Jelaskan sebab-sebab runtuhnya kerajaan mataram

Candi Borobudur salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Foto: Pixabay

Kerajaan Mataram Kuno merupakan salah satu kerajaan yang berdiri di Jawa bagian tengah pada abad ke-8. Kerajaan ini sempat dipimpin oleh dua dinasti, yakni dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan dinasti Syailendra yang beragama Buddha.

Meski memiliki pemerintahan dengan agama yang berbeda, dua kerajaan ini hidup saling berdampingan dengan damai. Peninggalan kerajaan yang masih berdiri kokoh sampai saat ini adalah Candi Prambanan dan Candi Borobudur dengan corak masing-masing dinastinya.

Kerajaan Mataram Kuno disebut juga Kerajaan Medang karena lokasinya di sekitar Medang dan terletak di Poh Pitu. Di sebelah utara Kerajaan Mataram Kuno terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sindoro, dan Sumbing. Sedangkan di sebalah barat terdapat Pegunungan Serayu. Selain itu, kerajaan ini berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu.

Pendiri kerajaan ini adalah Sri Sanjaya yang merupakan generasi ketiga dari pemimpin Bhumi Mataram. Pada tahun 732, ia naik takhta dan mendapatkan sebutan Rakai Mataram.

Candi Prambanan salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Foto: Pixabay

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno

Dalam aspek sosial, kehidupan masyarakat di Kerajaan Mataram Kuno jauh dari konflik meskipun memiliki dua dinasti yang berbeda. Ikatan persaudaraan rakyat Mataram Kuno sangat kuat, dan itu dilihat dari banyaknya banyaknya candi-candi besar yang dibangun pada masa itu.

Untuk kehidupan berpolitik, Kerajaan Mataram Kuno memiliki sistem birokrasi yang tertata. Terdapat beberapa istilah dari sistem pemerintahan kerajaan ini yakni Rakryan Mahamantri yang merupakan pembantu utama raja, Rakryan sebagai pejabat administrasi, dan Rakai yang merupakan penguasa daerah.

Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno umumnya bercocok tanam, berternak, dan melakukan perdagangan ke berbagai daerah untuk kegiatan perekonomiannya. Namun jika dilihat melalui letak geografisnya, kecil kemungkinan kegiatan berdagang rakyat Mataram dilakukan melalui laut.

Kerajaan Mataram Kuno terus berkembang dan mencapai puncak kejayaan ketika para pemimpin mulai melakukan pembangunan candi.

Candi Prambanan salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Foto: Pixabay

Rakai Pinangkaran memulai pembangunan komplek besar Candi Borobudur dan Candi Sewu yang bercorak agama Buddha. Kemudian disusul dengan Rakai Pikatan yang mulai membangun Candi Prambanan sebagai komplek percandian terbesar agama Hindu.

Penyebab Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno disebabkan oleh konflik eksternal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini bermula dari pengusiran Balaputradewa dari dinasti Syailendra dan kekalahannya dalam perebutan takhta dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya.

Serangan dari Kerajaan Mataram Kuno terhadap Kerajaan Sriwijaya berhasil digagalkan dengan bantuan China. Kemudian Sriwijaya membalas serangan pada tahun 1016-1017, tepat ketika terjadi pemberontakan dalam masa pemerintahan Dharmawangsa, pemimpin Kerajaan Mataram Kuno. Hal inilah yang menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno berhasil diruntuhkan.

Assalammualaikum, Selamat datang di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas tentang pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kerajaan Mataram Kuno“. Berikut dibawah ini penjelasannya:

Jelaskan sebab-sebab runtuhnya kerajaan mataram

Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Pada pertengahan abad ke-8 dijawa bagian tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan pusat kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum dapat dipastikan. Ada yang menyebutkan pusat kerajaan di Madang dan terletak di Pho Pitu. Sementara itu letak Pho Piyu sampai sekarang belu jelas.

Keberadaan lokasi kerajaan itu dapat diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungai-sungai. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat pegunungn Serayu; di sebelah timur terdapat gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan laut Selatan dan pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada, misalnya Sungai Bogowoto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara kedu sampai sekitar prambanan.

