Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae adalah

Pneumonia adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri, virus, jamur atau parasit dapat menyebabkan pneumonia. Orang tua (> 65 tahun), yang sangat muda (Pasien yang terganggu sistem kekebalannya (misalnya orang-orang dengan AIDS atau kanker) lebih cenderung mengalami pneumonia akibat organisme yang tidak biasa seperti tuberkulosis, jamur atau virus. Viral pneumonia biasanya terjadi dalam situasi epidemi SARS dan misalnya H1N1. Pneumonia dapat berkisar keseriusan dari ringan sampai mengancam jiwa. Gejala termasuk sesak napas, batuk, sakit kepala, nyeri dada, kelelahan dan demam. Pemeriksaan fisik, anamnesis, rontgen dada dan tes darah dapat membantu menentukan apakah satu memiliki pneumonia.

Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae adalah

Pengobatan

Pengobatan akan tergantung pada penyebab pneumonia. Jika bakteri dicurigai, antibiotik akan ditentukan. Sekitar 50% pasien dengan pneumonia memiliki etiologi yang tidak diketahui yaitu tes untuk menentukan mikrobiologi yang ternyata negatif. Pengobatan pneumonia biasanya melibatkan antibiotik. Pasien dapat dikelola dalam rawat jalan atau rawat inap, tergantung pada tingkat keparahan. Resistensi antibiotik menjadi tantangan yang berkembang, karena penyalahgunaan luas antibiotik. Pada pasien yang immuno-dikompromikan, kuncinya adalah mencoba mengenali patogen menyinggung, menggunakan bronkoskopi atau tes lainnya.

Pencegahan

Penyebab tersering pneumonia bakteri adalah streptococcus pneumoniae (menyebabkan sekitar 40% dari semua pneumonia bakteri). Vaksinasi pneumokokus tersedia dan umumnya direkomendasikan untuk orang yang sangat tua dan muda.

Komplikasi

Pneumonia adalah lebih mungkin menyebabkan komplikasi pada mereka dengan sistem kekebalan tubuh lemah seperti orang tua dan anak-anak yang sangat muda, serta perokok dan orang-orang dengan gagal jantung atau penyakit paru-paru obstruktif kronis seperti penyakit paru-paru (PPOK).
Komplikasi Pneumonia dapat timbul dari:

  • Bakteri memasuki aliran darah (bakteremia)
  • Syok septik di mana sirkulasi yang normal gagal, mengakibatkan kegagalan organ (misalnya kelainan pembekuan, gagal ginjal)
  • Akumulasi cairan dan infeksi di sekitar paru-paru Anda menyebabkan rasa sakit yang tajam, batuk dan pernapasan keterbatasan (efusi pleura dan empiema). Dalam situasi seperti itu, thoracocentesis dan drainase mungkin diperlukan
  • Abses paru (rongga yang berisi nanah)
  • Akut sindrom gangguan pernapasan (ARDS). Ketika pneumonia melibatkan sebagian besar wilayah kedua paru-paru, sulit bernafas dan mekanisme pertukaran gas gagal

Useful Links: http://www.mayoclinic.com/health/pneumonia/DS00135

Jan. 3, 2020

Bersemayam Dalam Hidung, Streptococcus pneumoniae Berbahayakah?

Gangguan pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae adalah

Yayah Winarti

Research Assistant

Unit Bakteriologi Molekuler

Manusia merupakan bagian dari alam semesta yang kaya. Tubuh manusia diciptakan Tuhan dengan seperangkat alat yang membuatnya mampu untuk bertahan hidup di tengah interaksi dan kompetisi dengan makhluk hidup lain. Salah satu makhluk hidup yang berinteraksi erat dengan manusia diantaranya adalah bakteri. Bakteri merupakan makhluk hidup sel tunggal yang dapat ditemukan dalam tubuh manusia sebagai flora normal, yakni keberadaannya menetap pada bagian tubuh tertentu tanpa menimbulkan gejala apapun. Beberapa bakteri dibutuhkan kehadirannya untuk keberlangsungan metabolisme dalam tubuh, contohnya seperti bakteri asam laktat yang berperan penting dalam proses pencernaan makanan. Namun ada pula bakteri patogen yang kehadirannya bersifat merugikan karena dapat menyebabkan terjadinya penyakit.

