Mengapa kita harus tunduk dan patuh kepada Allah

Jakarta -

Taat atau patuh terhadap perintah Allah SWT sudah semestinya dilakukan muslim. Orang yang taat kepada Allah SWT akan senantiasa mengerjakan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya.

Perintah untuk taat kepada Allah SWT termaktub dalam Al Quran surat An Nisa ayat 59:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا ࣖ - ٥٩

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memerintahkan hambaNya untuk taat kepadaNya, kepada Rasulullah, dan kepada Ulil Amri atau pemimpin di antara mereka. Ulama tafsir, Muhammad Quraish Shihab menerangkan, ketaatan terhadap Ulil Amri sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut berkaitan dengan ketaatan kepada Allah SWT dan RasulNya.

Artinya, perintah Ulil Amri haruslah sejalan dengan perintah Allah SWT dan RasulNya. Apabila perintah tersebut bertentangan, maka tidak dibenarkan untuk mentaatinya.

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam: Akidah Akhlak untuk MTs Kelas VII karya Hasan, seseorang disebut taat kepada Allah jika selalu mengerjakan perintahNya menjauhi laranganNya. Begitu pula dengan taat kepada Rasul seperti dalam hadits berikut,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ

Artinya: "Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: "Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,'Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)'.(HR Bukhari dan Muslim).

Dijelaskan dalam kitab Ar-Risalah karya Imam Syafi'i, melalui surat An Nisa ayat 80, Allah SWT memberitahukan perjanjian dengan Rasulullah adalah perjanjian dengan Allah SWT. Begitu pula dengan ketaatan kepada Rasulullah juga merupakan ketaatan kepada Allah SWT.

Salah satu hikmah taat kepada Allah SWT dan RasulNya adalah kelak masuk surga, bersama orang-orang yang diberi nikmat Allah SWT. Hikmah ini dijelaskan dalam QS An Nisa ayat 69,

وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا - ٦٩

Artinya: "Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya."

Itulah makna taat kepada Allah SWT beserta RasulNya, yakni dengan mengerjakan segala perintahNya dan menjauhi laranganNya. Semoga kita termasuk dalam orang-orang yang taat.

Simak Video "Asa Menjadi Penghapal Al-Qur'an"



(kri/row)

Allah SWT memberikan anugerah dan nikmat kepada hamba-Nya

ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Allah SWT memberikan anugerah dan nikmat kepada hamba-Nya Ilustrasi ibadah

Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Seluruh makhluk yang berkehendak dan beperasaan adalah hamba-hamba Allah SWT, termasuk manusia.

Baca Juga

Pemilikan Allah atas hamba-Nya adalah kepemilikan mutlak dan sempurna. Karena itu, makhluk tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya.

Atas dasar kepemilikan mutlak Allah itu lahir kewajiban menerima semua ketetapan-Nya, serta menaati seluruh perintah dan larangan-Nya. Atas dasar itu pula manusia tidak dibenarkan memilah-milah aktivitasnya, sebagian karena Allah dan sebagian untuk yang lain. 

قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS Al Anam 162)

Dalam buku berjudul “M Quraish Shihab Menjawab” dijelaskan bahwa dari sini dapat dipahami mengapa perintah beribadah dalam Alquran dikaitkan antara lain dengan sifat rububiyah (pemeliharaan) Allah, misalnya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ “Wahai seluruh manusia, beirbadahlah kepada (Tuhanmu) yang memelihara kamu dan menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu.” (QS Al Baqarah 21), atau “Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Tuhan Pemeliharamu maka beribadahlah kepada-Ku.”

Perintah beribadah juga dikaitkan dengan perintah berserah diri setelah upaya yang maksimal (tawakkal), seperti firman Allah berikut: 

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ “Milik Allah rahasia langit dan bumi dan kepada-Nya lah dikembalikan seluruh persoalan, karena itu beribadahlah kepada-Nya dan berserah dirilah.” ( QS Hud 123 ).

Lebih lanjut, M Quraish Shihab menjelaskan bahwa Allah SWT adalah wujud yang Maha-Agung, Mahakuat, dan sangat dibutuhkan semua makhluk. Oleh karena itu, menurut dia, puncak dari ketundukan harus diarahkan kepada-Nya semata.

“Benar bahwa Allah membenarkan seseorang tunduk dan taat kepada manusia, namun ketundukan dan ketaatan ini tidak boleh bertentangan dengan ketetapan-Nya,” jelas Prof Quraish.  

Mengapa kita harus tunduk dan patuh kepada Allah

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...

Artikel Zakiah(Tenaga Artikel) 12 Juli 2017 11:51:23 WIB

Allah SWT menciptakan manusia dan jin tidak lain untuk beribadah (QS adz-Dzariyat [51]: 56). Ibadah tak lain merupakan ketundukan dan kepasrahan secara total seorang hamba kepada penciptanya, Allah SWT. Ketundukan dan kepasrahan kepada Allah tentu tidak cukup diekspresikan lewat ibadah-ibadah ritual seperti shalat, tetapi juga harus dibuktikan dalam seluruh pelaksanaan hukum-hukum Allah SWT di luar shalat; baik dalam perkara muamalah (ekonomi, politik, pemerintahan sosial, pendidikan, dll) maupun ‘uqubat (hukum dan peradilan).

