Bentuk rumah yang dibangun oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan adalah

Berikut ini adalah pembahasan tentang aktivitas penduduk di dataran tinggi, aktivitas penduduk di dataran rendah, kehidupan di pegunungan, aktivitas penduduk di daerah pegunungan, aktivitas penduduk di daerah pantai, aktivitas penduduk di daerah dataran rendah, aktivitas penduduk di pegunungan, usaha di daerah pegunungan, kehidupan masyarakat pegunungan, kondisi fisik wilayah indonesia, aktivitas penduduk di perbukitan, aktivitas penduduk di daerah dataran tinggi.

Telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa permukaan bumi mengalami perubahan. Perubahan tersebut disebabkan oleh tenaga endogen dan eksogen.

Keragaman bentuk muka bumi akibat dua tenaga tersebut berpengaruh terhadap makhluk hidup (manusia, tumbuhan, dan hewan) di sekitarnya.

Makhluk hidup termasuk manusia dapat bertahan hidup jika mampu beradaptasi dengan lingkungan di sekitar nya. Akibat adanya proses adaptasi manusia terhadap lingkungan akan melahirkan kebiasaan yang berbeda.

Corak kehidupan di daerah pegunungan berbeda dengan manusia yang tinggal di dataran rendah, begitu pun sebaliknya. Pada bahasan kali ini akan difokuskan pada pengaruh bentuk muka bumi terhadap kehidupan di daerah pegunungan dan dataran rendah. Aspek yang akan dibahas meliputi mata pencarian, pakaian, bentuk rumah, dan sistem transportasi.

Pegunungan atau gunung memiliki udara yang sejuk. Hal ini dikarenakan angin yang datang dari arah laut setelah mencapai daerah pegunungan akan naik ke atas. Akhirnya angin akan menjadi lebih dingin sehingga menimbulkan awan dan terjadilah hujan di sekitarnya.

Banyaknya hujan di pegunungan mengakibatkan tanah di daerah sekitarnya menjadi subur (banyak mengandung humus). Dengan tanah yang subur memungkinkan tumbuh nya berbagai jenis tanaman.

Kesuburan tanah ini berpengaruh terhadap mata pencarian penduduk di sekitarnya. Umumnya penduduk di daerah pegunungan menggantungkan hidupnya dari pertanian dan perkebunan. Tanaman yang mereka tanam, seperti kina, kopi, sayursayuran, dan berbagai jenis buah-buahan.

Daerah pegunungan yang subur biasanya terdapat hutan lebat. Hasil utama hutan adalah kayu. Kayu sangat diperlukan untuk berbagai kebutuhan manusia, di antaranya untuk kayu bakar, bangunan, mebel, dan bahan kertas. Oleh karena itu, penduduk sekitar hutan banyak yang bermata pencarian mencari hasil hutan, seperti kayu bakar, kayu, rotan, dan getah untuk dijual ke kota.

Penduduk di daerah pegunungan biasanya memakai pakaian tebal karena suhu udaranya dingin. Rumah mereka biasanya dibangun di lereng. Rumah di daerah pegunungan yang dingin dibuat tertutup agar hangat.

Umumnya rumah mereka mengelompok pada daerah yang agak datar. Rumah yang berkelompok ini membentuk ikatan kekeluargaan yang erat, rukun, dan damai.

Daerah pegunungan memiliki bentang alam yang berbukit-bukit. Tidak sedikit di antara bukit dipisahkan oleh lembah, lereng, atau sungai. Kondisi alam seperti ini kurang menguntungkan dalam bidang transportasi.

Untuk berjalan kaki saja dirasakan berat karena harus mendaki (naik dan turun). Pembangunan jalan raya atau jalan kereta api relatif sulit dan memerlukan biaya yang besar. Namun, jika daerah pegunungan berhasil dibangun jalan raya atau jalan kereta, hasilnya akan menarik.

