Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya

عَنْ أَبِي مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ سِبْطِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَرَيْحَانَتِهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ.

رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ وَالنَّسَائِيُّ، وَقاَلَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ.

Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.”

(HR. Tirmidzi, An-Nasa’i. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 2518; An-Nasa’i, no. 5714. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih]

Abu Muhammad adalah kunyah (nama panggilan) dari Al Hasan bin Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhuma. Beliau adalah cucu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya, Beliau termasuk salah seorang sahabat sekaligus kerabat dari Rasulullah. Abu Muhammad merupakan putra dari hasil pernikahan Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu dengan putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Fatimah bin Muhammad radhiyallahu ‘anha. Beliau dilahirkan pada bulan Sya’ban tahun 3 Hijriyah, sebagian Ulama mengatakan bahwa Abu Muhammad lahir pada pertengahan Bulan Ramadhan tahun 3 Hijriyah. Hasan lebih dulu lahir setahun dari saudaranya, Husain bin Ali bin Thalib radhiyallahu ‘anhu

Hasan bin Ali bin Thalib adalah salah seorang sahabat yang sudah mendapatkan jaminan Syurga dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena Hasan dijuluki oleh Rasulullah sebagai “Pemimpin Para Pemuda yang menjadi Penguhi Syurga“.

Hasan bin Ali radhiyallahu anhu menjadi Khalifah Kelima setelah ayahnya, tetapi demi menjaga persatuan kaum muslimin, beliau hanya memegang amanah itu selama 5-6 bulan kemudian menyerahkannya kepada Sahabat Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu anhu dalam sebuah peristiwa yang dikenal didalam sejarah dengan sebutan ‘Aamul Jama’ah (Tahun Persatuan Kaum Muslimin).

Dari Abu Muhammad Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kesayangannya radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

حَفِظْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيْبُكَ.

“Aku hafal (sebuah hadits) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Tinggalkanlah yang meragukanmu lalu ambillah yang tidak meragukanmu.”

Itu adalah pesan singkat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian Ulama mengatakan bahwa hadits ini adalah salah satu hadits yang masuk dalam kategori yang redaksinya pendek tetapi maknanya sangat luas. Itu adalah panduan singkat untuk mengambil sikap dalam menghadapi berbagai hal yang pasti kita alami dalam kehidupan kita dimana kita tidak selamanya dihadapkan pada pilihan yang jelas dimana kita tidak bimbang dan ragu dalam menentukan pilihan itu. Bahkan boleh jadi dalam kehidupan kita ini hal-hal yang membuat kita bimbang dan ragu justru lebih banyak kita hadapi. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui hadits ini memberikan suatu panduan kepada kita semua untuk meninggalkan sesuatu yang meragukan kepada apa yang tidak meragukan.

Beberapa Ulama mengatakan hadits diatas adalah salah satu prinsip dasar untuk meninggalkan perkara-perkara yang syubhat sekaligus motivasi untuk manusia untuk bersikap wara’ (meninggalkan perkara haram dan syubhat). Hadits ini merupakan bentuk aplikasi dari Hadits Keenam Kitab Arba’in Nawawiyah: “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat–yang masih samar–yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang …” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, hadits ini tidak berlaku untuk perkara-perkara yang sudah jelas halal dan haramnya. Kita tidak boleh ragu dari sesuatu yang sudah jelas halalnya dan sudah jelas haramnya, bahkan kita tidak boleh mengharamkan sesuatu yang sudah dihalalkan dan tidak boleh menghalalkan sesuatu yang sudah diharamkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala; ini sangat berbahaya karena bisa membatalkan keislaman seseorang.

Pelajaran lain yang bisa dipetik didalam hadits ini adalah kita tidak boleh meninggalkan sesuatu yang sudah jelas kehalalanya dengan alasan bersikap wara’ terhadap apa yang dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Contoh kecilnya adalah bersikap yang berlebih-lebihan sampai terjatuh pada situasi mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan dalam persoalan makanan karena alasan kesehatan dan gaya hidup.

Hadits ini juga menunjukkan bahwa seseorang mukmin yang bertaqwa kepada Allah tidak akan pernah tenang dan bahagia kecuali dia selalu memilih dan berjalan diatas perkara-perkara yang sudah jelas dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Ini bisa menjadi indikator kualitas iman kita. Jika kita masih punya rasa sensitif terhadap perkara halal dan haram dan jika kita dihadapkan pada sesuatu yang haram ataupun sesuatu yang syubhat, hati kita tidak tenang dan gelisah, itu merupakan suatu nikmat karena itu menunjukkan hati kita masih hidup.

