VISI : Show 100% menganggap dokumen ini bermanfaat (2 suara) 450 tayangan 6 halaman Pedoman perlindungan diskriminasi.doc © © All Rights Reserved DOC, PDF, TXT atau baca online dari Scribd Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?100% menganggap dokumen ini bermanfaat (2 suara) 450 tayangan6 halaman Pedoman Perlindungan DiskriminasiJudul Asli:Pedoman perlindungan diskriminasi.doc Lompat ke Halaman Anda di halaman 1dari 6 You're Reading a
Free Preview Puaskan Keingintahuan AndaSegala yang ingin Anda baca. Kapan pun. Di mana pun. Perangkat apa pun. Tanpa Komitmen. Batalkan kapan saja. 0% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara) 117 tayangan 2 halaman 2.2.1 PERLINDUNGAN DISKRIMINASI © © All Rights Reserved Apakah menurut Anda dokumen ini bermanfaat?0% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara) 117 tayangan2 halaman 2.2.1 Perlindungan DiskriminasiJudul Asli:2.2.1 PERLINDUNGAN DISKRIMINASI Lompat ke Halaman Anda di halaman 1dari 2 You're Reading a Free Preview
Puaskan Keingintahuan AndaSegala yang ingin Anda baca. Kapan pun. Di mana pun. Perangkat apa pun. Tanpa Komitmen. Batalkan kapan saja. TextBuku panduan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak Dunia anak adalah dunia yang dapat dinikmati oleh anak-anak tanpa ada kekerasan, tanpa ada rasa takut sehingga anak mampu mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya secara positif dalam berbagai bentuk. Hal ini merupakan hak dasar bagi anak yang dijamin oleh konstitusi sebagaimana yang diamanahkan pada Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.selanjutnya dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan. Dari ke dua pasal di atas memperlihatkan bahwa negara kita memiliki kebijakan untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan. Siapapun tidak diperboleh kan untuk melakukan tindak kekerasan terhadap anak dengan alasan apapun, dan www.djpp.depkumham.go.id harus berperan dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari berbagai tindak kekerasan. Selain itu dalam Pasal 62 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengamanatkan bahwa setiap anak berhak memperoleh layanan kesehatan dan jaminan sosial secara layak, sesuai dengan kebutuhan fisik dan mental spiritualnya. Selain itu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi merupakan lex specialis yang melandasi kebijakan pemerintah untuk pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Kekerasan terhadap anak telah menjadi perhatian serius dari Perserikatan BangsaBangsa (PBB) yang ditandai dengan adanya Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 56/138 tahun 2001 yang menugaskan Sekretaris Jenderal PBB untuk mengadakan studi khusus tentang kekerasan terhadap anak di dunia. Studi ini merupakan inisiatif global yang secara nyata mengakui terjadinya kekerasan terhadap anak dalam masyarakat dunia. Kekerasan terhadap anak di Indonesia mendapatkan perhatian khusus dari Komite Konvensi Hak Anak dalam sidang komite pada sesi ke-35 (2004) untuk menanggapi laporan Pemerintah Republik Indonesia. Komite tersebut menyatakan tingginya jumlah anak yang menjadi korban kekerasan, pelecehan dan ditelantarkan, termasuk pelecehan seksual di sekolah, tempat-tempat umum dan di tempat-tempat penahanan serta dalam keluarga. Selain hal itu, Komite juga menyatakan bahwa penghukuman fisik sebagai salah satu bentuk kekerasan terhadap anak masih di praktikkan secara meluas, diterima secara budaya dan sah menurut hukum. Ketersediaan
Informasi DetailJudul Seri- No. PanggilKP.IV.6 SYA b Penerbit Jakarta : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)., 0Deskripsi Fisik46 hlm.; 21 cm BahasaISBN/ISSN9789791560931 KlasifikasiKP.IV.6 Tipe Isi- Tipe Media- Tipe Pembawa- Edisi- SubjekInfo Detail Spesifik- Pernyataan TanggungjawabVersi lain/terkaitTidak tersedia versi lain Lampiran BerkasKomentarAnda harus login sebelum memberikan komentar Tentang KamiPerpustakaan Komnas Perempuan adalah tempat berkumpulnya bahan pustaka mengenai Jender, Perempuan, Kekerasan terhadap Perempuan dan informasi lain. © 2022 — Senayan Developer Community Ditenagai oleh KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIAPRESS RELEASE KOORDINASI PERLINDUNGAN ANAK DARI KEKERASAN DAN