Misalnya, jalan raya di kawasan Puncak Bogor Jawa Barat yang berbelok-belok jika dilihat dari atas sungguh indah. Jalan kereta api di sekitar Purwakarta Jawa Barat atau Lembah Anai Sumatra Barat tampak indak dihiasi banyaknya jembatan antarbukit. Bahkan jalan kereta api harus menembus gunung (terowongan).

Secara umum dataran rendah di Indonesia merupakan dataran hasil endapan oleh air yang disebut dataran aluvial. Dataran aluvial memiliki tanah yang subur dan sangat baik untuk daerah pertanian, perkebunan, pemukiman, atau untuk industri.

Umumnya dataran rendah dan delta sangat baik untuk lahan pertanian. Pengolahan tanahnya lebih mudah karena topografinya relatif datar. Penduduk di dataran rendah banyak yang bermata pencarian bertani. Tanaman yang cocok, antara lain padi, tebu, jagung, kelapa, dan palawija.

Umumnya pertanian di daerah ini memiliki areal yang luas dan dapat menghasilkan produksi pertanian yang besar. Misalnya, jalur pantai utara (pantura) Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil padi terbesar sehingga sering disebut lumbung padi nasional.

Daerah dataran rendah juga dapat berupa daerah pantai. Umumnya penduduk yang tinggal di sekitar pantai bermata pencarian sebagai nelayan. Ada pula di beberapa daerah para nelayan selain menangkap ikan di laut juga membudidayakan tambak. Misalnya, di pantai timur Sumatra dan pantai utara Jawa banyak para nelayan yang membudidayakan tambak udang.

Dataran rendah mempunyai ketinggian tempat di bawah 500 meter di atas permukaan laut. Suhu udara berkisar antara 22ºC–27ºC sehingga termasuk daerah panas. Oleh karena suhu udaranya panas, bentuk rumah di dataran rendah pada umumnya memiliki ventilasi yang lebar dan banyak sehingga memudahkan sirkulasi udara.

Jenis pakaian juga dipilih dari kain yang relatif tipis dan sejuk. Penduduk di daerah dataran rendah biasanya menghindari pakaian dari bahan yang tebal.

Pembangunan sarana tranportasi di dataran rendah juga lebih menguntungkan. Perjalanan dapat lebih cepat karena jalannya lurus dan tidak mendaki. Biaya pembuatan dan pemeliharaan jalan juga lebih murah dan mudah.

Tidak heran di dataran rendah banyak ditemukan jenis sarana transportasi, mulai dari sepeda, beca, motor, mobil, kereta api, dan pesawat udara. Di sebagian dataran rendah juga banyak yang memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi. Misalnya, di daerah Sumatra dan Kalimantan banyak penduduk yang menggunakan perahu sebagai sarana transportasi di sungai.

