Berikut yang bukan merupakan perubahan karena mencairnya es di Kutub dan di pegunungan adalah

Grace Eirin Selasa, 1 Maret 2022 | 17:00 WIB

Berikut yang bukan merupakan perubahan karena mencairnya es di Kutub dan di pegunungan adalah

Gletser bisa meleleh atau mencair karena pemanasan global. (Photo by Simon Berger from Pexels)

Bobo.id - Teman-teman, tahukah kamu kalau pemanasan global dapat berdampak buruk bagi Bumi dan manusia? 

Pemanasan global atau global warming adalah salah satu bentuk perubahan iklim dalam wilayah dan waktu yang lebih besar.

Pemanasan global terjadi pada daerah atau cakupan yang lebih luas dan global. Artinya, peningkatan suhu tersebut terjadi pada suatu planet, yaitu Bumi. 

NOAA melaporkan bahwa antara tahun 1880 dan 2016, suhu permukaan Bumi telah meningkat hingga mencapai 0,95 derajat Celcius. 

Salah satu dampak terjadinya pemanasan global adalah mencairnya gletser di daerah kutub sehingga akan membuat volume air laut meningkat. 

Meningkatnya volume air laut ini akibat dari pencampuran es yang mencair dengan air laut yang sudah ada di bumi. 

Artinya, pasokan air laut yang sudah asin akan mendapatkan pasokan air tawar yang besar.

Apa itu Gletser?

Gletser adalah lapisan besar es yang bergerak turun perlahan-lahan di lereng gunung atau di dataran. 

Baca Juga: Bikin Terharu, Anjing Malang Ini Berhasil Diselamatkan dari Selokan yang Dingin


Page 2


Page 3

Berikut yang bukan merupakan perubahan karena mencairnya es di Kutub dan di pegunungan adalah

Photo by Simon Berger from Pexels

Gletser bisa meleleh atau mencair karena pemanasan global.

Bobo.id - Teman-teman, tahukah kamu kalau pemanasan global dapat berdampak buruk bagi Bumi dan manusia? 

Pemanasan global atau global warming adalah salah satu bentuk perubahan iklim dalam wilayah dan waktu yang lebih besar.

Pemanasan global terjadi pada daerah atau cakupan yang lebih luas dan global. Artinya, peningkatan suhu tersebut terjadi pada suatu planet, yaitu Bumi. 

NOAA melaporkan bahwa antara tahun 1880 dan 2016, suhu permukaan Bumi telah meningkat hingga mencapai 0,95 derajat Celcius. 

Salah satu dampak terjadinya pemanasan global adalah mencairnya gletser di daerah kutub sehingga akan membuat volume air laut meningkat. 

Meningkatnya volume air laut ini akibat dari pencampuran es yang mencair dengan air laut yang sudah ada di bumi. 

Artinya, pasokan air laut yang sudah asin akan mendapatkan pasokan air tawar yang besar.

Apa itu Gletser?

Gletser adalah lapisan besar es yang bergerak turun perlahan-lahan di lereng gunung atau di dataran. 

Baca Juga: Bikin Terharu, Anjing Malang Ini Berhasil Diselamatkan dari Selokan yang Dingin

Ilmuwan, negarawan dan masyarakat Islandia baru-baru ini memasang plakat peringatan di gletser Okjökull yang kehilangan lapisan es dan statusnya sebagai gletser akibat pemanasan global oleh aktivitas manusia. Dalam monumen tersebut tertulis peringatan bahwa dalam 200 tahun mendatang, umat manusia akan menyaksikan gletser-gletser lainnya mengikuti jejak Okjökull.

Berikut yang bukan merupakan perubahan karena mencairnya es di Kutub dan di pegunungan adalah
Sebuah plakat diletakkan sebagai peringatan atas hilangnya gletser Okjökull glacier karena perubahan iklim. Rice University

Indonesia juga memiliki gletser seperti Islandia, yaitu di Pegunungan Jayawijaya. Tidak kurang dari 84,9% dari massa es di Pegunungan Jayawijaya telah mencair sejak tahun 1988, sehingga warisan alam ini pun diprediksi akan hilang dalam dekade mendatang.

Yang lebih mengkhawatirkan lagi, dampak perubahan iklim oleh emisi gas rumah kaca tidak hanya menyentuh gletser yang hanya ada satu-satunya di Indonesia ini, tetapi juga laut yang luasnya meliputi 70% dari wilayah Indonesia dan kedalamannya melebihi ketinggian Puncak Jaya.

Baru-baru ini panel ilmuwan PBB untuk isu perubahan iklim atau IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) merilis Special Report on Ocean and Cryosphere in a Changing_Climate (SROCC), kajian terkait dengan kondisi laut dan kriosfer (gletser, lapisan es, dsb) di dunia.

Saat ini saya terlibat dalam penulisan laporan iklim PBB mendatang atau Sixth Asessment Report untuk aspek kelautan, kriosfer dan kenaikan permukaan laut. Berikut penjelasan saya terkait hasil-hasil kajian SROCC yang perlu menjadi perhatian masyarakat Indonesia.

Laut semakin panas, semakin asam, dan semakin berkurang kadar oksigennya

Sejumlah 104 pakar iklim dari 36 negara mengkaji status dan proyeksi dampak perubahan iklim terhadap laut dan kriosfer serta implikasinya bagi ekosistem dan manusia berdasarkan 6.981 publikasi ilmiah.

