Keteladanan apa saja yang harus dimiliki oleh kader Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah organisasi dan gerakan orang-orang yang mencintai dan ingin mengikuti jejak dan ajaran Muhammad SAW, Nabi sekaligus Rasul penutup. Muhammadiyah adalah gerakan Islam dan dakwah amar makruf nahi munkar, yang ingin mengamalkan ajaran Islam guna mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Kini, Muhammadiyah usianya sudah melewati satu abad. Amal usahanya cukup banyak. Perannya sudah banyak dirasakan oleh umat dan bangsa. Kontribusinya pada umat dan bangsa cukup banyak. Mulai dari pemikirannya (tentang pembaharuan), pilihannya pada sumber asli Al-Qur’an dan As-Sunnah, sampai kepada model-model pengamalan Islam dalam bidang tabligh, pendidikan, kesehatan, sampai sosial telah banyak dirasakan bagi masyarakat dan negara.

Profil Kader Muhammadiyah

Dibutuhkan regenerasi untuk melanjutkan jalanya roda persyarikatan. Hal ii diwujudkan dengan adanya perkaderan bagi anggota Muhammadiyah. Bertujuan  untuk membentuk anggota Muhammadiyah yang loyal agar dapat bergerak memimpin persyarikatan.

Maka, pengertian Kader Muhammadiyah adalah Anggota Muhammadiyah teladan. Keteladanannya ditunjukkan dengan kepribadiannya yang bertauhid murni, berakhlak mulia, dan taat beribadah. Selain itu, kader Muhammadiyah juga bermuamalat secara Islami dan berhasil mewujudkan kebiasaan-kebiasaan yang mengantarkannya menjadi seorang pribadi muslim yang sebenar-benarnya.

Ia memiliki keyakinan yang mantap dalam bertauhid yang murni, yakni berupa pembebasan diri dari segala hal yang dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perbuatannya kecuali yang berasal dari Allah. Laa ilaaha illallah, adalah pernyataan pembebasan dari segala hal kecuali hanya yang berasal dari Allah saja.

Ia menjadi sangat merdeka karena segala bentuk ikatannya kepada apapun dan siapapun didasarkan sepenuhnya kepada Allah. Tidak takut kepada apapun, tidak mau terikat dengan siapapun, kecuali kepada Allah dan segala aturan-Nya. Ia beriman pula kepada para Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kemudian, takdir baik dan takdir buruk.

Dalam kehidupan kesehariannya, ia senantiasa meningkatkan kualitas akhlak mulianya dan mengikis habis akhlak tercelanya. Ia selalu mengembangkan dirinya menjadi semakin jujur, amanah, sabar, istikamah, iffah, tawadhu’, pemaaf, dermawan, berani, bermujahadah, dan semua sifat akhlak mulia lainnya.

Ia juga mengikis habis akhlak tercelanya seperti bohong, khianat, mudah marah, tergesa-gesa, sombong, dendam, takut, sampai kikir. Apabila muncul akhlak tercela tersebut, ia cepat beristighfar kepada Allah, meminta maaf kepada yang bersangkutan. Bersyukur adalah kebiasaannya.

Setiap capaian yang baik, ia bersyukur kepada Allah. Demikian pula ketika berhasil menyingkirkan yang buruk, ia juga bersyukur. Ia yakin kekuatan syukur menarik anugerah Allah yang lebih besar lagi menghampirinya. Dengan bersyukur, ia akan berkembang terus menuju puncak kepribadian yang mulia.

Anggota Inti

Kader adalah anggota inti yang menjadi bagian terpilih dalam lingkup dan lingkungan pimpinan serta mendampingi di sekitar pimpinan. Kader bisa berarti pula sebagai jantung suatu organisasi. Jika kader dalam sebuah kepemimpinan lemah, maka seluruh kekuatan kepemimpinan juga akan lemah.

Kader berarti pula pasukan inti. Daya juang pasukan inti ini sangat tergantung dari nilai kekaderan yang berkualitas, berwawasan, militan, dan penuh semangat. Kader merupakan kelompok manusia yang terbaik karena terpilih, menjadi tulang punggung dari kelompok yang lebih besar dan terorganisasi secara permanen.