Baca juga: Macam-macam Jenis Batuan

KARAKTERISTIK RUMAH TINGGAL TRADISIONAL DI DAERAH PEGUNUNGAN JAWA TENGAH Hermawan a a Dosen Arsitektur UNSIQ Wonosobo dan Mahasiswa Program Doktor Arsitektur UNDIP Semarang a E-mail: INFO ARTIKEL Riwayat Artikel: Diterima : 2 Juli 2014 Disetujui : 11 Agustus 2014 Kata Kunci: Rumah Tinggal, Tradisional, Pegunungan ABSTRAK Pegunungan merupakan daerah yang mempunyai perbedaan ketinggian sehingga kondisi termal di daerah pegunungan lebih dingin dibanding dengan daerah rendah. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melihat bagaimana kondisi termal rumah tinggal tradisional di beberapa daerah pegunungan di Jawa Tengah yaitu Gunung Lawu, Gunung Andong, Gunung Menoreh, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Pegunungan Tidar. Pengukuran dilakukan pada variabel suhu udara. Hasil pengukuran diulas sesuai dengan kondisi rumah tinggal tradisional yang ada. Hasil yang didapat adalah karakteristik untuk rumah tinggal tradisional daerah pegunungan yaitu berdinding batu kali dan berdinding kayu. ARTICLE INFO Article History Received : July 2, 2014 Accepted : August 11, 2014 Key Words: Residential, Mountains Traditional, ABSTRACT Mountains is an area that has different heights so that the thermal conditions in mountainous areas are cooler than the lower area. This study is a qualitative study to see how the thermal conditions of the traditional houses in some mountainous areas in Central Java, Lawu, Mount Andong, Mount Menoreh, Mount Merapi, Merbabu, Mount Telomoyo, Tidar Mountains. Measurements were taken at variable temperatures. The measurement results for reviews in accordance with the conditions of the existing traditional houses. The results obtained are characteristic for traditional residential mountainous areas are walled stone and wooden walls 1. PENDAHULUAN Dua tempat atau kawasan yang mempunyai iklim ekstrim (iklim dengan kondisi suhu udara yang paling tinggi dan paling rendah) adalah pantai dan pegunungan. Rumah tinggal di daerah pegunungan akan memberlakukan hal yang berbeda dengan rumah tinggal di daerah pantai. Iklim berkaitan dengan kondisi termal. Dalam berlindung diri, manusia membuat rumah tinggal yang dapat melindunginya terhadap iklim yang ada sehingga perlu dilihat kondisi termal rumah tinggal di masingmasing daerah pegunungan. Jawa Tengah mempunyai beberapa pegunungan atau gunung baik yang masih aktif maupun yang tidak. Kondisi termal di masing-masing gunung atau pegunungan tersbut berbeda sesuai dengan ketinggian yang dimilikinya. Ketinggian tempat mempengaruhi suhu. Indonesia menurut Lakitan (1994) dibedakan menadi tiga daerah yaitu pegunungan yang disebut dengan dataran tinggi, dataran rendah dan pantai atau disebut dengan pesisir. Ketiga daerah tersebut mempunyai beda suhu. Dalam artikel Samodra (2006) Mengunwijaya mendasarkan penelitiannya pada teori Houbolt yang melihat bahwa temperatur dan lokasi ketinggian ada hubungan. Suhu akan menurun sebesar 0,57 C apabila ketinggian naik sebesar 100 m pada daerah di bawah garis lintang 60 C. Rumah Tradisional merupakan rumah tinggal yang dibangun dengan cara-cara tradisional. Menurut Sudarwanto & Murtomoo (2013) arsitektur tradisional 212

merupakan wujud nyata dari kebudayaan. Rumah tradisional merupakan cerminan dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang melihat kondisi termal rumah tinggal tradisional di beberapa daerah pegunungan. Akan tetapi penelitian ini ditunjang oleh data kuantitatif yang didapat dengan cara pengukuran variabel suhu dan kelembaban udara. 2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dilakukan di 7 daerah pegunungan atau gunung yang ada di Jawa Tengah yaitu Gunung Lawu, Gunung Andong, Gunung Menoreh, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, Pegunungan Tidar. Masing-masing daerah diambil sampel sebanyak 2 rumah tinggal tradisional kecuali di Gunung Tidar sehingga ada 13 rumah tinggal terekam pada penelitian ini. Pengukuran terhadap variabel termal juga diambil dengan alat thermohygro untuk mengukur suhu udara. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif yang dikaitkan dengan data kuantitatif hasil pengukuran. Gambar 4.Rumah Tinggal di Gunung Merapi Gambar 5.Rumah Tinggal di Gunung Merbabu Gambar 6.Rumah Tinggal di Gunung Telomoyo Gambar 1.Rumah Tinggal di Gunung Andong Gambar 2.Rumah Tinggal di Gunung Lawu Gambar 3.Rumah Tinggal di Gunung Menoreh Gambar 7.Rumah Tinggal di Pegunungan Tidar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Semua gunung yang diteliti terletak di daerah pedesaan, hanya pegunungan tidar yang saat ini telah berkembang menjadi pinggiran kota dan berpotensi berubah jadi pusat kota. Pada pukul 23.00 WIB suhu udara luar di daerah gunung lawu 13 0 C. Pada pagi hari pukul 08.00 WIB suhu udara mencapai 21 0 C. Rumah pertama yang disurvei adalah rumah Ibu Painah (69). Rumah tersebut berada di dusun Tlogo Dringo RT 03 RW 07 desa Gondosuli kecamatan Tawangmangu kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kontruksi rumah Ibu Painah terbuat dari 213

