Bagaimana masyarakat menyikapi perubahan sosial yang terjadi karena pandemi Covid-19

Kita tidak pernah membayangkan sebelumnya akan terjadi wabah yang berdampak pada setiap sisi kehidupan kita. Interaksi sosial sebagian besar dilakukan secara virtual. Pandemi ini telah memunculkan kebiasan-kebiasaan baru yang melompati apa yang biasanya kita lakukan. Banyak hal yang dulu dengan leluasa kita lakukan, saat ini sudah tidak dapat lagi kita lakukan. Sebentar lagi kita akan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1441 H dengan suasana yang berbeda. Biasanya pada hari-hari ini, pasar dan pusat perbelanjaan penuh sesak orang berbelanja menyambut lebaran. Layar kaca kita dihiasi dengan berita-berita kepadatan arus mudik. Itu dulu dan menjadi bagian cerita kita, saat ini sungguh berbeda.

Selamat datang “kehidupan baru” dan mau tidak mau kita dipaksa untuk beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang bisa jadi merupakan norma baru dalam kehidupan kita. Paling tidak sampai dengan vaksin virus corona ditemukan. Bekerja, belajar,dan beribadah dilakukan di rumah. Kita mulai terbiasa mencuci tangan pada saat akan memasuki kantor atau pertokoan, yang sebagian besar telah menyediakan perlengkapannya berikut cek suhu tubuh. Pembatasan jarak saat berinteraksi dengan sesama. Penggunaan masker menjadi hal yang wajib kita lakukan apabila akan keluar rumah. Virus ini telah mendorong kita untuk lebih peduli dengan kebersihan dan memaksa kita untuk mematuhi protokol kesehatan demi mencegah penyebarannya.

Hal ini menunjukkan bahwa virus covid 19 telah mengubah cara hidup kita dan pertanyaan kapan vaksin akan ditemukan, hingga saat ini belum ada jawaban dan kepastiannya. Kita tentu tidak akan menunggu vaksin ditemukan untuk dapat beraktivitas kembali. Menarik kata-kata motivasi William Arthurd Word, “Orang yang pesimistis komplain tentang angin, seorang yang optimis berharap angin untuk berubah, seorang realistis menyesuaikan layar.” Kita tentu menginginkan vaksin segera ditemukan agar kita dapat hidup normal lagi walaupun tidak akan sama dengan hidup kita sebelum virus ini muncul. Selama vaksin belum ditemukan kita dapat menyesuaikan layar kehidupan kita untuk mencapai tujuan.

Inilah momentum kita untuk beradaptasi dengan cara hidup baru sehingga dapat melewati pandemi yang telah menyebar secara global. Perubahan hidup memang menyakitkan dan seringkali membuat kita tidak nyaman karena perubahan ini berjalan dengan cepat dan mengagetkan. Namun masalah ini tentu harus kita sikapi dengan sabar, terus belajar, berpikir positif dan beradaptasi dengan perubahan. Kita terpilih untuk melalui episode hidup ini.

Perubahan Perilaku

Dunia memang mengalami goncangan dan risiko ketidakpastian semakin besar. Cara mensikapi akan menjadi perhatian agar kita tetap bertahan di masa pandemi sehingga akan memunculkan perilaku dan kebiasaan baru. Belajar dan bekerja dilakukan dirumah sehingga interaksi dilakukan melalui zoom. Kita tidak pernah membayangkan hari-hari dilalui dengan interaksi secara virtual. Anak-anak melakukan belajar secara online, dan mungkin mereka sudah kangen dapat bermain bersama dengan teman-temannya. Kita sekarang begitu familiar dan dipaksa untuk beradaptasi dengan rapat-rapat atau pelatihan yang dilakukan melalui zoom. Bisa jadi hal ini akan memunculkan generasi virtual.

Kita memahami saat ini untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar dilakukan melalui pemesanan secara online. Dengan memperhatikan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus maka transaksi-transaksi yang kita lakukan akan cenderung lebih banyak dilakukan secara online. Kita juga menjadi saksi bagaimana rumah makan, warung-warung kopi, cafe-cafe yang menawarkan kenyamanan untuk bersosialisasi sudah tidak memungkinkan lagi dijalankan. Perilaku masyarakat telah berubah dengan menjaga jarak, mengurangi kontak dan membeli sebatas pembelian dibawa pulang sehingga konsumsi yang dilakukan lebih mengarah ke pembelian sesuai kebutuhan sehari-hari dan kenyamanan tempat sudah tidak relevan lagi.

