Kenapa agroindustri disebut leading sektor

Bogor (14/5) - Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi menegaskan sektor pertanian memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap pencapaian target dan tujuan Program Sustainable Development Goals (SDGs) yakni untuk kesejahteraan manusia dan planet bumi. Karena itu, pertanian menjadi leading sektor bagi program ini.

"Peranan pertanian berkaitan langsung dengan target SDGs tahun 2030 yakni memberantas kemisinan dan kelaparan "No Poverty" dan "Zero Hunger"." ungkap Suwandi dalam acara Symposium dengan tema “Transforming Indonesia to Achieving Sustainable Development 2030” yang diselenggarakan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) IPB, di Bogor, Sabtu (14/10).

Menurut Suwandi, peran penting sektor pertanian dalam program SDGs terlihat dari 17 goals dan 169 target yang menitikberatkan pada upaya pengentasan kemiskinan dan kelaparan, disamping  perhatian terhadap masalah kesehatan, pendidikan, ketidaksetaraan gender dan kelestarian lingkungan. Beberapa hal diantaranya tentu berhubungan langsung dengan pangan dan pertanian.

“Menuju ke target SDGs tahun 2030 tersebut, Indonesia kerja keras menekan angka kemiskinan nasional melalui pertanian.  Hingga 2017 ini capaian kinerja pertanian dapat dilihat bersama, sudah swasembada dan tidak ada impor beras, cabai, bawang merah dan jagung pakan ternak.  Hasil berikutnya kemiskinan semakin menurun setiap tahun.  Hasil kajian EIU Desember 2016  menunjukkan indek keberlanjutan pertanian yaitu Food Sustainability Index  (FSI) Indonesia peringkat 16 di atas negara China, Amerika Serikat, India dan lainnya ” ujarnya.

Suwandi menjelaskan kemiskinan masih menjadi persoaIan karena penduduk miskin masih mencapai 10,86 persen dari jumlah penduduk Indonesia. PersoaIan kemiskinan  menjadi saIah satu faktor utama rendahnya akses masyarakat terhadap pangan. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan, sekitar 20 juta penduduk mengaIami keIaparan setiap harinya. 

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),  komoditas makanan khususnya beras memberi kontribusi besar terhadap garis kemiskinan di perkotaan kontribusi sekitar 20 persen dan pedesaan 26 persen dibandingkan kontribusi pangan lainnya.

"Keseimbangan pembangunan infrastuktur desa kota, agroindustri pedesaan beri dampak besar bagi pengentasan kemiskinan. Dan kebijakan-kebijakan kita yang pro rakyat seperti Harga Eceran Tertinggi (HET) misalnya, konsumen bisa menikmati harga bagus, petani juga. Belum lagi asuransi pertanian, kemudahan akses bank, hingga penguatan kelembagaan dengan korporasi petani juga bisa tingkatkan kesejahteraan," papar Suwandi.

Suwandi menyebutkan kantong-kantong kemiskinan berada di pedesaan, pedalaman dan di wilayah pinggiran. Untuk itu pembangunan mesti menyasar masyarakat wilayah tersebut. Tentunya ini sejalan dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK, membangun negeri dari pinggiran.  
“Masyarakat pedesaan terutama di perbatasan taraf hidupnya harus meningkat dan bisa hasilkan komoditas pangan dan lainnya yang berkualitas memberikan nilai tambah,” ungkapnya.

“Implementasi nawacita ini sudah mulai dilakukan Kementan, setiap wilayah harus mampu swasembada memenuhi kebutuhan pangannya.  Kini malah sudah ekspor pangan dari wilayah perbasatan.  Buktinya ekspor bawang merah ke Timor Leste di Malaka, NTT wilayah perbatasan sudah dilakukan beberapa hari kemarin. Tahun 2016 lalu Kementan sudah ekspor beras di perbataan Merauke ke Papua Nugini. Selanjutnya pada saat Hari Pangan Sedunia Oktober minggu depan direncanakan akan ekspor beras dari perbatasan Entikong, Kalimantan Barat ke Malaysia,” pungkasnya.

Anggota Badan Pengurus Pusat, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP-HIPMI), Pinpin Bhaktiar menuturkan sinergi strategis dengan program Kementan yang sedang berjalan bisa dirintis oleh enterpreneur sektor pertanian. Menurutnya, jika enterpreneur menjadi solusi pengentasan kemiskinan dalam kerangka SDGs.