dinding berdominan kayu jati dengan model rumah joglo. Dikarenakan jaman dulu kayu jati masih mudah didapat dan tahan lama. Kira-kira sudah 69 tahun Ibu Pinah tinggal dirumah itu, dan rumah ini adalah peninggalan dari orang tuanya yang sudah meninggal. Rumah tersebut sering kali digunakan untuk transit tamu yang datang dari luar kota untuk melakukan ritual yang sering disebut semedi di Gunung Lawu. Rumah Ibu Painah tergolong unik sehingga menarik minat wisatawan untuk mampir ke rumah tersebut. Lokasi rumah cukup padat sehingga tampak kanan kiri tidak terangkau tertinggi di Karang Anyar dengan ketinggian 1878 mdpl. Sebagian warga dari dusun itu masih memegang erat adat Jawa, dan masih banyak warga yang sering melakukan ritual dengan sesajen. Di sana juga terdapat Wihara Lawu yang digunakan sebagai tempat ibadah pemeluk agama Budha. Ada sekitar seratus kepala keluarga dan bermata pencaharian sebagai petani kebun strawbery dan pedagang dikawasan wisata Cemoro Kandang. Sebagian rumah warga sudah model rumah modern yang terbuat dari kayu dan batu bata merah yang di plaster rapi dan di aci. Gambar 8. Rumah Tinggal Ibu Painah di Gunung Lawu Salah satu rumah tinggal yang dijadikan sampel di Gunung Lawu adalah rumah tinggal Ibu Waginah (65) yang berada di dusun Tlogo Dringo RT 01 RW 07 desa Gondosuli, Tawangmangu. Rumah ini sudah berdiri sekitar 40 tahun yang lalu dengan menggunakan material batu kali yang dipecah dan sebagian sudah di plester. Karena pada jaman dahulu batu kali masih mudah didapat. Rumah tersebut adalah tinggalan dari almarhum suaminya. Sebagian rumah bagian depan sudah menggalami renofasi dengan memplaster. WC terdapat di luar rumah, dan dapur masih menggunakan tungku dari batu. Bagian ruang tengah masih menggunakan tiang saka yang terbuat dari kayu jati. Ruang tamu yang longgar hanya terdapat kursi lengan. Kanan kiri samping rumah masih lahan kosong yang dimanfaatkan buat kebun. Dusun Tlogo Dringo adalah kawasan dusun Gambar 9. Rumah Tinggal Ibu Waginah di Gunung Lawu Pengambilan sampel di Gunung Merbabu dilakukan pada pagi hari pukul 07.30 WIB dengan ijin kepada kepala dusun Cuntel. Rumah Tinggal yang dijadikan sampel adalah milik Bapak Ngadiran (51) Alamat rumah tinggal tersebut yaitu Dusun Cuntel Rt 02 Rw 01 Desa Kopeng Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Pada saat itu kondisi suhu udara 23 0 C. Rumah tersebut adalah peninggalan orang tuanya dan diperkirakan sudah berumur 60 Tahunan lebih. Sebagian besar rumah tersebut menggunakan kayu, dikarenakan bahan batu yang langka dan kayu lebih ekonomis. Papannya menggunakan kayu sengon dan bambu anyam (Gribik), kusen terbuat dari kayu persis, tiang utama terbuat dari kayu jati dan tumpuan tiang menggunakan batu yang di pahat, teras rumah yang luas, ruang tamu terdapat empat saka yang yang terbuat dari kayu jati, dan tidak ada kursi sama sekali hanya terdapat satu lemari. Ruang tengah diisi dipan sebagai tempat 214

