Contoh soal PEMECAHAN masalah matematika menurut Polya

Soal Matematika Kelas 3 SD – Belajar dalam menyelesaikan soal cerita harus mengetahui bagaimana cara dan langkah-langkah yang harus dilakukan siswa. Apabila hanya dengan membaca atau mendengarkan penjelasan saja, maka guru tidak akan membantu atau memberi pemahaman siswanya dalam menyelesaikan soal cerita.

Untuk memilih kemampuan dalam menyelesaikan soal cerita sangat dibutuhkan pengetahuan prasyarat seperti menguasai langkah-langkah menyelesaikan masalah atau soal cerita itu sendiri. Menurut Polya (Aisyah, 2007: 5-20) pemecahan masalah dalam matematika terdiri dari 4 langkah pokok, diantaranya :

Contoh soal PEMECAHAN masalah matematika menurut Polya

Baca juga : Analisis Butir Soal Pilihan Ganda

Langkah Pokok Penyelesaian Soal Matematika

Dalam langkah ini, kegiatan pemecahan masalah diarahkan untuk dapat membantu siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalah dan apa yang telah ditanyakan. Terdapat beberapa pertanyaan yang bisa digunakan untuk membantu siswa dalam mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal, diantaranya :

1) apakah yang diketahui dari soal

2) apakah yang ditanyakan dalam soal

3) apa saja informasi yang dibutuhkan

4) bagaimana akan menyelesaikan soal

Berdasarkan dari pertanyaan-pertanyaan di atas siswa diharapkan bisa menjadi lebih mudah dalam mengidentifkasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan dalam soal.

Dalam hal seperti ini strategi mengidentifikasi informasi yang diinginkan, diberikan, dan dibutuhkan akan sangat membantu siswa dalam melakukan langkah ini. Dengan contoh permasalahan sebagai berikut ini :

Diketahui berat badan Rani adalah 3/4 kg, sedangkan berat badan Robi 3/5 kg. Berapa kg berat badan dari kedua anak tersebut :

Diketahui : berat badan Rani = 3/4 kg, dan berat badan Robi 3/5 kg.

Ditanya : berapa kg berat badan kedua anak tersebut =…..?

1. Membuat Rencana Untuk Menyelesaikan Masalah

Pendekatan pemecahan masalah akan gagal apabila tanpa perencanaan yang baik. Tujuan dari perencanaan pemecahan masalah sendiri adalah supaya siswa bisa mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk dapat menyelesaikan masalah yang sesuai dengan permasalahan yang akan kita pecahkan. Dari permasalahan tersebut, dimisalkan : apabila berat badan Rani = a/b, berat badan Robi = b/c, dan berat badan kedua anak tersebut adalah b/c. Model matematika yang digunakan untuk kedua anak tersebut :

a/b + b/c = c/d Atau c/d = a/b + b/c

3/4 + 3/5 = c/d Atau c/d = 3/4 = 3/5

2. Melaksanakan Penyelesaian Soal

Apabila siswa sudah dapat memahami permasalahan dengan baik dan sudah menentukan strategi pemecahannya, maka langsung saja menuju ke langkah selanjutnya yaitu dengan melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang sudah direncanakan. Kemampuan siwa dalam memahami subtansi materi dan keterampilan siswa melakukan perhitungan-perhitungan akan sangat membantu siswa untuk melaksanakan penyelesaian soal cerita.

Dari model matematika tersebut bisa diselesaikan sebagai berikut :

a/b + b/c = c/d = 3/4 + 3/5 = 15/20 + 12/20 = 27/20

3. Memeriksa Ulang Jawaban Yang Diperoleh

Langkah memeriksa ulang jawaban yang diperoleh adalah sebuah langkah terakhir dari pendekatan pemecahan masalah matematika Hudojo (Aisyah, 2007 : 50-22). Langkah ini bertujuan untuk mengecek apakah hasil yang telah diperoleh sudah sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kontrakdiksi dengan yang ditanya.

Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk memeriksa ulang jawaban yang diperoleh :

Pendahuluan

Perubahan paradigma dalam proses pembelajaran yang tadinya berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learner centered) diharapkan dapat mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan perilaku. Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada siswa , siswa memperoleh kesempatan dan fasilitas untuk membangun sendiri pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep learning) dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Pembelajaran yang inovatif dengan pendekatan berpusat pada siswa (student centered learning) memiliki keragaman metode pembelajaran yang menuntut partisipasi aktif dari siswa. Metode- metode tersebut antara lain adalah: a) berbagi informasi, b) belajar dari pengalaman (experience Based), c) pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving based).

Problem Solving dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari problem solving.

  • Problem solving merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi Problem Solving ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa. Problem Solving tidak mengharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui problem solving siswa aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
  • Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. problem solving menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran.
  • Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

Metode pemecahan masalah merupakan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif, kreatif dan mampu berfikir logis, kritis dan mampu berfikir tingkat tinggi dalam menyampaikan gagasannya untuk memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Metode pemecahan masalah ini mampu membuat siswa untuk lebih aktif dan kreatif saat pembelajaran berlangsung. Diharapkan dengan pembelajaran metode pemecahan masalah model Polya ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Matematika kedudukannya sebagai ratunya ilmu pengetahuan dan sebagai suatu ilmu yang berfungsi untuk melayani ilmu pengetahuan. Maka matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai suatu ilmu, juga untuk melayani kebutuhan ilmu pengetahuan dalam pengembangan dan oprasionalnya. (Suherman,  2001:29). Adapun faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan salah satunya adalah IPTEK, karena hubunganya sangat erat dengan ilmu pengetahuan yang merupakan hasil eksplorasi secara sistem dan terorganisasi mengenai alam semesta, dan teknologi. salah satunya di sini adalah ilmu matematika. Sebagaimana menurut Ruseffendi (2006:94) bahwa “Kita harus menyadari bahwa matematika itu penting sebagai alat bantu, sebagai ilmu, sebagai pembimbing pola berfikir, maupun sebagai bentuk sikap. Oleh karena itu guru harus mandorong siswa untuk belajar matematika dengan baik.”