1 Inti adalah bagian yang utama, yang penting peranannya dalam suatu proses atau pelaksanaan kerja.

2 Inti adalah pusat kendali bagi lingkungannya. Ibarat sebuah sel, ia akan berfungsi dengan baik apabila intinya sehat. Kader Muhammadiyah adalah anggota inti yang diorganisir secara permanen dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta misi di lingkungan persyarikatan, ummat, dan bangsa guna mencapai tujuan Muhammadiyah.

Baca Juga  Pasca Pelantikan, Biden Langsung Cabut Muslim Travel Ban

3 Kader Muhammadiyah adalah anggota Muhammadiyah yang telah mengikuti perkaderan Muhammadiyah, memiliki integritas dan kompetensi, serta mampu menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai kader.

Anggota Muhammadiyah yang telah menyelesaikan perkaderan Darul Arqam atau serial Baitul Arqam dianggap telah memenuhi persyaratan sebagai kader. Namun apabila ia belum melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai kader, ia belumlah termasuk kader. Ia menjadi kader apabila telah meninggalkan jejak-jejak yang dapat dilihat dengan nyata dalam menjalankan tugasnya sebagai kader persyarikatan, kader umat, dan kader bangsa.

Kualitas Kader Ortom

Maka Muhammadiyah melalui organisasi otonom (ortom)-nya senantianya mengupayakan dakwah amar maruf nahi munkar bagi seluruh elemen masyarakat. Kader IPM bukan hanya yang mampu sukses menggerakkan para pelajar untuk ikut kegiatannya seperti Fortasi. Tetapi yang juga mampu menggerakkan para pelajar untuk belajar agama tanpa meninggalkan belajar ilmu umum.

Kader IMM bukan hanya mampu menggerakkan massa untuk unjuk rasa dan berkobar dalam berorasi. Tetapi yang mampu menggerakkan massa untuk sholat berjamaah di masjid, menjadi imam sholat dan berkhutbah jumat.

Kader Pemuda Muhammadiyah bukan hanya mampu menggerakkan para pemuda dan berperan dalam memelihara dan menjaga persatuan bangsa. Melainkan juga yang mampu memelihara dan menjaga keimanan dalam diri dan sekitarnya.

Kader KOKAM bukan hanya yang mampu menjaga keamanan setiap acara persyarikatan, atau yang gagah perwira dengan seragam khas dorengnya. Tetapi juga yang mampu dan mau ikut mendengarkan pengajian, menjaga sholat berjamaah lima waktu di masjid, dan tidak meninggalkan pakaian takwa.

Kader Tapak Suci bukan hanya yang mampu melatih diri, memakai dan hafal dengan beragam tekhnik bela diri dengan sempurna. Tetapi juga mereka yang mampu melatih diri untuk menjalankan ibadah dan mengamalkan  gerakan sholat dengan sempurna.

Kader Hizbul Wathan bukan hanya yang mengerti tentang sandi dan dekat dengan alam sekitar, serta selalu disiplin dengan aturan yang ada. Tetapi mereka yang hafal Al-Quran walaupun sedikit dan perlahan. Juga segera siap siaga memenuhi panggilan salat dan disiplin dengan aturan agama.

***

Maka peranan kader ortom juga sebagai kader persyarikatan, ia harus meninggalkan jejak berupa keteladanan dan berada orbit gerakan. Sebagai kader umat, ia meninggalkan jejak berupa perannya dalam membina kehidupan beragama, ukhuwwah, dan sosial ekonomi ummat Islam. Sebagai kader bangsa ia meninggalkan jejak berupa perannya dalam mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa.

Kader Muhammadiyah adalah kader Islam. Kader Islam adalah muslim yang siap membawa cerahnya Islam ini keseluruh alam, membawa peradaban Islam menjadi lebih baik sesuai dengan peran masing-masing. Karena maju-mundurnya nilai-nilai perkaderan saat ini akan menentukan Muhammadiyah di masa yang akan datang.

*) Kabid Tabligh IMM Al Farabi UIN Sunan Ampel Surabaya

Keteladanan apa saja yang harus dimiliki oleh kader Muhammadiyah

USIA bisa jadi musuh. Ini bukan saja berlaku bagi makhluk, melainkan juga segala entitas yang mengejar kedigdayaan material. Maka, hal-hal seperti organisasi, ajaran, ataupun teori juga akan diuji waktu.