menonton tv dan sholat. Disisi kanan kiri rumah dimanfaatkan buat menaruh kayu bakar. Gambar 11. Rumah Tinggal Bapak Kusen di Gunung Merbabu Gambar 10. Rumah Tinggal Ibu Waginah di Gunung Merbabu Sampel rumah kedua di Gunung Merbabu adalah milik Bapak Kusen (57) yang menghadap ke barat. Tepatnya di Dusun Cuntel Rt 03 Rw 01 Desa kopeng. Dengan suhu udara 22.2 0 C. Kurang lebih rumah tersebut dibangun sekitar 30 tahun yang lalu. Rumah tersebut sebagian besar terbuat dari kayu. Papan untuk dinding terbuat dari kayu sengon dan saka terbuat dari kayu sengon. Salah satu ornament sekat menggunakan gebyok, yang terletak diantara ruang tamu dengan ruang tengah. Cara pasangnya diukir dan dirangkai di bawah dan dipasang menggunakan paku bambu. Kanan dan kiri rumah dimanfaatkan untuk meletakkan kayu bakar. WC terdapat di luar rumah dekat kandang hewan. Rumah tersebut sangat sesak dengan perabotan. Ruang tamu mengunakan dipan dan kursi lengan, ruang tengah mengunakan dipan sekaligus dapur mengunakan tungku dari batu. Sebagian besar rumah di Dusun Cuntel adalah rumah tinggal kayu. Hanya sedikit rumah tinggal yang berdinding batu bata. Warga mayoritas beragama Kristen dan memiliki rumah ibadah tiga gereja dan satu masjid. Mayoritas warga yang mempunyai pekerjaan bercocok tanam. Masih memegang erat adat istiadat dan gotong royong. Cara mendirikan rumah masih mengunakan sahat (waktu yang baik dalam perhitungan jawa). Salah satu Desa di lereng Gunung Telomoyo Dusun tertinggi yaitu Dusun Dalangan Desa Pandean Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa tengah. Pada jam 11.00 WIB suhu udara mencapai 23 0 C. Sampel yang diambil adalah rumah tinggal Bapak Citro Tukimen (80) yang menghadap ke arah barat berada di Dusun Dalangan RT 03 RW 01. Rumah tersebut belum pernah renovasi dan mayoritas berdinding kayu, usuk terbuat dari kayu puspa dan papan terbuat dari kayu waru serta kuda-kuda terbuat kayu puspa. Bentuk konsol yang unik dan bentuk rumah joglo. Penggunaan bahan kayu karena tidak mampu untuk membeli batu atau batu bata dan berpendapat bahwa kayu mempunyai manfaat lebih hangat dan kuat. Rumah bagian belakang dibangun sekitar empat puluh tahun yang lalu dan bagian depan sekitar tiga belas tahunan yang lalu. Saka teras mengunakan kayu masih bulat yang hanya dikuliti. Terdapat banyak sekat untuk ruangan sehingga rumah keliatan sangat sesak. Ruang tengah dan dapur kurang pencahayaan sehingga terasa sangat lembab dan gelap. 215

