Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya

Sepanjang tahun 2018, tidak kurang dari 23 gempa bumi besar melanda Indonesia. Gempa bumi ini tidak hanya merusak bangunan di sekitar tetapi juga menghilangkan korban jiwa dan juga tidak terhitung berapa jumlah kerugian yang dialami oleh para korban gempa bumi. Sebagian besar gempa bumi yang ada di Indonesia, tidak hanya dirasakan oleh warga di sekitar pusat gempa, tetapi juga beberapa daerah di dekat terjadinya gempa bumi. Lalu apa yang menyebabkan banyak terjadinya gempa bumi di Indonesia? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut penjelasan dari penyebab mengapa sering terjadi gempa bumi di Indonesia.

  1. Letak Indonesia Yang Berada Di Dalam Cincin Api Pasifik

Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya
Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya
Nama Ring of Fire mungkin bukanlah nama yang asing dan selalu berkaitan dengan terjadinya bencana alam. Cincin Api Pasifik atau nama lain dari Ring of Fire ini adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut wilayah yang sering mengalami letusan gunung berapi dan juga gempa bumi. Maka tidak heran jika di Indonesia sendiri banyak ditemukan gunung berapi baik yang aktif maupun tidak dan juga sering terjadi gempa bumi.

Cincin Api Pasifik terbentuk dari akibat pergerakan yang berasal dari lempeng tektonik di bawah kerak bumi. Akibat dari pergerakan tersebut, maka permukaan bumi di atasnya sering mengalami letusan dari gunung berapi hingga gempa bumi. Cincin Api Pasifik mengelilingi cekungan Samudra Pasifik yang berbentuk seperti tapal kuda dengan luas wilayah sepanjang kurang lebih 40.000 km. Dari 90 persen gempa bumi yang telah terjadi, 81 persen berasal dari wilayah Cincin Api Pasifik.

  1. Posisi Indonesia yang Terletak di Pertemuan Tiga Lempeng Sekaligus

Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya
Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya
Bukan sesuatu yang bisa dibanggakan, mengingat lempeng bumi tersebut terus bergerak sepanjang tahunnya. Terdapat 3 lempeng bumi yang berada di bawah wilayah Indonesia, antara lain lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik dan lempeng Eurasia. Lempeng-lempeng tersebut terus bergerak untuk saling bertabrakan antara satu dengan yang lain atau saling menjauh, yang hasilnya bisa saja salah satu lempeng akan patah atau bahkan mencuat ke atas permukaan bumi, akibatnya timbul gempa bumi ataupun gunung api baru.

Salah satu peristiwa bencana alam yang tidak terlupakan oleh masyarakat Indonesia yaitu Tsunami di Aceh pada tahun 2004. Tsunami tersebut dipicu akibat adanya tabrakan lempeng bumi (lempeng Eurasia dengan lempeng Indo-Australia) yang mengakibatkan gempa bumi di dasar laut, sehingga menimbulkan gelombang besar.

  1. Terjadi Pergerakan Lempeng Bumi

Lempeng bumi tidak selalu tetap posisinya dan selalu bergerak. Hal ini disebabkan lapisan yang berada di bawah kerak bumi bertekstur cair yang sangat panas, sehingga tidak heran jika lempeng bumi terutama lempeng tektonik akan selalu bergerak. Saat terjadi pergerakan, lempeng bumi akan menimbulkan tekanan yang nantinya akan berdampak munculnya gempa bumi. Besarnya tekanan yang dihasilkan akibat pergeseran lempeng bumi juga berpengaruh pada besar kecilnya gempa bumi yang terjadi. Gempa bumi yang dihasilkan akibat pergeseran atau pertemuan lempeng tektonik ini dikenal dengan istilah gempa tektonik. Terkait dengan penjelasan sebelumnya bahwa Indonesia berada di atas pertemuan tiga lempeng bumi, maka tidak heran jika di Indonesai banyak terjadi gempa bumi.

