Carilah berbagai macam tradisi adat istiadat yang bernafaskan Islam

Makassar, IDN Times - Para sejarawan sepakat bahwa Islam masuk ke Nusantara dengan cara akulturasi alias memadukan diri dengan unsur-unsur kebudayaan lokal setempat. Sebagai hasilnya, lahirlah sejumlah tradisi Islam namun amat lekat dengan adat istiadat yang mungkin tidak kita temui di belahan dunia lain.

Seperti Balimau dan Majamba di Minangkabau, Sekaten dan Grebeg Maulud di Jawa, hingga Hadrah di Kalimantan Selatan. Berpadunya Islam dan nilai-nilai tradisi turut terjadi di Sulawesi Selatan ketika agama tersebut mulai masuk pada penghujung abad ke-16.

Berikut ini IDN Times Sulsel menyajikan secuplik dari sekian banyak tradisi Islam khas Tanah Daeng yang sudah hidup turun temurun dalam masyarakat Bugis-Makassar.

Sebelum Islam masuk, setiap hajatan diawali dengan tradisi pembacaan epos La Galigo. Nah, kebiasaan tersebut kemudian berganti menjadi dengan tradisi pembacaan Barzanji, sebuah kitab berisi sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW. Kini belum lengkap hajatan, acara, akikahan, selamatan rumah, dan bahkan menggunakaan kendaraan baru-- sebelum Mabbarasanji.

Masyarakat Bugis percaya, ada nilai estetika tinggi dan kesakralan dalam tradisi Mabbarasanji. Tetua berharap agar berbagai perilaku dan keseharian Rasulullah beserta para sahabatnya dapat diteladani. Diharapkan pula agar nilai-nilai kenabian turut seirama dengan kehidupan masyarakat, serta sebagai tuntutan dalam menjalani hari-hari agar tak tersesat.

Baca Juga: Maleppe', Tradisi Lebaran Sulsel yang Unik

Suro'macca/Ma'baca dilakukan sebagai ungkapan do’a keselamatan pada leluhur masing-masing keluarga. Tujuan tradisi ini adalah mengirim doa kepada arwah leluhur dari sanak keluarga atau keturunan yang masih hidup. Seorang pemuka agama yang dituakan (Anrong) diundang oleh pihak yang melakukan hajatan sebagai pemimpin.

Suro'macca/Ma'baca sediri kerap dilakukan pada saat Idul Fitri atau Idul Adha. Sesuai dengan tradisi Lebaran, acara doa bersama ini mengharuskan adanya berbagai makanan atau hidangan untuk orang-orang yang ikut dalam Suro'macca.

Menurut sebagian kalangan, Suromacca telah hidup sejak masyarakat Bugis-Makassar menganut Dewata Sewuae yang merupakan sistem kepercayaan monotheis atau hanya mengenal satu Tuhan. Ketika Islam diterima, akulturasi kebiasaan pun terjadi secara mulus.

Baca Artikel Selengkapnya

JAKARTA – Indonesia kaya dengan budaya dan tradisi yang dilakukan turun-temurun. Beberapa di antaranya adalah tradisi yang bersifat religi atau keagamaan dan berkembang baik di nusantara.

Selain untuk memperkuat ukhuwah, tradisi ini juga dianggap sebagai syiar Islam.

Berikut delapan tradisi religi di Indonesia yang dirangkum Okezone dari berbagai sumber:

1. Halalbihalal

Halalbihalal, tradisi khas Indonesia yang lahir dari sebuah proses sejarah. Biasanya dilakukan pada bulan Syawal atau momentum Hari Raya Idul Fitri. Halalbihalal dilakukan dengan silaturahmi, saling berjabat tangan dan bermaaf-maafan. Meski namanya agak ke Araban, tapi halalbihalal hanya ada di Indonesia.

Carilah berbagai macam tradisi adat istiadat yang bernafaskan Islam

Halalbihalal (Okezone)

2. Tabot atau Tabuik

Tradisi Tabot atau Tabuik merupakan upacara tradisional masyarakat Bengkulu. Tabot dilakukan untuk mengenang kisah kepahlawanan dan kematian Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib.

Kedua cucu Rasulullah SAW itu gugur dalam peperangan di Karbala, Irak pada 10 Muharram 61 Hijriah (681 Masehi). Perayaan Tabot di Bengkulu dilaksanakan pertama kali oleh Syeikh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada 1685. Syeikh Burhanudin menikah dengan wanita asal Bengkulu yang keturunannya disebut sebagai keluarga Tabot.

Upacara Tabot biasanya dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram setiap tahun. Tabot kini jadi salah satu festival tahunan yang sering digelar di Bengkulu.

3. Sekaten Surakarta

Tradisi Sekaten atau peringatan yang dinamai Maulid Nabi ini dilaksanakan setiap tahun di Keraton Surakarta, Jawa Tengah dan Keraton Yogyakarta. Sekaten masih dilestarikan sebagai wujud untuk mengenang jasa para Walisongo yang telah berhasil menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.