Kemudian, hadits ini mentarbiyah (mendidik) seorang muslim untuk selalu berusaha meninggalkan perkara-perkara yang meragukan (syubhat) dan sikapnya sudah jelas yang telah diajarkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam “Apa saja yang meragukan, maka tinggalkan”. Perlu diingat bahwa hadits ini jangkauannya sangat luas; bukan hanya persoalan makanan tetapi semua persoalan didalam hidup kita.

Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala senantiasa melindungi kita dari perkara haram dan syubhat.

Wallahu a’lam bisshowab

Oleh : Ustadz Dr. Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si Hafidzahullahu Ta’ala

Ta’lim Kajian Kitab Arbain Nawawiyah – Masjid Nurul Hikmah MIM (Senin, 20 Februari 2020)

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالْ قَالْ رَسُولْ الِلهْ صلى الله عليه وسلم يَاْ مَعْشَرَ التُّجَّارْ إِنَّكُمْ قَدْ وَلَيْتُمْ أَمْرًا هَلَكْتْ فِيهْ الأُمَمْ السَّالِفَةْ الْمِكْيَالُ َالْمِيزَانْ (رواه البيهاقي) 

Artinya:

“Dari Ibnu Abbas Ra. berkata, Rasulullah Saw.bersabda:“Wahai para pedagang, sesungguhnya kalian menguasai urusan yang telah menghancurkan umat terdahulu, yakni takaran dan timbangan”. (HR. Baihaqi)

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya


Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya


يَاْ مَعْشَرَ التُّجَّارْ

Wahai para pedagang

قَدْ وَلَيْتُ

Sungguh kalian menguasai

الأُمَمْ السَّالِفَةْ

Umat terdahulu

الْمِكْيَالُ َالْمِيزَانْ

Takaran dan timbangan

Hadis ini merupakan peringatan keras kepada para pedagang untuk menyempurnakan takaran dan timbangan, agar tidak binasa seperti umat terdahulu (yang berlaku curang dengan mengurangi atau melebihkan takaran dan timbangan).

Takaran dan timbangan adalah dua alat ukur yang mendapat perhatian agar benar-benar dipergunakan secara tepat dan benar dalam perekonomian Islam sehingga terwujud keadilan dan kemakmuran. Perintah berlaku jujur dengan menyempurnakan takaran dan timbangan banyak kita jumpai dalam al-Qur‟an, diantaranya;

QS. Al-Isra' (17):35

وَأَوْفُوا الْكَيْلَ إِذَا كِلْتُمْ وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Terjemahnya:

“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama dan lebih baik akibatnya”.

Terjadinya kecurangan dalam menakar dan menimbang karena adanya ketidakjujuran yang didorong oleh sifat tamak, rakus, ingin mendapat keuntungan besar tanpa peduli dengan kerugian orang lain. Para pebisnis mendapat peringatan ini, karena pada umumnya mereka menginginkan keuntungan besar dengan berbagai cara, terutama pada pelaku bisnis online sekarang ini, karena penjual dan pembeli tidak ketemu langsung. 

Selain kecurangan dalam hal takaran dan timbangan, banyak kecurangan yang dilakukan oleh para pebisnis saat ini. Seperti saat transaksi online, ada penjual mengobral janji, ketika dana telah ditransfer, barang tak kunjung datang. Ada juga penjual yang mengelabuhi pembeli dengan gambar, foto atau tulisan yang tidak sesuai kenyataan dan hanya ingin menarik pelanggan, sehingga menimbulkan kekecewaan dan kerugian pembeli.

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya


عَنْ حَسَنِ بْنِ عَلِيِّ ، قَالَ: حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وِ سِلَّمْ : دَعْ مَا يُرِيبُكَ إلَى مَا لَا يُرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَةٌ (رواه الترمذى)

Atrinya:

“Dari Hasan bin Ali Ra.: Aku menghafal dari Rasulullah Saw.:"Tinggalkan yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu karena kejujuran itu ketenangan dan dusta itu keraguan." (HR. Tirmidzi)

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya


Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya


دَعْ مَا يُرِيبُكَ

Tinggalkan yang meragukanmu 

فَإِنَّ الصِّدْقَ

Karena kejujuran itu

طُمَأْنِيْنَةٌ

Ketenangan

وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيْبَةٌ

Hadis ini menjelaskan tentang perintah Rasulullah Saw..untuk meninggalkan segala sesuatu yang membuat kita ragu-ragu menuju kepada sesuatu yang membawa kita kepada ketenangan. Kejujuran adalah hal yang membawa kita kepada ketenangan, sementara dusta; curang, membawa kita kepada keraguan. Beberapa ulama menjelaskan tentang bentuk-bentuk kejujuran meliputi: (1) kejujuran berucap; (2) kejujuran berbuat; (3) kejujuran bermuamalat; (4) kejujuran bertekad; (5) kejujuran berniat; dan (6) kejujuran berjanji.