Untuk mengetahui perkembangan kerajaan Mataram Kuno  dapat digunakan sumber yang berupa prasasti. Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan kerajaan Mataram Kuno di antaranya prasasti Canggala, prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti kedu atau prasastibalitung. Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber sejarah kerajaan Mataram Kuno juga berasal dari berita cina.

Penamaan Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram kuno juga dikenal dengan nama kerajaan Medang atau Medang Kamulan. Namun sebenarnya istilah kerajaan Medang diberikan untuk merujuk pada kerajaan Mataram periode Jawa Timur yang dikuasai oleh dinasti Isyana keturunan Mpu Sindok. Sedangkan untuk periode Jawa Tengah dinamakan kerajaan Mataram kuno yang dikuasai oleh dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra.

Karena pada saat itu Mpu Sindok yang merupakan menantu dari raja Wawa memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan adanya bencana alam berupa letusan gunung merapi dan gangguan dari kerajaan Sriwijaya di Sumatera.

Untuk membedakannya dengan kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada abad ke-16 M, kerajaan Mataram periode Jawa Tengah ini juga disebut kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu. Sedangkan untuk istilah Mataram sendiri terdapat dalam prasasti Minto dan prasasti Anjuk Ladang.

Letak Kerajaan Mataram Kuno

Jelaskan sebab-sebab runtuhnya kerajaan mataram

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya daerah ini sangat subur.

Silsilah Kerajaan Mataram Kuno

Di kerajaan Mataram kuno terdapat dua dinasti yang silih berganti memimpin kerajaan yaitu dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Berdasarkan interpetasi terhadap prasasti-prasasti yang ada, diperkirakan kedua dinasti ini saling bersaing untuk berebut pengaruh dan terkadang memerintah secara bersama-sama.

1. Dinasti Sanjaya

Dinasti Sanjaya merujuk pada raja pertama Mataram yaitu Sanjaya dan keturunan-keturunannya. Mereka aslidari Nusantara dan menganut agama Hindu aliran Syiwa.

Poerbatjaraka menyatakan bahwa dinasti Sanjaya tidak pernah ada karena mereka merupakan anggota dinastiSyailendra. Namun pendapatnya ini masih menimbulkan banyak kebingungan karena bukti-bukti yang minim. Juga menurut teori Marwati Pusponegoro dan Nugroho Notosutanto, dinasti Sanjaya tidak pernah ada karena tidak pernah disebutkan dalam prasasti mana pun. Sanjaya dan Rakai Panangkaran merupakan anggota dinasti Syailendra namun berbeda agama. Sanjaya beragama Hindu Syiwa, sedangkan Rakai Panangkaran adalah putranya yang berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahayana.

2. Dinasti Syailendra

Syailendravamsa atau dinasti Syailendra adalah nama dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya pulau Sumatera dan di kerajaan Mataram Kuno Jawa Tengah sejak tahun 752. Didirikan oleh Bhanu. Rajanya penganutagama Buddha Mahayana. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul dinasti ini :

Didukung oleh Dr. Mayundar, Nilakanta Sastri dan Ir. Moens. Berpendapat bahwa dinasti ini berasal dari India. Mereka menetap di Palembang. Namun setelah kedatangan Dapunta Hyang tahun 683 M, dinasti Syailendra lari ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyang dan bala tentaranya.

George Coedes cenderung menganggap bahwa dinasti Syailendra berasal dari Funan, Kamboja yang menyingkir ke Jawa akibat runtuhnya kerajaan Funan (Chenla). Mereka kemudian muncul sebagai penguasa di Medang ri Poh Pitu pada pertengahan abad ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra.Teori ini terbukti kuat. Karena raja-raja Syailendra menganggap dirinya keturunan langsung raja-raja Funan. Mereka mengatakan keturunan orang Funan yang berlindung di Jawa Tengah setelah negeri mereka ditaklukan.