Faktor yang sangat mendukung keberhasilan pendidikan di sekolah adalah kompetensi tertentu yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam upaya mengefektifkan proses belajar mengajar. Maka disinilah guru harus menjadi contoh teladan, membangkitkan motif belajar siswa serta mendorong dan memberikan motivasi terhadap siswanya.

Menurut Slameto (1995:9), ”Belajar yang penting adalah penyesuaian pertama yaitu memperoleh respon yang tepat untuk memecahkan masalah problem yang dihadapi. Belajar yang penting bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperolh Insight.” Teori ini dikenal dengan teori Gestalt yang dikemukakan oleh Koffa dan Kohler dari Jerman. Dalam teori ini lebih banyak belajar melalui pengalaman, oleh karena itu pengajaran lebih diarahkan kepada siswa lebih banyak belajar melalui pengalaman dalam memecahan permasalahan yang dihadapi. Oleh karena itu pengajaran lebih diarahkan kepada siswa untuk melakukan pemecahan masalah atau problem solving. Berdasarkan ungkapan di atas, maka metode pemecahan masalah sebagai alternatif pembelajaran layak untuk dipilih karena pada metode ini siswa dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Salah satu model pemecahan masalah adalah model Polya. Langkah-langkah dalam pembelajaran problem solving menurut Polya ada empat, yaitu : 1) memahami masalah,(2) menentukan rencana strategi penyelesaian masalah, 3) menyelesaikan strategi penyelesaian masalah, dan 4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh. Pembelajaran ini dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Guru membimbing siswa pada setiap langkah problem solving dengan memberikan pertanyaan yang mengarah pada konsep.

Dalam implemantasinya di lapangan sampai saat ini proses pembelajaran yang berpusat pada siswa masih mengalami banyak kendala. Salah satu kendalanya adalah rendahnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah yang ditandai dengan 1) rendahnya kemampuan siswa dalam menganalisis masalah, 2) rendahnya kemampuan siswa dalam merancang rencana penyelesaian masalah, dan 3) rendahnya kemampuan siswa dalam melaksanakan perhitungan terutama yang berkaitan dengan materi apersepsi yang mendukung proses pemecahan masalah.

Mengacu pada berbagai teori diatas maka metode problem solving model Polya sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

Belajar

Pengertian belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman (Tim MKPMB 2001:8). Sedangkan pembelajaran merupakan penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dengan demikian proses belajar bersifat eksternal dan unik dalam diri individu siswa, sedangkan pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.

Ada beberapa pendapat tentang belajar matematika di antaranya dijelaskan oleh Gagne dalam Herman Hudoyo (2003:36) mengatakan bahwa dalam belajar matematika ada dua yang dapat diperoleh siswa, yaitu objek langsung tak langsung. Obyek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan. Sedang obyek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika.

Apabila pembelajaran matematika ingin mencapai hasil yang maksimal maka perlu memadukan langkah-langkah pemecahan masalah sehingga objek langsung dan tidak langsung dapat diterima siswa. Kemandirian belajar dalam memecahkan masalah perlu diupayakan dalam pembelajaran matematika tanpa adanya pembelajaran yang berkualitas maka siswa tidak dapat memperoleh keterampilan dan kemandirian dalam memecahkan masalah.

Jhonson dan Myklebust dalam Mulyono (1999:252) menyebutkan bahwa matematika adalah bahasa simbol yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Learner dalam Mulyono (1999:252) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitats. Demikian juga pendapat Klien (1981:172) dalam Mulyono dijelaskan pula bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.

Ide manusia sebagaimana pendapat para ahli di atas, berbeda-beda tergantung dari pengalamannya dan pengetahuan masing-masing. Ada juga yang mengatakan bahwa matematika adalah hanya perhitungan yang mencakup aljabar, geometri, aritmatika dan trigonometri. Banyak pula yang mengatakan bahwa matematika mencakup segala sesuatu yang berkaitan berpikir logis. Mulyono Abdurahman (1999:254) mengemukakan bahwa masalah matematika digunakan orang untuk menghadapi masalah yang dihadapinya, manusia akan menggunakan matematika untuk informasi berkaitan dengan masalah yang dihadapi, pengetahuan tentang bilangan, bentuk dan ukuran, dan kemampuan untuk menghitung serta kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan. Dengan demikian matematika memiliki urgensi yang penting bagi kehidupan manusia, dan matematika diperlukan untuk membantu manusia dalam berpikir kritis dan rasional.

Pentingnya Matematika

Sebagaimana dijelaskan di muka, bahwa matematika sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, maka matematika perlu diajarkan bagi siswa SD. Hal ini sebagaimana dijelaskan Mulyono Abdurahman (1999:253) yakni ada lima alasan: a) sarana berpikir yang jelas dan logis, b) sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari, c) sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, d) sarana untuk mengembangkan kreativitas, dan e) sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya.

Kelima alasan tersebut di atas senada dengan yang dijelaskan Cockroft dalam Mulyono (1999:253) menyebutkan bahwa ada beberapa alasan perlunya matematika diajarkan pada siswa yaitu 1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, 5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, kesadaran, dan keruangan, 6) memberi kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang. Oleh karena itu, Lerner dalam Djamarah (2000:253) mengemukakan bahwa hendaknya kurikulum matematika mencakup tiga elemen yaitu konsep, keterampilan, dan pemecahan masalah.

Dewan Nasional untuk pengajaran matematika Amerika Serikat seperti disebutkan bahwa kurikulum matematika yang diberlakukan di sekolah-sekolah Amerika hendaknya mencakup 10 kemampuan sebagai berikut.