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya

Kejujuran merupakan tiang utama bagi manusia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan di muka bumi.  Jujur berarti kesesuaian antara hati, ucapan dan tindakan yangditampilkan. Allah Swt.. memerintahkan manusia untuk jujur dan bergaul dengan orang-orang jujur agar kita terbiasa jujur. 

QS. At-Taubah (9):119:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ

Terjemahnya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” 

Muamalah adalah aturan Allah untuk manusia untuk bergaul dengan manusia lainnya dalam berinteraksi sosial. Ada 2 aspek dalam muamalah yaitu adabiyah dan madaniyah. Aspek adabiyah menyangkut adab atau akhlak, seperti kejujuran, toleransi, sopan santun, adab bertetangga dan sebagainya. Sedangkan aspek madaniyah berhubungan dengan kebendaan, seperti halal, haram, syubhat, kemudharatan, dan lainnya. Muamalah bertujuan untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara sesama manusia sehingga terwujudnya masyarakat yang rukun dan tentram. Firman Allah dalam QS.an-Nisa (4): 29:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ

Terjemahnya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.”  

Jujur dalam muamalah dapat diartikan sebagai kesesuaian antara pikiran, ucapan dan tindakan dalam berinteraksi sosial dengan sesama manusia. Contoh kejujuran dalam muamalah antara lain: 

1. Tidak menyebarkan berita yang belum jelas kebenarannya;

2. Siap menjadi saksi yang adil dan menyampaikan sesuai fakta dan kebenaran;

3. Melapor pada RT dan RW saat menjadi warga di lingkungan baru;

4. Tidak berbohong dan membuat-buat alasan bila berhalangan hadir; 

5. Menjaga nama baik tetangga, apalagi sesama saudara muslim;

6. Mengikuti aturan yang berlaku di masyarakat;

7. Jujur dalam berdagang, tepat dalam menakar dan menimbang;

8. Tidak mengambil / meminjam barang orang lain tanpa ijin. 

Jujur dan amanah dalam perdagangan adalah memberikan informasi apa adanya terkait barang atau akad (perjanjian) yang ditawarkan. Tidak menyembunyikan cacat, kekurangan, keburukan, mengurangi atau menambah takaran/timbangan, ataupun manipulasi data jika ada pada barang atau akad yang akan ditawarkan. 

Muslim adalah orang yang jujur, dia menyukai kejujuran dan selalu jujur lahir batinnya dalam perkataan dan perbuatan. Karena kejujuran akan membawa kebaikan, dan kebaikan akan membawa ke surga yang merupakan cita-cita tertinggi seorang muslim. 

Bagi seorang muslim, kejujuran adalah penyempurna keimanan sekaligus pelengkap keislamannya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala memerintah untuk bertaqwa yang pondasinya adalah kejujuran dan amanah. Nabi Shallallahu Álaihi Wasallah. bersabda, 

“Dua orang yang berjual beli memiliki hak untuk memilih, selama mereka belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terus terang, keduanya akan diberkahi dalam urusan jual beli mereka. Namun jika keduanya dusta dan tidak terus terang, akan dilenyapkan keberkahan jual beli mereka.” 

Kejujuran dan amanah akan mengundang keberkahan dan membuka pintu rezeki yang tidak disangka-sangka tersebab oleh hal-hal berikut: 

  • Janji Allah dan Rasul_Nya bahwa orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka Allah memberkahi usahanya, memberikannya rezeki dari jalan yang tidak ia sangka, dan membukakan pintu-pintu kemurahan-Nya yang tidak didapatkan oleh orang lain dengan usaha, kerja keras dan kecerdasan mereka. 
  • Orang yang bermuamalah dengan jujur dan amanah,  mereka akan merasa nyaman dan senang bermuamalah dengannya. Mereka merasa aman dan tenang, jiwa mereka tunduk dan percaya, sehingga ia mendapatkan kepercayaan dan kedudukan yang merupakan pondasi bagi muamalah yang baik, bersih dan berkah. 

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya

1. Buat rangkuman pada buku catatan dengan Materi HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali tentang jujur dalam muamalah, dengan rincian:

     a. Tulis HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali dan artinya

     b. Kandungan HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas dan HR. Tirmidzi dari Hasan bin Ali

3. Setelah rangkuman selesai, silahkan foto dan dikirm pada Classroom (Al-Qurán Hadits 16).

4. Peserta didik yang telah mengirim foto rangkuman pada Classroom dianggap hadir dan telah mengerjakan tugas.

6. Batas pengiriman rangkuman Tgl 23/11/2020 Jam 12.00 .

7. Bagi yang terlambat, harap tetap mengirim rangkuman materi agar dianggap hadir dan telah mengerjakan tugas

Hadits riwayat Tirmidzi dari Hasan bin Ali Ra. beserta artinya