Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Pertanyaan (Saras, bukan nama sebenarnya):

Belum lama saya bertengkar dengan suami saya, lantas suami saya mengusir saya dari rumah dan menyuruh saya pulang ke rumah orang tua saya. Bagaimana hukumnya kejadian seperti tadi? Apakah sudah termasuk talak?

Jawaban (Kiai Muhammad Hamdi)

Apabila dilihat dari sisi ungkapan kalimat yang digunakan, talak terbagi menjadi dua jenis.

Pertama, talak sharih.

Kedua, talak kinayah

Talak sharih adalah talak yang diucapkan dengan menggunakan kata atau kalimat yang tegas (terang-terangan) untuk talak, yaitu kata “talak” atau “cerai”. Seperti ucapan suami kepada istrinya, “Aku talak engkau!”, “Aku ceraikan engkau!”, dan “Engkau tertalak”. 

Talak sharih tidak memembutuhkan niat dari suami. Jika suami menceraikan istrinya menggunakan kata-kata yang sharih, maka telah jatuh talaknya, meskipun suami tidak berniat untuk menceraikan istrinya.

Sedangkan talak kinayah adalah talak yang diucapkan dengan menggunakan kalimat yang bisa digunakan untuk talak dan juga bisa digunakan untuk selainnya. Dengan kata lain, talak kinayah merupakan talak yang diucapkan suami menggunakan kata sindiran.  Talak kinayah dapat dikatakan sah jika disertai dengan niat sang suami. 

Al-Khathib Asy-Syirbini berkata:

وَيَقَعُ أَيْضًا بِكِنَايَةٍ وَهِيَ مَا يَحْتَمِلُ الطَّلَاقَ وَغَيْرَهُ لَكِنْ بِنِيَّةٍ لِإِيقَاعِهِ

Talak juga jatuh dengan kinayah, yaitu kalimat yang mungkin bermakna talak dan selain talak, akan tetapi dengan niat agar talaknya jatuh.

Taqiyuddin Al-Husaini berkata:

وَالْكِنَايَةُ كُلُّ لَفْظٍ اِحْتَمَلَ الطَّلَاقَ وَغَيْرَهُ وَيَفْتَقِرُ إِلَى النِّيَّةِ

Kinayah adalah setiap lafal yang mungkin bermakna talak dan selainnya yang membutuhkan niat.

Contoh talak kinayah, misalnya, ucapan suami kepada istrinya, “Engkau terbebas dariku!”, “Pilihlah jalanmu sendiri!”, “Pulanglah ke rumah orang tuamu!”, dan sebagainya. Sehingga perintah suami kepada istrinya untuk pulang kampung, bagaimana pun ungkapannya, selama tidak mengucapkan kata “talak” atau “cerai”, adalah termasuk talak kinayah. 

Jika suami berniat menalaknya ketika mengucapkan kalimat tadi, maka secara tidak langsung, telah jatuh talaknya. Tapi, bila suami tidak berniat talak ketika mengucapkannya, maka tidak jatuh talak pada istrinya. Jika tidak jatuh talak, maka tidak ada hukum atau konsekuensi apa pun. Seperti halnya tidak terjadi apa-apa.

Sementara talak yang sudah jatuh (sah), tidak bisa dibatalkan. Tetapi, suami masih bisa kembali dalam ikatan pernikahan bersama istrinya dengan cara rujuk. Cara rujuknya cukup dengan ucapan, “Aku rujuk engkau”. Tidak pula disyaratkan adanya saksi dan persetujuan istri ketika rujuk. Hal ini di pertegas oleh Taqiyuddin Al-Husaini:

وَلَا يُشْتَرَطُ فِيهَا الْإِشْهَادُ عَلَى الصَّحِيحِ

Tidak disyaratkan dalam rujuk adanya persaksian menurut pendapat yang shahih.

وَلَا يُشْتَرطُ رِضَا الزَّوْجَةِ فِي ذَلِكَ نَعَمْ يُشْتَرَطُ أَنْ تَكُونَ الرَّجْعَةُ بِالْقَوْلِ الصَّرِيْحِ لِلْقَادِرِ

Tidak disyaratkan kerelaan istri dalam rujuk, namun rujuk disyaratkan dengan ucapan yang tegas bagi yang mampu (berbicara).

Rujuk bisa dilakukan jika istrinya masih dalam masa ‘iddah (masa tunggu bagi perempuan yang ditinggal oleh suaminya baik karena cerai atau meninggal), dan talak yang dijatuhkan merupakan talak satu atau dua yang disebut dengan talak raj’i. Jika masa ‘iddahnya istri sudah habis atau sudah talak tiga, yang disebut juga talak ba’in, maka tidak cukup dengan rujuk, tetapi harus dengan akad nikah yang baru. 