  • Pemecahan masalah.
  • Penerapan matematika dalam situasi kehidupan sehari-hari.
  • Ketajaman perhatian terhadap kelayakan hasil,
  • Perkiraan
  • Keterampilan perhitungan yang sesuai.
  • Geometri
  • Pengukuran
  • Membaca, menginterpretasikan, membuat tabel, cart, dan grafik.
  • Menggunakan matematika untuk meramalkan, dan
  • Melek komputer (computer literacy) (Mulyono.1999:254).

Kesepuluh macam kemampuan tersebut diusulkan agar masuk dalam kurikulum pada sekolah-sekolah di Amerika Serikat sejak tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian matematika bukan hanya sebagai mata pelajaran hafalan atau sekedar paham rumus tetapi tidak mengerti cara aplikasinya dalam kehidupan siswa. Pemecahan masalah yang terkait dalam kehidupan sosial, matematika sebagai suatu ilmu dapat membantu untuk memecahkannya berkenaan dengan kehidupan sehari-hari siswa tersebut.

Metode Polya

George Polya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menunjukkan kepada guru bagaimana cara memberikan bantuan dan petunjuk khusus, sehingga siswa terbimbing untuk mengetahui tentang pemecahan masalah matematika. Saran-saran yang diberikan berupa seperangkat pertanyaan atau langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu masalah.

Polya (1985) mengartikan pemecahan masalah sebagai satu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai, sedangkan menurut utari (1994) dalam (hamsah 2003) mengatakan bahwa pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, menemukan teknik atau produk baru. Bahkan di dalam pembelajaran matematika, selain pemecahan masalah mempunyai arti khusus, istilah tersebut mempunyai interpretasi yang berbeda, misalnya menyelesaikan soal cerita yang tidak rutin dan mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Polya(1985) mengajukan empat langkah fase penyelesaian masalah yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan. Fase memahami masalah tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin menyelesaikan masalah tersebut dengan benar, selanjutnya para siswa harus mampu menyusun rencana atau strategi.

Penyelesaian masalah, dalam fase ini sangat tergantung pada pengalaman siswa lebih kreatif dalam menyusun penyelesaian suatu masalah, jika rencana penyelesaian satu masalah telah dibuat baik tertulis maupun tidak. Langkah selanjutnya adalah siswa mampu menyelesaikan masalah, sesuai dengan rencana yang telah disusun dan dianggap tepat. Dan langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang dilakukan. Mulai dari fase pertama hingga hingga fase ketiga. Dengan model seperti ini maka kesalahan yang tidak perlu terjadi dapat dikoreksi kembali sehingga siswa dapat menemukan jawaban yang benar-benar sesuai dengan masalah yang diberikan.

Tingkat kesulitan soal pemecahan masalah harus di sesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Hasil penelitian Driscol (1982). Pada anak usia sekolah dasar kemampuan pemecahan masalah erat sekali hubungannya dengan pemecahan masalah. Disadari atau tidak setiap hari kita diperhadapkan dengan berbagai masalah yang dalam penyelesaiannya, sering kita diperhadapkan dengan masalah-masalah yang pelik dan tidak bisa diselesaikan dengan segera. Dengan demikian, tugas guru adalah membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dengan spektrum yang luas yakni membantu siswa dalam memehami masalah, sehingga kemampuan dalam memahami konteks masalah bisa terus berkembang menggunakan kemampuan inguiri dalam menganalisa alasan mengapa masalah itu muncul.

Dalam matematika hal seperti itu biasanya berupa pemecahan masalah yang didalamnya termuat soal cerita untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah hal yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan menyangkut berbagai hal teknik dan strategi pemecah masalah,pengetahuan, keterampilan dan pemahaman merupakan elemen-elemen penting dalam belajar matematika terkadang guru menghadapi kesulitan dalam mengajarkan cara menyelesaikan masalah dengan baik. Sementara dipihak lain siswa mengalami kesulitan bagaimana menyelesaikan masalah yang diberikan guru, kesulitan ini muncul, karena mencari jawaban dipandang sebagai satu-satunya tujuan yang ingin dicapai, karena hanya terfokus pada jawaban.

Metode Polya dalam Pengajaran Matematika

Memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar kehidupan manusia berhadapan dengan masalah-masalah. Oleh sebab itu kita perlu mencari cara penyelesainnya. Jika gagal dengan satu cara dalam menyelesaikan masalah maka harus mencoba dengan cara lain untuk menyelesaikan masalah tersebut dan harus berani menghadapi masalah untuk menyelesaikannya.

Sebagaimana tercantum dalam kurikulum matematika sekolah bahwa tujuan diberikannnya matematika dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan SMA antara lain agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, dan efektif (Tim MKDK IKIP Semarang 1998:65) . Hal ini, jelas merupakan tuntutan yang sangat tinggi yang tidak mungkin bisa dicapai hanya melalui hafalan, latihan mengerjakan soal yang bersifat rutin, serta proses pembelajaran biasa. Untuk menjawab tuntutan tujuan yang demikian tinggi maka perlu dikembangkan materi serta proses pembelajaran yang sesuai.

Berdasarkan teori belajar yang dikemukakan Gagne bahwa keterampilan intelektual tingkat tinggi dapat dikembangkan melalui pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan tipe belajar paling tinggi dari delapan tipe belajar yang dikemukakan Gagne, yaitu : belajar, isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah. Herman Hudoyo (2001:42) menyatakan bahwa dalam pemecahan masalah biasanya ada lima langkah yang harus ditempuh, yaitu:

  • menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
  • menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional.
  • menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik.
  • mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya, dan
  • mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.

Menurut Polya dalam Tim MKPBM Jurusan Matematika (2001:84) disebutkan bahwa Solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian, yaitu: memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Fase pertama adalah memahami masalah. Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah. Fase kedua adalah menyelesaikan masalah sesuai rencana. Kemampuan menyelesaikan fase kedua ini sangat tergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Semakin bervariasi pengalaman mereka, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian suatu masalah, dilanjutkan penyelesaian masalah sesuai rencana yang dianggap paling tepat. Langkah terakhir dari proses penyelesaian masalah menurut Polya adalah melakukan pengecekan atas apa yang telah dilaksanakan mulai dari fase pertama sampai fase penyelesaian ketiga.