Saatnya kita beradaptasi dan tidak menyalahkan keadaan yang sedang kita alami. Menteri Keuangan menyampaikan berbagai skenario terkait dampak pandemi virus ini terhadap perekonomian Indonesia. Skenario berat maka pertumbuhan ekonomi 2020 sebesar 2,3 persen dan skenario sangat berat maka pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 0,4 persen. Dengan skenario sangat berat tersebut kemiskinan bisa meningkat 4,86 juta jiwa dan pengangguran meningkat 5,23 juta. Pemerintah tentu senantiasa mengupayakan segala cara agar pandemi ini segera berakhir, mensiasatinya dan merancang langkah-langkah untuk upaya pemulihan ekonomi nasional.

Kemampuan Beradaptasi

Namun tentu kita juga harus mulai berfikir untuk memulai kehidupan baru dengan cara-cara baru. Kita harus mulai melakukan perubahan dengan kreatifitas dan kegigihan untuk membuat cara-cara yang dilakukan relevan dengan perubahan yang terjadi. Kompetensi SDM yang harus dimiliki di abad 21 menurut “21 Century Partnership Learning Framework” relevan untuk kita implementasi sehingga kita dapat survive dan melewati episode pendemi ini. Kompetensi tersebut meliputi:

1. Critical Thinking dan Problem Solving (Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah)

Di masa pandemi ini, kita dituntut untuk mampu memahami masalah yang saat ini sedang dialami dan memunculkan perspektif baru dengan kemampuan mengkoneksikan satu informasi dengan informasi lainnya dan menemukan solusi yang tepat untuk memulai “kehidupan baru”. Kita dituntut memilah informasi yang ada terutama di era digital saat ini. Selanjutnya memahami dan membuat opsi-opsi, menganalisis dan menyelesaikan masalah yang saat ini kita hadapi.

2. Creativity dan Innovation (Kreativitas dan Inovasi)

Di “kehidupan baru” kita dituntut mampu mengembangkan gagasan baru, bersikap responsif dan menerima secara terbuka terhadap perspektif yang baru dan berbeda karena adanya pandemi ini. Cara-cara lama sudah tidak relevan lagi untuk kita pertahankan, karena itu kita dituntut mewujudkan ide-ide baru dan inovasi baru. Perubahan mendasar telah dialami oleh semua orang dan di era digital saat ini, maka inovasi yang terkait teknologi akan sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Karena itu, wabah ini dapat menjadi pendorong munculnya ide-ide atau teknologi baru.

3. Collaboration (Kolaborasi)

Kita dituntut untuk bersinergi, bekerja sama secara produktif dengan pihak lain, beradaptasi dalam berbagai tanggung jawab dan peran, menghormati perspektif yang berbeda serta menempatkan empati di saat melewati masa-masa sulit penuh tantangan ini. Kolaborasi ini akan memunculkan lebih banyak kelebihan yang dapat dikapitalisasi sehingga memunculkan keunggulan kompetitif. Bukan saatnya lagi kita saling mengalahkan atau menaklukkan, namun saatnya kita bekerjasama, kolaborasi dan sinergi guna meraih tujuan bersama.

4. Communication (Komunikasi)

Kita juga dituntut mampu mengkomunikasi informasi-informasi yang ada agar pesan kita dapat diterima dan dimengerti oleh pihak lain. Di masa pandemi ini, komunikasi kita banyak yang dilakukan secara virtual dan tanpa komunikasi secara langsung. Kita tentu tidak mampu memahami secara jelas bahasa tubuh dari masing-masing pihak. Kita tentu juga harus menunjukkan empati dalam berkomunikasi. Karena itu, dalam komunikasi di saat-saat sekarang ini harus jelas, transparan dan rinci sehingga dapat tersampaikan dengan baik dan tidak salah persepsi.

Episode pandemi covid 19 merupakan sejarah bagi kita yang terpilih untuk menghadapi tantangan ini. Kita tidak sendiri dan hampir seluruh dunia mengalami hal yang sama. Tidak elok apabila kita hanya menyalahkan keadaan ini. Saatnya kita beradaptasi dengan “kehidupan baru” dan kita jadikan setiap langkah kita relevan dalam merespon perubahan sehingga mampu melewati pandemi ini. “Bukanlah yang terkuat atau terpintar yang dapat bertahan, melainkan mereka yang paling mampu beradaptasi dengan perubahan”. Kutipan dari Charles Darwin tersebut relevan dengan masa-masa pandemi dan semoga kita dapat melewati tantangan ini dengan beradaptasi dengan “kehidupan baru”.