Khusus untuk talak tiga, jika ingin kembali bersama mantan istrinya, maka mantan istrinya harus menikah terlebih dahulu dengan laki-laki lain (suami baru), dan ia sudah bercerai dengan suami barunya tersebut.

Sahabat KESAN yang budiman, terkait masalah sahabat di atas, jika pengusiran itu masuk dalam kategori talak sharih, maka konsekuensinya sudah jatuh talak terhadap istri. Tapi, (jika dilihat dari pertanyaan) tampaknya pengusiran itu masuk dalam kategori talak kinayah, karena masuk dalam kategori talak kinayah, maka konsekuensinya ada dua.

Pertama, jika pengusiran itu didasari niat, maka secara tidak langsung telah jatuh talak satu. Jika suami ingin kembali bersama istrinya, si suami harus rujuk dengan istrinya tersebut.

Kedua, jika pengusiran itu tidak didasari niat atau hanya emosi sesaat, maka pengusiran itu bukanlah talak, dan tidak menimbulkan konsekuensi apa pun.

Wallahu A’lam bish Ash-Shawabi.

Referensi: Mughni al-Muhtaj; Al-Khathib Asy-Syirbini; Kifayah al-Akhyar; Taqiyuddin Al-Husaini; Fath al-Qarib; Muhammad bin Qasim Al-Ghazi

###

*Jika artikel di aplikasi KESAN dirasa bermanfaat, jangan lupa share ya. Semoga dapat menjadi amal jariyah bagi kita semua. Aamiin. Download atau update aplikasi KESAN di Android dan di iOS. Gratis, lengkap, dan bebas iklan. 

**Punya pertanyaan terkait Islam? Silakan kirim pertanyaanmu ke

Perceraian adalah hal terakhir yang dapat diambil oleh sepasang suami istri yang sedang mengalami masalah yang rumit. Banyak asalan yang menjadi pertimbangan pasangan yang memutuskan untuk bercerai hingga terucap kata talak.

Penelitian yang dilakukan Journal of Marriage and Family selama dekade terakhir melihat naiknya tingkat perceraian. Selain itu, banyak topic yang juga terkait dengan perceraian, misalnya prediksi perceraian, hubungan antara perceraian dan kesejahteraan anak-anak dan mantan pasangan, dan intervensi untuk pasangan yang bercerai.

Sebenarnya, perceraian sebenarnya merupakan hal yang tidak diinginkan oleh semua pihak dan tidak disenangi oleh Allah SWT. Meski begitu, dalam hal tertentu agama Islam memperbolehkan talak atau cerai.

Beberapa jenis talak harus diketahui bagi pasangan yang ingin berpisah. Walapun begitu, mempertahankan hubungan baik selama pernikahan harus diperjuangkan oleh kedua belah pihak.

Baca Juga: Apa yang Harus Dilakukan Pasca Perceraian?

Talak dalam Islam

Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Foto: Orami Photo Stock

Dalam ketentuan hukum pernikahan Islam, talak artinya melepas ikatan pernikahan dengan ucapan talak atau perkataan lain yang maksudnya sama dengan talak. Dikutip Bincang Syariah, di dalam fikih sunah Sayyid Sabiq beliau memberikan definisi talak, yaitu melepaskan tali pernikahan (perkawinan) dan mengakhiri hubungan suami Istri.

ADVERTISEMENT

Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Abu Zakaria Al-Ansari dalam kitabnya Fath Al-Wahhab menyatakan bahwa talak adalah melepas tali akad nikah dengan kalimat talak dan yang semacamnya. Maksudnya ialah memutuskan ikatan pernikahan yang dulu diikat oleh akad ijab dan kabul, sehingga status suami istri di antara keduanya menjadi hilang. Termasuk juga hilangnya hak dan kewajiban antara keduannya.

Dalil dibolehkannya talak adalah firman Allah SWT, yakni:

“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik,” (Al-Baqarah: 229).

Dan juga dalam surat lain: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar),” (At-Thalaq: 1).