Teori ini menyatakan bahwa Sumatera atau Jawa sebagai asal bangsa ini. Bisa jadi mereka berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah ke Jawa atau warga asli Jawa yang berpengaruh kuat di Sumatera. Beberapa sejarawan mengatakan bangsa ini berasal dari Sumatera yang kemudian bermigrasi ke Jawa Tengah setelah Sriwijaya melakukan ekspansi ke Jawa Tengah pada abad ke-7 M. Teori Nusantara ini didukung oleh Poerbatjaraka didasarkan pada Carita Parahyangan yang juga menjelaskan tentang Dapunta Salendra. Menurutnya Dapunta Salendra adalah bakal raja-raja keturunan Syailendra yang berkuasa di Medang.

Di Indonesia nama Syailendravamsa pertama kali dijumpai dalam prasasti Kalasan dari tahun 778 M. Kemudian ditemukan didalam prasasti Kelurak tahun 782 M, prasasti Abhayagiri Wihara tahun 792 Masehi, prasasti Sojomerto tahun 700 M dan prasasti Qayyum Unand 824 M. Sedangkan diluar Indonesia ditemukan pada prasasti Ligor tahun 775 dan prasasti Nalanda yang ada di India.

Namun berdasarkan prasasti Kedu (prasasti Mantyasih) nama-nama raja yang pernah memerintah Mataram kuno yaitu :

Sanjaya adalah raja pertama Mataram yang mewarisi tahta tanah Jawa atas kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga. Namanya dikenal melalui Prasasati Canggal, Prasasti Mantyasih, dan Carita Parahyangan. Ia mendirikan kerajaan Mataram pada tahun 717 M dengan pusatnya di Bhumi Mataram.

Sanjaya sendiri adalah anak dari Sanna dan ibunya bernama Sannaha. Ibunya merupakan cucu dari Ratu Shima penguasa Kalingga. Sementara ayahnya merupakan penguasa pulau Jawa yang menjadi raja ketiga kerajaan Galuh. Ia juga merupakan menantu dari raja Tarusbawa dari kerajaan Sunda. Sebelumnya pada saat ayahnya masih berkuasa, ia mendapat kedudukan sebagai pemimpin di tanah Mataram. Oleh karena itu ia disebut sebagai Rakai Mataram. Ketika ia berhasil menuntut balas pada keluarga Purbasora dan mendapatkan kembali tahta ayahnya, ia pergi ke tanah Sunda dan kemudian memberikan kekuasaan atas Galuh dan Sunda kepada anaknya Tamberan. Sedangkan ia sendiri kemudian kembali lagi ke Bhumi Mataram dan menjadi raja disana.

Sanjaya memerintah dengan sangat adil dan bijaksana sehingga rakyatnya terjamin aman dan tenteram. Apalagi setelah kematian Sanna, pulau Jawa seakan-akan mengalami kedukaan yang luar biasa dan keadaan negara menjadi sangat kacau balau.

Sanjaya sangat memperhatikan masalah keagamaan, dengan cara banyak mendatangkan pendeta-pendeta Hindu aliran Syiwa untuk mengajarkan agama. Bahkan disebutkan dalam riwayat, Sanjaya meninggal dunia karena jatuh sakit akibat terlalu patuh menjalankan ajaran agamanya. Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa sebelum meninggal, Sanjaya sempat memerintahkan anaknya yang bernama Rahyang Panaraban untuk berpindah agama karena agamanya dinilai terlalu menakutkan.

Rakai Panangkaran adalah anak dari Sanjaya yang menggantikannya memerintah Bhumi Mataram. Pada masanya kekuasaan atas Mataram direbut oleh dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mereka menyerang dinasti Sanjaya hingga melarikan diri ke daerah Dieng, Wonosobo. Ada yang menyebutkan dinasti Syailendra memaksa Rakai Panangkaran untuk mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Namun ada juga yang mengatakan ia mengubahnya atas perintah ayahnya yaitu Sanjaya

Artikel Terkait:  Isi Perjanjian Versailles

Versi lain menyebutkan dalam prasasti Wanua Tengah III bahwa Rakai Panangkaran adalah anak dari Rahyangta i Hara, sedangkan Rahyangta i Hara adalah adik dari Rahyangta i Medang. Jika dalam prasasti Mantyasih disebutkan bahwa Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang, maka dapat diduga bahwa Rahyangta i Medang dalam prasasti Wanua Tengah III tidak lain adalah Sanjaya itu sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Rakai Panangkaran merupakan keponakan dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Pada masa pemerintahan Panangkaran banyak didirikan candi-candi seperti candi Kalasan, arca Manjusri, kompleks candi Dieng, kompleks candi Gedong Songo, candi Ngawen, candi Mendut, dll.

