Kalimat bhinneka tunggal ika terdapat dalam buku sutasoma karangan

Jakarta -

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Seperti apa sejarahnya?

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa Kuno.

Bahan naskah yang digunakan untuk menulis kakawin Sutasoma terbuat dari daun lontar. Kitab tersebut berukuran 40,5 x 3,5 cm. Sutasoma menjadi sebuah karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit.

Dilansir laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan NKRI.

Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:

"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi antar umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Semboyan "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" sendiri digunakan untuk menciptakan kerukunan di antara rakyat Majapahit dalam kehidupan beragama.

Dikutip dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, frasa Jawa Kuno tersebut secara harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Bhinneka artinya beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam satu itu.

Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma mangrwa".

Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut:

"Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA."

Jadi, semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam sebuah buku berjudul kakawin Sutasoma.

Simak Video "Kekuasaan Kerajaan Majapahit, Kejayaan Nusantara"



(kri/pay)

Kalimat bhinneka tunggal ika terdapat dalam buku sutasoma karangan

Kakawin Sutasoma Replika

Kitab Sutasoma ditulis dalam Bahasa Jawa kuno oleh Mpu Tantular pada akhir abad ke-14 pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kitab ini menggambarkan toleransi beragama yang sudah lama terjalin di Kerajaan Majapahit. Semangat toleransi ini kemudian dijadikan semboyan bangsa Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan sikap untuk hidup berdampingan dalam perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai nada-nada untuk menghasilkan harmonisasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Kutipan frase “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat pada pupuh 139 bait 5, yang petikannya sebagai berikut: “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”. Artinya adalah “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Kalimat bhinneka tunggal ika terdapat dalam buku sutasoma karangan

Kalimat bhinneka tunggal ika terdapat dalam buku sutasoma karangan
Lihat Foto

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG

Ratusan warga dari berbagai wilayah berkumpul untuk mengikuti Parade Bhineka Tunggal Ika di kawasan Patung Kuda, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Sabtu (19/11/2016). Warga mengikuti Parade Bhinneka Tunggal Ika untuk merekatkan kembali rasa persatuan bangsa dan juga menjadi momentum refleksi atas sejumlah kejadian yang terjadi beberapa waktu belakangan, seperti pengeboman Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 13 November 2016.

KOMPAS.com - Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dari keberagaman dalam semua aspek kehidupan, baik kewilayahan, suku bangsa, agama, ras, golongan dan jenis kelamin.

Keberagaman yang menjadi realitas kehidupan di Indonesia menjadi persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Konsep negara kesatuan

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, sejak masa kerajaan Majapahit telah mengenal konsep negara kesatuan.

Motivasi menuju Negara Kesatuan tersebut berkat Sumpah Palapa yang diucapkan Mahapatih Gajah Mada.

Fakta yang ditemukan terletak di dalam lingkup wilayah kota raja Majapahit antara lain:

  1. Di bagian selatan terdapat kompleks pemukiman Islam ditandai adanya kompleks makam Islam Tralaya.
  2. Di bagian tengah terdapat kompleks pemukiman Hindu (Siwa) ditandai reruntuhan Candi Minakjinggo.
  3. Di bagian utara terdapat kompleks pemukiman Budha ditandai adanya Candi Brahu dan kompleks Candi gentong (yang diperkirakan bekas stupa).

Pada masa kejayaan kerajaan Majapahit telah dipraktikkan keberagaman yang menjadi satu kesatuan.

Hal itu membawa pengaruh terhadap kuatnya kerajaan Majapahit. Sehingga mampu mencapai kebesaran dan kejayaannya dalam mempersatukan seluruh wilayah Nusantara.

Baca juga: Arti Penting Bhinneka Tunggal Ika

Asal kata Bhinneka Tunggal Ika

Kalimat Bhinneka Tunggal Ika telah tercipta jauh sebelum negara Indonesia merdeka.

Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah kata (frasa) yang terdapat dalam Kakawin Sutasoma.

Kakawin Sutasoma dikarang pada abad ke-14. Kakawin berarti syair dengan bahasa Jawa Kuno.

Kalimat bhinneka tunggal ika terdapat dalam buku sutasoma karangan

Kalimat bhinneka tunggal ika terdapat dalam buku sutasoma karangan
Lihat Foto

Instagram @museum_nasional_indonesia

Kitab Sutasoma yang berada di Museum Nasional Indonesia

KOMPAS.com - Kitab Sutasoma merupakan peninggalan sejarah dalam bentuk karya sastra dikarang oleh Mpu Tantular pada abad ke-14.

Kakawin ini ditulis pada masa keemasan Kerajaan Majapahit, di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk.

Diperkirakan Kitab Sutasoma digubah antara tahun 1365 dan 1389, karena usianya lebih muda dari Kitab Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365.

Kitab Sutasoma bercerita mengenai Pangeran Sutasoma. Di dalamnya juga mengajarkan toleransi beragama, khususnya antara Hindu dan Buddha.

Kakawin inilah yang menjadi sumber inspirasi dirumuskannya semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika.

Kakawin Sutasoma ditulis menggunakan aksara Bali dalam bahasa Jawa Kuno, dengan bahan naskah terbuat dari daun lontar.

Kitab berukuran 40,5 x 3,5 cm itu berisi 1.210 bait dalam 148 pupuh.

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Rangkuman isi

Kitab Sutasoma berisi kisah upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma.

Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih menyukai memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya menjadi raja.

Maka pada suatu malam, Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semedi di sebuah candi dan mendapat anugerah.

Sutasoma dikarang oleh Mpu Tantular. Kitab ini menceritakan putra raja yang bernama Sutasoma yang rela meninggalkan keduniawian dan mendalami agama Buddha. Dalam kitab ini terdapat kata Bhinneka Tunggal Ika tan hana Darma Mangrwa. Dengan demikian kitab Sutasoma merupakan karangan Mpu Tantular.

Saya kelas 5 SD tinggi saya 148,9 cm.Apakah tinggi saya ini ideal apa kurang dari ideal atau tinggi sekaliTerima kasihMohon dijawab​

keberagaman karakteristik di masyaratkat merupakan hal yang​

Tolong bantu jawab ya kak Terima kasih.​

Apa kewajiban seorang petani?

Sebutkan tiga sikap positif yang dapat dilakukan di tengah perbedaan karakteristik i Individu Rumah adat suku tidore adalah Mengapa karakteristik in … dividu mangkat untuk belajar sosialisasi

Tolong bantu jawab ya kak Terima kasih ​

tuliskan kata kata bijak (kata kata penyemangat ) 5​

sebutkan 3 contoh perilaku yang mengamalkan sila ke dua pancasila!​

Tuliskan 5 azas pemilihan umum yang kamu ketahui adalah​

Qmengapa masyarakat indonesia harus rukun?untuk menjalin kerukunan apa yang harus kita lakukan?ASEAN ada berapa negara? sebutkan negara negara tersebu … t!jawab ya jangan ngasal yaMinal Aidzin Wal Faidzin untuk muslim dan yg non muslim salam toleransi ​