Ketundukan secara total terhadap hukum-hukum Allah SWT merupakan bukti hakiki keimanan seorang Muslim. Inilah yang juga diisyaratkan secara tegas oleh Allah SWT dalam firman-Nya (yang artinya): “Sesungguhnya ucapan orang-orang Mukmin itu–manakala mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya untuk menghukumi mereka–adalah ungkapan, ‘Kami mendengar dan kami taat.’ Merekalah orang-orang yang beruntung” (TQS an-Nur [24]: 51).

Imam Ibnul Qayyim Aljauziyah menyebutkan bahwa "ibadah" yang sempurna itu harus menggabungkan dua hal sekaligus secara bersamaan. Yang pertama adalah cinta dan yang kedua adalah tunduk Artinya, kita belum menjadi hamba Allah yang benar kecuali kita telah beribadah dengan penuh cinta dan penuh ketundukan kepada Allah SWT.

Ibnul Qayyim berkata, "Bila engkau mencintai Allah tapi engkau tidak tunduk kepadaNya, maka engkau bukanlah hambaNya. Jika engkau tunduk kepadaNya tapi engkau tidak mencintaiNya, maka engkau bukanlah hambaNya. Engkau baru seorang hamba yang benar bila mencintaiNya dan tunduk kepadaNya". (Madaariju As Salikin).

Bila seseorang beribadah karena senang, tapi dia tidak patuh dengan aturan Allah, maka dia belum beribadah dengan benar dan belum menjadi hamba yang benar. Dia hanya sedang melakukan hobby atau kesukaannya. Ini biasanya terjadi dalam hal ibadah-ibadah yang menyenangkan. Seperti ibadah haji, umroh dan lain-lain.

Sebaliknya bila seseorang tunduk beribadah kepada Allah, tapi dia tidak senang dan mencintai Allah, maka dia sedang terpaksa. Tidak tulus dan tidak ikhlas. Manusia saja tidak suka dengan orang yang bekerja terpaksa. Apalagi Allah yang Maha Mulia.

Dalil-dalil yang menunjukkan perintah mencintai dan juga tunduk kepada Allah sangat banyak di dalam Al Qur’an dan hadits Rasulullah saw.

Allah menegaskan bahwa orang yang beriman itu tandanya adalah dia sangat amat cinta kepada Allah. Sedangkan orang kafir mencintai tuhan-tuhan lain selain Allah:

يََرى وََلْو لۗلَِِّه ا أَشَدُّ آَمُنوا وَاَّلِذينَ اۖلَّلِه كَحُبِّ يُحُِّبوَنُهْم أَْندَاًدا الَّلِه دُونِ مِنْ يََّتخُِذ مَنْ الَّناسِ وَِمنَ 

اْلَعَذابِ شَِديدُ الَّلَه وََأنَّ جَِميًعا للَِِّه اْلُقَّوَة أَنَّ اْلَعَذابَ يََرْونَ إِْذ ظََلُموا اَّلِذينَ

Artinya: "Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal)." (QS Al baqarah: 165).

Dalam ayat lain, Allah memuji orang yang beriman, generasi pilihan, yang karakternya adalah mencintai Allah dan Allah mencintai mereka:

اْلُمْؤِمِنينَ عََلى أَِذَّلٍة وَُيحُِّبوَنُه يُحُِّبُهْم بَِقْوٍم الَّلُه يَْأِتي فَسَْوفَ دِيِنِه عَنْ مِْنكُْم يَْرَتدَّ مَنْ آَمُنوا اَّلِذينَ أَُّيَها يَا

لاِئٍم لَْوَمَة يَخَاُفونَ وََلا الَّلِه سَِبيلِ فِي يُجَاهِدُونَ اْلكَاِفِرينَ عََلى أَعَِّزٍة

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela...." (QS Al maidah: 54).

Rasulullah saw menyatakan bahwa kesempurnaan iman itu terletak pada cinta kepada Allah dan RasulNya:

يحب وأن سواهما، مما إليه أحب ورسوله الله كان من الإيمان، حلاوة بهن وجد فيه كن من ثلاث"
النار في يقذف أن يكره كما منه الله أنقذه أذ بعد الكفر في يعود أن يكره وأن لله، إلَّا يحبه لا المرء

Artinya: "Tiga hal yg apabila dimiliki oleh seseorang niscaya dia akan merasakan manisnya iman. Yaitu orang paling mencintai Allah dan RasulNya melebihi selain keduanya. Dan orang yg mencintai orang lain karena Allah. Dan orang yang tidak mau kembali kepada kekufuran sebagaimana dia tidak rela dilemparkan ke dalam api neraka". (HR Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik).

Dalam hal ketundukan dan kepatuhan, Allah ta'alaa menegaskan perintahNya dengan sangat jelas :

اْلكَاِفِرينَ يُحِبُّ لَا الَّلَه فَِإنَّ تََوَّلْوا فَِإنْ وَۖالَّرسُولَ الَّلَه أَطِيُعوا قُلْ

Artinya: Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS Ali Imran: 32).

Allah juga menegaskan bahwa orang yang engkar (tidak patuh) kepadaNya, melanggar batas-batas hukumNya, akan dimasukkan ke dalam neraka yang abadi:

مُِّهينٌ عََذابٌ وََلُه فِيَها خَالدًِا نَاًرا يُدْخِْلُه حُدُوَدُه وََيَتَعدَّ وََرسُوَلُه الَّلَه يَْعصِ وََمن

Artinya: "Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan." (QS An nisa: 14).

Dengan demikian, kesempurnaan ibadah akan terwujud bila dikerjakan dengan cinta serta tunduk kepada Allah.

Wallahu A'laa wa A'lam.