  1. Terletak Di Alpine Belt/ Sabuk Alpine

Selain berada di kawasan Ring of Fire, Indonesia juga berada di kawasan Alpine Belt atau Sabuk Alpine. Wilayah – wilayah di Indonesia yang termasuk ke dalam sabuk Alpine yaitu pulau Sumatera dan pulau Jawa. Namun, terdapat sisi positif berada di kawasan sabuk Alpine ini yaitu, tanah di kawasan ini termasuk subur. Beberapa wilayah di Indonesia yang berada di atas sabuk Alpine ini yaitu Danau Toba, Gunung Anak Krakatau, dan Gunung Merapi. Ada sekitar 17 persen gempa bumi terbesar di dunia dan sekitar 5 sampai 6 persennya berasal dari gempa bumi terjadi di wilayah sabuk Alpine.

  1. Terletak di Batas Konvergen Lempeng Indo-Australia Dengan Lempeng Sunda

Mungkin bagi kalian yang tinggal di pulau Jawa bagian selatan, cukup sering merasakan gempa bumi, baik yang berskala kecil maupun yang besar. Hal ini disebabkan oleh adanya pergerakan lempeng di Indonesia, yaitu pertemuan antara lempeng Sunda dengan lempeng Indo-Australia. Lempeng Sunda sendiri dianggap sebagai bagian dari Lempeng Eurasia. Tidak hanya di Indonesia bagian selatan saja, gempa bumi juga sering terjadi di pulau Sumatera. Sebab di pulau Sumatera berada di perbatasan konvergen, yaitu tempat di mana lempeng Indo-Australia menujam ke bawah lempeng Sunda, akibatnya pulau Sumatera terlihat miring. Zona pertemuan ini termasuk zona struktur paling aktif di bumi dan juga paling bertanggung jawab atas terjadinya gempa bumi. Kecepatan pergerakan kedua lempeng ini berbeda – beda di setiap wilayah. Di daerah barat Sumatera Selatan kecepatan pergerakan lempeng berkisar 60 mm/tahun sedangkan di pulau Jawa berkisar 70 mm/tahun.

  1. Terjadi Perlambatan Rotasi Bumi

Pada tahun 2018 dimulai dari bulan Januari hingga akhir bulan Desember, gempa bumi berskala kecil dengan magnitudo kurang dari 4,0 sebanyak 9.081 kali, skala ringan dengan magnitudo 4,1 – 5,0 sebanyak 2.275 kali, skala menengah dengan magnitudo 5,1 – 6,0 sebanyak 210 kali, skala kuat bermagnitudo 6,1 – 7,0 sebanyak 12 kali dan gempa besar bermagnitudo 7,1 – 8,0 satu kali (terjadi di Palu, 28 September 2018, magnitudo 7,5). Jika ditotal, gempa yang terjadi di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 11.577 kali dan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 6.929 kali.

Ada sebuah ramalan yang mengatakan bahwa akan terjadi gempa besar di kawasan khatulistiwa pada tahun 2018. Ramalan ini berasal dari penemuan yang dilakukan oleh Roger Bilham dan Rebecca Bendick pada pertemuan tahunan Masyarakat Geologi Amerika. Mereka menjelaskan akan terjadi banyak gempa yang disebabkan oleh penurunan rotasi bumi. Pemberitaan tersebut sontak membuat ketakutan masyarakat, hingga Bendick merasa bersalah dan memberikan penjelasan. Bendick menegaskan bahwa hasil laporannya memberikan probabilitas dan bukan ramalan.