Langkah-langkah Metode Polya

Langkah-langkah Polya meliputi: menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas, menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional, menyusun hipotesis-hipotesis kerja dan prosedur kerja yang perkirakan baik, mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya, mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh Tim MKPBM Matematika ( 2001:84 ). Langkah-langkah Polya pada dasarnya adalah belajar metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, dan teratur secara teliti. Tujuanya adalah untuk memperoleh kemampuan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.

Pentingnya Pemecahan Masalah dalam Matematika

Mengajarkan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah memungkinkan siswa itu menjadi lebih analitik dalam mengambil keputusan di dalam kehidupan sehari-hari (Herman Hudoyo 2001:167), dengan kata lain, jika seorang siswa dilatih untuk menyelesaikan masalah, maka siswa itu akan mampu mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang telah diperolehnya.

Menurut Polya dalam Herman Hudoyo (2001:164-165) bahwa di dalam matematika terdapat dua macam masalah yaitu:

  1. Masalah menemukan. Masalah menemukan dapat teoritis atau praktis, abstrak, termasuk teka-teki menemukan ini lebih penting dalam matematika elementer. Bagian utama dari masalah ini adalah 1) Apakah yang dicari? 2) Bagaimana data yang diketahui? 3) Bagaimana syaratnya? Ketiga bagian utama tersebut merupakan landasan untuk menyelesaikan masalah.
  2. Masalah membuktikan. Masalah membuktikan digunakan untuk menunjukkan suatu pernyataan itu benar atau salah tetapi tidak keduanya. Herman Hudoyo (2001:45) menyatakan bahwa bagian utama yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah membuktikan adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema.

Masalah membuktikan lebih banyak dijumpai dalam matematika lanjut. Dari dua jenis masalah tersebut di atas yang menjadi fokus dalam penulisan ini adalah masalah menemukan. Menurut Pandoyo dalam Muklis (1999:10) dikatakan bahwa masalah dalam pelajaran matematika adalah suatu soal matematika menjadi masalah bagi siswa apabila siswa tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ditinjau dari kematangan ilmu, siswa belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikan, dan siswa kurang berkeinginan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Materi matematika yang diberikan kepada siswa dalam bentuk masalah akan memberi motivasi kepada mereka untuk mempelajari pelajaran tersebut menurut Herman Hudoyo dalam Muklis (1999:10). Para siswa merasa puas jika mereka dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi, kepuasan ini merupakan suatu hadiah instrinsik bagi siswa lebih lama apabila dibandingkan dengan tipe belajar yang lain. Berdasarkan uraian di atas bahwa metode pemecahan masalah dalam pengajaran matematika perlu dikembangkan dan merupakan metode yang sangat tepat untuk soal cerita. Metode pemecahan masalah adalah metode yang sangat essensial untuk topik tertentu sebab mempunyai dampak positif antara lain :

  • siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisis dan akhirnya mampu meneliti kembali hasil yang telah dicapai.
  • kepuasan intelektual akan timbul dari dalam diri siswa dan dapat digunakan sebagai hadiah instrinsik bagi siswa.
  • potensi intelektual siswa meningkat.
  • siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan proses penemuan.

Perencanaan Mengajarkan Pemecahan Masalah

Mengajar siswa untuk memecahkan masalah perlu perencanaan. Secara garis besar, perencanaan itu sebagai berikut.

  1. Merumuskan tujuan. Tujuan itu hendaknya menyatakan bahwa siswa akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang tidak rutin. Soal-soal yang serupa benar hendaknya dihindarkan sebab soal-soal yang demikian itu menjadi bukan masalah lagi bagi siswa tertentu.
  2. Memerlukan pra-syarat. Untuk menyelesaikan setiap masalah matematika, seorang siswa memerlukan pra-syarat pengetahuan, keterampilan dan pemahaman. Guru harus mengindentifikasi apa-apa yang sudah dipelajari siswa untuk suatu masalah sehingga masalah-masalah yang cocok sajalah yang disajikan kepada para siswa. Misalnya: Buktikan jumlah dua bilangan prima kembar yang bukan 3 dan 5 habis dibagi 6. Prasyarat yang perlu dimiliki seorang siswa untuk menyelesaikan masalah itu adalah bahwa siswa itu sudah mengerti arti habis dibagi 6, bilangan prima dan bilangan prima kembar. la sudah terampil menggunakan operasi membagi.
  3. Mengajarkan Pemecahan Masalah. Untuk belajar memecahkan masalah, para siswa harus mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan masalah. Apabila mereka berhasil menyelesaikan masalah, mereka perlu mendapatkan penghargaan. Jadi mereka perlu mendapatkan pendekatan pedagogik untuk menyelesaikan masalah. Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana seorang guru menyiapkan masalahmasalah untuk para siswa dan bagaimana guru itu membuat para siswa tertarik dan suka menyelesaikan masalah yang dihadapi. Guru harus mempunyai bermacam-macam masalah yang cocok sehingga bermakna bagi para siswanya. Sumber-sumber boleh diambil dari buku-buku, majalah-majalah yang berhubungan dengan matematika sekolah. Berikan masalah-masalah itu sebagai pekerjaan rumah. Pada suatu saat boleh juga para siswa memilih sendiri masalah-masalah itu, mengerjakan masalah-masalah tersebut, membicarakannya dan kemudian menyajikan penyelesaianya di depan kelas.

Masalah-masalah tersebut dapat dikerjakan secara individu atau kelompok. Agar supaya para siswa tertarik dan suka menyelesaikan masalah yang dihadapi perlu diberikan penghargaan. penghargaan itu dapat berupa nilai atau penghargaan khusus lainnya. Pujian juga jangan dilupakan. Hal itu semuanya merupakan cara yang efektif untuk mendorong keberhasilan, walaupun banyak juga para siswa yang dengan senang hati menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi mereka memberikan penghargaan kepada diri mereka sendiri dengan kcberhasilan mereka itu.