Rakai Panunggalan atau Dharanindra sering disingkat Indra, merupakan raja dari Dinasti Syailendra. Namanya ditemukan dalam prasasti Kelurak. Pada masanya Mataram bisa melebarkan kekuasaannya sampai ke Semenanjung Malaya dan Indocina.

Menurut teori Slamet Muljana, Dharanindra sebagai raja Jawa telah berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya, termasuk daerah bawahannya di Semenanjung Malaya, yaitu Ligor. Prasasti Ligor B ditulis olehnya sebagai pertanda bahwa dinasti Syailendra telah berkuasa atas Sriwijaya. Daerah Ligor kemudian dijadikannya sebagai pangkalan militer untuk menyerang Campa tahun 787 dan juga Kamboja.

Dharanindra memiliki tiga julukan yaitu Wairiwarawiramardana atau “penumpas musuh-musuh perwira”. Julukan yang mirip terdapat dalam prasasti Nalanda, yaitu Wirawairimathana, dan prasasti Ligor B yaitu Sarwarimadawimathana. Dalam prasasti Nalanda, Wirawairimathana memiliki putra bernama Samaragrawira yang merupakan ayah dari Balaputradewa (raja Kerajaan Sriwijaya). Sehingga dengan kata lain, Balaputradewa adalah cucu Dharanindra.

Samaragrawira adalah ayah dari Balaputeradewa (raja terbesar Sriwijaya). Informasi sejarah atas namanya sangat minim sekali, hal ini kemungkinan disebabkan karena ia kurang cakap dalam memerintah. Namun pada masa pemerintahannya ia mengutamakan agama Buddha dan Hindu agar dapat dikenal oleh masyarakat luas.

Meskipun ia dipuji sebagai pahlawan perkasa dalam prasasti Nalanda, namun raja baru ini mungkin tidak sekuat ayahnya. Hal itu terbukti dengan ditemukannya prasasti Po Ngar yang menceritakan bahwa Kamboja berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa pada tahun 802 M. Saat itu Dharanindra atau Rakai Panunggalan kemungkinan sudah meninggal, sedangkan Samaragrawira sebagai raja baru tidak mampu menaklukkan negeri itu kembali.

Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah putra Samaragrawira yang lahir dari Dewi Tara, putri Sri Dharmasetu dari dinasti Soma. Kebanyakan para sejarawan berpendapat bahwa Sri Dharmasetu merupakan rajaKerajaan Sriwijaya. Dengan kata lain, Balaputradewa mewarisi takhta pulau Sumatra dari kakeknya itu. Sedangkan menurut Muljana, Balaputradewa tidak mewarisi takhta Sriwijaya dari Dharmasetu. Balaputradewa bisa menjadi raja Sriwijaya karena ia merupakan anggota dinasti Syailendra yang berkuasa di pulau Jawa dan Sumatra. Keberhasilan dinasti Syailendra menaklukkan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada masa pemerintahan Dharanindra.

Setelah Rakai Warak turun tahta sebenarnya sempat digantikan seorang raja wanita yaitu Dyah Gula. Namun karena pemerintahannya hanya bersifat sementara maka jarang ada sumber sejarah yang mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.

Rakai Garung mengeluarkan prasasti Pengging yang didalamnya terdapat penyamaan namanya dengan Patapan Puplar. Tidak banyak informasi mengenai raja ini. Hanya di prasasti Karang Tengah disebutkan nama Samaratungga dan Pramodhawardhani. Pramodhawarni sendiri dikenal dengan Sri Kahulunan yang dikemudian hari dinikahkan dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya demi memperbaiki hubungan kedua dinasti.

