Dikembangkan sesuai pendapat penulis buku

[ Teknik Menulis Karya Tulis dengan Parafrase ]

Perkembangan teknologi tidak dapat dipungkiri semakin mempermudah akses informasi tanpa sekat ruang dan waktu. Dimanapun, kapanpun kita dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan, termasuk memperoleh referensi dalam penulisan karya tulis ilmiah. Akan tetapi, kemudahan tersebut belum disertai dengan kesadaran literasi yang baik. Etika copy-paste atau pengutipan sumber informasi belum menjadi hal yang diperhatikan dalam budaya akademik. Hasilnya, tidak sedikit yang asal-asalan dalam melakukan copy-paste terutama yang berasal dari internet.

Budaya copy-paste seolah sudah menjadi rahasia umum di kalangan mahasiswa dan pelajar. Dengan kemudahan akses informasi bukan hal yang sulit untuk mendapatkan materi atau refrensi untuk menyelesaikan tugas akademik. Apabila hal ini terus dibiarkan maka akan semakin meningkatkan budaya plagiarisme. Bahkan tidak sedikit kalangan akademisi yang terjerat kasus plagiasi. Untuk mencegah dan menanggulangi hal tersebut pemerintah melalui Permendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dengan jelas dalam pasal 12 menyebutkan bahwa sanksi bagi mahasiswa, dosen/peneliti/tenaga kependidikan apabila terbukti melakukan plagiat yaitu:

Mahasiswa Dosen/Peneliti/Tenaga Kependidikan
a.    Teguran a.     Teguran
b.    Peringatan tertulis b.     Peringatan tertulis
c.    Penundaan pemberian sebagai hak mahasiswa c.     Penundaan pemberian hak dosen/peneliti/tenaga kependidikan
d.    Pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh mahasiswa d.     Penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional
e.    Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa e.     Pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/profesor/ahli peneliti utama bagi yang memenuhi syarat
f.     Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa f.      Pemberhentian dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga kependidikan
g.    Pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program g.     Pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/peneliti/tenaga kependidikan
h.     Pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi yang bersangkutan

Sanksi sebagaimana tersebut dalam tabel secara berurutan mulai dari yang paling ringan sampai dengan yang paling berat. Lebih lanjut mengenai sanksi bagi mahasiswa/dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang terbukti melakukan palgiat dapat dilihat dalam pasa 12 ayat (3), (4), (5), dan (6) serta pasal 13. Mengingat sanksi plagiat yang tidak ringan, maka untuk menghindarinya perlu menge perlu memahami teknik pengutipan dalam sebuah karya ilmiah, salah satunya adalah dengan parafrase.

Parafrase adalah pengungkapan kembali suatu tulisan dalam bentuk susunan baru tanpa bermaksud mengubah makna aslinya. Parafrase sering juga disebut sebagai kutipan tidak langsung (http://kontenesia.com/cara-menghindari-plagiarisme/).  Dalam publikasi online dari Purdue University Online Writing Laboratorium (http://owl.english.purdue.edu), disampaikan sejumlah langkah-langkah teknik menulis yang dapat dilakukan dalam melakukan parafrase terhadap suatu bacaan, yaitu:

  1. Bacalah berkali-kali tulisan orang lain yang ingin kita paraphrase sampai kita
  2. mendapatkan maknanya;
  3. Selama membaca, buatlah catatan tentang kata-kata kunci dari tulisan tersebut; kemudian, tutup buku tersebut dan jauhkanlah dari sisi kita;
  4. Mulailah menuliskan makna dari tulisan yang kita baca tersebut dengan menggunakan kata-kata dan gaya bahasa kita sendiri;
  5. Setelah selesai, bandingkanlah tulisan versi kita dengan versi aslinya, untuk meyakinkan bahwa versi kita maknanya sama dengan versi aslinya;
  6. Catat kepustakaan aslinya untuk digunakan dalam kepustakaan artikel kita.

Dari sejumlah referensi, dalam membuat parafrase, disamping menggunakan kata “menurut” si A, banyak digunakan kata-kata berikut: berargumentasi, mengusulkan, menggambarkan, mengamati, mencatat, membuktikan, mengakui, menolak, dan percaya.

Tabel di bawah ini adalah contoh teknik menulis kalimat-kalimat parafrase yang diperoleh dari beberapa sumber, yang dapat dijadikan panduan.