Pertanyaan berikutnya yang timbul: “Bagaimana seorang siswa memulai menyelesaikan suatu masalah?” “Bagaimana strategi yang dapat dilakukan?” “Kemampuan apa yang akan bermanfaat baginya untuk menyelesaikan masalah itu?” Ketiga hal ini, secara bersama-sama merupakan usaha untuk menemukan. Untuk dapat mengajarkan pemecahan masalah dengan baik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :

  1. Waktu yang diperlukan, untuk menyelesikan masalah sangat relatif artinya jika seseorang diperhadapkan dengan satu masalah dengan waktu yang diberikan untuk menyelesaikannya tidak dibatasi, maka kecendrungannya, orang tersebut tidak akan mengkonsentrasikan fikirannya secara penuh pada proses penyelesaian masalah yang diberikan.
  2. Perencanaan, aktivitas pembelajaran dan waktu yang diperlukan harus direncanakan serta dikoordinasikan, sehingga siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk menyelesaikan berbagai masalah dan menganalisis serta mendiskusikan pendekatan yang mereka pilih.
  3. Sumber, buku matematika biasanya banyak memuat masalah yang sifatnya hanya rutin, maka guru dituntut untu menyembunyikan masalah-masalah lain sehingga dapat menambah soal pemecahan masalah.
  4. Teknologi, sekalipun banyak kalangan yang tidak setuju dengan penggunaan kalkulator disekolah akan tetapi pada hal tertentu dapat digunakan, karena alat tersebut perlu dipertimbangkan penggunaannya.

Langkah-langkah Penerapan Strategi Penyelesaian Masalah Menurut Polya.

Berbicara pemecahan masalah, kita tidak bisa terlepas dari tokoh utamanya yaitu Polya. Menurut polya dalam pemecahan masalah. Ada empat langkah yang harus dilakukan. Keempat tahapan ini lebih dikenal dengan See (memahami problem), Plan (menyusun rencana), Do (melaksanakan rencana) dan Check (menguji jawaban), sudah menjadi jargon sehari-hari dalam penyelesaian problem sehingga Polya layak disebut dengan “Bapak problem solving.”

Gambaran umum dari Kerangka kerja Polya

1.      Pemahaman pada masalah (Identifikasi dari tujuan)

Langkah pertama adalah membaca soalnya dan meyakinkan diri bahwa anda memahaminya secara benar. Tanyalah diri anda dengan pertanyaan :

  • Apa yang tidak diketahui?
  • Kuantitas apa yang diberikan pada soal?
  • Kondisinya bagaimana?
  • Apakah ada kekecualian?

Untuk beberapa masalah akan sangat berguna untuk membuat diagranmnya dan mengidentifikasi kuantitas-kuantitas yang diketahui dan dibutuhkan pada diagram tersebut. Biasanya dibutuhkan membuat beberapa notasi ( x, a, b, c, V=volume, m=massa dsb ).

2.     Membuat Rencana Pemecahan Masalah

Kedua: Carilah hubungan antara informasi yang diberikan dengan yang tidak diketahui yang memungkinkan anda untuk memghitung variabel yang tidak diketahui. Akan sangat berguna untuk membuat pertanyaan: “Bagaimana saya akan menghubungkan hal yang diketahui untuk mencari hal yang tidak diketahui? “. Jika anda tak melihat hubungan secara langsung, gagasan berikut ini mungkin akan menolong dalam membagi masalah ke sub masalah

  • Membuat sub masalah
  • Pada masalah yang komplek, akan sangat berguna untuk membantu jika anda membaginya kedalam beberapa sub masalah, sehingga anda dapat membangunya untuk menyelesaikan masalah.
  • Cobalah untuk mengenali sesuatu yang sudah dikenali.
  • Hubungkan masalah tersebut dengan hal yang sebelumnya sudah dikenali. Lihatlah pada hal yang tidak diketahui dan cobalah untuk mengingat masalah yang mirip atau memiliki prinsip yang sama.
  • Cobalah untuk mengenali polanya.
  • Beberapa masalah dapat dipecahkan dengan cara mengenali polanya. Pola tersebut dapat berupa pola geometri atau pola aljabar. Jika anda melihat keteraturan atau pengulangan dalam soal, anda dapat menduga apa yang selanjutnya akan terjadi dari pola tersbut dan membuktikannya.
  • Gunakan analogi
  • Cobalah untuk memikirkan analogi dari masalah tersebut, yaitu, masalah yang mirip, masalah yang berhubungan, yang lebih sederhana sehingga memberikan anda petunjuk yang dibutuhkan dalam memecahkan masalah yang lebih sulit. Contoh, jika masalahnya ada pada ruang tiga dimensi, cobalah untuk melihat masalah sejenis dalam bidang dua dimensi. Atau jika masalah terlalu umum, anda dapat mencobanya pada kasus khusus
  • Masukan sesuatu yang baru
  • Mungkin suatu saat perlu untuk memasukan sesuatu yang baru, peralatan tambahan, untuk membuat hubunganantara data dengan hal yang tidak diketahui.Contoh, diagram sangat bermanfaat dalam membuat suatu garis bantu.
  • Buatlah kasus
  • Kadang-kadang kita harus memecah sebuah masalah kedalam beberapa kasus dan pecahkan setiap kasus terbut.

Mulailah dari akhir (Asumsikan Jawabannya). Sangat berguna jika kita membuat pemisalan solusi masalah, tahap demi tahap mulai dari jawaban masalah sampai ke data yang diberikan

3.     Malaksanakan Rencana

Ketiga. Menyelesaikan rencana anda. Dalam melaksanakan rencana yang tertuang pada langkah kedua, kita harus memeriksa tiap langkah dalam rencana dan menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa tiap langkah sudah benar. Sebuah persamaan tidaklah cukup!