Tidak seperti pendahulunya yang ekspansionis, pada masa pemerintahannya, Samaratungga lebih mengedepankan pengembangan agama dan budaya. Dia membangun candi Borobudur yang menjadi kebanggaan Indonesia. Namun sebelum candi Borobudur selesai dibuat, dia keburu wafat dan dilanjutkan pembangunannya oleh menantunya yang bernama Pikatan.

Naik tahtanya Rakai Pikatan menjadi raja di Mataram adalah awal dari kebangkitan kembali dinasti Sanjaya. Pikatan berhasil naik tahta melalui perkawinannya dengan Pramodhawardhani atau Sri Kahulunan yang merupakan putri raja Samaratungga. Pernikahan inilah yang memicu peperangan antara Pikatan bersama Pramodhawardhani melawan Balaputeradewa.

Pada saat Samaratungga turun tahta, ia tidak memiliki putera laki-laki yang dapat meneruskan kekuasaannya. Sehingga tahta seharusnya jatuh ke tangan Sri Kahulunan atau Pramodhawardhani. Akan tetapi disatu sisi Pramodhawardhani sendiri merasa tidak sanggup untuk memerintah sehingga menyerahkan tahta kerajaan Mataram kepada pamannya, Balaputeradewa.

Sepeninggal Panangkaran memang terjadi konflik diantara anggota kerajaan. Hal ini disebabkan karena adanya dua dinasti yang berbeda agama memerintah di satu kerajaan. Hal tersebut berakhir setelah adanya taktik politik Pikatan yang meminang Pramodhawardhani menjadi istrinya. Taktik tersebut memang berhasil menghentikan konflik diantara dua dinasti. Namun kemudian malah memunculkan konflik internal dan memicu perang saudara dengan Balaputeradewa.

Rakai Pikatan yang memiliki ambisi untuk menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah dan mengembalikan kejayaan dinasti Sanjaya kemudian mendesak istrinya untuk meminta kembali tahta Mataram yang sebelumnya sudah diberikan kepada Balaputeradewa. Perang saudara tidak bias dihindarkan dan berakhir dengan kekalahan Balaputeradewa di Ungaran atau Ratu Boko. Akhirnya Balaputeradewa pun melarikan diri ke Sumatera dan menjadi raja di Sriwijaya. Kepindahan Balaputeradewa ke Sriwijaya menjadi penanda berakhirnya pengaruh dinasti Syailendra di kerajaan Mataram kuno.

Walaupun Balaputeradewa telah menjadi raja di Sriwijaya namun tetap tidak bisa menghapuskan dendam lama. Balaputeradewa tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan yang telah menyingkirkannya. Bahkan permusuhan tetap terjadi secara turun-temurun pada generasi selanjutnya hingga nanti puncaknya pada peristiwa pertempuran di Anjuk Ladang yang dimenangkan oleh pihak Mataram. Selanjutnya Mpu Sindok pun memindahkan pusat kerajaan ke daerah Jawa Timur, tepatnya di tepi sungai Brantas. Menandai berakhirnya kerajaan Mataram kuno periode Jawa Tengah dan dimulainya kekuasaan dinasti Isyana atas kerajaan Medang di Jawa Timur sebagai lanjutan dari Mataram kuno.

Pada masa Pikatan, candi Borobudur selesai dibangun sebagai bangunan peninggalan dari dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Dan dimulai pula pembangunan candi Prambanaan sebagai candi peninggalan agama hindu.

Rakai Pikatan turun tahta dan digantikan oleh puteranya yang bernama Dyah Lokapala dan bergelar Sri Maharaja Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Kayuwangi, kerajaan banyak menghadapi banyak masalah dan berbagai persoalan rumit. Dalam pemerintahannya ia dibantu dewan penasihat yang merangkap staf pelaksana dan terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai oleh seorang mahapatih.

Kayuwangi juga berusaha keras memajukan pertanian. Karena pertanian adalah aspek terbesar dalam menunjang perekonomian rakyat Mataram.