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA, beliau pernah menalak istrinya dan istrinya dalam keadaan haid yang dilakukan di masa Nabi SAW. Lalu ‘Umar bin Al Khottob RA menanyakan masalah ini kepada Rasulullah SAW. Beliau bersabda:

“Hendaklah dia merujuk istrinya kembali, lalu menahannya hingga istrinya suci kemudian haid hingga dia suci kembali. Bila dia (Ibnu Umar) mau menceraikannya, maka dia boleh menalaknya dalam keadaan suci sebelum dia menggaulinya. Itulah iddah sebagaimana yang telah diperintahkan Allah SWT,”

Baca Juga: 7 Tips Mendukung Sahabat yang Mengalami Perceraian

Jenis Talak Berdasarkan Waktu

Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Foto: Orami Photo Stock

Berdasarkan waktu jatuhnya, para ulama fiqih kontemprer Syekh Wahbah al-Zuhaili membaginya menjadi tiga jenis, dilandir NU Online.

“Dilihat dari kandungan shighat terhadap ta‘liq atas perkara yang akan datang, penyandaran kepada waktu di masa mendatang, serta ketiadaan kandungan ta‘liq-nya, talak terbagi pada munajjaz, mu‘allaq, dan mudhaf” (Syekh al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islâmî wa Adillatuhu, [Darul Fikr: Damaskus] jilid 9, hal. 6966).

1. Talak Munajjaz atau Mu‘Ajjal

Jenis talak ini yang dijatuhkan pada saat shighat-nya diucapkan. Misalnya, ucapan seorang suami kepada istrinya, “Engkau telah ditalak,” atau “Engkau telah tertalak.”

Ungkapan seperti itu berakibat jatuhnya talak pada saat itu pula selama suami yang mengucapkan termasuk orang yang dianggap sah menjatuhkan talak, dan istri yang ditalak termasuk orang yang sah dijatuhi talak.

2. Talak Mudhaf

Ini adalah jenis talak yang disandarkan tercapainya pada waktu yang akan datang. Seperti ungkapan suami kepada istrinya, “Engkau tertalak pada esok hari, atau pada awal bulan Ramadhan, atau pada awal tahun depan.”

Ungkapan “Engkau tertalak pada awal bulan Ramadhan,” misalnya. Maka, terhitung sejak terbenamnya matahari pada hari terakhir di bulan Sya‘ban, talak suami kepada istrinya jatuh, bukan sejak dia mengucapkan.

ADVERTISEMENT

Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Berbeda halnya jika talak itu disandarkan pada waktu yang telah lalu, seperti “Engkau tertalak kemarin,” maka talak tersebut menjadi talak munajjaz. Artinya talak itu jatuh sejak diucapkan, karena mustahilnya menyandarkan sesuatu kepada waktu lampau, kecuali jika yang maksud perkataan itu adalah memberi tahu.

Begitu pula ungkapan suami, “Engkau tertalak sebelum mautku,” maka talaknya menjadi munajjaz. Artinya, talak jatuh pada saat diucapkan karena sebelum kematian seluruhnya adalah waktu menjatuhkan talak.

3. Talak Mu‘allaq

Disebut juga talak bersyarat atau lebih dikenal dengan nama ‘talak ta‘liq’. Talak jenis ini adalah talak yang digantungkan terjadinya pada sesuatu di waktu yang akan datang. Biasanya menggunakan kata-kata jika, apabila, kapan pun, dan sejenisnya.

Contohnya ungkapan suami kepada istrinya, “Jika engkau masuk lagi rumah si ini, maka engkau tertalak.” Atau, “Jika engkau pergi ke rumah saudaramu, maka engkau tertalak.” Atau, “Jika engkau keluar rumah tanpa seizinku, maka engkau tertalak.” Atau, “Kapan pun engkau ngobrol lagi dengan si ini, maka jatuhlah talakku kepadamu,”.

“Talak mu‘allaq adalah talak yang ditetapkan jatuhnya pada kejadian di masa mendatang. Biasanya ditandai dengan kata-kata syarat sebagai ta‘liq, seperti jika, bilamana, kapan pun, dan sejenisnya. Contohnya ungkapan seorang suami kepada istrinya, “Jika kamu masuk ke rumah si fulan, maka kamu [telah] tertalak.”

Atau, “Jika kamu pergi ke negaramu, maka engkau tertalak.” Atau, “Jika kamu keluar dari rumah tanpa seizinku, maka kamu tertalak.” Atau, “Kapan pun kamu berbicara dengan si fulan, maka kamu tertalak.”

Baca Juga: Sering Tidak Disadari, Inilah 4 Dampak Perceraian Pada Pendidikan Anak

Hukum Talak

Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Foto: Orami Photo Stock

Terdapat perselisihan pendapat di antara para ulama saat menentukanm kapan tepatnya hukum talak berlangsung.