Bilham dan Bendick mempelajari mekanisme mengenai hubungan rotasi dengan gugus gempa bumi. Saat rotasi bumi berubah bentuknya juga akan bergeser yang diibaratkan sebagai rok penari. Di saat rotasi bumi menjadi lambat setiap 30 tahun sekali, sebagian besar massa akan bergerak ke arah kutub dan ke arah khatulistiwa saat rotasi bumi lebih cepat. Perubahan ini terjadi sekitar 1 mm akan tetapi energi potensial yang terkumpul di patahan bumi bisa menimbulkan gempa yang cukup dasyat. Namun penemuan tersebut ditentang oleh Dr. Virginia Toy yang mengatakan jika bukanlah hal baru jika terdapat korelasi antara satu peristiwa alam dengan fenomena lainnya. Hasil laporan yang berasal dari Amerika itu dianggap oleh Toy seperti kita akan mengalami lompatan dari 6 ke 20 gempa besar per tahun dan itu tidak mungkin.

Nah, itulah tadi penjelasan mengenai alasan penyebab sering terjadinya gempa bumi di Indonesia.

Keterangan gambar,

Patahan aktif di utara Bali, Lombok, NTB, NTT dan Sumbawa adalah satu dari ratusan yang ada di Indonesia.

Gempa yang mengguncang Lombok membuat masyarakat kembali bertanya-tanya seberapa besar potensi bencana alam ini terjadi di Indonesia?

Apalagi jika melihat ke belakang, utamanya mengaca pada kejadian gempa yang menyebabkan tsunami di Aceh pada tahun 2004 ataupun di Padang pada tahun 2009.

Para ahli mengatakan, apabila dilihat secara geologi, baik dari lempengan dan patahan yang ada, gempa memang sudah pasti akan terjadi di Indonesia.

"Wilayah Indonesia itu sangat berpotensi terjadi gempa bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.

"Dari tumbukan ini terimplikasi adanya sekitar enam tumbukan lempeng aktif yang berpotensi memicu terjadinya gempa kuat," kata Dr Daryono kepala bidang informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Wilayah Indonesia juga sangat kaya dengan sebaran patahan aktif atau sesar aktif. Ada lebih dari 200 yang sudah terpetakan dengan baik dan masih banyak yang belum terpetakan sehingga tidak heran jika wilayah Indonesia itu dalam sehari itu lebih dari 10 gempa yang terjadi," Daryono menambahkan.

Sejumlah patahan aktif tersebut adalah patahan besar Sumatra yang membelah Aceh sampai Lampung, sesar aktif di Jawa, Lembang, Jogjakarta, di utara Bali, Lombok, NTB, NTT, Sumbawa, di Sulawesi, Sorong, Memberamo, disamping di Kalimantan.

Posisi Indonesia dikenal berada di Cincin Api Pasifik (Ring of Fire) yaitu daerah 'tapal kuda' sepanjang 40.000 km yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan Samudra Pasifik. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang Cincin Api ini.

"Mungkin kalau kita melihat ke dunia, itu kelihatan bahwa Indonesia itu sangat merah dibandingkan dengan yang lain. Jepang, misalnya merah juga, Filipina saya pikir merah juga. California itu merah juga karena disitu ada zona San Andreas Fault yang besar dan bergerak sangat cepat," kata Danny Hilman Natawidjaja, peneliti utama bagian geologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Perbandingan Indonesia dengan bagian lain dunia dilakukan dengan menggunakan global seismic hazard atau bahaya seismik global, Danny menjelaskan.

"Zonasi seismic hazard itu sudah, yang dia representasikan adalah potensi guncangan gempanya, yang direpresentasikan dengan nilai percepatan gravitasi, G, makin tinggi yah makin banyak guncangannya.

"Nilai G lebih dari 5 menjadi merah. Nilai 3 dengan 5, kuning. Yang ada di bawahnya hijau biru dan sebagainya. Itu kelihatan bahwa Indonesia itu sangat merah dibandingkan dengan yang lain," Danny menambahkan.

Keterangan gambar,

Gempa Aceh berkekuatan 6,5 pada skala Richter yang mengguncang tiga kabupaten pada 7 Desember 2016.

Gempa di Lombok yang terjadi hari Minggu (05/08) telah menyebabkan banyak korban meninggal disamping ribuan orang harus mengungsi. Sementara gempa Aceh 2004 yang berkekuatan 9,3 pada skala Richter, menyebabkan 180 ribu orang meninggal dengan kerugian Rp45 triliun.