4.     Lihatlah kembali

Keempat. Ujilah solusi yang telah didapatkan. Kritisi hasilnya. lihatlah kelemahan dari solusi yang didapatkan (seperti: ketidak konsistenan atau ambiguitas atau langkah yang tidak benar) Pada saat guru menggunakan strategi ini, sebaiknya ditekankan bahwa penggunaan objek yang dicontohkan dapat diganti dengan satu model yang lebih sederhana, misalnya :

  • Membuat gambar atau diagramPenekanan ini perlu dilakukan bahwa gambar atau diagram yang dibuat tidak perlu sempurna, terlalu bagus atau terlalu aktual, yang penting bagian-bagian terpenting dari gambar itu dapat memperjelas masalah.
  • Menemukan pola. Kegiatan matematika yang berkaitan dengan proses menemukan suatu poladari sejumlah data yang diberikan, dapat mulai dilakukan melalui sekumpulan gambar atau bilangan. Kegiatan yang mungkin dilakukan antara lain dengan mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh kumpulan gambar atau bilangan yang tersedia. Sebagai suatu strategi untuk pemecahan masalah, pencarian pola yang pada awalnya hanya dilakukan secara pasif melalui permasalahan yang dikeluarkan oleh guru, pada suatu saat keterampilan itu akan terbentuk dengan sendirinya sehingga pada saat menghadapi permasalahan tertentu, salah satu pertanyaan yang mungkin muncul pada benak seseorang antara lain adalah : ”Adakah pola atau keteraturan tertentu yang mengaitkan tiap data yang diberikan?”. Tanpa melalui latihan sangat sulit bagi seseorang untuk menyadari bahwa dalam permasalahan yang dihadapinya terdapat pola yang bisa diungkap.
  • Membuat tabel. Mengorganisasi data ke dalam sebuah tabel dapat membantu kita dalam mengungkapkan suatu pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap. Penggunaan tabel merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita akan dengan mudah menggunakan data tersebut, sehingga jawaban pertanyaan tadi dapat diselesaikan dengan baik.
  • Memperhatikan semua kemungkinan secara sistematik. Strategi ini biasanya digunakan bersamaan dengan strategi mencari pola dan menggambar tabel. Dalam menggunakan strategi ini, kita tidak perlu memperhatikan keseluruhan kemungkinan yang bisa terjadi.Yang kita perhatikan adalah semua kemungkinan yang diperoleh dengan cara sistematik. Yang dimaksud sistematik disini misalnya dengan mengorganisasikan data berdasarkan kategori tertentu. Namun demikian, untuk masalah-masalah tertentu, mungkin kita harus memperhatikan semua kemungkinan yang bisa terjadi.
  • Tebak dan periksa ( Guess and Check ). Strategi menebak yang dimaksudkan disini adalah menebak yang didasarkan pada alasan tertentu serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu memiliki pengalaman cukup yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi.

Soal Cerita

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dari kata soal dan cerita yang mempunyai arti hal atau masalah yang harus dipecahkan dan cerita artinya tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal yang dipecahkan. Dalam pengajaran matematika, pemecahan masalah sudah umumnya dalam bentuk soal cerita, biasanya soal cerita disajikan dalam cerita pendek. Cerita yang diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini yang dimaksud soal cerita adalah soal matematika yang disajikan dengan kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari serta memuat masalah yang menuntut pemecahan. Soal cerita yang dimaksud dalam tulisan ini adalah soal Matematika yang dinyatakan dalam bentuk cerita. Soal cerita yang baik adalah yang berkaitan erat dengan keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan siswa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan skill (keterampilan) dan mungkin algoritma tertentu saja melainkan dibutuhkan juga kemampuan yang lain, yaitu kemampuan dalam menyusun rencana atau strategi yang akan digunakan dalam mengerjakan soal. Menurut Tim Matematika Depdikbud (1983:27)setiap soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut:

  • Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal tersebut.
  • Menuliskan kalimat matematika yang menyatakan hubungan-hubungan itu dalam bentuk operasi-operasi bilangan.
  • Menyelesaikan kalimat matematika tersebut, artinya mencari bilangan mana yang membuat kalimat matematika itu menjadi benar.
  • Menggunakan penyelesaian itu untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan di dalam soal.

Menurut Sumarmo dan Sukahar (1996:112) menjelaskan bahwa untuk menyelesaikan soal cerita matematika siswa dapat menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

  • Menulis apa yang diketahui.
  • Menulis apa yang ditanyakan.
  • Menulis pengerjaan atau operasi matematika yang diperlukan.
  • Menulis kalimat bilangan atau kalimat matematika.
  • Mengerjakan kalimat bilangan dan dicari hasilnya.
  • Dari hasil itu ditulis jawaban soal cerita.

Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah menengah dalam proses pembelajarannya membutuhkan instrumen penilaian dalam bentuk tes hasil belajar (khususnya tes prestasi akademik). Tes hasil belajar matematika merupakan salah satu instrumen yang harus dibuat guru yang berisi sekumpulan pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam pembelajaran. Tes juga dipakai sebagai acuan dalam mengevaluasi tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran matematika yang diberikan selama periode tertentu (Depdiknas, 2005:14).

Ada dua tipe tes yang digunakan yaitu tes objektif dan tes uraian(essay) Tes objektif adalah tes yang telah disediakan pilihan jawabannya, di antaranya dalam bentuk: benar-salah (true-false), pilihan ganda(muliple choice), menjodohkan (mathching) dan isian singkat (short answer). Sedangkan tes uraian berupa soal yang masing-masing memuat permasalahan dan menuntut penguraian sebagai jawaban. Soal cerita termasuk kategori soal uraian, sehingga siswa dituntut mengorganisasi sendiri jawaban yang diinginkan. Soal bentuk cerita biasanya memuat pertanyaan yang menuntut pemikiran dan langkah-langkah penyelesaaian secara sistematis. Hal ini menurut sebagian kalangan siswa menjadi kendala baik dari kemampuan menangkap makna kalimat maupun kemampuan mengetahui prosedur penyelesaiannya. Dengan demikian soal cerita dapat dikategorikan sebagai masalah bagi sebagian besar siswa.