Jamak tapi tidak kuat bukanlah keberhasilan sebab ajaran atau prinsip hanya semu dipegang. Sebaliknya, sedikit tapi kuat memang bisa jadi lebih baik, walaupun dengan catatan kekuatan itu tidak hanya di dalam organisasi, tetapi juga jauh ke luar.

Berkaca dari hal-hal itu, Muhammadiyah masih menang melawan ujian waktu.

Di usia Muhammadiyah yang ke-107 tahun yang diperingati kemarin, nama organisasi itu telah berkali lipat lebih besar daripada saat pembentukannya di awal 1912.

Lebih penting lagi, semangat dan nilai-nilai yang dijalankan masih seluhur seperti yang diajarkan sang kiai besar pendirinya, Kiai Haji Muhammad Darwin atau yang lebih dikenal sebagai Kiai Haji Ahmad Dahlan.

Hal itu pula yang jelas tertangkap dalam milad yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Bantul, DIY. Tema Mencerdaskan kehidupan bangsa dalam milad itu sama sekali tidak klise ataupun hanya formalitas. Buktinya tidak semata dilihat dari kerja panjang Muhammadiyah dalam kontribusi pendidikan formal negeri ini, tetapi juga dari kedalaman makna ‘mencerdaskan’ itu.

Sebagaimana disampaikan Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nasir, cerdas itu pada akal budi. Kita sepakat sepenuhnya bahwa kecerdasan keduanya tidak dapat dipisahkan.

Cerdas semata pada pikiran bukanlah cerdas sebenarnya karena ia tidak mencerdaskan orang lain. Ia justru bisa menjadi petaka karena
membodohi dan menyengsarakan yang bukan pihaknya. Sebaliknya, meremehkan kecerdasan pikiran tidak membuat nasib lebih baik. Malah, ia yang terus-menerus menjadi korban.

Peringatan Haedar itu pun aktual di masa ini. Kemalasan mengasah kecerdasan pikiran telah melahirkan umat yang lemah, gampang terprovokasi dan terpecah belah. Bukan menjadi penyejuk, sebagian umat Islam Indonesia justru terus menjadi bara api, baik bagi kerukunan antarumat beragama maupun nasionalisme. Contoh terburuknya ialah umat yang tehasut ideologi radikal dan melakukan aksi teror seperti yang kembali terjadi beberapa waktu lalu.

Kondisi pemikiran yang cupet dan sempit itu sebenarnya mengingatkan pula akan kondisi yang mendorong KH Ahmad Dahlan dahulu bergerak di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ia begitu gelisah melihat umat Islam dengan pikiran yang jumud dan beku.

Perangnya melawan kebodohan itu tentu bukan dengan caci maki dan pemaksaan, melainkan dengan kesabaran dan cinta. Sang manusia teladan itu membuka kelas bagi anak-anak, remaja, orang dewasa, termasuk ibu-ibu. Metodenya sederhana, tetapi intinya keluhuran, yakni kembali pada apa yang diajarkan Alquran dan hadis.

Di era pascareformasi ini Muhammadiyah sebagai organisasi pun menunjukkan ketegasan dalam mendukung demokrasi ataupun penegakan hukum dan konstitusi. Dalam menanggapi kerusuhan pascapilpres, misalnya, Muhammadiyah melalui Haedar mendorong pihak-pihak yang bersengketa untuk menempuh jalur hukum. Di sisi lain, ia mengajak semua pihak dan golongan untuk menyudahi perpecahan.

Sebelum itu, ketika terjadi gejolak yang menggoyang nasionalisme di kalangan umat Islam, Muhammadiyah bersikap tegas. Muhammadiyah, pada 2015, menegaskan negara Pancasila sebagai darul ahdi wa syahadah.

Penegasan itu memiliki tiga makna. Pertama, dukungan dasar teologis untuk Pancasila. Kedua, dukungan terhadap kesepakatan luhur kepada para pendiri bangsa. Ketiga, Muhammadiyah menempatkan diri sebagai contoh. Teladan paripurna itulah yang meneguhkan kemenangan Muhammadiyah melawan ujian waktu. Selamat dan berkah untuk Muhammadiyah.