Jelaskan dan berikan contoh taktik memainkan politik dalam organisasi

Jelaskan dan berikan contoh taktik memainkan politik dalam organisasi

putrizulaiha700 putrizulaiha700

Perilaku Politik merupakan kegiatan yang tidak dipandang sebagai bagian dari peran formal seseorang didalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi. Perilaku politik berada di luar persyaratan kerja tertentu dari seseorang. Perilaku itu mensyaratkan suatu upaya untuk menggunakan landasan kekuasaan seseorang. Serta mencakup berbagai upaya untuk memengaruhi tujuan, kriteria, atau proses-proses yang digunakan dalam pengambilan keputusan ketika kita menyatakan bahwa politik terkait dengan “distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi”. Definisi ini cukup luas untuk mencakup beragam perilaku politik seperti menahan informasi kunci dari pengambilan keputusan, bergabung dalam koalisi, mencari-cari kesalahan, menyebarkan rumor, membocorkan informasi rahasia tentang kegiatan organisasi kepada media, saling menyenangkan ddengan orang laindi dalam organisasi untuk memperoleh manfaat bersama, dan melobi atas nama atau melawanseseorang atau alternative keputusan bersama. Perilaku politik yang sah ( legitimate political behavior ) mengacu pada politik sehari-hari yang wajar / normal. Misalnya: menyampaikan keluhan kepada penyelia, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan keluar organisasi melalui kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang tidak sah ( illegitimate political behavior ) merupakan perilaku politik yang menyimpang dari atauran main yang telah ditentukan. Kegiatan yang tidak sah tersebut meliputi : sabotase, melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolis seperti mengenakan pakaian nyeleneh atau bros tanda protes, dan beberapa karyawan yang secara serentak berpura-pura sakit agar tidak perlu masuk kerja.

ACC696 Milestone One_Background and Ethical Violations.docx

5. Labor as a primary Economic Force.pptx

Earfquake_worksheet_18 - Kopya (7).pdf

Group 4 Staffing & Scheduling(2).docx

Organisasi sebagai salah satu entitas sosial juga tidak terlepas dari politik. Setiap orang dalam organisasi akan menggunakan taktik dan strateginya masing-masing untuk memperebutkan sumber daya yang terbatas, baik itu menyangkut distribusi informasi, kekuasaan, karir maupun penghargaan lainnya. Organisasi kesehatan, seperti rumah sakit juga tidak terlepas dari kegiatan politik.

Strauss dalam penelitiannya di institusi rumah sakit mengidentifikasi pola interaksi antar aktor di rumah sakit (dokter, perawat dan staf administrasi) sebagai ‘keteraturan hasil negosiasi’ (negotiated order). Tak dapat disangkal bahwa ‘negosiasi’ merupakan salah satu bentuk aktivitas politik untuk mendapatkan komitmen bersama. Untuk menjadi manajer yang efektif, seorang manajer harus sadar bahwa ‘politik selalu ada dalam setiap kehidupan organisasi.

Berkenaan dengan praktik manajemen melalui pendekatan politik, maka seorang manajer (termasuk pemain lainnya) harus paham bagaimana bermain politik yang etis dan elegant, sehingga secara etis dapat diterima oleh anggota lainnya. Permainan politik yang tidak etis dalam jangka panjang akan berakibat buruk terhadap kredibilitas pelakunya.

Melihat aktivitas organisasi sebagai aktivitas politik merupakan penyegaran terhadap pemahaman kehidupan ‘organisasi’ yang selama ini selalu didominasi oleh cara pandang instrumental, yang analisisnya mengabaikan motif dan kepentingan aktor yang terlibat dalam organisasi.

Dalam kelompok sosial, termasuk organisasi, manusia selalu terlibat interaksi antar satu dengan lainnya. Setiap anggota akan membawa minat, kepentingan, persepsi, dan tujuan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, proses pengaruh-mempengaruhi merupakan hal yang wajar dalam kehidupan organisasi. Dengan kata lain, politik adalah suatu kenyataan sosial yang harus dihadapi oleh anggota organisasi, termasuk manajer. Ada ungkapan yang menarik “meskipun kita tidak suka politik, kita tidak bisa menghindar dari politik”.