 

Carilah berbagai macam tradisi adat istiadat yang bernafaskan Islam

Sekaten berasal dari kata Syahadatain (dua kalimat syahadat). Tradisi ini dikenal sebagai sarana penyebaran agama Islam yang awalnya dilakukan oleh Sunan Bonang.

Upacara Sekaten biasanya menyuguhkan gamelan pusaka dari peninggalan dinasti Majapahit yang telah dibawa ke Demak.

4. Grebeg

Grebeg salah satu tradisi yang dilakukan di Keraton Yogyakarta. Grebeg pertama kali diselenggarakan oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Biasanya, tradisi ini dilakukan saat Sultan mempunyai hajat berupa menikahkan putra mahkotanya. Tradisi Grebeg di Yogyakarta diselenggarakan setiap 3 tahun sekali.

Grebeg pertama diselenggarakan setiap 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, kedua Grebeg besar biasanya diadakan setiap 10 Dzulhijjah atau Hari Raya Idul Adha. Sementara Grebeg Maulud diselenggarakan pada 12 Rabiul Awal untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

5. Grebeg Besar Demak

Tradisi Grebeg Besar salah satu upacara tradisional yang selalu diadakan setiap tahun di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Grebeg besar dilaksanakan pada 10 Dzulhijjah yang bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha.

6. Kerobok Maulid di Kutai

Tradisi Krobok Maulid salah satu upacara yang berasal dari Kedaton Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kerobok berasal dari bahasa Kutai yang berarti berkerubunan atau berkerumun. Kerobok Maulid biasanya dipusatkan di halaman Masjid Jami' Hasanuddin, Tenggarong dalam rangka Maulid Nabi Muhammad pada tiap 12 Rabiulawwal.

Tradisi ini biasanya diawali dengan pembacaan zikir barzanji. Kemudian diisi dengan persembahan dari Keraton Sultan Kutai serta prajurit Kesultanan yang membawa usung-usungan berisi kue tradisional, bunga rampai dan astagona.

7. Rabu Kasan

Rabu Kasan salah satu tradisi yang sering dilaksanakan di Desa Air Anyer, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Bangka Belitung. Biasanya dilakukan tiap Rabu akhir bulan Safar. Warga menyiapkan ketupat, air dan makanan untuk dimakan. Mereka juga berdoa memohon perlindungan Allah dan dijauhkan dari bala atau musibah.

8. Dugderan Semarang

Dugderan, salah satu tradisi masyarakat Semarang, Jawa Tengah dalam menyambut atau memeriahkan masuknya bulan Ramadan. Sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Festival dugderan dilakukan dengan memukul bedug atau membuat bunyi-bunyian seperti membakar mercon menjelang masuknya waktu salat magrib atau masuknya 1 Ramadan.

  • #islam
  • #Adat Istiadat
  • #Indonesia
  • #Tradisi Islam
  • #Kompilasi

Tradisi Jawa yang bernafaskan Islam – Penduduk nusantara sebelum Islam datang sudah memiliki kepercayaan, yaitu animisme, dinamisme, Hindu, Dan Budha. Pada zaman itu penduduk Indonesia dalam melaksanakan kepercayaannya menggunakan seni sebagai bentuk upacaranya.

Melihat kenyataan di masyarakat nusantara seperti itu maka para da’i (penyebar agama Islam) menggunakan strategi dakwahnya melalui seni dan budaya upacara mereka. Tujuannya supaya agama Islam dapat dengan mudah diterima oleh mereka berdasarkan adat budayanya tanpa menghilangkan adat upacara sesuai dengan agama dan kepercayaan.

Dengan meneladani sikap para wali, sebagai perintis agama Islam Nusantara hindaknya kita bersikap yang positif dan selektif terhadap langkah yang diambil oleh para wali, kita bisa melihat bagian mana yang termasuk menyimpang dari ajaran Islam dan mana yang tidak.

Bagian upacara kebudayaan yang mengandung unsur syirik kita luruskan tidak harus dilarang semuanya. Dengan demikian seni budaya dan upacara adat nusantara masih tetap lestari dan berkembang sampai sekarang dan jauh dari unsur syirik atau menyimpang dari ajaran agama Islam.

Contoh tradisi suku Jawa

Di suku Jawa, khususnya Jawa Tengah terdapat contoh-contoh adat atau tradisi yang bernafaskan Islam, antara lain:

Upacara Sekaten dan Grebeg Maulid Nabi

Tradisi Sekaten dan grebeg Maulid Nabi sudah dilaksanakan sejak pertama penyebaran agama Islam di Jawa. Penyebaran Islam pertama seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijaga yang mempergunakan instrument musik Jawa gemelan sebagai sarana untuk memikat masyarakat agar menikmati pagelaran seni karawitan.

Untuk pagelaran tersebut mempergunakan dua perangkat gamelan yang memiliki suara merdu, dinamakan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu.

Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi yang diselenggarakan pada tanggal 5 sampai 12 Rabiul Awal. Kata sekaten berasal dari bahasa Arab yaitu syahadatain. Upacara ini dimulai dengan membunyikan gamelan kraton bertalu-talu.