Kalimat asli (terjemahan): (Booth et al., 2005, hal. 203)

Sangatlah pelik untuk mendefinisikan plagiasi saat kalian melakukan ringkasan atau parafrase. Keduanya memang berbeda, tetapi batas-batas parafrase dan ringkasan sangatlah tipis sehingga kalian tidak menyadari jika kalian berpindah dari melakukan paraphrase menjadi meringkas, kemudian berpindah ke melakukan plagiasi. Apapun tujuanmu, parafrase yang sangat mirip dengan naskah asli dianggap sebagai melakukan plagiasi, meskipun kalian telah menuliskan sumbernya.

Kalimat parafrase yang masih plagiasi

Sangatlah sulit untuk mendefinisikan plagiasi saat ringkasan dan parafrase terlibat didalamnya, karena meskipun mereka berbeda, batas-batas keduanya sangatlah samar, dan seorang penulis mungkin tidak mengetahui kapan ia melakukan ringkasan, parafrase atau plagiasi. Meski demikian, parafrase yang sangat dekat dengan sumbernya diperhitungkan sebagai hasil plagiasi, meskipun sumber aslinya dicantumkan disana (Booth et al., 2005, hal. 203).

Kalimat parafrase yang berada antara plagiasi dan yang tidak

Sangatlah sulit untuk membedakan antara ringkasan, parafrase dan plagiasi. Kalian berisiko melakukan plagiasi jika kalian melakukan parafrase yang sangat mirip, meskipun kalian tidak bermaksud untuk melakukan plagiasi dan mencantumkan sumber naskah aslinya (Booth et al., 2005, hal. 203).

Kalimat parafrase yang lebih baik dan dapat diterima

Menurut Booth, Colomb, dan Williams (2005), penulis terkadang melakukan plagiasi tanpa mereka sadari karena mereka mengira melakukan ringkasan, saat mereka melakukan parafrase yang terlalu mirip dengan naskah asli, suatu aktifitas yang disebut plagiasi. Bahkan saat aktifitas tersebut dilakukan dengan tidak sengaja dan sumber pustakanyapun dituliskan (hal. 203).

(Sumber: http://pasca.unand.ac.id/id/wp-content/uploads/2015/06/PANDUAN-PENULISAN-ILMIAH-DAN-KEPUSTAKAAN_2.pdf)

Sesuai tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya parafrase adalah mengungkapkan kembali ide/pendapat/pemikiran orang lain dengan menggunakan bahasa dan susunan kalimat sendiri. Selain itu, penulisan parafrase juga harus tetap mencantumkan sumber bacaan secara lengkap meliputi nama penulis, tahun dan halaman. Untuk meningkatkan ketrampilan teknis parafrase tentu harus sering mempraktekkannya.

Apakah Anda sedang atau ingin menulis buku? Dengan menjadi penulis penerbit buku Deepublish, buku Anda kami terbitkan secara gratis. Anda cukup mengganti biaya cetak. Silakan isi data diri Anda di sini.

Jika Anda ingin mengetahui lebih banyak tentang teknik menulis anda dapat melihat Artikel-artikel berikut:

Jika Anda mempunyai BANYAK IDE, BANYAK TULISAN, tapi BINGUNG bagaimana caranya MEMBUAT BUKU, gunakan fasilitas KONSULTASI MENULIS dengan TIM PROFESSIONAL kami secara GRATIS disini!

[Ulin Naifah]

Referensi:

  • Cara Ampuh Menghindari Jeratan Plagiarisme, http://kontenesia.com/cara-menghindari-plagiarisme/(13 April 2016)

(13 April 2016)

Jumat, 01/01/2021 WIB   7711

Dikembangkan sesuai pendapat penulis buku

Menulis adalah salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki setiap orang berpendidikan. Upaya untuk mewujudkannya pun harus dimulai dari pendidikan dasar atau semenjak dini.

Perlu digaris bawahi, definisi menulis dalam catatan ini adalah menuangkan ide, opini, cerita, serta gagasan, dalam untaian-untaian kalimat dan paragraf. Bukan sekadar membuat simbol-simbol abjad dan huruf tak bermakna.

Menurut Henry Guntur Tarigan (2008), menulis ialah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif untuk berkomunikasi, baik secara langsung maupun tak langsung.

Sedangkan menurut Don Byrne dalam Teaching Writing Skills (1979), menjelaskan keterampilan menulis karangan atau mengarang ialah keterampilan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas, sehingga dapat dikomunikasikan dengan baik kepada pembaca.