Soal cerita dalam pengajaran matematika menjadi sangat penting bagi perkembangan proses berpikir peserta didik sehingga keberadaannya mutlak diperlukan. Menurut tim matematika Depdikbud (1983), setiap soal cerita dapat diselesaikan dengan rencana sebagai berikut:

  • Membaca dan memahami soal, kemudian memikirkan hubungan antar faktor-faktor yang ada dalam soal tersebut.
  • Menulis kalimat matematika yang menyatakan hubungan-hubungan itu dalam bentuk operasi-operasi bilangan.
  • Menyelesaikan kalimat matematika tersebut.
  • Menggunakan penyelesaian tersebut untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam soal.

Manfaat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita

Melatih siswa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan soal cerita, siswa diharapkan mampu mengambil keputusan. Hal ini disebabkan siswa tersebut menjadi terampil tentang bagaimana mengumpulkan informasi yang relefan, menganalisis informasi dan menyadari betapa perlunya meneliti kembali hasil yang diperoleh (Herman Hudoyo,1998:81). Apabila latihan tersebut dapat dilakukan sedini mungkin, maka berarti akan membiasakan siswa untuk memecahkan dan menyelesaikan soal cerita. Mengingat besarnya peranan matematika pada disiplin ilmu lain, maka kemampuan siswa dalam memecahkan masalah dan penyelesaian soal cerita, perlu sedini mungkin ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat ditempuh dengan cara mengajar matematika dengan penekanan pada eksplorasi serta model berpikir matematika.

Soal Cerita dalam Pembelajaran Matematika

Kenyataan terjadi di Sekolah Dasar sering dijumpai dua bentuk soal matematika yaitu soal dalam bentuk cerita dan soal dalam bentuk bilangan. Soal cerita sering disiapkan dalam bentuk cerita pendek yang menyangkut kehidupan sehari-hari. Panjang pendeknya kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan soal cerita tersebut sangat berpengaruh. Dalam penelitian ini yang dimaksud soal cerita adalah soal cerita yang disajikan dengan kalimat-kalimat yang disajikan dengan kalimat-kalimat yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, serta memuat masalah yang menuntut pemecahan.

Soal cerita dalam pengajaran matematika sangat penting bagi perkembangan proses berpikir siswa, sehingga keberadaannya mutlak diperlukan. Soejadi dalam Muklis (1999:6) menyatakan bahwa salah satu bahan ajar yang dapat menunjukkan suatu penalaran matematika adalah proses penyelesaian soal cerita. misalnya: (1) masalah yang diketahui dalam soal; (2) apa yang ditanyakan atau yang dicari; (3) operasi dan simbol apa saja yang terlibat dalam soal itu; (4) model matematika manakah yang dapat diwakili soal itu; dan (5) apa yang telah dikuasai yang perlu digunakan. Muklis (1999:6) menyatakan bahwa setiap soal cerita diselesaikan dengan rencana sebagai berikut.

  • Membaca soal itu dan memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal tersebut.
  • Menuliskan apa yang diketahui dari soal tersebut.
  • Menuliskan apa yang ditanyakan.
  • Menuliskan kalimat matematika selanjutnya menyelesaikan sesuai dengan ketentuan.
  • Menuliskan kalimat jawabannya.

Menyelesaikan soal cerita diperlukan keterampilan dan kemampuan berpikir, sehingga bagi siswa perlu ada bimbingan dari guru baik secara lisan maupun tertulis dalam menyelesaikan soal cerita. Apabila tanpa bimbingan atau siswa harus menyelesaikan sendiri maka akan menjadi masalah bagi siswa.

Pemecahan masalah didefinisikan oleh Polya dalam Muklis (1999:150) sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai agar siswa tidak mengalami kesulitan dan mampu menangkap pengetahuan baru untuk menyelesaikan masalah. Jika siswa benar-benar mengetahui prinsip-prinsip yang dipelajari sebelumnya, siswa mampu memilih pengalaman-pengalaman yang lalu dan relevan dengan masalah yang dihadapi. Misalnya siswa akan menyelesaikan soal cerita yang memuat pengerjaan hitung campuran, maka siswa harus paham betul dengan operasi hitung yang telah dipelajari sebelumnya dan dapat menyelesaikan sesuai dengan ketentuan. Sebagai konsekuensinya, agar siswa tidak mengalami kesulitan maka pengajaran yang efektif harus mengubah bentuk permasalahan ke dalam situasi yang telah dikenal siswa dengan bimbingan guru baik secara lisan atau tertulis.

Manfaat Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Bentuk Soal Cerita

Dengan kemajuan teknologi peranan matematika sangat dibutuhkan, bukan hanya digunakan pada ilmu teknik saja, melainkan pada ilmu sosialpun banyak menggunakan konsep-konsep matematika. Oleh sebab itu sedini mungkin siswa dilatih untuk memecahkan masalah dengan sering diberi soal yang berbentuk cerita, sehingga siswa terbiasa untuk mengambil keputusan dengan cepat jika suatu saat siswa menjumpai masalah.

Hudoyo dalam Muklis (1999:8) mengatakan apabila latihan tersebut dapat dilakukan sedini mungkin berarti siswa akan terbiasa untuk memecahkan masalah dan menyelesaikan soal yang berbentuk cerita dengan cepat dan benar. Langkah-langkah dalam menyelesaikan soal cerita menggunakan Metode Polya dengan langkah-langkahnya memungkinkan siswa untuk mengerjakan secara sistematis, runtut, urut, tekun dan cermat. Dengan keterampilan memahami, menuliskan kalimat matematika dan prosedur yang benar, maka siswa dalam menyelesaikan soal cerita akan lebih cepat menguasai dan memecahkan. Hal yang demikian siswa akan lebih meningkat kemampuannya dalam menyelesaikan soal cerita.