  • Talaknya sah ketika diucapkan namun barulah jatuh ketika telah mencapai waktunya, menurut pendapat Abu ‘Ubaid, Ishaq, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Daud Az Zohiriy dan pengikutnya.
  • Ibnu Musayyib, salah satu pendapat Imam Abu Hanifah, Al Laits dan Imam Malik berpendapat, talak jatuh ketika diucapkan.
  • Talaknya tidak jatuh baik ketika diucapkan atau ketika sudah mencapai waktunya. Pendapat terakhir ini dianut oleh Ibnu Hazm. Alasannya, karena tidak ada dalil dari Al Qur’an maupun hadits yang menunjukkan bahwa talak tersebut jatuh. Begitu pula nikah dengan mengatakan bahwa kita akan nikah tahun depan, tidak bisa dianggap telah nikah, maka sama halnya dengan talak.

Selain itu, hukum talak dengan maksud sumpah, seperti ucapan ‘jika engkau keluar rumah, maka engkau ditalak’ juga memiliki dua keadaan:

  • Maksud dari ucapan talak adalah jatuh talak secara hakiki jika syarat tersebut tercapai. Menurut jumhur ulama, talak tersebut dianggap jatuh.
  • Maksud dari ucapan talak bukan maksud talak secara hakiki namun untuk ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Mengenai talak dengan maksud ini, ada dua pendapat di antara para ulama: (1) Talak jatuh ketika syaratnya tercapai. Inilah pendapat jumhur fuqoha dan empat ulama madzhab. Di antara alasannya karena muslim harus berpegang dengan syarat yang dia tetapkan, dan (2) Talak tersebut tidaklah jatuh. Pendapat ini menjadi pegangan ‘Ikrimah, Thowus, Ibnu Hazm, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qoyyim. Di antara alasannya adalah sabda Nabi SAW: “Barangsiapa bersumpah untuk melakukan sesuatu, lalu dia melihat ada kebaikan pada yang lain, maka pilihlah yang baik tersebut dan batalkan sumpah tersebut dengan kafaroh.” (HR. Muslim no. 1650).

Tujuh orang sahabat -yaitu Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas, Abu Hurairah, Aisyah, Abu Salmah, Hafshoh, Zainab, menganggap tidak jatuhnya sumpah dengan memerdekakan budak. Demikian bisa diqiyaskan dengan talak dengan qiyas yang shahih.

Karena tidak ada dalil tegas dari Alquran maupun hadits, juga tidak ada ijma’ (konsensus para ulama), ditambah kesesuaian dengan maqoshid syari’at, maka pendapat yang terkuat dalam masalah ini adalah talak mu’allaq bersyarat (talak dengan maksud sumpah) tidaklah jatuh.

Talak ini adalah jika dengan maksud sebagai ancaman supaya mengerjakan atau meninggalkan sesuatu. Namun jika maksudnya adalah talak secara hakiki, maka dianggap jatuh talak. Mahkamah di Mesir berpendapat yang sama, mereka berkata, “Tidak jatuh talak bersyarat jika dimaksudkan sebagai ancaman (peringatan) untuk mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, bukan yang lainnya.”

Baca Juga: Nyaman Atau Bosan dalam Pernikahan? Kenali Perbedaannya

Jenis-Jenis Talak dalam Islam

Jika suami berkata kepada istrinya Pulang kamu ke rumah orang tuamu dapat disebut jatuh talak jika

Foto: Orami Photo Stock

Secara umum, talak dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Dilihat dari Sighat (Ucapan/Lafadz) Talak

Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:

Talak Sharih (Talak Langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan lafadz atau ucapan yang jelas. Meski diucapkan tanpa ada niat atau saksi, akan tetapi suami tetap dianggap menjatuhkan cerai. Hal ini telah ditegaskan dalam Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah:

واتفقوا على أن الصريح يقع به الطلاق بغير نية

Artinya: “Para ulama sepakat bahwa talak dengan lafadz sharih (tegas) statusnya sah, tanpa melihat niat (pelaku).”

Contoh Lafadz/ ucapan Talak Sharih:

  • Aku menceraikanmu
  • Engkau aku ceraikan
  • Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.

Talak Kinayah (Talak Tidak Langsung)

Ini adalah talak yang diucapkan oleh suami kepada istrinya dengan menggunakan kata-kata yang di dalamnya mengandung makna perceraian, meski tidak secara langsung. Suami yang menjatuhkan talak dengan lafadz talak kinayah dan tidak ada niat untuk menceraikan istrinya, dianggap tidak jatuh talak.

Tetapi apabila suami mempunyai niat untuk menceraikan istrinya ketika mengucapkan kalimat talak tersebut, maka talak dianggap jatuh. Contoh Lafadz talak kinayah:

  • “Pulanglah engkau pada orang tuamu karena aku tidak lagi menghendakimu,”
  • “Pergi saja engkau dari sini kemanapun engkau suka,”
  • “Tidak ada hubungan apapun lagi di antara kita,” dan lain sebagainya.