“Ketika seorang pengusaha hadir, maka ia akan melakukan pemberdayaan yang tidak bekerja jadi bekerja," tuturnya.

“Enterpreneur juga diharapkan jadi akselerator bagi ekonomi maupun iklim enterpreneurship di hulu yakni bergerak di bidang pertanian atau pangan,” imbuhnya.

Pinpin mengapresiasi enterpreneur muda yang telah ditumbuhkan Kementan melalui Gerakan Pemuda Tani Indonesia (Gempita) di pedesaan. Gerakan ini dipastikan dapat menumbuhkan enterpreneurship di hulu untuk memberikan inspirasi dan pengembangan inovasi teknologi pertanian yang menciptakan nilai tambah produk pangan dan menghemat biaya usaha tani sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan.

“Karena itu, perlu ada program turunan dengan pelatihan manajemen, pelatihan kepemimpinan, hingga overview manajerialship yang lebih jauh," saran Pinpin.

Sementara itu, Dosen IPB, Prima Gandhi mengatakan materi-materi simposium ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk mendalami dan melakukan berbagai penelitian yang berkaitan dengan upaya-upaya pengentasan kemiskinan dan memerangi kelapangan guna mencapai target SDG.

“Penelitian untuk mahasiswa menyusun skipsi, tesis dan sebagai modal untuk terjun secara nyata di masyarakat dengan program yang lebih berkaitan untuk memajukan perekonomian daerah,” sebut dosen muda yang mengajar di Departemen ESL, IPB.

Panitia Symposium, Nindya Dendrania Fitra mengatakan kegiatan symposium ini dilakukan rutin setiap tahun oleh ESL IPB. Tujuan symposium kali ini untuk meningkatkan pemahaman para generasi muda dalam pencapaian SDGs. 

“Kemudian untuk mengetahui program-program yang dilaksanakan Indonesia dan impelementasinya sehingga berkontribusi nyata meningkatkan kesejahteraan,” katanya.

Oleh:

JIBI/Abdullah Azzam Sejumlah pengunjung memilih buah durian yang ada di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (18/2).

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perencanaan Perancangan Nasional/Bappenas (PPN) Bambang Brodjonegoro mengatakan sektor pertanian berpotensi menjadi leading sector bagi ekonomi Indonesia karena banyaknya kesempatan kerja yang terbuka, kesempatan berusaha dan potensi ekspor.

Menurutnya, pemerintah dan pelaku usaha harus fokus dalam menentukan komoditas yang dimajukan secara tematik. Selain, itu tiap daerah memiliki spesialisasi tertentu sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki dan hal ini harus dilakukan secara menyeluruh.

"Situasi ekonomi global sedang membaik, ada kemungkinan ada kemungkinan global demand juga membaik," katanya pada Kamis (8/3/2018).

Menurutnya sektor pertanian tidak akan ditinggalkan atau menjadi komoditas sektor kedua karena manufaktur tidak akan berkembang pesat tanpa pertanian, terutama manufaktur pengolahan sumberdaya alam.

Bambang menegaskan agar pertanian bisa mendapatkan nilai lebih diperlukan penambahan nilai terhadap produknya. Berarti ada pengolahan lebih lanjut pada produksi turunan seperti yang dilakukan pada kelapa sawit.

"Kita harus melakukan derivatif komoditas unggulan selain CPO. Memaksimalkan komoditas lain bisa dengan penambahan nilai dan mengincar selain pasar domestik," katanya.

Salah satu kekurangan produsen komoditas industri pangan dalam negeri, katanya, adalah puas dengan pasar domestik dan tidak berusaha mengincar pasar internasional. Hal ini yang menyebabkan komoditas pangan dalam negeri tidak memiliki nilai tambah.

Dia membandingkan antara Durian Musan King dan Durian Medan yang mempunyai rasa tidak jauh beda. Namun, memiliki pangsa pasar yang berbeda, karena durian pertama langsung mengincar pasar China dengan jumlah penduduk yang banyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Editor: Bunga Citra Arum Nursyifani

Latest Additions

View items added to the repository in the past week.