Sebuah studi dilakukan oleh Unit Bakteriologi Molekuler Lembaga Eijkman untuk mengetahui bakteri bawaan (carriage) pada nasofaring (saluran hidung bagian dalam) manusia. Penelitian tersebut menemukan bahwa pada nasofaring anak-anak sehat ditemukan bakteri Streptococcus pneumoniae. Bakteri ini merupakan bakteri patogen penyebab penyakit radang paru-paru (pneumonia), radang selaput otak (meningitis), otitis media akut (congek) dan infeksi pembuluh darah (bakterimia), yang secara alamiah hidup pada saluran hidung bagian dalam manusia tanpa menimbulkan gejala apapun. Dalam kondisi imunitas yang baik, bakteri S. pneumoniae akan dibersihkan oleh sistem imun tubuh. Namun, pada seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, bakteri ini akan terus menerus berkolonisasi sehingga menyebabkan terjadinya infeksi dan timbul penyakit. Oleh karena itu, kelompok yang paling berisiko terinfeksi bakteri S. pneumoniae ialah orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti anak di bawah usia 5 tahun, lansia, dan penderita respon imun rendah (immunocompromised). 

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lembaga Eijkman di Indonesia, sebanyak 46,1% dari 1200 anak sehat usia di bawah 5 tahun di Lombok, Nusa Tenggara Barat, diketahui membawa bakteri S. pneumoniae pada nasofaring mereka. Jenis (serotipe) S. pneumoniae yang paling banyak ditemukan adalah serotipe 6A/6B, 9F, 23F, 15B/15C, 19A, dan 14. Sedangkan pada anak-anak sehat Suku Bajo, di Wakatobi diketahui jumlah anak sehat yang membawa bakteri S. pneumoniae lebih tinggi yaitu 60%. Di daerah Sumba Barat Daya dan Gunung Kidul, prevalensinya masing-masing sebesar 84,5% dan 31,2%. Penelitian mengenai bakteri bawaan (carriage) S. pneumoniae ini masih terus berlangsung. Diharapkan data prevalensi dan persebaran serotipe S. pneumoniae yang diperoleh dapat menambah data kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia serta menjadi masukan bagi pemerintah untuk pencanangan program wajib vaksin pneumokokus.

Pneumonia

Streptococcus pneumoniae merupakan penyebab utama terjadinya kasus pneumonia berat pada anak di berbagai belahan dunia. Dilansir dari WHO, terdapat lebih dari 800.000 anak balita meninggal akibat pneumonia. Di Indonesia, sebanyak 19.000 anak balita dilaporkan meninggal akibat terjangkit pneumonia pada tahun 2018. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan tahun 2018, dilaporkan 2 dari 100 (2,1%) anak usia di bawah 5 tahun mengalami pneumonia.

Pneumonia merupakan penyakit infeksi dimana bagian alveolus (kantong-kantong udara) dalam paru-paru dipenuhi oleh nanah dan cairan yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk bernafas. Kondisi ini menyebabkan pasokan oksigen ke dalam tubuh berkurang, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian. Penderita pneumonia akan menunjukkan gejala yang beragam tergantung pada usia dan penyebab infeksinya. Namun pada umumnya, penderita akan mengalami nafas cepat atau sesak nafas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, dan kehilangan nafsu makan. Pneumonia berat pada anak dibawah usia 5 tahun ditandai dengan kesulitan bernafas disertai penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam. Sementara bayi dengan pneumonia berat dapat mengalami kejang, ketidaksadaran, hipotermia, lesu, dan masalah nafsu makan. Adapun faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya pneumonia adalah pajanan polusi, asap rokok, gizi buruk, imunisasi dasar yang tidak lengkap, dan kondisi tempat tinggal yang padat dan kotor.  