Hasil penelitian para ahli iklim mengungkap bahwa mencairnya lapisan es yang bermuara pada naiknya permukaan laut secara global merupakan satu dari beberapa efek domino dari perubahan iklim.

Laporan IPCC menunjukkan, secara persisten, perubahan iklim menyebabkan laut semakin panas, semakin asam dan kekurangan kadar oksigen. Kenaikan permukaan laut yang berpotensi menenggelamkan pulau-pulau kecil tidak hanya terus terjadi, namun lajunya juga semakin cepat.

Fenomena iklim esktrem seperti gelombang panas laut (marine heatwave) akan semakin sering terjadi dengan intensitas dan durasi yang meningkat terutama di daerah tropis.

Begitu pula dengan fenomena ekstrem El Niño-Osilasi Selatan yang membawa bencana kekeringan dan banjir di Indonesia.

Dampak bagi Indonesia: Sumber daya laut yang tergeser, tertekan dan berkurang

Laporan SROCC mengisyaratkan beberapa catatan penting terkait dampak perubahan iklim bagi Indonesia sebagai negara kepulauan di kawasan tropis.

Pertama, keanekaragaman hayati laut menjadi taruhan. Perubahan iklim turut mengubah ritme musiman dan distribusi spesies laut.

Sejak tahun 1950an, secara global, spesies laut yang biasa hidup di kedalaman kurang dari 200 meter berpindah menjauhi kawasan tropis sejauh kurang lebih 52 kilometer per dekade. Hal serupa juga terjadi pada spesies-spesies laut dalam. Mengingat beragamnya spesies laut di Indonesia, maka perlu ada penelitian lebih lanjut tentang ritme musiman dan distribusi tersebut.

Kedua, laporan SROCC menekankan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem laut yang paling sensitif dibandingkan dengan ekosistem lainnya seperti padang lamun dan mangrove.

Kondisi ini berpengaruh bagi Indonesia yang memiliki padang lamun terluas di Asia Tenggara dan 23% mangrove di dunia. Menurunnya jasa ekosistem lamun dan mangrove dapat mengurangi peran ekosistem laut pesisir dalam menyerap emisi karbon.

Ketiga, pemanasan laut dapat menambah beban sektor perikanan dalam menghadapi isu overfishing dengan menekan potensi tangkapan ikan maksimal hingga sekitar 30% di perairan Indonesia apabila emisi gas rumah kaca dibiarkan meningkat sepanjang abad 21. Kombinasi antara pemanasan dan pengasaman laut juga berdampak negatif pada stok ikan dan binatang bercangkang, seperti kerang mutiara dan lobster.

Tidak semua salah perubahan pada iklim

Untuk dapat mengambil langkah adaptasi yang efektif, kita perlu memahami berbagai penyebab degradasi lingkungan laut yang tidak selalu disebabkan oleh perubahan iklim.

Salah satu contoh klasik adalah kenaikan permukaan laut di Jakarta yang lebih banyak disebabkan oleh penurunan permukaan tanah karena penyedotan air tanah.

Contoh lainnya, SROCC membedakan fenomena pengasaman atau penurunan pH air laut antara pengasaman laut (ocean acidification) dan pengasaman pesisir (coastal acidification).

Pengasaman laut merujuk kepada penurunan tingkat keasaman air laut akibat reaksi antara gas rumah kaca CO2 dan air laut. Namun, di kawasan perairan Indonesia juga terjadi pengasaman pesisir oleh aktivitas lokal manusia seperti pembuangan limbah, sehingga laju pengasaman air laut lebih tinggi dari tren global.

Solusi-solusi lokal seperti penanggulangan limbah yang efektif dan restorasi ekosistem lamun yang mempengaruhi pH air laut secara lokal dapat mengurangi dampak dari pengasaman air laut bagi masyarakat sekitar.

SROCC dan negosiasi iklim

SROCC menjadi masukan ilmiah penting bagi negosiasi iklim dalam UN Framework Convention on Climate Change Conference (COP25) di Chile pada bulan Desember 2019 yang akan mengangkat tema kelautan atau ‘Blue COP’.

Sebagai negara maritim, Indonesia memiliki peran penting dalam mengambil langkah yang konkret dan realistis terhadap isu perubahan iklim.

Dalam laporan SROCC dipaparkan juga keuntungan yang diraih dari strategi adaptasi perubahan iklim yang ambisius dan efektif, seperti perlindungan terhadap masyarakat pesisir terutama daerah padat populasi atas dampak naiknya permukaan laut, yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan.

Berbeda dengan daratan yang menjadi penyebab dan korban dari perubahan iklim, SROCC memaparkan bahwa laut adalah korban dari perubahan iklim.

Kondisi laut yang semakin panas, asam dan kekurangan kadar oksigen memiliki implikasi bagi komitmen Indonesia dalam perlindungan keanekaragaman hayati maupun pemenuhan target Sustainable Development Goals.

Hal ini karena menurunnya kemampuan menjaga biodiversitas laut dari berbagai tekanan lingkungan, potensi mitigasi gas rumah kaca dari sektor kelautan, dan pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan.

Kajian ilmiah yang tertuang dalam SROCC, Blue COP serta UN Decade of Ocean Science (2021-2030) adalah momentum untuk melakukan langkah-langkah non business-as-usual dan inklusif yang akan diapresiasi oleh generasi mendatang.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini