Dibawah ini yang tidak termasuk sumber hukum Islam adalah

Al-Quran, sumber hukum Islam yang utama. Foto: Freepik

Islam hadir sebagai rahmat bagi seisi alam yang menuntun umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia. Selama hidup, manusia tidak luput dari beragam masalah dan kegalauan. Untuk mencari solusi pemecahan masalah, umat Islam dapat bersandar pada sumber-sumber hukum Islam yang jelas.

Sumber hukum yang dimaksud adalah Alquran, Hadis, Ijma, dan Qiyas. Alquran adalah kalam Allah yang berfungsi sebagai sumber hukum yang utama. Kehadiran Hadist, Ijma, dan Qiyas bukanlah sebagai penyempurna Alquran.

Sebab Alquran telah sempurna, namun pemahaman manusia-lah yang tidak sempurna, sehingga dibutuhkan penjelas agar pesan yang terkandung dalam Alquran dapat dipahami dengan sebenar-benarnya.

Agar ilmu kita tentang Agama Islam bertambah, mari kenali lebih dalam empat sumber hukum Islam beserta kedudukannya:

Alquran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam hukum Islam, Alquran merupakan sumber utama. Mengapa? Karena Alquran dijamin keontentikannya dan juga terhindar dari intervensi tangan manusia.

Meski merupakan sumber hukum utama, Abdullah Ahmad An-Naim dalam buku Dekonstruksi Syariah menyebut bahwa Alquran bukanlah kitab hukum maupun kitab kumpulan hukum.

Beberapa alasannya adalah karena aturan di dalamnya bersifat universal, bahkan hanya 80 ayat saja yang secara eskplisit menggunakan kata hukum. Menurut beliau, Alquran lebih pantas dikatakan sebagai kitab petunjuk untuk standar moral perilaku manusia.

Karena pembahasan ibadah dan muamalah dalam Alquran bersifat umum, maka diperlukan suatu penjelas. Nabi Muhammad lah yang kemudian merincinya melalui perkataan dan perbuatan beliau.

Contohnya adalah sholat dan zakat. Di Alquran tidak ditemukan waktu sholat, gerakan sholat, dan lain-lain. Rincian tata-tata cara tersebut dapat ditemukan pada hadist Nabi SAW.

Ilustrasi membaca Al-Quran. Foto: Freepik

Menurut Al-Ghouri dalam Mu’jam al-Mushthalahat al-Haditsah, hadist adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir (keputusan), atau sifat. Dalam agama Islam, hadist merupakan sumber hukum setelah Alquran.

Ini didasarkan pada firman Allah dalam surat Al-Hashr ayat 7.

”…. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…”

Menurut Nawir Yuslem dalam Ulumul Hadis, fungsi hadist secara garis besar ada tiga, yaitu:

  • Menegakkan kembali keterangan atau perintah yang terdapat di dalam Alquran. Artinya hadist datang dengan keterangan atau perintah yang sejalan dengan Quran.

  • Menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat Alquran yang datang secara global. Dalam hal ini kaitannya ada tiga hal, yaitu menafsirkan serta memperinci ayat-ayat yang bersifat umum; mengkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum; dan memberi batasan terhadap ayat bersifat mutlak.

  • Menetapkan hukum-hukum yang tidak ditetapkan oleh Alquran.

Salah satu contoh penentuan hukum dengan hadist adalah tentang wudhu sebagai syarat sah sholat. “Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima sholat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah).

Hadits tersebut memperjelas isi dari surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan

Secara bahasa, ijma adalah memutuskan dan menyepakati sesuatu. Ijma dapat dipahami sebagai sebuah kesepakatan ulama mengenai suatu perkara bila tidak terdapat penjelasan yang spesifik dalam Alquran dan Hadist.

Ijma tidak boleh bertentangan dengan Quran dan Sunnah. Salah satu contoh ijma adalah diperbolehkannya vaksinasi dan imunisasi. Pada masa Nabi Muhammad, ilmu kedokteran belum berkembang pesat seperti sekarang. Sehingga hukum tentang imunisasi pun belum ada.

Karena para ulama melihat imunisasi dan vaksinasi memiliki banyak manfaat dan dianggap sebagai ikhtiar untuk kesehatan, maka ulama memperbolehkan metode kesehatan ini.

Qiyas merupakan perluasan dari hukum yang ada. Qiyas adalah salah satu metode untuk menentukan hukum sesuatu yang baru dan belum dikenal sebelumnya, dengan cara mencari padanannya dengan hal yang sebelumnya diketahui dan sudah diatur dalam Alquran dan Hadits.

Contoh qiyas adalah menganalogikan narkotika, yang pada zaman Nabi Muhammad tidak ada, dengan khamr (minuman memabukkan). Karena sifat kedua hal tersebut yang membahayakan kesehatan dan menimbulkan ketergantungan, maka hukum narkotika sama dengan khamr, yaitu haram.


Page 2