Vaksin Sebagai Upaya Pencegahan

Salah satu upaya pencegahan infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae ialah melalui  pemberian vaksin. Saat ini telah tersedia dua jenis vaksin yang tersedia yaitu Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) dan Pneumococcal Polysaccharide Vaccine (PPV). Vaksin PCV13 mengandung 13  serotipe S. pneumoniae yaitu 1, 3, 4, 5, 6A, 6B, 7F, 9V, 14, 18C, 19A, 19F, dan 23F. Vaksin PCV13 diberikan sebanyak 4 kali untuk bayi usia kurang dari 2 tahun, yaitu pada saat usia bayi 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, serta antara 12-15 bulan. Pada anak sehat usia 2-4 tahun yang belum mendapat vaksin PCV lengkap perlu mendapat satu kali vaksin. Sedangkan pada lansia berusia lebih dari 65 tahun, vaksin yang diberikan ialah PPV. Pemberian vaksin ini cukup satu kali untuk memberikan perlindungan seumur hidup.   

Jadi, selama sistem kekebalan tubuh kita baik maka keberadaan bakteri Streptococcus pneumoniae pada nasofaring dianggap tidak berbahaya. Namun, pemberian vaksin terutama pada anak balita sangat penting untuk dilakukan sebagai upaya pencegahan sebelum bakteri tersebut menginvasi ke dalam tubuh dan menyebabkan penyakit yang parah.

KOMPAS.com - Penyakit pneumonia ramai dibahas beberapa pekan terakhir setelah ada wabah pneumonia jenis baru di Wuhan, China.

Pneumonia sendiri telah menyebabkan kematian lebih dari 800.000 balita setiap tahun, atau lebih dari 2.000 kasus per hari.

Sekitar 80 persen kematian akibat pneumonia pada anak terjadi pada kelompok usia kurang dari dua tahun dan kasus tersebut paling banyak terjadi di negara berkembang seperti di wilayah Asia Tenggara dan Afrika.

Di Indonesia, pada 2018 terdapat 19.000 balita yang meninggal akibat pneumonia. Artinya lebih dari dua anak meninggal setiap jam akibat pneumonia.

Bahkan pneumonia disebutkan menjadi penyebab kematian bayi dan balita nomor satu di Indonesia.

Baca juga: Mengenal Virus Corona atau Pneumonia Wuhan yang Sedang Mewabah

Apa itu pneumonia?

Ketua UKK Respirologi, DR Dr Nastiti Kaswandani SpA(K), mengatakan bahwa pneumonia merupakan peradangan pada jaringan paru yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.

"Dalam anatomi sistem respiratorik atau saluran pernapasan itu, gangguan bisa terjadi di hidung, sinus, bronkus, bronkiolus dan lainnya. Nah, pneumonia itu sendiri terjadi atau menggangu bagian saluran pernapasan yaitu alveolus," kata Nastiti dalam acara bertajuk Stop Pneumonia! Beraksi Sekarang di Gedung Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Jakarta, Rabu (4/12/2019).

Lebih lanjut lagi, dijelaskan Nastiti bahwa Alveolus itu adalah bagian paling bawah dari saluran pernapasan di dalam paru yang berfungsi sebagai tempat pertukaran oksigen.

Pada saat terjadinya masalah dan gangguan bakteri, virus, ataupun jamur di alveolus, maka fungsi paru akan terhambat.

"Nah, saluran pernapasan ini kalau pada bayi atau balita masih pendek, jadi itu bakteri atau kumannya bisa dengan cepat sekali masuk dan mengganggu di alveolus," jelasnya.

Pada saat yang sama juga, diameter saluran paru pada bayi atau balita juga masih kecil dan tidak seperti orang dewasa; sehingga saat terjadi gangguan, bayi dan balita akan sangat mudah mengalami gejala sesak napas yang bervariasi dan berlebihan, dan buruknya berujung pada kematian.

Bakteri penyebab pneumonia yang paling sering adalah pneumokokus (Streptococcus pneumonia) dan Hib (Hemophilus influenza tipe B).

Sementara itu, virus penyebab pneumonia tersering yaitu respiratory syncytial virus (RSV), selain virus influenza, rhinovirus, dan virus campak (morbili) yang dapat menyebabkan komplikasi berupa pneumonia.

Pneumonia di Indonesia

Sementara itu, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menjelaskan, pneumonia tidak hanya menyerang balita. Siapa saja dapat terserang penyakit yang mengganggu pernapasan ini. Mulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut.

Pneumonia dibagi menjadi tiga, yakni:

  • Community Acquired Pneumonia (CAP) atau pneumonia komunitas
  • Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
  • Ventilator Associated Pneumonia (VAP).

Ketiga jenis pneumonia ini dibedakan berdasarkan darimana sumber infeksi.

Pneumonia yang sering terjadi dan dapat bersifat serius bahkan kematian yaitu pneumonia komunitas.

Angka kejadian pneumonia lebih sering terjadi di negara berkembang. Pneumonia menyerang sekitar 450 juta orang setiap tahunnya.

Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018, prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan yaitu sekitar 2 persen sedangkan tahun 2013 adalah 1,8 persen.

Berdasarkan data Kemenkes 2014, jumlah penderita pneumonia di Indonesia pada 2013 berkisar antara 23 sampai 27 persen. Dari angka itu, kematian akibat pneumonia sebesar 1,19 persen.

Tahun 2010, pneumonia di Indonesia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit dengan crude fatality rate (CFR) atau angka kematian penyakit tertentu pada periode waktu tertentu dibagi jumlah kasus adalah 7,6 persen.

Meski dapat menyerang siapa saja, bayi dan anak berusia dua tahun berisiko tinggi tertular pneumonia. Ini karena sistem kekebalan tubuh anak belum berkembang sepenuhnya.

Selain itu, mereka yang berusia di atas 65 tahun juga memiliki risiko tinggi tertular pneumonia karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang kurang mampu melawan infeksi.

Gejala

Dilansir lung.org, seseorang yang mengidap pneumonia akan membuat oksigen yang dihirup sulit masuk ke aliran darah.

Hal ini menyebabkan beberapa gejala muncul, dari level ringan hingga berat.

Nastiti menyampaikan, sebelum terjadi pneumonia, biasanya pasien mengalami selesma dengan gejala batuk, pilek, dan demam. Dengan mengalami tanda-tanda seperti peningkatan laju napas, hingga terjadi sesak napas semakin berat.

Penyebaran pneumonia sering terjadi lewat batuk, bersin, sentuhan.

Namun, mereka yang tidak menunjukkan gejala di atas juga dapat menyebarkan pneumonia.

Faktor risiko

Puluhan ribu orang meninggal akibat pneumonia setiap tahun.

Kebiasaan gaya hidup seperti merokok, penyalahgunaan narkoba, dan konsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko pneumonia.

Selain kebiasaan, paparan bahan kimia tertentu seperti polutan atau asap beracun, termasuk paparan asap rokok juga turut menjadi faktor risiko.

Faktor lainnya adalah risiko kondisi medis.

Baca juga: Pneumonia Bisa Dicegah, Ini Daftar Vaksinnya

Menurut lung.org, faktor kondisi medis antara lain:

  • Penyakit paru-paru kronis seperti COPD, bronkiektasis, atau fibrosis kistik.
  • Penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan penyakit sel sabit.
  • Sistem kekebalan yang melemah karena HIV/AIDS, transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid jangka panjang.
  • Kesulitan menelan karena stroke, demensia, penyakit Parkinson atau kondisi neurologis lain yang dapat mengakibatkan aspirasi makanan, muntah, atau air liur ke dalam paru-paru yang kemudian menjadi terinfeksi.
  • Infeksi pernapasan virus, seperti pilek, radang tenggorokan, influenza, dan lainnya.
  • Rawat inap, terutama saat dalam perawatan intensif dan menggunakan ventilator.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.