Suara gamelan tersebut secara filosofis berbunti: ning, nong, neng, gung, ndang-ndang deng, ndang-ndang dong. Oleh Sunan Bonang, komposisi suara gamelan tersebut diartiken : “ati kang bening mesti oleh kenongan, hawa nafsu kudu meneng, ben agung, mula ndang deng = masuk masjid, ndang-dang dong = biar faham (mudheng)”. Dahulu yang melakukan adalah Sunan Kalijogo untuk berdakwah.

Pada umumnya masyarakat berpartisipasi ikut merayakan hari kelahiran Muhammad ini, dan dipercaya akan memperoleh pahala dan dianugerahi awet muda. Setelah masyarakat datang dan menonton, maka dimulai pembacaan basmalah dan ucapan syahadatain yang sekarang disebut sekaten.

Ucapan syahadat sebagai pertanda taat kepada ajaran agama Islam. Setiap tanggal 5 bulan Mulud, kedua perangkat gamelan tersebut yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dari bangsal Sri Mangantri ke bangsal Pancaniti, dan sore harinya mulai dibunyikan antara pukul 23.00 sampai pukul 24.00 WIB.

Upacara sekaten merupakan upacara keagamaan yang diadakan di keraton Jogjakarta dan keraton Surakarta secara bersamaan. Upacara ini menurut sejarahnya digunakan oleh Hamengkubuwono I pendiri keraton Yogjakarta untuk mengikuti kegiatan peringatan Mulud dan memeluk agam Islam.

Carilah berbagai macam tradisi adat istiadat yang bernafaskan Islam
Tradisi Jawa yang bernafaskan Islam

Tahapan pelaksanaan sekaten

Pada hari pertama upacara dimulai pada malam hari dan diiringi oleh barisan punggawa keraton bersama-sama dengan dua set gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu. Iring-iringan ini dimulai dari pendapa Pancaniti menuju Masjid Agung di alun-alun dengan dikawal oleh prajurit keraton.

Kyai Nogowilogo ditempatkan di sisi utara masjid Agung dan Kyai Guntur Madu di sisi sebelah selatan masjid. Kedua gamelan ini akan dibunyikan setiap tanggal 11 bulan Mulud selam 7 hari. Pada malam hari terakhir akan dibawa pulang ke dalam keraton.

Acara puncak peringatan sekaten adalah Grebeg Mulud yang diadakan pada tanggal 12 Mulud jam 8.00 WIB dengan dikawal oleh 10 regu prajurit. Setelah grebeg Mulud selesai dilanjutkan upacara Tumplak Wajik.

1. Tumplak Wajik

Tumplak Wajik adalah upacara pendahuluan Grebeg Mulud yang dilakukan di halaman istana Magangan pada pukul 16.00 WIB. Upacara ini berupa kotekan atau permainan lagu dengan menggunakan kentongan, lumpang untuk menumbuk padi dan semacamnya yang menandai awal dari pembuatan gunungan yang akan diarak pada saat acara Grebeg Mulud.

Lagu-lagu yang dimainkan dalam acara Tumplak Wajik adalah lagu Jawa populer seperti Lompong Keli, Tundhung Setan, Owal awil, atau lagu-lagu rakyat lainnya.

2. Grebeg Mulud

Grebeg Mulud adalah upacara mengarak sedekah raja yang berupa makanan dan buah-buahan dari kediaman raja ke Masjid Agung di depan keraton kemudian diberikan kepada pengunjung atau rakyat. Upacara sekaten dan grebeg ini sering diselenggarakan di kota Surakarta, Yogyakarta, Demak, dan Cirebon.

3. Selikuran

Selikuran berasal dari kata selikur yang dalam bahasa Indonesia berarti 21. Setiap pada tanggal 21 Ramadhan di kota Surakarta dan Yogyakarta diadakan upacara Selikuran untuk menyambut malam lailatul qodar dengan membuat makanan berupa nasi untuk dibagikan kepada masyarakat.

4. Megengan/Dandangan

Acara megengan diselenggarakan di Semarang, bertujuan untuk menyambut bulan suci Ramadhan yang ditandai dengan pemukulan bedug oleh bupati dan para rakyatnya sebagai tanda jatuhnya tanggal 1 Ramadhan yaitu dimulainya bulan puasa serta melaksanakan kegiatan bersih-bersih. Acara megengan juga dilaksanakan di Kudus dengan nama dandangan.

5. Nyadran

Istilah nyadran berasal dari kata sadran dalam bahasa Jawa yang artinya ziarah, dalam bahasa kawi dari kata sraddha yang artinya upacara peringatan hari kematian seseorang.

Nyadran adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka, dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka. Di daerah lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara), kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur.

6. Lebaran ketupat

Lebaran ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.

Ketupat sendiri mengandung arti menawi lepat nyuwun pangapunten, artinya: jika ada salah minta ma’af. Lebaran ini juga dilaksanakan masyarakat muslim di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Baca juga: Penyebar Islam di Jawa adalah Wali Songo