Menyelesaikan Soal Cerita dengan Langkah-langkah Polya

Pembelajaran Matematika Dalam hal kemampuan menyelesaikan soal cerita sangat dibutuhkan untuk menunjang belajar mata pelajaran lain atau untuk hidup di masyarakat. Oleh sebab itu perlu diadakan cara yang memudahkan siswa dalam menyelesaikan soal cerita yang dihadapi. Polya membutuhkan waktu yang sangat lama untuk membimbing para siswa serta mencari cara agar siswa dapat dengan mudah menyelesaikan soal cerita itu. Cara yang digunakan oleh Polya untuk menyelesaikan soal cerita itu dikenal dengan langkah-langkah Polya, yang meliputi soal cerita itu dibuat lebih operasional sebagai berikut.

  1. Memahami masalah. Memahami masalah yang dimaksud adalah semua unsur yang ada di dalam soal cerita ke dalam bentuk yang lebih jelas dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
  2. Membuat Rencana Penyelesaian. Pada langkah ini siswa diminta untuk menuliskan kalimat matematika dari soal cerita itu dengan menggunakan operasi hitung yang sudah diketahui oleh siswa, misalnya +,- x,: dan penggunaan tanda ( ).
  3. Pelaksanaan Rencana Penyelesaian. Pelaksanaan rencana ini adalah menyelesaikan kalimat yang telah ditulis sesuai dengan aturan urutan operasi hitung yang berlaku.
  4. Memeriksa Kembali. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat memeriksa kembali jawaban soal cerita dengan cara mencocokkan kembali antara hasil jawaban dengan soal semula. Agar langkah tersebut di atas lebih jelas akan peneliti berikan beberapa contoh soal cerita dan penyelesaiannya dengan menggunakan langkah-langkah Polya.

Kendala utama para siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita adalah lemahnya kemampuan mereka dalam memahami maksud soal dan kurangnya keterampilan menyusun rencana penyelesaiannya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat bentuk soal yang disajikan selama ini baik pada ulangan akhir semester maupun ujian nasional adalah bentuk pilihan ganda. Bentuk soal pilihan ganda ini kurang efektif mengukur beberapa tipe pemecahan masalah, juga kurang efektif mengukur kemampuan mengorganisir dan mengekspresikan ide (Depdiknas, 2005:21).

George Polya dalam Muzer (1993) telah menyajikan teknik-teknik pemecahan masalah yang tidak hanya menarik tetapi juga dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa prinsip-prinsip yang dipelajari selama belajar matematika akan ditransfer seluas-luasnya. Masalahnya sekarang adalah : Masihkag guru terjebak dalam model pembelajaran konvensional dalam menyampaikan materi pelajaran, padahal setiap materi pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda sehingga memerlukan teknik yang berbeda pula?

DAFTAR PUSTAKA

Adjie, N. dan Maulana. (2006). Pemecahan Masalah Matematika. Bandung : UPI Press

Ahmadi, A. & Prasetya, J.T. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Ali Mufti Arief, 1998. Hubungan Sikap Terhadap Matematika, Memotivasi, Berprestasi dan Pemahaman Proses Sains Terhadap Prestasi Belajar Matematika

Dahar, R.W.(1996). Teori-Teori Belajar, Jakarta; Erlangga.

Depdikbud. 1994. Kurikulum Sekolah Dasar/GBPP. Jakarta: Depdikbud

Depdikbud. 1994. Pedoman Analisis Hasil Evaluasi belajar. Jakarta: Depdikbud

Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Hasil Penilaian di SD. Jakarta: Depdikbud.

Depdikbud. 1995/1996. Petunjuk Pelaksanaan KBM, Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. 2002. Suplemen Kurikulum Pendidikan Dasar Mata Pelajaran Matematika 2002. Jakarta

Depdiknas. 2005. Penilaian Pembelajaran Matematika Bentuk Tes. Materi Pelatihan Terintegrasi. Buku 3. Jakarta.

Dimyati dan Mujiono, 1994. Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta.

Hamzah, 2003. Problem Posing Dan Problem Solving Dalam Pembelajaran Matematika. Bandung: Pustaka Ramadan.

Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: JICA. IMSTEP.

Hudoyo, Herman 2001. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika, Malang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang.

Integrating Theories of Learning and Technology. Final Paper, EDUC6100

Jones, T. (2000). Instructional Approaches to Teaching Problem Solving in Mathematics :

Muklas. 1999. Dasar-dasar dan Strategi Pembelajaran. Jakarta. Gramedia

Musser, L Gary & Burger. 1993. Mathematic for Elementary Teachers. New Jersey Prestice Hall.

NCTM. 1986. Principle and Standard for School Mathematics. Reston: The National Council of Teacher Mathematics, Inc.

Polya, George, ((1985), How To Solve It 2nd ed. New Jersey : Princeton University Press

Retno W. Endang. 2002. Hand Out PTK. Semarang: Fakultas MIPA. UNNES.

Ruseffendi, E. T. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetnsinya Dalam Pengajaran matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Transito.

Sa’diyah, 2003, Meningkatkan Belajar Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Pada Mata Pelajaran Matematika Pada Pokok Bahasan Himpunan.

Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Suherman, Erman. 2001. Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : UPI- JICA.

Tim MKDK IKIP Semarang.1997. Proses Bekajar Mengajar. Semarang: Tim MKDK IKIP Semarang.

Tim WRI, 2001, Materi Intensif Training KKG – MGMP, Bunga Rampai Psikologi dan Pembelajaran pada Pendidikan pada Pendidikan Dasar, Semarang : WRI.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Wahyudin. (2007). Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bandung : Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Contoh soal PEMECAHAN masalah matematika menurut Polya