Berturut-turut sebelum Watuhumalang, raja-raja yang memerintah di Mataram kuno ialah Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885-887 M), dan Rakai Gurunwangi (887 M). Nama mereka tidak terlalu dikenal karena masa pemerintahannya yang terlalu singkat atau karena Balitung sendiri sengaja tidak ingin menyebutkan nama mereka dalam daftar nama-nama raja Mataram yang ada di prasasti Mantyasih.

Masa pemerintahan Watuhumalang pun dipenuhi oleh peperangan perebutan kekuasaan. Serta masa pemerintahannya tidak diketahui dengan jelas, karena dari prasasti-prasasti yang ditemukan lebih banyak membicarakan masalah keagamaan daripada politik pemerintahan.

Dyah balitung adalah raja terbesar Mataram kuno. Ia berhasil mempersatukan kembali Mataram kuno dan memperluas kekuasasan dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Namanya dikenal juga sebagai Balitung Uttunggadewa (dalam prasasti Ngampihan), Rakai Watukura Dyah Balitung (dalam kitab Negarakertagama), Dharmodya Mahacumbu (dalam prasasti Kedu), dan Rakai Galuh atau Rakai Halu (dalam prasasti Surabaya).

Artikel Terkait:  Manusia Purba Di Indonesia

Sebenarnya Dyah Balitung bukanlah pewaris tahta kerajaan Mataram. Ia dapat naik tahta karena kegagahberaniannya dan karena perkawinannya dengan putri raja Watuhumalang. Selama masa pemerintahannya ia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat terutama dalam hal mata pencaharian. Kegiatan pertanian pun sangat didukungnya.

Dalam pemerintahannya pun terdapat tiga jabatan penting yaitu Rakyan i Hino (pejabat tertinggi dibawah raja), Rakyan I Halu, dan Rakyan I Sirikan. Ketiga jabatan itu merupakan tritunggal yang terus dipakai hingga zaman kerajaan Majapahit.

Masa pemerintahannya pun banyak meninggalkan prasasti seperti Prasasti Penampihan di Kediri, Prasasti Wonogiri, Prasasati Mantyasih, Prasasti Djedung Di Surabaya, dll. Berbagai bidang seperti politik, pemerintahan, ekonomi, agama dan kebuadayaan mengalami kemajuan. Salah satunya ialah Balitung berhasil menyelesaikan pembangunan candi Prambanan yang telah dirintis pada masa Rakai Pikatan. Candi tersebut dibangun megah dengan disertai ukiran relief-relief yang sangat indah.

Sesudah pemerintaahan Balitung berakhir, kerajaan mataram kuno mulai mengalami kemunduran. Raja-raja yang berkuasa setelah Balitung ialah Daksa, Tulodhong dan Wawa. Masa pemerintahan mereka sangat singkat dan tidak terjadi hal-hal yang penting. Hingga akhirnya nanti Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan alasan menghindari gangguan Sriwijaya dan faktor bencana alam meletusnya gunung Merapi.

Perkembangan Pemerintahan

Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di jawa sebuah berkuasa raja bernama Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka 732M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Snjaya adalah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.

Dalam putra Soejomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa [hindu]. Diperkirakan Dapunta Syailendra yang berkuasa di jawa bagian tengah. Dalam hal ini Dapunta Syailendra dipekirakan yang menurunkan Sanna, sebagai Raja di jawa.

Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717-780 M, Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melakukan penaklukan terhadap raja-rahja kecil bekasa bawahan Sanna yang melepaskan diri, Setelah itu, pada tahun 732 M raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas Gunung Wukir [Bukit Stirangga]. Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukan raja-raja lain.

Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan memiliki pengatuhan luas. Para punjagga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh karena itu, di bawah pemerintahan raja Sanjaya, kerajaan menjadi aman dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting adalah pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Snjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah diteklukkanya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui kemarahan Sanna.

Setelah Raja Sanjaya Wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Rakai penagkaran. Panangkaranmendukung adanya perkembangan agama buddha. Dalam prasasti kalasan yang berangka tahun 778, Rja penangkaran telah memberikan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah cndi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama buddha. Tanah dan bangunan tersebut terletak di kalasan. Prasasti kalasan juga menerangkan bahwa Raja panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah pancapana Rakai panagkaran Raja panangkaran. Raja panangkaran kemudian memindahkan pusat pemerintahnya ke arah timur.