Penulis Agus Budianta (Pegawai Kanwil DJKN Kalimantan Barat)

Oleh: Sella Ellissa Devita Sari (Mahasiswa Semester, Hukum Ekonomi Syariah)

Istilah pandemi menjadi sering kita dengar semenjak wabah covid-19 terjadi. Corona Virus Disease atau disebut covid-19 muncul pertama kali tahun 2019 silam. Covid-19 telah menjadi pandemi global semenjak ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan China pada akhir tahun 2019, kemudian virus ini semakin lama semakin tidak terkontrol dan terkonfirmasi menjalar ke berbagai belahan dunia, termasuk salah satunya, di Indonesia.

Pandemi covid-19 telah membawa perubahan besar bagi seluruh lapisan masyarakat di berbagai aspek, termasuk di dalamnya, aspek sosial budaya. Pandemi covid-19 memaksa pembatasan aktivitas sosial antar individu satu dengan yang lainnya, sehingga memunculkan kebiasaan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Dengan kata lain, pandemi ini telah memunculkan budaya masyarakat baru untuk merespon kebijakan pembatasan aktivitas sosial yang ada.

Wabah pandemi covid-19 seperti ini tentunya mengubah nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat yang berdampak pada perubahan pola pikir, pandangan, serta sikap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selalu menggunakan masker, rajin mencuci tangan menggunakan sabun, siap sedia handsanitizer, menjaga jarak, menghindari kerumunan massa, menghindari kontak fisik dengan orang lain, dan penerapan berbagai protokol kesehatan telah menjadi kebiasaan.

Berbagai aktivitas sosial yang sebelumnya dapat kita lakukan dengan leluasa, kini harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Bahkan untuk kegiatan sosial seperti acara pernikahan, hajatan, syukuran, hiburan, dan lain sebagainya terpaksa harus dihentikan. Adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berkelanjutan hingga yang terakhir, PPKM level 4 ini memaksa masyarakat untuk mendekam diri di rumah.

Lebih jauh lagi, dampak pandemi ini juga menyerang berbagai sektor, baik dari sisi perekonomian maupun bidang pendidikan. Aktivitas jual beli di pasar tradisional yang sebelumnya leluasa untuk bertransaksi, namun sekarang banyak penjual yang harus gulung tikar. Aktivitas belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi juga terpaksa harus dilakukan secara virtual atau daring dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Kondisi ini baru terjadi karena adanya pandemi global yang memaksa semua pihak harus sama-sama mengerti, memahami, dan melaksanakan kebijakan yang ada.

Kondisi-kondisi seperti di atas menjadikan hubungan sosial manusia sebagai makhluk sosial menjadi “cacat”. Bagaimana tidak? manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, kini dikarenakan pandemi memaksa mereka harus menjadi manusia egois, yang hanya memikirkan diri sendiri dan orang terdekatnya untuk dapat bertahan hidup.

Dikatakan egois apabila seseorang tersebut mengambil kesempatan atas kondisi yang ada untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain. Seperti kasus kepanikan sosial di awal-awal munculnya virus corona, dimana banyak oknum yang melakukan penimbunan masker dan handsanitizer yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian materi maupun non materi bagi orang lain.

Tidak hanya mengguncang aspek sosial, pandemi ini juga mengakibatkan perubahan kebiasaan dalam masyarakat. Semenjak semakin tingginya angka kasus covid-19 ini mengakibatkan banyak orang menjadi “gila media sosial”. Hampir setiap saat mereka selalu update mengenai informasi wabah covid-19 yang melanda negeri ini.

Penggunaan internet atau media sosial tidak hanya mereka gunakan untuk mengupdate informasi, namun juga untuk kepentingan sekolah, kuliah, dan pekerjaan. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa telah terjadi perubahan budaya masyarakat, dari yang sebelumnya non virtual bergeser ke arah budaya masyarakat virtual, yakni masyarakat yang aktivitas sosialnya dilakukan secara virtual menggunakan media sosial.

Namun demikian, pandemi ini juga mengajarkan banyak hal. Terganggunya kehidupan dan aktivitas sosial masyarakat ini harus kita sikapi secara positif. Karena bagaimanapun, yang terpenting adalah kita mampu mensyukuri apa yang terjadi dengan selalu menjaga kesehatan agar terhindar dari virus corona yang kini melanda.

Karena sampai saat ini pandemi global dan virus corona belumlah hilang dari kehidupan kita, yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin hidup berdampingan dengan virus ini tanpa menyentuhnya dan mencoba menerima keadaan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan dan berharap pandemi global segerai usai, sehingga kehidupan sosial budaya masyarakat dapat kembali ke tatanan sebelumnya bahkan bisa berubah menjadi tatanan masyarakat yang lebih baik lagi.