhiallahu’anhu berjualan udm [camilan yang dimakan bersama roti]. [Dikutip dari Al Bayan Fi Madzhab Asy Syafi’i, 5/10]

Hadits-hadits motivator pedagang

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam seringkali memuji dan memotivasi para pedagang. Diantaranya beliau bersabda:

التاجر الصدوق الأمين مع النبيين والصديقين والشهداء

“Pedagang yang jujur dan terpercaya akan dibangkitkan bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan para syuhada” [HR. Tirmidzi no.1209, ia berkata: “Hadits hasan, aku tidak mengetahui selain lafadz ini”]

عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: «عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ»

Dari Rafi’ bin Khadij ia berkata, ada yang bertanya kepada Nabi: ‘Wahai Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?’. Rasulullah menjawab: “Pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya dan juga setiap perdagangan yang mabrur [baik]” [HR. Al Baihaqi dalam Al Kubra 5/263, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 607]

Demikian juga para ulama salaf, banyak diantara mereka yang merupakan para pengusaha dan pedagang. Dengan demikian mereka hidup mulia dan tidak bergantung pada belas kasihan orang. Pernah suatu ketika Sufyan Ats Tsauri sedang sibuk mengurus hartanya. Lalu datanglah seorang penuntut ilmu menanyakan sebuah permasalahan kepadanya, padahal beliau sedang sibuk berjual-beli. Orang tadi pun lalu memaparkan pertanyaannya. Sufyan Ats Tsauri lalu berkata: ‘Wahai anda, tolong diam, karena konsentrasiku sedang tertuju pada dirhamku, dan ia bisa saja hilang [rugi]’. Beliau pun biasa mengatakan,

لو هذه الضيعة لتمندل لي الملوك

“Jika dirham-dirham ini hilang, sungguh para raja akan memanjakan diriku”

Ayyub As Sikhtiani rahimahullah juga berkata:

الزم سوقك فإنك لا تزال كريماً مالم تحتج إلى أحد

“Konsistenlah pada usaha dagangmu, karena engkau akan tetap mulia selama tidak bergantung pada orang lain”

Jangan jadi pedagang durjana

Walau banyak sekali keutamaan menjadi pedagang, namun Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga mewanti-wanti dengan keras para pedagang. Beliau bersabda:

إِنَّ التُّجَّارَ هُمُ الْفُجَّارُ

“Para pedagang adalah tukang maksiat”

mendengar ini, para sahabat kaget dan bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual-beli?”. Rasulullah menjawab,

بَلَى وَلَكِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ وَيَحْلِفُونَ فَيَأْثَمُونَ

“Ya, namun mereka sering berdusta dalam berkata, juga sering bersumpah namun sumpahnya palsu”. [HR. Ahmad 3/428, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah, 1/707]

Yang beliau maksud adalah para pedagang yang durjana, yang bermaksiat dalam usaha dagangnya. Dalam Al Mu’tashar [1/334], Imam Jamaludin Al Malathi Al Hanafi [wafat 803 H] berkata: “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menyebut pedagang sebagai tukang maksiat secara mutlak karena demikianlah yang paling banyak terjadi, bukan berarti secara umum mereka demikian. Orang arab biasa memutlakan penyebutan pujian atau celaan kepada sekelompok orang, namun yang dimaksud adalah sebagian saja”.

Semoga bermanfaat dan selamat berdagang.

Pengusahamuslim.com didukung oleh Zahir Accounting – Software Akuntansi Indonesia.

  • Dukung kami dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. 081 326 333 328 dan 087 882 888 727
  • Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 [BCA] / 7051601496 [Syariah Mandiri] / 1370006372474 [Mandiri]. a.n. Hendri Syahrial

Video yang berhubungan