Gambar 12. Rumah Tinggal Bapak Citro Tukinem di Gunung Telomoyo Sampel kedua di Gunung Telomoyo adalah rumah Bapak Suparno (45). Survey dilaksanakan pada jam 13.00 WIB. Orientasi rumah menghadap selatan. Alamat sampel lebih tepatnya di Dusun Dalangan RT 08 RW 03 Desa Pandean Kecamatan Ngeblak Kabupaten Magelang. Rumah yang dibangun sekitar tiga puluh lima tahun yang lalu ini belum pernah renovasi total. Semua bangunan terbuat dari kayu, plafon dari anyaman bambu, usuk dari bambu sengon dan papan terbuat dari kayu sengon serta anyaman bambu. Sebagian warganya merupakan petani dan buruh di perantauan. Dusun Dalangan masih memegang erat adat dan istiadat serta gotong royong. Seperti selametan sebelum pendirian rumah dengan menggunakan ingkung ayam jawa dan jajanan pasar. Sekitar seratus kepala kelaurga yang menghuni di Dusun Dalangan. Ada salah satu rumah warga yang konon katanya rumah pertama yang didirikan di Dusun Dalangan terbuat dari kayu jati dan tidak mempunyai jendela, tapi sayang rumah tersebut sudah tidak dihuni hanya digunakan sebagai kandang sapi dan kambing. Sebagian besar penduduk Dusun dalangan mempunyai hewan ternak yaitu berupa ayam, kamping dan sapi. Survey rumah tinggal di Gunung Andong dilaksanakan pada jam 16.00 WIB di Dusun Sawit Desa Giri Rejo. Atas rekomendasi Kadus dan Kaur Kesra Dusun tersebut, maka diambil sampel rumah tinggal Bapak Kuadi (60). Dusun Sawit masih erat dengan Islam Kejawen dan mempunyai berbagai kesenian salah satunya tari topeng dan kuda kepang. Alamat lengkap rumah sampel yaitu RT 04 Rw 06 Dusun Sawit Desa Giri Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Suhu udara mencapai 24 0 C. Rumah Bapak Kuadi (60) telah dilakukan renovasi untuk bagian teras dan lantainya sudah diplaster karena mendapatkan bantuan dari Pemerintah Daerah Magelang serta sudah pernah melakukan renovasi dinding papan. Renovasi hanya dilakukan sebagian tidak merubah bentuk rumah secara keseluruhan. Salah satu anggota keluarga yaitu menantunya ikut anggota seni tradisional tari topeng. Rumah yang menghadap ke arah timur ini menggunakan saka yang terbuat dari kayu jati, dinding terbuat dari papan kayu albasia dan reng menggunakan bambu serta atap menggunakan atap genteng. Bentuk konsol mempunyai ukiran. Gambar 14. Rumah Tinggal Bapak Kuadi Gunung Andong Gambar 13. Rumah Tinggal Bapak Suparno di Gunung Telomoyo Sampel kedua dilakukan survey pada jam 19.15 WIB dengan suhu udara mencapai 22.8 0 C. Sampel kedua ini merupakan rumah tertua di Dusun Sawit tepatnya di rumah Bapak Suwarno (42) RT 05 RW 06 Dusun Sawit Desa Giri Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang. Bapak Suwarno tidak 216

tahu secara tepat berapa usia rumah tersebut karena dibangun oleh orang tuanya yang sudah meninggal. Rumah yang belum pernah menggalami renovasi dan tidak mempunyai jendela kaca. Pada ruang tamu terdapat dipan yang terbuat dari bambu dan lantai terbuat dari tanah. Rumah tinggal ini hanya mempunyai satu kamar dan tidak mempunyai ruang tengah. Saka terbuat dari papan kayu jati untuk bagian depan terbuat dari kayu senggon jawa sedangkan dinding bagian samping kanan kiri terbuat dari anyaman bambu. Reng terbuat dari bambu dan atap dari genteng. Teralis jendela depan terbuat dari kayu yang diukir. Pintu merupakan pintu lipat sebanyak enam lipatan, plafon terbuat dari anyaman bambu. Hal ini dikarenakan pada jaman dulu kayu dan bambu masih mudah didapat serta harga murah. Kamar mandi masih terpisah hanya dengan menggunakan sekat plastik hitam. Ada mitos yang berkembang bahwa apabila ada orang yang pintar sekali di dusun tersebut pasti akan menggalami kecelakaan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang pintar tidak boleh sombong dengan menunukkan kepintarannya secara berlebihan. Dusun Sawit masih kental dengan tradisi kejawen dengan ditandai digunakannya sesajen jajanan pasar dan dan ingkung ayam jawa sebelum mendirikan rumah dan harus mencari waktu yang baik (sahat). Sebagian rumah warga sudah modern semi permanen, hanya sebagian saja yang masih terbuat dari bahan kayu total. Mayoritas warganya bercocok tanam dan buruh lepas, sebagian merantau keluar kota. Gambar 15. Rumah Tinggal Bapak Suwarno Gunung Andong Survey di Gunun merapi dengan suhu udara mencapai 20 0 C pada rumah sampel yang belum pernah menggalami renovasi di dusun tersebut, yaitu rumah Bapak Kromorejo (90) dengan alamat lengkap yaitu Dusun Plalangan RT 03 RW 01 Desa Ngencoh Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Rumah menghadap ke barat dengan dinding terbuat dari kayu. Saka terbuat dari kayu jati, dinding sebagian dari papan kayu jati dan sebagian dari anyaman bambu. Reng terbuat dari bambu dan atap dari genteng Pintu merupakan pintu lipatan yang terdiri dari empat lipatan. Lantai rumah sudah diplester dan terdapat ornamen bentuk ayam di masingmasing ujung atap. Jendela mempunyai teralis yang terbuat dari ukiran plitur. Sisi kiri rumah digunakan untuk menaruh kayu bakar. Pada saat pendirian rumah mengguanakan perhitungan jawa dan sesajen. Bapak Kromorejo adalah salah satu warga tetua di Dusun Plalangan. Gambar 16. Rumah Tinggal Bapak Kromorejo Gunung Merapi Sampel rumah tinggal kedua di Dusun Plalangan terbuat dari batu kali yang dibelah dan belum diplaster yaitu rumah Bapak Amirejo (55). Mempunyai satu orang anak bernama Bapak Sukimen (29). Survey dilaksanakan jam 09.30 WIB dengan suhu udara mencapai 21.9 0 C. Rumah menghadap ke arah barat dan kira-kira berusia 15 tahun. Alamat lengkap yaitu di Dusun Plalangan RT 02 RW 01 Desa Ngencoh Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Batu kali dikumpulkan dengan cara mengambil dari sungai seusai pulang dari ladang. Setelah mencukupi 217