Raja panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra. Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikanya bangunan-bangunan suci. Misalnya, candi kalasan dan arca Manjusri.

Setelah kekuasaan penangkaran berakhir, timbul persoalan dalam keluarga Syailendra, karena adanya pepeacahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama hindu [syiwa]. Hal ini menimbulkan perpecahan didalam pemerintahan kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama hindu berkuasa di daerah jawa bagian utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama buddha berkuasa di daerah jawa bagian selatan. Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di jawa bagian utara. Misalnya, candi-candi kompelks pegunungan dieng [Candi Dieng] dan kompelks Candi Gedongsongo. Kompelks Candi Dieng memakai nama-nama tokoh wayang seperti Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.

Sementara agama buddha meninggalkan candi-candi seperti Candi Ngaweng, Mendut, Pawong dan Borobudur. Candi Borobudur dipekirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman pramudawardani dan pikatan.

Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga akhirnya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan rakai pakitan dan keluaarga yang beragama hindu dengan pramudawardani, putri dan Samaratungga. Perkawinana itu terjadi pada tahun 832 M. Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.

Setelah Samaratungga Wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang bernama Balaputradewa menunjukan sikap menentang terhadap pikatan. Kemudian terjadi perang perebutan kekuasaan antara pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa membuat benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan prambanan. Benteng ini sekarang kira kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di kerajaan Sriwijaya.

Kerajaan Mataram Kuno daerahnya bertambah pesat tahun 856 Rakai pakitan turun takhta dan digantikan oleh kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja gelar yang terbesar. Ia memerintah pada tahun 898-911 M dengan gelar Sri Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidang-bidang politik, pemerintahan, ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun cndi prambanan sebagai candi yang aggung dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.

Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa faktor yang menyebabkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya bencana alam dan ancaman dan musuh yaitu kerajaan Sriwijaya.

Kekuasaan Dinasti Isyana Pertentangan di antara keluarga Mataram, tampaknya terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 M. Pertikaian yang tidak pernah berhenti menyebabkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medan ke Dha [Jawa timur] dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyanawanghsa. Di samping pertentangan keluarga, pemindahan pusat kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran akibat letusan Gunung Merapi. Berdasarkan prasasti, pusat pemerintahan keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperikarakan dekat jombang, sebab di jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang. Daerah kekuasaanya meliputi jawa bagian timur. Jawa bagian tengah, dan bali.

Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuanya bernama Sri Isyanatunggawijaya, Ia naik takhta dan kawindengan Sri lokapala. Dari perkawinana ini lahirlah putra yang bernama Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik tahta menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa Tghu yang memeluk agama hindu aliran Waisya. Pada masa pemerintahanya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk meyadur kitab Mahabarata dalam bahasa jawa Kuno.

Setelah Dharmawangsa Tguh turun takhta ia digantikan oleh raja Arlangga, yang saat itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa menyebabkan Airlangga berkenala ke hutan. Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama hindu dan buddha sebagai raja. Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka berapa menghargai aliran dan keyakinan, penduduk Mataram kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.

Artikel Terkait:  Materi Perang Korea (1950-1953)

Setelah dinobaatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadaakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang raajaa Colamandala dari india selatan pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, meliputi seluruh jawa timur. Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaanya dari Dha ke kahuripan.

Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Kerajaan itu adalah kendiri dan janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dan selir. Kerajaan janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang bernama Garasakan [Jayengrana], dengan ibu kota di kahuripan [Jiwana].

Wilayahya meliputi daerah sekitar Surabaya sampai pasuran, dan kerajaan panjalu [kediri]. Kerajaan kediri di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang bernama Samarawijaya [Jayawarsal] dengan ibu kota di kediri [Daha], meliputi daerah sekitar kediri dan Madiun.

Kerajaan kediri adalah kerajaan pertama yang mmpunyai sistem administrasi kewilayahan negara berjenjang. Hieraki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling bawahan dikenal dengan thani [desa]. Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan. Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa tingkatan paling tinggi yaitu negara atau karajaan yang disebut dengan bhumi.