Politik didefinisikan oleh Dahl sebagai “setiap pola hubungan yang kokoh antar manusia dan melibatkan secara cukup mencolok kendali, pengaruh, kekuasaan dan kewenangan”. Pada prinsipnya politik adalah suatu jaringan interaksi antarmanusia dengan kekuasaan diperoleh, ditransfer, dan digunakan. Dengan menggunakan definisi ini, maka dapat dikatakan bahwa politik tidak hanya terjadi pada sistem pemerintahan, namun politik juga terjadi pada organisasi formal, badan usaha, klub-klub pribadi, organisasi keagamaan, kelompok suku primitif, marga, dan bahkan pada unit keluarga.

Pusat analisis politik adalah kekuasaan dan pengaruh. Kekuasaan didefinisikan sebagai potensi seorang aktor dapat mempengaruhi aktor lain, sehingga aktor lain tersebut menuruti kemauan aktor pertama. Dalam kontes saling pengaruh-mempengaruhi ini, maka tiap-tiap aktor akan saling beradu kekuasaan untuk memenangkan ‘kepentingan’, dengan taktik memainkan kekusaannya masing-masing.

Pemahaman bahwa organisasi adalah sebuah entitas politik akan mampu menyadarkan manajer melihat organisasi secara ‘utuh’ dan tidak hanya mengandalkan pada cara-cara instrumental saja. Morgan dan Bolman & Deal misalnya, melihat organisasi sebagai wahana atau gelanggang politik tempat bernegosiasi kepentingan oleh para anggotanya. Drory mendefinisikan politik organisasi sebagai perilaku informal di dalam organisasi dengan menggunakan kekuasaan dan pengaruh melalui tindakan terencana yang diarahkan untuk peningkatan karir individu pada situasi untuk memperoleh banyak pilihan keputusan.

Selanjutnya, Miles mendefinisikan politik organisasi sebagai proses yaitu setiap aktor atau kelompok dalam organisasi membangun kekuasaan untuk mempengaruhi penetapan tujuan, kriteria atau proses pengambilan keputusan organisasional dalam rangka memenuhi kepentingannya. Analisis organisasi dari perspektif politik melibatkan tiga diskursus yaitu kepentingan, kekuasaan dan pengaruh.

Morgan mendefinisikan kepentingan sebagai “predisposisi yang mempengaruhi tindakan seseorang dalam berinteraksi secara sosial, meliputi tujuan, nilai, keinginan, harapan, dan orientasi seseorang”. Lebih jauh, Morgan membagi kepentingan ke dalam tiga kategori yaitu kepentingan pekerjaan, kepentingan karir dan kepentingan ekstramural. Kepentingan pekerjaan adalah kepentingan yang terkait dengan tugas seseorang sesuai kedudukan dan jabatan yang diembannya. Sementara, kepentingan karir terkait dengan masa depan seseorang dalam organisasi (posisi dan jabatan yang lebih baik), yang bisa saja tidak berhubungan dengan kepentingan pekerjaan.

Dalam komponen kepentingan juga termasuk kepentingan ekstramural yang terdiri dari kepribadian, sikap, nilai, keyakinan dan komitmen di luar pekerjaan yang semuanya akan membingkai pola perilaku seseorang baik menyangkut pekerjaan maupun karir. Dalam interaksi antaraktor dalam organisasi, setiap aktor menggunakan kekuasaan dan pengaruh untuk dapat memenuhi tujuannya.

Kekuasaan didefinisikan sebagai “peluang seorang aktor dalam interaksi sosialnya berada di posisi memenangkan keinginannya meski ada hambatan dari pihak lain”. Sebagai ilustrasi, ‘A’ mempunyai kekuasaan terhadap ‘B’, kalau ‘A’ dapat mempengaruhi atau memaksa ‘B’ untuk melakukan sesuatu yang diinginkan oleh ‘A’. Dengan kata lain, kekuasaan adalah suatu sumber daya yang merefleksikan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan keinginan orang pertama.