kemudian dilakukan pembangunan rumah. Persepsi penghuni adalah rumah yang terbuat dari batu tanpa diplester lebih hangat dan lebih kokoh dibanding menggunakan kayu ataupun batu bata merah. Kusen terbuat dari kayu jati dengan tiang saka utama terbuat dri kayu jati, plafon mengunakan kayu sengon, atap terdiri dari genteng dan reng dari bambu. Rumah tinggal dibangun secara gotongroyong selama 3 bulan. Rata-rata rumah di daerah lereng gunung merapi mengunakan dipan sebagai penganti kursi ruang tamu. Setiap rumah tinggal mempunyai bak penampungan air minum yang diletakkan di depan rumah. Pada bak ini terdapat uang logam recehan yang difungsikan sebagai sesaji agar airnya mengalir terus. Selain itu, budaya juga masih kental dengan adat jawa berupa sesajen, dupa dan menyan. Sebagian besar orang tua di Dusun Plalangan sebagai petani, dan pemudanya sebagai guide pendakian gunung merapi via Kecamatan Selo. lahan di kampung sudah sempit. Rumah tinggal telah mengalami renovasi meskipun tidak seluruhnya. Atap menggunakan genteng dengan dinding terbuat dari anyaman bambu, tiang rumah menggunakan kayu jati, dan terasnya sudah diplaster. Meskipun Kampung Tidar Baru masuk di daerah pinggiran kota Magelang, akan tetapi masih memegang erat tradisi jawa seperti menghitung hari baik dalam mendirikan rumah dan budaya gotongroyong. Gambar 18. Rumah Tinggal Bapak Hadi Ismanto Gunung Tidar Gambar 17. Rumah Tinggal Bapak Amirejo Gunung Merapi Rumah tinggal di lereng Gunung Tidar yang berada di pinggir kota Magelang tidak ditemukan banyak rumah tradisional karena sebagian besar penduduk merupakan pendatang dari Jogjakarta dan Kabupaten sekitar. Sampel yang diambil adalah rumah tinggal Bapak Hadi Ismanto (67). Rumah menghadap ke arah timur. Rumah tinggal ini tidak dibangun sendiri akan tetapi membeli dari tetangga kurang lebih sekitar 30 tahun yang lalu. Rumah yang ada di Kampung Tidar Baru RT 05 RW 12 Kabupaten Magelang ini mempunyai suhu udara mencapai 29.9 o C. Rumah tidak mempunyai halaman mengingat Sampel di Gunung Menoreh diambil rumah tinggal di Desa Argosari Desa Ngargogondo kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Survey dilakukan pada jam 11.00 WIB dengan suhu udara mencapai 29.5 0 C. Desa Argosari merupakan desa tertinggi di Gunung Menoreh. Dusun ini dihuni oleh 35 kepala keluarga. Pemilik rumah sampel adalah Bapak Ahmadi (87). Rumah sampel menghadap ke arah timur dengan alamat lengkapnya yaitu RT 02 RW 03 Dusun Argosari Desa Ngargogondo Kecamatan Borobudur. Bapak Ahmadi adalah pendatang dari desa sebelah yaitu Desa Kenalan Kecamatan Borobudur. Kepindahannya dikarenakan rumah tertimbun longsor. Usia rumah tinggal kurang lebih 50 tahun. Lantainya terbuat dari tanah dengan tiang utama terbuat dari kayu jati, dinding terbuat dari kayu suren sedangkan dinding kanan dan kiri terbuat dari anyaman bambu. Jendela belum menggunakan kaca sehingga pencahayaan di dalam ruang gelap. Pintu 218

