Kelebihan dan kekurangan sistem upah premi

Ilustrasi pemilik usaha yang memberikan upah kepada pekerjanya. Foto: Pexels

Di Indonesia, pelaku usaha bisa memilih sistem upah yang sesuai dengan jenis perusahaannya. Sistem upah sendiri dapat dibedakan berdasarkan prestasi, borongan, partisipasi, indeks biaya hidup dan masih banyak lagi. Lebih jelasnya, simak pembahasan berikut ini.

Menurut Drs. Alam S dalam bukunya Ekonomi untuk SMA Kelas X (2008: 15), upah adalah kompensasi atau balas jasa yang diberikan kepada pekerja, karena telah memberikan tenaganya kepada perusahaan.

Pembayaran upah bisa dilakukan harian, mingguan, atau bulanan. Di Indonesia, pemerintah memiliki kewajiban menetapkan berapa besarnya upah minimum yang harus diterima pekerja, agar mereka bisa hidup secara layak.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom, maka pemberlakukan UMR (Upah Minimum Regional) diubah menjadi UMP (Upah Minimum Provinsi) dan UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten).

Oleh sebab itu, berdasarkan peraturan di atas, pemerintah kota/kabupaten tidak boleh menetapkan UMK di daerahnya, di bawah jumlah UMP yang sudah ditetapkan oleh provinsi.

Kembali lagi ke topik macam-macam sistem upah, berikut masing-masing pengertiannya yang bisa digunakan sebagai acuan para pemilik usaha maupun pekerjanya. Materi ini dirangkum berdasarkan buku Siswa Ekonomi SMA Kelas XI karangan Basuki Darsono (2013: 61).

Ilustrasi upah yang diberikan pengusaha melalui bermacam-macam sistem. Foto: Pexels

Sistem pemberian upah ini didasarkan pada prestasi atau jumlah barang yang dihasilkan pekerja. Semakin banyak jumlah barang yang dihasilkan, semakin besar pula upah yang diterima pekerja.

Sistem pemberian upah ini didasarkan atas kesepakatan antara pemberi kerja dan pekerja. Misalnya, untuk membuat rumah ukuran 30 m x 10 m telah disepakati untuk diborongkan dengan upah Rp. 30.000.000,- hingga rumah tersebut selesai.

Pembuatan rumah selain diborongkan, bisa juga dibayar dengan sistem upah menurut waktu, misalnya harian. Hal ini bertujuan, agar pekerja bisa lebih berhati-hati dalam membuat rumah. Dengan demikian, umumnya jumlah upah harian yang dibayarkan lebih mahal daripada upah borongan.

3. Sistem Upah Partisipasi

Pemberian upah ini berupa sebagian keuntungan perusahaan pada akhir tahun (tutup buku). Upah ini dapat dikatakan sebagai bonus atau hadiah. Jadi, selain menerima upah seperti biasa, pekerja akan menerima sejumlah upah lagi di setiap akhir tahun (tutup buku).

4. Sistem Upah Indeks Biaya Hidup

Sistem pemberian upah yang didasarkan pada besarnya biaya hidup. Semakin naik biaya hidup pekerjanya, semakin besar pula upah yang diberikan.

Ilustrasi pengusaha menghitung upah kerja menurut prestasi hingga indeks biaya hidup pekerjanya. Foto: Pixabay

Sistem pemberian upah ini didasarkan pada waktu (lama) bekerja yang dilakukan si pekerja. Misalnya, tukang bangunan dibayar per hari Rp. 80.000,-. Bila bekerja selama 10 hari, ia akan dibayar Rp 800.000,-.

Sistem pemberian upah ini mengkombinasikan sistem upah prestasi yang ditambah dengan premi tertentu. Misalnya, bila pekerja mampu menyelesaikan 50 boneka dalam 1 jam akan dibayar Rp. 25.000,- dan kelebihan dari 50 boneka akan diberi sebesar Rp.300,- per boneka.

Oleh sebab itu, apabila seorang pekerja mampu membuat 70 boneka, ia akan menerima Rp. 25.000,- + (Rp.300,- x 20) = Rp. 31.000,-

7. Sistem Upah sebagai Mitra Usaha (Co Partnership)

Sistem ini berbentuk seperti upah bonus. Bedanya, upah tidak diberikan dalam bentuk uang tunai, tapi dalam bentuk saham atau obligasi.

Dengan memberikan saham, diharapkan pekerja lebih giat dan berhati-hati dalam bekerja, sebab mereka juga termasuk ke dalam pemilik perusahaan.

Ilustrasi menghitung keuntungan akhir tahun agar pekerja bisa mendapatkan upah dari perusahaan. Foto: Pixabay

8. Sistem Upah Skala Berubah

Sistem pemberian upah ini didasarkan pada skala hasil penjualan yang berubah-ubah. Apabila hasil penjualan bertambah, jumlah upah yang diberikan juga akan bertambah, demikian pula sebaliknya.

Sistem pemberian upah ini didasarkan pada naik turunnya jumlah produksi secara keseluruhan. Bila jumlah produksi naik 5%, upah juga akan naik sebesar 5%, demikian pula sebaliknya.

10. Sistem Upah Bagi Hasil

Pemberian upah ini dilakukan dengan memberikan bagian tertentu kepada pekerja dari hasil (keuntungan) yang diperoleh. Sistem ini biasa digunakan di sektor pertanian.

Sebagai contoh, petani mengerjakan sawah milik orang lain dengan jumlah bagi hasil sebesar "setengah". Artinya, bila sawah menghasilkan 2 ton beras, petani mendapat 1 ton, dan pemilik lahan juga akan mendapatkan 1 ton.