Upacara pelantikan ketua dan para wakil ketua MPRS serta DPR-GR sebagai Wakil Menteri Pertama dan Menteri-menteri dalam kabinet Kerja III, di Istana Merdeka Jakarta, 9 Maret 1962. KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dibentuk pada 24 Juni 1960. Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong atau disingkat DPR-GR, dibentuk pada era Demokrasi Terpimpin. DPR-GR berdiri berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1960 sebagai pengganti DPR Peralihan yang dibubarkan dengan Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1960. Baca juga: DPR, MPR, dan DPD, Fungsi dan Wewenangnya Pembentukan DPR-GRSejak Undang-Undang Dasar 1945 diberlakukan melalui Dekrit Presiden, 5 Juli 1959, sistem Demokrasi Terpimpin mulai diterapkan di Indonesia. Selama periode 1959-1966, banyak ketentuan dalam UUD 1945 yang belum dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Pengertian "terpimpin" sendiri dalam UUD 1945 berarti bahwa pimpinan terletak di tangan presiden selaku pemimpin besar revolusi. Akibatnya, lembaga-lembaga negara seperti DPR, MPR, DPA, BPK, dan MA tidak memperoleh proporsi yang semestinya. Presiden pun membubarkan DPR setelah mengetahui hasil Pemilu 1955. Pembubaran DPR ini berdasarkan Penetapan Presiden No. 3 Tahun 1960 Tanggal 5 Maret 1960. Pembubaran ini terjadi karena DPR tidak menyetujui RAPBN untuk tahun 1960 yang diajukan pemerintah. TUGAS SEJARAH INDONESIA Nama : Syalita Widyandini Penyimpangan Demokrasi Terpimpin terhadap UUD 1945 1. Penyimpangan Terhadap Kekuasaan Presiden Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa kedudukan seorang presiden sebagai kepala negara berada dibawah kekuasaan MPR sebagaimana sistem pemilu distrik . Namun pada kenyataan pada masa demokrasi terpimpin yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. kekuasaan presiden yang bertindak sebagai eksekutif berada lebih tinggi daripada kekuasaan legislatif yakni MPR. MPR harus patuh terhadap segala keputusan dan kebijakan yang diambil oleh presiden. Pada masa demokrasi terpimpin bahkan presiden bahkan mendikte setiap kebijakan dan keputusan yang akan diambil oleh MPR. Kekuasaan presiden pada masa demokrasi ini kekuasaan yang terpusat dan tidak terbatas. Kekuasaan presiden tidak memiliki batasan dalam satu atau dua bidang saja, namun presiden berhak menentukan kebijakan dan peraturan menyangkut berbagai aspek kehidupan bernegara. Sudah jelas bahwa hal ini menyimpang dari pada UUD 1945. 2. Kejanggalan Pada Pmbentukan MPRS Penyimpangan kedua ialah, dalam UUD 1945 telah jelas tertulis bahwa pemimpin dan anggota MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat harus dipilih langsung oleh rakyat melalui penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Namun yang terjadi adalah sebaliknya, pemimpin dan anggota MPRS dipilih secara pribadi oleh presiden tanpa bertanya kepada rakyat maupun pemilihan umum. Kemelut lainnya ialah, bahwa mereka yang merupakan pilihan presiden yang duduk di kursi Dewan hanyalah seorang menteri biasa yang bahkan bukan pemimpin dari suatu departemen. Adapun pertimbangan dan syarat yang diajukan oleh presiden untuk pengangkatan para wakil tersebut adalah “setuju kembali kepada UUD 1945, setia kepada perjuangan Republik Indonesia, dan setuju pada manifesto politik”. Atau pemahaman secara sederhana bahwa orang-orang tersebut dipilih karena berjanji akan setia dan menuruti semua yang diperintahkan oleh presiden. 3. Pembubaran Terhadap DPR dan Pembentukan DPR-GR Penyimpangan selanjutnya pada masa demokrasi terpimpin adalah pembubaran terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang merupakan hasil pemilu pada tahun 1955 oleh Presiden Soekarno. Dengan alasan dari pembubaran DPR ini adalah karena telah berani menolak RAPBN yang diajukan oleh lembaga dibawah kendali presiden. Tak cukup sampai disitu saja, dengan dibubarkannya DPR maka presiden membentuk sebuah lembaga baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR). Anggota DPR GR dipilih secara pribadi oleh presiden tanpa pemilihan umum. Serta segala kebijakan dan keputusan yang diambil oleh DPR GR haruslah lulus persetujuan atau ketentuan dari presiden. Kejadian ini tentu saja sangat bertentangan dengan dasar hukum negara Indonesia yakni Undang Undang Dasar 1945. Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa presiden tidak berwenang dan tidak dapat membubarkan DPR karena pada prinsipnya kekuasaan DPR sebagai lembaga legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan presiden sebagai lembaga eksekutif. 4. Pembentukan DPAS 5. Pembentukan Front Nasional 6. Keterlibatan PKI Dalam Upaya Memperluas Ajaran Nasakom Pada kenyataannya ajaran Nasakom ini dikeluarkan sebagainupaya untuk semakin memperkuat kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan tinggi tak terbatas. Polemik mulai muncul sebab PKI memanfaatkan ajaran ini sebagai upaya untuk menggeser Pancasilan dan UUD 1945 sebagai dasar negara dengan ajaran dan paham Komunisme. PKI pun akhirnya berhasil meyakinkan presiden Soekarno untuk bergantung kepada PKI dalam menghadapi TNI. 7. Pembentukan Kabinet Kerja 8. Munculnya Ajaran RESOPIM 9. Peran ABRI Meluas Hingga Ke Ranah Politik 10. Pembubaran Terhadap Partai Tertentu 11. Arah Politik Luar Negeri Arah Politik Luar Negeri terbagi menjadi beberapa yaitu : a. Politik Konfrontasi Nefo dan Oldefo Terjadi penyimpangan dari politik luar negeri bebas aktif yang menjadi cenderung condong pada salah satu poros. Saat itu Indonesia memberlakukan politik konfrontasi yang lebih mengarah pada negara-negara kapitalis seperti negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Politik Konfrontasi tersebut dilandasi oleh pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces). Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan, Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Untuk mewujudkan Nefo maka dibentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Peking-Pyong Yang. Dampaknya ruang gerak Indonesia di forum internasional menjadi sempit sebab hanya berpedoman ke negara-negara komunis. b. Politik Konfrontasi Malaysia Indonesia juga menjalankan politik konfrontasi dengan Malaysia. Hal ini disebabkan karena pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap sebagai proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo. Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden mengumumkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964, yang isinya sebagai berikut “Perhebat Ketahanan Revolusi Indonesia. Bantu perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari Nekolim Inggris. Pelaksanaan Dwikora dengan mengirimkan sukarelawan ke Malaysia Timur dan Barat menunjukkan adanya campur tanggan Indonesia pada masalah dalam negeri Malaysia”. c. Politik Mercusuar Politik Mercusuar dijalankan oleh presiden sebab beliau menganggap bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi Nefo di seluruh dunia. Untuk mewujudkannya maka diselenggarakan proyek-proyek besar dan spektakuler yang diharapkan dapat menempatkan Indonesia pada kedudukan yang terkemuka di kalangan Nefo. Proyek-proyek tersebut membutuhkan biaya yang sangat besar mencapai milyaran rupiah diantaranya diselenggarakannya GANEFO (Games of the New Emerging Forces ) yang membutuhkan pembangunan kompleks Olahraga Senayan serta biaya perjalanan bagi delegasi asing. Pada tanggal 7 Januari 1965, Indonesia keluar dari keanggotaan PBB sebab Malaysia diangkat menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. d. Politik Gerakan Non-Blok Gerakan Non-Blok merupakan gerakan persaudaraan negara-negara Asia-Afrika yang kehidupan politiknya tidak terpengaruh oleh Blok Barat maupun Blok Timur. Selanjutnya gerakan ini memusatkan perjuangannya pada gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa Asia-Afrika dan mencegah perluasan Perang Dingin. Keterlibatan Indonesia dalam GNB menunjukkan bahwa kehidupan politik Indonesia di dunia sudah cukup maju. GNB merupakan gerakan yang bebas mendukung perdamaian dunia dan kemanusiaan. Bagi RI, GNB merupakan pancaran dan revitalisasi dari UUD1945 baik dalam skala nasional dan internasional. LINK WORD : |