DISKRIMINASISiaran Pers Nomor: B-212/Set/Rokum/MP 01/11/2018JAKARTA, (5/11) – Ketua Komisi VIII DPR RI, M. Ali Taher mengapresiasi upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dalam meningkatkan koordinasi perlindungan anak. Pada pembukaan Rapat Koordinasi Teknis Perlindungan Anak (Rakortek PA) dengan tema Bersama Lindungi Anak Indonesia dari Kekerasan dan Diskriminasi, kehadiran Ali Taher menunjukkan dukungan DPR terhadap Kemen PPPA.”Komisi VIII DPR sejak awal
memberikan dorongan penuh bahwa Kemen PPPA ini harus melakukan sebuah gerakan agar aktivitas pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak terus ditingkatkan baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Hanya saja persoalannya, Kemen PPPA ini bukanlah kementerian teknis namun kementerian koordinatif. Saya sudah berkali-kali menyarankan agar Kemen PPPA ditingkatkan klusternya, namun memang jalannya akan panjang. Jadi yang paling penting saat ini bagaimana kita intervensi program. Tapi, sehebat
apapun program bahwa tanpa koordinasi akan kehilangan makna dan esensi dari sebuah aktifitas. Oleh karena itu terkait rapat koordinasi hari ini, DPR RI memberikan apresiasi yang tinggi kepada Kemen PPPA ,” ujar M. Ali Taher.Pada kegiatan tersebut, Kemen PPPA juga melakukan peningkatan kerjasama yakni penandatanganan nota kesepahaman bersama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak yang menjadi korban maupun saksi tindak pidana.
”Kerjasama LPSK dengan Kemen PPPA ini dimaksudkan sebagai dasar bagi berbagai pihak dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban dan/atau saksi tindak pidana, termasuk perempuan dan anak penyandang disabilitas. Tujuannya, mewujudkan sinergitas kebijakan dan kegiatan terkait perlindungan bagi perempuan dan anak,” ujar Sekjen LPSK, Noor Sidharta.Sekretaris Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu menerangkan jika tindak lanjut dari nota kesepahaman bersama akan
dilanjutkan dengan membuat kelompok kerja yang ditetapkan dengan surat keputusan (SK Menteri PPPA). Dalam SK tersebut nantinya akan tertuang perihal tugas dan tanggung jawab kedua belah pihak, baik Kemen PPPA maupun LPSK. Diantaranya, Kemen PPPA akan menerima pengaduan, melakukan analisis kasus, penjangkauan, memberikan pendampingan, hingga memberikan rujukan ke LPSK tentang perempuan dan anak yang menjadi korban dan saksi tindak pidana untuk mendapat layanan yang dibutuhkan. Sedangkan LPSK akan
memberi bantuan tidak hanya advokasi, tetapi juga memberi bantuan secara teknis. ”Kualitas hidup anak akan sangat ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan hak anak berupa hak kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, perlindungan, partisipasi, serta identitas. Namun, upaya mengawal agar anak Indonesia tumbuh dan berkembang secara optimal menemukan tantangan yang cukup serius. Sehingga Rapat Koordinasi ini penting utamanya untuk meningkatkan evektifitas kelembagaan perlindungan anak
agar terwujud kejelasan mandat dan akuntabilitas lembaga-lembaga terkait perlindungan anak dalam pelaksanaan layanan secara teroadu dan berkelanjutan,” ujar Sekretaris Kemen PPPA, Pribudiarta Nur Sitepu.Selain penandatanganan nota kesepahaman bersama, dalam pembukaan Rakortek PA (5/11), Kemen PPPA yang diwakili oleh Sekretaris Kemen PPPA dan Deputi Bidang Perlindungan Anak meluncurkan Indeks Komposit Kesejahteraan Anak Kabupaten/Kota (IKKA) 2016. IKKA ini berisi gambaran kondisi anak dari
berbagai aspek terutama kebutuhan dasar anak dan hak-hak dasar anak yang akhirnya bermuara bagi peningkatan perlindungan anak secara komprehensif dan holistik. IKKA ini nantinya dapat digunakan bagi pemerintah daerah baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota dalam penyusunan kebijakan dan program. Hari pertama Rakortek diisi dengan tiga panel diskusi. Panel pertama terkait praktik kerja terbaik penyelenggaraan perlindungan anak di daerah dengan pembicara dari pejabat Pemerintah Daerah Kab.
Berau, Kadis P3AP2KB DKI Jakarta, dan Kepala LPKA Palembang. Panel kedua menghadirkan nara sumber dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Hari pertama diakhiri dg panel antara Deputi PA dan Ketua KPAI. Rakortek PA rencananya akan berlangsung hingga 7 November 2018 di Jakarta. PUBLIKASI DAN MEDIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN VISI : |