Jadi apakah kerugian, termasuk kerugian material seperti rumah, jalan, jembatan dsb, akan terus terjadi mengingat tingginya potensi terjadinya gempa di Indonesia?

"Masyarakat kita akan terus menjadi korban setiap terjadinya gempa karena kita juga tidak melihat langkah-langkah konkrit yang benar-benar, semacam juklak bagaimana membangun bangunan tahan gempa itu diedukasikan secara masif sehingga masyarakat kita benar-benar memahami dan kemudian mindset itu berubah," kata Dr Daryono.

Sementara kepadatan penduduk dan bangunan di Jawa dan Sumatra dibandingkan di bagian timur, menyebabkan lebih besar kemungkinan risiko korban dan kerusakan.

"Kalau kita lihat dari potensi hazard-nya, bahayanya, Indonesia timur itu dua kali lipat potensinya dibandingkan dengan wilayah barat, tetapi yang nama risiko itu kan juga mempertimbangkan keberadaan populasi dan infrasturktur. Untuk saat ini infrastruktur dan populasi kebanyakan di Jawa dan Sumatra, daerah Papua dan Maluku kan masih sedikit," kata ahli geologi LIPI, Danny Hilman.

Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya
Mengapa indonesiasering terjadi gempa bumi sebutkan alasanya

Sumber gambar, AFP/ADEK BERRY

Keterangan gambar,

Apakah masyarakat sudah diberikan informasi yang cukup tentang gempa?

Mengingat besarnya potensi dan risiko gempa di Indonesia dan telah panjang catatan sejarahnya, bukankah langkah pencegahan seharusnya sudah diambil?

Pemerintah mengatakan berbagai cara untuk mengantisipasi bencana alam ini telah dilakukan, termasuk dengan menggunakan teknologi tinggi.

"Sistem monitoring gempa bumi, sistem processing dan diseminasi penyebaran itu sudah sangat bagus, menggunakan teknologi yang. Dalam waktu kurang dari tiga menit itu sudah bisa mendapatkan informasi parameter gempa. Waktu gempa, kekuatan, kedalaman dan lokasinya. Kita juga bisa mengeluarkan peringatan dini tsunami dengan cepat," kata Daryono dari BMKG kepada Nuraki Aziz yang melaporkan untuk BBC Indonesia.

Tahun 2017, Indonesia telah merevisi peta seismic hazard dimana seluruh wilayah sudah dizonasi dan dikuantifikasi terkait seberapa besar potensi guncangan seismiknya.

"Berdasarkan peta itu seorang ahli sipil bisa mendisain struktur tahan gempa yang cocok untuk seluruh wilayah di Indonesia. Kalau semua orang, semua bangunan mengikuti, mematuhi peraturan yang ada, saya pikir nggak ada masalah kapan ada gempa terjadi karena yang paling berbahaya waktu gempa itu bukan gempanya tetapi bangunan yang roboh," kata Danny Hilman Natawidjaja dari LIPI.

Jadi mengapa masyarakat tetap menjadi korban setiap terjadi gempa, dengan adanya berbagai hal seperti teknologi tinggi dan kesiapan zonasi?

"Masih jauh urusan awareness, urusan pemahaman. Mereka belum siap. Kenapa mereka belum siap? Mereka tidak tahu informasinya. Sangat sedikit masyarakat dari kami yang tahu. Tahu tentang itu wilayah gempa atau tahu disitu ada ancaman gempa, itu sangat sedikit.

"Mereka juga tidak tahu bagaimana cara untuk menanggulangi kalau itu terjadi," kata Hening Parlan dari Lembaga Lingkungan Hidup dan Bencana, Aisyiyah yang telah mengamati topik keberdayaan masyarakat dalam mengatasi bencana alam, seperti gempa selama 20 tahun.

Konten tidak tersedia

  • {{promo.headlines.shortHeadline}}