2. Dilihat dari Pelaku Perceraian

Jika ditinjau dari segi tersebut, cerai atau talak terbagi menjadi 2 jenis, yakni:

Cerai Talak oleh Suami

Ini merupakan jenis perceraian atau talak yang paling umum terjadi, di mana suami menjatuhkan talak kepada istrinya. Begitu suami yang mengucapkan lafadz talak kepada istri, maka talak atau cerai tersebut telah dianggap jatuh.

Status perceraian terjadi tanpa harus menunggu keputusan dari pengadilan agama. Dengan kata lain, keputusan dari Pengadilan Agama adalah sebagai formalitas kenegaraan. Talak jenis ini dibedakan menjadi lima, yaitu:

  • Talak Raj’i

Yaitu proses perceraian saat suami mengucapkan talak satu atau talak dua kepada istrinya, tapi suami bisa rujuk dengan istrinya saat istri masih dalam masa iddah. Saat masa iddah habis atau lewat, rujuk yang dilakukan oleh suami tidak dibenarkan kecuali harus dengan akad nikah yang baru.

Allah SWT berfirman:

الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.

Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Baqarah: 229)

  • Talak Bain

Ini adalah proses perceraian saat suami mengucapkan atau melafadzkan talak tiga kepada istrinya. Dalam kasus ini, suami tidak boleh rujuk dengan istrinya, kecuali istri telah menikah kembali dengan orang lain lalu istri diceraikan oleh suami barunya dan telah habis masa iddahnya.

Allah SWT berfirman:

إِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. Al- Baqarah: 230)

  • Talak Sunni

Ini adalah perceraian saat suami mengucapkan talak kepada istri yang belum disetubuhi ketika istri dalam keadaan suci dari haid.

  • Talak Bid’i

Yaitu perceraian saat suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih dalam masa haid atau istri yang dalam keadaan suci dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.

  • Talak Taklik

Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab tertentu. Jadi apabila suami melakukan sebab atau syarat-syarat tersebut, maka terjadilah perceraian atau talak.

Gugat Cerai oleh Istri

Ada cerai talak oleh suami, ada juga gugat cerai oleh istri. Ini merupakan proses perceraian ketika pihak istri mengajukan permohonan gugat cerai atas suaminya kepada Pengadilan Agama, dan sebelum lembaga pemerintah tersebut memutuskan secara resmi, maka perceraian dianggap belum terjadi.

Ada dua istilah terkait gugat cerai yang dilakukan oleh istri atas suaminya, yakni:

  • Fasakh

Fasakh merupakan pengajuan perceraian yang dilakukan seorang istri atas suaminya tanpa adanya kompensasi yang diberikan oleh istri kepada sang suami. Fasakh bisa dilakukan ketika :

  1. Suami telah dianggap tidak memberikan nafkah lagi baik nafkah lahir maupun batin kepada istrinya selama enam bulan berturut-turut.
  2. Apabila seorang suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa adanya kabar berita
  3. Suami dianggap tidak melunasi mas kawin atau mahar yang telah disebutkan di dalam akad nikah, baik sebagian maupun keseluruhan.
  4. Suami berlaku buruk kepada istrinya seperti menganiaya, menghina, maupun tindakan lainnya yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan sang istri.
  • Khulu’

Khulu' merupakan proses perceraian atas permintaan dari pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut dengan syarat sang istri memberikan imbalan kepada sang suami. Di dalam Al-Qur’an surat Al- Baqarah ayat 229 disebutkan bahwa

“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.”

Dampak dari gugatan cerai yang dilakukan istri tersebut adalah hilangnya hak suami untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang dalam masa iddah atau yang disebut dengan talak ba’in sughra.

Dan apabila sang suami menghendaki untuk rujuk, maka ia harus melakukan proses melamar dan menikahi kembali wanita yang telah menjadi mantan istrinya tersebut. Dan apabila wanita tersebut hendak menikah dengan pria lain, maka ia harus menunggu hingga masa iddahnya selesai.

Itulah hal-hal mengenai talak yang harus diketahui oleh pasangan suami sitri. Bukan untuk dijalankan, tapi sebagai pengetahuan dan sebisa mungkin dihindari.

Sumber

  • https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak
  • https://tanyasyariah.com/konsultasi/kalimat-yang-menjadi-jatuhnya-talak/
  • https://www.researchgate.net/publication/249406254_Research_on_Divorce_Continuing_Trends_and_New_Developments