Kehidupan Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno

Berikut ini terdapat beberapa kehidupan masyarakat kerajaan mataram kuno, yaitu sebagai berikut:

Perekonomian kerajaan Mataram kuno didukung melalui sektor pertanian. Hal ini didukung oleh kondisi geografis daerahnya yang banyak dikelilingi gunung-gunung seperti gunung Merapi, gunung Sindoro, gunung Sumbing, dll. Wilayahnya sangat subur sehingga cocok untuk ditanami berbagai jenis tanaman seperti padi dan palawija.

Selain itu, sektor perdagangan dan pelayaran juga dikembangkan. Namun tidak semaju seperti sektor pertanian. Meskipun Mataram banyak dialiri oleh sungai-sungai besar seperti Bengawan Solo, akan tetapi pada saat itu pusat-pusat perdagangan dan pelayaran dunia lebih terfokus ke wilayah semenanjung Malaya yang dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Disatu sisi pun wilayah lautan yang dimiliki oleh kerajaan Mataram kurang mendukung aktifitas pelayaran karena ombaknya yang lumayan besar.

Dalam bidang keagamaan terdapat dua agama yang memiliki pengaruh di kerajaan ini. Yaitu agama Hindu Syiwa yang dianut oleh keluarga Sanjaya dan mayoritas penduduk setempat. Serta agama Buddha Mahayana yang hanya dianut oleh keluarga Syailendra. Raja-raja yang memerintah di kerajaan ini pun juga tidak mengesampingkan bidang keagamaan. Hal ini terbukti dengan banyak didatangkannya pendeta-pendeta Hindu dan Buddha ke Mataram untuk mengajarkan agama. Serta pada masa Panangkaran pun pernah dibangun biara sebagai tempat beribadah penganut Buddha.

Dalam bidang sosial, pada masa dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu menggunakan sistem kasta empat tingkatan untuk membagi masyarakatnya. Sedangkan pada masa dinasti Syailendra tidak terdapat sistem kasta karena dalam agama Buddha sendiri tidak mengenal adanya pembagian kasta dalam kelompok masyarakat.

Sementara dalam bidang budaya juga mengalami perkembangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya ditemukan candi-candi dan prasasti-prasasati yang berasal dari kerajaan ini. Antara lain :

  1. Candi-candi yang bercorak Hindu diantaranya: Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi Prambanan.
  2. Candi-candi yang bercorak Buddha diantaranya Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon dan Candi Sari.
  3. Temuan artefak emas Wonoboyo yang menunjukkan kehalusan seni budaya kerajaan Mataram kuno.
  4. Peninggalan prasasti yaitu Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Kelurak, Arca Manjusri, Prasasti Mantyasih, Prasasti Sojomerto, Prasasti Nalanda, Prasasti Ligor, Prasasti Ratu Boko, Prasasti Wanua Tengah III, Prasasti Gondosuli, dll.

Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno

Berikut ini terdapat beberapa masa kejayaan kerajaan mataram kuno, yaitu sebagai berikut:

  • Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta (Waringin Pitu) guna mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lain-lain datang ke pelabuhan itu.
  • Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:
  • Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang sangat memudahkan bagi lalu lintas perdagangan.
  • Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi secara besar-besaran.
  • Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama waktu itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun 927-929 M.

Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis. Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan dekat dengan daerah sumber penghasil komoditi perdagangan.

Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, lalu pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah sejak tahun 929 M sampai dengan948 M.

Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Berikut ini terdapat beberapa peninggalan dari kerajaan mataram kuno, yaitu sebagai berikut:

1. Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

  1. Candi Sewu
  2. Candi Arjuna
  3. Candi Bima
  4. Candi Borobudur
  5. Candi Mendut
  6. Candi Pawon
  7. Candi Puntadewa
  8. Candi Semar

2. Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

  • Prasasti Kerajaan Mataram
  • Prasasti Sojomerto
  • Prasasti Kalasan
  • Prasasti Klurak
  • Prasasti Ratu Boko
  • Prasasti Nalanda

Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Silsilah Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah, Masa Pemerintahan, Masa Kejayaan, Runtuhnya & Peninggalan

Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!

Baca Artikel Lainnya: