Kamis , 16 Oct 2014, 13:00 WIB Show Red: Indonesia dalam waktu cukup lama mengalami masa demokrasi liberal (1950-1959) dan demokrasi terpimpin setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga awal pemerintahan Orde Baru. Dalam masa Demokrasi Liberal, rakyat suaranya terpecah dalam berbagai aliran. Sementara, pers yang diberi kebebasan penuh menyuarakan pendapat masing-masing dan saling serang tanpa adanya larangan. Setelah Dekrit 5 Juli 1959, kekuasaan pemerintahan lebih banyak di tangan Bung Karno, baik dalam kegiatan politik maupun ekonomi. Sebagai hasil Pemilu 1955, PKI menduduki peringkat keempat setelah PNI, Masyumi, dan NU. Karena itu, Bung Karno melontarkan gagasan Kabinet Berkaki Empat dengan mengikutsertakan PKI. Namun, gagasannya menimbulkan pro dan kontra. Termasuk, PNI yang dekat dengan Bung Karno, turut menolaknya. Jangan ditanya bagaimana sikap Masyumi yang menganggap PKI sebagai musuh bebuyutannya. Dalam situasi politik yang memanas ini tidak mengurangi kegiatan remaja dalam mencari hiburan yang kala ini masih sangat minim. Yang paling banyak kami datangi adalah bioskop yang terbagi dalam kelas-kelas; balkon, loge, dan stales. Sayangnya bioskop satu-satunya hiburan yang paling digandrungi oleh rakyat kala itu juga tidak luput dari aksi-aksi protes dari kelompok kiri yang makin berperan setelah Dekrit Presiden. Menjelang G30S/PKI, tepatnya pada 1965, bioskop tidak boleh lagi memutar film-film Barat dan digantikan dengan film-film dari negara-negara sosialis yang berbau politik dan ideologi kiri. Rakyat yang haus hiburan merasakan hilangnya film-film Barat. Apalagi, di masa itu belum satu pun mal yang muncul yang sekarang ini jumlahnya se-abreg-abreg. Pada 1960-an sering disebut sebagai zaman Orde Lama dengan semboyan "politik sebagai panglima". Terus terang, PKI waktu itu sudah memiliki kader-kader yang tangguh dalam bidang politik. Banyak pelajar yang tergabung dalam organisasi IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) yang prokiri. Untuk mengimbangi kelompok kiri ini, pemuda pelajar nonkomunis mendeklasikan IPPI Pancasila. Pertentangan paling keras pun terjadi dalam organisasi mahasiswa antara kelompok kiri yang dimotori CGMI dan lawannya HMI sebagai organisasi mahasiswa Islam. Menjelang meletusnya G30S/PKI, organisasi mahasiswa kiri makin sering melakukan demo-demo menuntut HMI dibubarkan. Dalam salah satu rapat CGMI di Istora Senayan, di hadapan Bung Karno Ketua CC PKI DN Aidit mengatakan dengan lantang: CGMI lebih baik mengganti celana dengan kain jika tidak sanggup membubarkan PKI. Dalam situasi politik yang makin panas, harga-harga kebutuhan pokok, terutama beras makin naik harganya. Karena, sebagian rakyat harus antre untuk mendapatkan beras dan kebutuhan pokok lainnya, pers asing (Barat) waktu itu menuduh "Indonesia akan kolaps" yang dibantah keras Bung Karno. Di masa Bung Karno ini, terutama saat pembebasan Irian Barat (kini Papua), perusahaan-perusahaan Belanda dinasonalisasi. Termasuk, perusahaan minyak Pertamina dengan mengangkat Ibnu Sutowo sebagai Direktur Utama. Dia ditunjuk Jenderal Nasution. Waktu itu, warga Belanda yang tinggal di Indonesia makin menciut jumlahnya. Meski Hotel Indonesia (HI) baru dibangun pada awal 1960-an menjelang Asian Games II, Jakarta sudah memiliki hotel yang megah yang terletak di Jalan Gajah Mada, yakni Hotel Des Indes (baca Disain) dalam bahasa Prancis yang berarti Hindia. Sejak dibangun pada abad ke-19, tamu-tamu yang menginap di hotel yang memiliki pekarangan luas ini adalah para pejabat kolonial, para sultan, dan bupati. Setelah kemerdekaan, hotel ini menjadi tempat sementara para diplomat asing. Hidangan yang terkenal di hotel ini adalah rijstafel. Hotel yang telah berusia satu abad ini dihancurkan pada 1970-an dan dijadikan pertokoan Duta Merlin hingga sekarang. rep:alwi shahab ed: dewi mardiani
Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ... tirto.id - Sejarah masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965) di Indonesia terkait erat dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sistem politik dan pemerintahan ini bersifat terpusat yang membuat kekuasaan Presiden Sukarno menjadi amat kuat. Sebelumnya, Indonesia menerapkan Demokrasi Liberal (1950-1959). Namun, sistem ini tidak stabil, kabinet sering berganti yang akhirnya berdampak pada tidak dijalankannya program kerja kabinet sebagaimana mestinya. Di masa Demokrasi Liberal, partai-partai politik saling bersaing dan menjatuhkan. Sementara itu, Dewan Konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum (Pemilu) 1955 belum juga menyelesaikan tugasnya yakni menyusun UUD yang baru.