utama merupakan pintu lipat. Pembangunan rumah secara gotong-royong selama satu minggu dengan menggunakan slametan sahat (perhitungan jawa). Gambar 20. Rumah Tinggal Bapak Eko Sutioso Gunung Menoreh Gambar 19. Rumah Tinggal Bapak Ahmadi Gunung Menoreh Sampel rumah kedua dilaksanakan survey pada jam 12.40 WIB di dusun Argosari. Pemilik rumah tinggal sampel adalah Bapak Eko Sutioso (35) yang beralamat di Dusun Argosari RT 04 RW 03 Desa Ngargogondo Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang. Pada saat survey dilakukan suhu udara mencapai 30.9 0 C. Orientasi rumah menghadap ke arah barat. Rumah tinggal menggunakan material kayu, saka menggunakan kayu jati sedangkan dinding terbuat dari papan kayu albasia dan anyaman bambu (gribik). Lantai sudah diplaster, atap terbuat dari genteng dan WC di belakang terpisah dari rumah. Kandang sapi dan kambing ada di depan rumah. Masyarakat dusun Argosari masih menggunakan tradisi jawa menggunakan sahat (perhitungan jawa) sebelum mendirikan rumah dengan jajanan pasar dan ingkung ayam jawa sebagai sesajen. Pembuatannya selama satu setengah bulan yang dilakukan secara gotong royong. 4. KESIMPULAN Ada beberapa tipe rumah tinggal tradisional di daerah gunung atau pegunungan yaitu rumah tinggal berdinding batu kali, rumah tinggal berdinding bambu (gribik) dan rumah tinggal berdinding kayu. Rumah tinggal berdinding bambu sudah sangat jarang ditemui. Selain jenis bahan dinding, rumah tradisional masih dibuat berdasarkan azas tradisional yaitu penggunaan tanggal baik dengan tambahan sesajen untuk prosesi pembuatan rumah tinggal. Rumah tinggal tradisional juga diturunkan pada anak cucunya. Jarang sekali rumah tinggal tradisional dijual ke pemilik lain. Lantai rumah tinggal tradisional kebanyakan tanah ataupun plaster, sedangkan atap rumah tinggal ada beberapa macam variasi baik seng, genteng maupun bahan lainnya seperti asbes. 5. DAFTAR PUSTAKA Lakitan, B. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Samodra, FX T.B. dan Santosa, M. 2006. Pola Penghunian dalam Transformasi Altitude dan Kontribusinya dalam Sistem Ventilasi Rumah Tinggal Pedesaan, Seminar Nasional: Transformasi Teknologi untuk Peningkatan Kualitas Hidup Manusia- Universitas Teknologi Yogyakarta. Sudarwanto & Murtomo. 2013. Studi Struktur dan Konstruksi Bangunan Tradisional Rumah Pencu di Kudus. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia Vol.2 No.1 Januari 2013. 219