Kekuasaan bukan merefleksikan tindakan, tapi merefleksikan sumber kekuatan untuk mempengaruhi tindakan orang lain. Kekuasaan bersifat netral, apakah akan bersifat baik atau buruk tergantung dari motif yang menggunakannya. Ada baiknya kita renungkan ungkapan Baltasar Gracian berikut: “Satu-satunya keuntungan memiliki kekuasaan adalah bahwa Anda dapat melakukan lebih banyak kebaikan”.

Berbeda dengan kekuasaan yang merujuk kepada ketersediaan sumber daya, pengaruh merujuk kepada tindakan atau praktik. Pengaruh dapat didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan atau otoritas untuk mempersuasi orang lain agar mereka mengikuti kehendak si pengguna kekuasaan. Lebih jauh, Yukl menyebutkan bahwa pengaruh adalah efek dari tindakan agen tehadap pihak lain (target).

Secara sekuensial dapat dikatakan bahwa kekuasaan menimbulkan pengaruh dan akhirnya pengaruh mempengaruhi tindakan orang lain (kekuasaan à pengaruh à tindakan orang lain). Namun demikian, beberapa rujukan tentang perilaku politik sering mempertukarkan istilah kekuasaan dan pengaruh.

Asumsi dasar organisasi sebagai entitas politik, yaitu:

  1. organisasi adalah koalisi yang terdiri dari berbagai individu dan kelompok dengan berbagai kepentingan,
  2. dalam organisasi selalu ada potensi perbedaan menyangkut kepribadian, keyakinan, kepentingan, sikap, persepsi, dan minat dari para anggotanya,
  3. kekuasaan memainkan peranan penting dalam memperebutkan sumber daya,
  4. tujuan organisasi, pengambilan keputusan dan proses manajemen lainnya adalah hasil dari bargaining, negosiasi, dan brokering dari berbagai faksi peserta,
  5. karena keterbatasan sumber daya dan setiap aktor berebut kepentingan, maka konflik adalah wajar (natural) dalam kehidupan organisasi.

Praktik Politik dalam Organisasi

Setiap aktor termasuk manajer menggunakan taktik dan strategi untuk mempengaruhi aktor lain dengan menggunakan sumber kekuasaan yang dimiliki. Secara deskriptif, beberapa taktik yang dipakai oleh para aktor adalah sebagai berikut:

  1. Membentuk koalisi dengan pihak lain untuk meningkatkan dukungan dan sumber daya

  2. Menciptakan suasana (seremoni dan simbol) untuk membentuk persepsi dan perilaku orangorang sesuai dengan peran dan fungsinya

  3. Mentransformasikan kepentingan kita menjadi kepentingan pihak lain dengan mengubah persepsi dan tindakan pihak lain

  4. Memperluas jumlah pemain yang terlibat dalam suatu isu yang menjadi kepentingan kita untuk mendapatkan perhatian yang lebih luas

  5. Melaksanakan negosiasi dan tawar-menawar dengan pihak lain yang bersinggungan dengan kepentingan kita untuk mendapatkan kompromi

  6. Memilih waktu yang tepat untuk setiap tindakan agar situasi menguntungkan kita (manajer).

Etika Berpolitik dalam Organisasi

Pembahasan politik organisasi tidaklah lengkap tanpa berbicara tentang etika berpolitik dalam organisasi. Pertimbangan etis haruslah merupakan suatu kriteria pengontrol dalam perilaku politik untuk mempengaruhi pihak lain. Etik adalah standar moral apakah suatu perilaku baik atau buruk menurut norma masyarakat. Perilaku politik yang etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu dan organisasi, sedangkan perilaku politik yang tidak etis adalah perilaku yang bermanfaat untuk individu tetapi melukai organisasi.

Setidaknya terdapat tiga kriteria untuk menilai apakah cara kita bertindak etis atau tidak etis yaitu prinsip utilitarianisme, hak dan keadilan. Prinsip utilitarianisme mengajarkan bahwa keputusan yang kita ambil haruslah ’memberikan manfaat terbesar untuk jumlah orang terbesar’. Pandangan demikian menekankan pada kinerja kelompok (kinerja organisasi).