Dekrit Presiden 1959Tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit. Dikutip dari Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (2001) karya Mahfud M.D, berikut ini isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandai berakhirnya Demokrasi Liberal dan digantikan dengan Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin yang berlaku dari 1959 hingga 1965 memiliki artian bahwa demokrasi dengan pengakuan kepemimpinan.
Baca juga:
Konsep & Tujuan Demokrasi TerpimpinDemokrasi Terpimpin merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan ini dikenal sebagai Konsepri Presiden 1957. Terdapat dua pokok pemikiran dalam konsepsi tersebut, di antaranya:
Tujuan sistem Demokrasi Terpimpin adalah untuk menata kembali kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada pelaksanaannya justru kerap melanggar UUD 1945. Sistem Demokrasi Terpimpin mulai ditinggalkan setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya pengaruh dan kekuasaan Presiden Sukarno.
Baca juga:
Penyelewengan Demokrasi TerpimpinIde Demokrasi Terpimpin digagas oleh Presiden Sukarno sejak awal tahun 1957 dan kemudian dijelaskan dalam Sidang Konstituante tanggal 22 April 1957. Seharusnya, Demokrasi Terpimpin sebagai suatu sistem pemerintahan dilakukan berdasarkan UUD 1945. Namun, pada praktiknya tidak demikian. Demokrasi Terpimpin justru mengarah pada pemusatan kekuasaan dalam satu tangan, tidak mengindahkan quorum dan oposisi, serta tidak menghendaki pemungutan suara.
Baca juga:
DPR hasil Pemilu 1955 dibubarkan dan diganti dengan DPR Gotong Royong yang anggota-anggotanya dipilih dan diangkat sendiri oleh presiden. Begitu pula dengan pembentukan dan penyusunan lembaga-lembaga negara tertinggi lainnya seperti MPRS dan DPAS. Dengan demikian, dikutip dari tulisan bertajuk "Rantjangan Pendjelasan Pelengkap Undang-Undang Dasar 1945" yang terhimpun dalam Buletin MPRS (1967), pelaksanaan Demokrasi Terpimpin telah menyeleweng dari ketentuan UUD 1945. Pada pelaksanaannya, justru terjadi beberapa pelanggaran terhadap UUD 1945 dan pemerintah cenderung menjadi sentralistik. Hal ini dikarenakan terpusat hanya kepada presiden yang membuat posisi presiden sangat kuat dan berkuasa.
Baca juga:
Kelemahan Demokrasi TerpimpinDikutip dari modul Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Demokrasi Terpimpin memiliki karakteristik utama, di antaranya: Mengaburnya Sistem Kepartaian Partai politik bukan untuk mempersiapkan diri untuk mengisi jabatan politik di pemerintahan, namun lebih sebagai elemen penopang dari tarik ulur kekuatan antara lembaga kepresidenan, TNI-AD, dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Melemahnya Lembaga Legislatif Dibentuknya DPR Gotong-Royong (DPR-GR) membuat sistem politik melemah. Hal ini dikarenakan DPR-GR hanya merupakan instrumen politik lembaga kepresidenan. Proses rekruitmen politik untuk lembaga ini juga ditentukan oleh presiden.
Baca juga:
Hak Dasar Manusia Sangat Lemah Presiden mudah untuk menyingkirkan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakan atau siapa pun yang mempunyai keberanian untuk menentangnya. Beberapa lawan politik menjadi tahanan. Puncak Anti-Kebebasan Pers Menjadi masa puncak dari semangat anti kebebasan pers. Pemerintah melarang terbitnya beberapa surat kabar, seperti Harian Abadi dari Masyumi dan Harian Pedoman dari PSI (Partai Sosialis Indonesia). Otonomi Daerah Sangat Terbatas Hal ini dikarenakan sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
DEMOKRASI TERPIMPIN
atau
tulisan menarik lainnya
Endah Murniaseh
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
|