Sejauh ini memang belum banyak riset yang secara spesifik mengukur kemampuan menulis anak-anak Indonesia. PISA memang pernah melakukan pengukuran terhadap kemampuan literasi di berabgai negara, termasuk Indonesia, namun tidak secara spesifik mengukur kemampuan menulis. Yang diukur PISA adalah kemampuan membaca, kemampuan matematika, dan sains.

Meski belum banyak penelitian yang mengukur kemampuan menulis anak Indonesia, namun masih rendahnya keterampilan menulis anak Indonesia dapat terlihat dari minimnya jumlah penulis-penulis cilik di Indonesia. Sebagian besar buku-buku yang terbit di Indonesia, ditulis oleh orang-orang dewasa.

Rendahnya kemampuan menulis pada para siswa tak hanya dialami oleh Indonesia. Bahkan di sejumlah negara maju, hal serupa pun terjadi.

Dikembangkan sesuai pendapat penulis buku

Di Australia misalnya, berdasarkan laporan dari NAPLAN review yang ditugasi oleh Kementerian Pendidikan New South Wales, Queensland, Victoria, dan Australia, masih banyak anak muda yang duduk di tahun 9 (setara kelas 3 SMP di Indonesia), belum mampu menulis secara baik dan benar. Dikutip dari theconversation.com, jumlahnya yang belum mampu menulis di atas standar minimum semakin besar di daerah-daerah remote alias daerah terpencil. Hasil studi NAPLAN itu juga menunjukkan bahwa kemampuan menulis tidak dikembangkan sejak 2011. Bayangkan, ini di Australia, bukan Indonesia.

Sejatinya, kemampuan menulis adalah kemampuan yang sangat penting untuk meraih keberhasilan di masa depan. Pada 2019, UNESCO mengidentifikasikan kemampuan menulis sebagai keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk komunikasi, pembelajaran masa depan, partisipasi penuh dalam ekonomi, serta kehidupan politik dan sosial dan berbagai aspek lainnya dalam keseharian.

Fakta lain yang juga muncul berdasarkan studi tersebut, sistem pendidikan lebih banyak memprioritaskan aktivitas membaca dalam kegiatan belajar serta memberi sedikit perhatian pada pembelajaran menulis.

Dikembangkan sesuai pendapat penulis buku

Suyono dalam artikelnya berjudul “Belajar Menulis dan Menulis Untuk Belajar” (2014), belajar menulis dan menulis untuk belajar adalah konsep penting dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Menurutnya, belajar menulis merujuk pada proses bagaimana seseorang memunculkan ide, menjabarkan, lalu menuangkan ide yang telah dijabarkan itu menjadi paparan teks hasil menulis. Sedangkan menulis untuk belajar, merujuk pada kegiatan menulis yang dimanfaatkan untuk mendalami sesuatu hal yang sedang dipelajari.

Menurut Suyono, menulis untuk belajar ialah kegiatan menulis yang dilakukan untuk lebih memahami, menguasai, memikirkan atau memecahkan suatu masalah. Tulisan yang dihasilkan, merupakan produk pemahaman penulis mengenai hal atau masalah yang sedang dipelajari. Artinya, mereka yang menulis, pasti melalui tahapan berpikir sebelum menuangkannya ke dalam tulisan.

Dikembangkan sesuai pendapat penulis buku

Nah, proses berpikir inilah yang penting, sampai-sampai, disebutkan bahwa menulis adalah proses berpikir yang paling sempurna. Dengan menulis, maka siswa akan tertantang untuk berpikir dan mengaitkan pengetahuan lama mereka dengan pengetahuan baru. Karena itu, ada baiknya di momen pandemi Covid-19 ini, ketika anak lebih banyak waktunya di rumah, guru memberi kesempatan seluas-luasnya pada para siswa untuk menulis apa saja yang sedang dipelajari, dirasakan, dan dipikirkan.

Kalau kebiasaan ini berlanjut, bolehlah kita berharap bahwa kegiatan menulis akan dianggap oleh para siswa sebagai kegiatan rekreatif. Sehingga, tanpa perlu didorong-dorong pun, siswa akan berinisiatif menulis. Siapa tahu, di masa depan, tulisan-tulisan mereka akan memberi pengaruh yang besar bagi kita semua.

Referensi:

https://theconversation.com/writing-needs-to-be-taught-and-practised-australian-schools-are-dropping-the-focus-too-early-148104

Suyono. 2014. Belajar Menulis dan Menulis Untuk Belajar. Prosiding Forum Ilmiah X FPBS UPI, hal.182-190

(Bagus Priambodo/Foto atau ilustrasi dipenuhi dari Google Image)