Dengan kata lain, pengambilan keputusan adalah dalam rangka efisiensi dan produktivitas organisasi, bukan untuk mengambil keuntungan sepihak. Prinsip ’hak’ menekankan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan untuk mengemukakan pendapat dan berbicara, sebagaimana diatur dalam Piagam Hak Asasi Manusia. Prinsip ’keadilan’ mengisyaratkan individu untuk memberlakukan dan menegakkan aturanaturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga terdapat distribusi manfaat dan biaya yang pantas.

Tampak bahwa ketiga kriteria penilaian etis dan tidak etis tersebut bersifat bersaing (trade-off), satu kriteria dapat saling melemahkan atau meniadakan kriteria lainnya. Misalnya, dalam rangka peningkatan efisiensi dan produktivitas organisasi, perusahaan memecat 10% karyawan yang kurang produktif.

Dalam pandangan utilitarianisme, keputusan ini bermanfaat untuk jumlah terbanyak, namun boleh jadi mengabaikan hak-hak individu (hak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan) dan rasa keadilan (adanya perlakukan diskriminatif yaitu adanya pemecatan sebagian kecil karyawan). Dalam melakukan tindakan politik, siapapun aktornya (bisa manajer atau staf) haruslah berpedoman pada tiga kriteria etis tadi.

Di samping ketiga kriteria tersebut, ada the golden rule dari perilaku politik, yaitu ”Perlakukan orang lain sebagaimana kamu menginginkan orang lain memperlakukanmu” (Do unto others as you want them to do unto you) atau ”Jangan lakukan sesuatu pada orang lain yang mana kamu tidak menginginkan orang lain melakukan hal itu kepadamu” (Don’t do anything to anyone that you wouldn’t want them to do to you).

Sebagai saringan dapat juga dipakai empat langkah pertanyaan berikut:

  • apakah perilaku itu merupakan kebenaran?,
  • apakah perilaku itu adil untuk semua pihak terkait?,
  • apakah perilaku itu akan membangun komitmen dan pertemanan yang lebih baik?, dan
  • apakah perilaku itu bermanfaat untuk semua pihak terkait?
    Apabila jawaban dari keempat pertanyaan saringan tersebut, dalam batas-batas tertentu memenuhi syarat, maka dapat dikatakan perilaku tersebut adalah etis.

Perilaku politik dalam ”kelompok cara mempengaruhi dengan menebar rasa takut”, misalnya menusuk dari belakang, mengintimidasi, mengkambinghitamkan, mengganggu, mengancam, menakut-nakuti, meremehkan, menyepelekan, menyalahkan, melemahkan, mengaburkan, memperdayai, menipu, merayu, menghambat, mengalihkan, membuat sedih, membuat kecil hati, menghalangi, menyiasati dan merampas hak adalah perilaku politik yang kurang atau tidak etis. Siapapun orangnya akan ”sakit hati” bila ditusuk dari belakang, dikambinghitamkan, disepelekan, diremehkan, diperdayai dan tindakan sejenisnya.

Perilaku politik dalam ”kelompok cara mempengaruhi dengan azas manfaat” dan ”kelompok cara mempengaruhi dengan kehormatan” merupakan perilaku politik yang etis dan dapat diterima semua pihak. Hasil perilaku politik berdasarkan azas manfaat adalah komitmen dan konsensus, sehingga perilaku politik demikian (meski bersifat situasional) adalah etis dan dapat diterima semua pihak. Selanjutnya, perilaku politik berdasarkan asas kehormatan menduduki tataran tertinggi bila dilihat dari tingkat ’keetisan’-nya.

Perilaku politik berdasarkan azas kehormatan mampu menanamkan ideologi dan cara hidup kepada pihak lain. Perilaku politik berdasarkan azas kehormatan banyak ditunjukkan oleh para pemimpin besar dunia. Tokoh Mahatma Gandhi, misalnya, mampu mempengaruhi lawan dan kawan karena prinsip hidup yang dipegangnya yaitu kesederhanaan dan kejujuran.

Referensi

https://journal.ugm.ac.id/jmpk/article/viewFile/2720/2443