Bagaimana membangun KERUKUNAN umat beragama

Bagaimana membangun KERUKUNAN umat beragama

Al Hadis (Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama)

Tema Klasik “Kerukunan Antar Umat Beragama” menjadi agenda nasional yang tak kunjung Usai,  pada dasarnya pembicaraan tentang konteks tersebut selalu di perdebatkan seolah masih mencari kebenaran yang sesungguhnya hingga hari ini, jika dilihat di negara-negara yang dikenal paham Sekuler seperti Amerika Serikat yang memisahkan antara agama dengan urusan institusi publik namun realitasnya negara tersebut sangat Religius dan orientasinya kepada kerukunan, kedamaian dan keharmonisan, memperjuangkan hak-hak kemanusian serta memajukan Bangsanya.

Barack Hussein Obama pernah berkata :

“Saya percaya bahwa Amerika memegang kebenaran dalam dirinya bahwa terlepas dari ras, agama, dan posisi hidup, kita semua memiliki aspirasi hidup yang sama untuk hidup dalam damai dan keamanan; untuk memperoleh pendidikan, untuk bekerja dengan martabat, mengasihi keluargakita, masyarakat kita dan Tuhan kita.”

Pernyataan Barack Obama di atas, Jika kita lihat dalam konteks Keindonesiaan yang majemuk maka hal tesebut sangat selaras. Alwi Shihab menegaskan bahwa perbedaan suku dan keyakinan beragamanya. Indonesia disifati oleh tradisi pluralisme yang luar biasa dan tidak dapat dipungkiri lagi. Umat agama Hindu, Buddha, Islam, Kristen dan Konghuchu hidup bersama. Sebagian besar, dengan harmonis sebagai saudara di bawah payung Republik Indonesia. Dengan adanya karakter mosaic latar belakang budaya Indonesia, lewat sejarah panjang mereka, rakyat Indonesia telah hidup dengan takaran kerukunan dan keharmonisan yang baik. Tentu saja ada perselisihan, tetapi segera diselesaikan dalam semangat hubungan persaudaraan. Dengan sejarah panjang kerukunan antaragama, antar suku dan antar budayanya. Indonesia bisa menjadi contoh yang baik, tidak saja bagi dunia Islam tetapi dunia secara umum.

Untuk mewujudkan kerukunan, keharmonisan tersebut Harun Nasution mengungkapkan  bahwa ada berapa yang dapat dipupuk dengan jiwa toleransi ini, antara lain:

  1. Mencoba melihat kebenaran yang ada dalam agama lain.
  2. Memperkecil perbedaan yang ada dalam agama-agama.
  3. Menonjonjolkan persamaan-persamaan yang ada dalam agama-agama.
  4. Memupuk rasa persaudaraan se-Tuhan
  5. Memusatkan usaha kepada pembinaan individu-individu dan masyarakat manusia baik yang menjadi tujuan beragama dari agama monoteis
  6. Mengutamakan pelaksanaan ajaran-ajaran yang membawa kepada toleransi beragama
  7. Menjauhi praktek serang-menyerang antar agama.

Dari semua paparan tersebut, kuncinya adalah toleransi atau kerukunan yang ditegakkan dengan hati yang tulus dan niat yang baik maka akan menghasilkan kedamaian, ketentraman dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. Sesuai dengan konsepsi ajaran agama yang mendukung tegaknya pilar kerukunan atau toleransi di Indonesia.

Referensi :

#Buku Prof. Dr. K.H Nasaruddin Umar, M.A,  Geliat Islam di Amerika Serikat.

#Jurnal Syafi’in Mansur, Kerukunan Dalam Perspektif Agama-Agama Di Indonesia.

Ilustrasi umat beragama. Sumber: Pixabay

Setiap orang sudah sepatutnya membangun kerukunan umat beragama di Indonesia. Dengan membangun kerukunan dan menjunjung toleransi antarsesama, perselisihan dapat terhindarkan.

Sebagaimana semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama. Hal itu sekaligus menjadi suatu kekayaan yang dimiliki Indonesia dan perlu dijaga.

Kewajiban seorang warga negara untuk membangun kerukunan umat beragama telah lama diatur dalam Undang Undang Dasar 1945 sebagai peraturan perundang-undangan yang utama.

Undang-undang Mengenai Kewajiban Membangun Kerukunan Umat Beragama

Kebebasan beragama dan kewajiban membangun kerukunan antarumat beragama di Indonesia telah dijamin dalam UUD 1945, yakni pasal 29 Ayat 1 dan 2.

Pada Pasal 29 Ayat 1 dan 2, negara menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kebebasan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaan yang dianutnya. Lebih rinci, berikut adalah bunyi dari Pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945.

1. Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Ilustrasi umat beragama. Sumber: Pixabay

Menurut artikel Jurnal Cita Hukum berjudul "Hukum dan Hak Kebebasan Beragama" yang ditulis oleh Sodikin, pasal tersebut tidak menentukan agama dan kepercayaan apa saja yang diakui secara sah. Pun begitu, tidak ada peraturan perundang-undangan yang menyebutkan agama dan kepercayaan yang diakui.

Hal serupa juga dipaparkan dalam Jurnal El-Harakah Volume 11 Nomor 2 oleh M. Zainuddin. Kebebasan beragama memiliki arti, bebas untuk memeluk agama yang diakui di Indonesia. Baik, agama Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Katolik, dan Konghucu.

Selain itu, ia mencatat bahwa kebebasan yang ada sesuai undang-undang tersebut bisa berarti bebas untuk berpindah dari agama satu ke agama lain, bebas untuk berpendapat, dan mengekspresikan ajaran agama yang dipeluknya (bebas berijtihad).

Selain pasal tersebut, kewajiban membangun kerukunan antarumat beragama juga secara tidak langsung tercantum dalam Pasal 28E dan 28I.

Berdasarkan Pasal 28E UUD 1945, setiap warga negara memiliki kebebasan dalam beragama dan juga meyakini kepercayaannya. Berikut bunyi dari pasal tersebut.

1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

2. Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Kemudian, Pasal 28I Ayat 1 mengenai hak untuk beragama juga tersirat sebagai berikut:

“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.”