Komite Nasional Indonesia Pusat JenisJenisUnikameral SejarahDidirikan29 Agustus 1945 (1945-08-29)Dibubarkan15 Desember 1949 (1949-12-15)PimpinanKetua Kasman Singodimedjo (1945) Komite Nasional Indonesia Pusat (sering disingkat dengan KNIP) dibentuk berdasarkan Pasal IV, Aturan Peralihan, Undang-Undang Dasar 1945 dan dilantik serta mulai bertugas sejak tanggal 29 Agustus 1945 sampai dengan 15 Februari 1950.[1] KNIP merupakan Badan Pembantu Presiden, yang keanggotaannya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai golongan dan daerah-daerah termasuk mantan Anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.[2] KNIP ini diakui sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia, sehingga tanggal pembentukannya diresmikan menjadi Hari Jadi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.[1] Pimpinan dan anggotaPada formasi pertama, Anggota KNIP terdiri dari 137 orang, dimana yang bertindak sebagai pimpinan adalah:[1][2]
Badan PekerjaBerhubung dengan keadaan dalam negeri yang genting, pekerjaan sehari-hari KNIP dilakukan oleh satu Badan Pekerja, yang keanggotaannya dipilih dikalangan anggota, dan bertanggung jawab kepada KNIP. Badan Pekerja KNIP pada saat itu (BP-KNIP) dibentuk tanggal 16 Oktober 1945 yang diketuai oleh Sutan Sjahrir dan penulis oleh Soepeno dan beranggotakan 28 orang.[3][4] Pada tanggal 14 November 1945, Sutan Syahrir diangkat menjadi Perdana Menteri, sehingga BP-KNIP diketuai oleh Soepeno dan penulis dr. Abdul Halim.[5] Kemudian pada tanggal 28 Januari 1948, Soepeno diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan Pemuda pada Kabinet Hatta I, sehingga ketua adalah Mr. Assaat Datu Mudo, dan penulis tetap dr. Abdul Halim.[6] Pada tanggal 21 Januari 1950, Mr. Assaat diangkat menjadi Pelaksana Tugas Presiden Republik Indonesia dan dr. Abdul Halim diangkat menjadi Perdana Menteri, serta sebagian besar anggauta BP-KNIP diangkat menjadi Menteri dalam Kabinet Halim tsb. BP-KNIP tidak punya kantor tetap, waktu di Jakarta di Jl. Pejambon dan Jl. Cilacap (1945), waktu di Cirebon di Grand Hotel Ribberink (1946), waktu di Purworejo di Grand Hotel Van Laar (1947), dan waktu di Yogyakarta di Gedung Perwakilan Malioboro (1948-1950).[7] Para anggota BP-KNIP tercatat antara lain: Sutan Syahrir, Mohamad Natsir, Soepeno, Mr. Assaat Datuk Mudo, dr. Abdul Halim, Tan Leng Djie, Soegondo Djojopoespito, Soebadio Sastrosatomo, Soesilowati, Rangkayo Rasuna Said, Adam Malik, Soekarni, Sarmidi Mangunsarkoro, Ir. Tandiono Manoe, Nyoto, Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo, Abdoel Moethalib Sangadji, Hoetomo Soepardan, Mr. A.M. Tamboenan, Mr. I Gusti Pudja, Mr. Lukman Hakim, Manai Sophiaan, Tadjudin Sutan Makmur, Mr. Mohamad Daljono, Sekarmadji Kartosoewirjo, Mr. Prawoto Mangkusasmito, Sahjar Tedjasoekmana, I.J. Kasimo, Mr. Kasman Singodimedjo, Maruto Nitimihardja, Mr. Abdoel Hakim, Hamdani, dll.[8] Maklumat Wakil PresidenAtas usulan KNIP, dalam sidangnya pada tanggal 16-17 Oktober 1945 di Balai Muslimin, Jakarta,[3] diterbitkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X (dibaca: eks) Tanggal 16 Oktober 1945, yang dalam diktumnya berbunyi:[2]
Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden tersebut, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.[2] Sidang-sidangKNIP telah mengadakan sidang-sidang di antaranya adalah:[1]
Referensi
Sumber
Sejarah Hari Parlemen Indonesia yang diperingati setiap tanggal 16 Oktober memiliki nilai historis yang sangat penting untuk diketahui mahasiswa Ilmu Pemerintahan (IP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Pada saat Indonesia masih berstatus sebagai negara baru merdeka, Mohammad Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia) dan Sutan Sjahir (Perdana Menteri pertama Indonesia) menyadari bahwa Indonesia memerlukan suatu badan atau lembaga yang dapat mewakili aspirasi rakyat. Dengan ide tersebut, dibentuklah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 29 Agustus 1945. Atas pertimbangan politik agar Indonesia diakui sebagai negara yang demokratis yang memiliki aparatur lengkap, Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16 Oktober 1945 yang memutuskan bahwa tugas KNIP berubah, dari pembantu presiden menjadi setara dengan presiden yaitu menyusun Undang-Undang dan ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan Dikeluarkannya maklumat tersebut maka dianggap menjadi awal lahirnya parlemen di Indonesia, sekaligus menjadi alasan diperingatinya Hari Parlemen Indonesia setiap tanggal 16 Oktober. Peringatan Hari Parlemen Indonesia ini diharapkan dapat menjadi refleksi bagi anggota legislatif untuk memperbaiki serta meningkatkan kinerjanya sebagai wakil rakyat. Karena jika kita melihat survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 4-5 Oktober 2019, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita saat ini mendapatkan tingkat kepercayaan publik paling rendah yaitu hanya 40% (Presiden Joko Widodo: 71% dan Komisi Pemberantasan Korupsi: 72%). (Bhk) |