Kelemahan-kelemahan yang bersifat struktural di atas dapat diatasi dan akan menjadi sumber kekuatan, jika diadakan perbaikan-perbaikan dalam struktur organisasi. Pemerintah menyadari bahwa upaya pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan bagian penting dari upaya mewujudkan bangsa yang berdaya-saing serta menciptakan pembangunan yang merata dan adil. Langkah pertama dalam upaya mengonversikan kelemahan menjadi kekuatan adalah dengan mengubah asumsi yang memandang koperasi dan UMKM sebagai lembaga usaha yang berskala terlalu kecil untuk diperhatikan, lemah, terbelakang, dan, dengan sendirinya, patut dikasihani. Oleh karena itu, program-program pemberdayaan tidak dikemas seperti program charity, yang menganggap bahwa anggaran yang dikeluarkan semata-mata merupakan alokasi dana sosial tanpa upaya untuk meningkatkan kemandirian dan kedewasaan berpikir para pelaku usaha tersebut. Tidak berbeda dengan usaha mikro, kecil, dan menengah, koperasi juga memiliki sejumlah kelemahan. Tiga di antaranya yang paling menonjol,: (i) modal anggota yang relatif sedikit dan lemah dalam pengelolaannya; (ii) kualitas sumberdaya manusia yang mengelola koperasi yang relatif rendah (kemampuan manajemen yang masih rendah); (iii) kurang terjalinnya kerjasama, baik antar-pengurus, antar-anggota, antara pengurus dan Pengawas maupun antara pengurus dan anggota; dan (iv) proses pengambilan putusan yang bersifat demokratis cenderung menghasilkan putusan yang kurang efisien. Berkaitan dengan keempat kelemahan koperasi di atas, pada umumnya koperasi di Indonesia tidak memiliki daya saing dan dilihat dari posisi bisnisnya sebagian besar koperasi berada pada posisi “bertahan” dan cenderung ke arah “lemah.” Secara lebih lengkap karakteristik koperasi di Indonesia disajikan dalam tabel berikut. BEBERAPA ALTERNATIF LANGKAH KE DEPAN Bertolak dari sejumlah kelemahan yang dimiliki baik oleh koperasi maupun usaha mikro, kecil, dan menengah, sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, sejumlah alternatif langkah dapat ditawarkan untuk mengatasinya. Secara garis besar, langkah yang perlu diambil untuk lebih memberdayakan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah,: (i) revitalisasi peran koperasi dan perkuatan posisi usaha mikro, kecil, dan menengah dalam system perkonomian nasional; (ii) memperbaiki akses koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah terhadap permodalan, teknologi, informasi, dan pasar serta memperbaiki iklim usaha; (iii) mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan; dan (iv) mengembangkan potensi sumberdaya lokal. Secara lebih teknis dengan melakukan pendekatan 3C, yakni competition (persaingan—dalam bentuk system informasi terbuka, sistem legal, model bisnis yang dinamis, dan penguatan kapasitas pengurus/manajer), cooperation (kerjasama—dalam bentuk kerjasama selektif, pendidikan dalam penyusunan/perubahan model bisnis, dan kemitraan dengan public dan perguruan tinggi), dan concentration (konsentrasi—dalam bentuk spesialisasi produk, penentuan target produk). Ketiga pendekatan di atas lebih bersifat institusional atau kelembagaan—dalam hal lembaga pemerintah yang bertanggungjawab atas perkembangan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dari sisi praktis, langkah yang perlu diambil dalam upaya memberdayakan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, harus didasarkan pada kelemahan yang ada. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumberdaya manusia merupakan hal yang pokok baik pada koperasi maupun maupun usaha mikro, kecil, dan menengah. Program pelatihan dan pendampingan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah yang bersifat terpadu dan berkesinambungan merupakan salah satu pilihan terbaik. Namun, perlu ditekankan di sini bahwa aspek kemandirian harus lebih diutamakan. Artinya, inisiatif pengadaan atau pelaksanaan program pelatihan dan pendampingan harus berasal dari pihak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah atau dari pihak pengurus dan anggota koperasi. Langkah yang dapat dilakukan atau disumbangkan oleh pihak perguruan tinggi untuk pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah bertolak dari fungsi dan tugasnya yang tercakup dalam tri darma perguruan tinggi: pendidikan; penelitian; dan pengabdian kepada masyarakat. Melalui ketiga kegiatan tersebut perguruan tinggi dapat melakukan banyak hal, baik berupa pendidikan (pelatihan dan pendampingan), penelitian (dalam upaya menganalisis pelbagai aspek tentang koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah) maupun program pengabdian kepada masyarakat, yang fokus utamanya adalah koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah dengan beragam aspek yang berkaitan dengannya. Dengan pendekatan yang sistematis semua upaya yang dilakukan akan lebih efektif, efisien, dan berkesinambungan. KOPERASI DAN UKM SEBAGAI TONGGAK KEBANGKITAN PEREKONOMIAN INDONESIA Untuk mencapai pembangunan yang berkeadilan sosial mencakup perlu adanya penyegaran nasionalisme ekonomi melawan segala bentuk ketidakadilan sistem dan kebijakan ekonomi, adanya pendekatan pembangunan berkelanjutan yang multidisipliner dan multikultural dan adanya pengkajian ulang pendidikan dan pengajaran ilmu-ilmu ekonomi dan sosial di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Salah satu cermin dari sistem ekonomi kerakyatan adalah Koperasi. Koperasi mengutamakan kesejahteraan bagi anggotanya, hanya saja saat ini eksistensi Koperasi itu sendiri telah meredup seiring dengan perkembangan di era Pasar berbas saat ini. Seperti yang kita ketahui bahwa Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu ekonomi “Mazhab Amerika”, pulang ke negerinya dengan penguasaan peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan menerapkan kebijakan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan, yang menurut mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Keangkuhan dari pakar-pakar ekonomi dan komitmen mereka pada kebijakan ekonomi gaya Amerika merupakan kemewahan yang tak lagi dapat ditoleransi Indonesia. Praktek-praktek perilaku yang diajarkan paham ekonomi yang demikian, dan upaya mempertahankannya berdasarkan pemahaman yang tidak lengkap dari perekonomian, hukum, dan sejarah bangsa Amerika, mengakibatkan terjadinya praktek-praktek yang keliru secara intelektual yang harus dibayar mahal oleh Indonesia. Pola pembangunan yang hanya mengutamakan pertumbuhan sudah harus dibuang, bagaimana tidak? jika terbukti menyengsarakan rakyat dan menimbulkan ekses ketidakadilan. Sekarang kita harus beralih pada strategi pembangunan yang dapat dinikmati seluruh rakyat secara adil dan merata. Strategi yang berbasis pemerataan yang diikuti pertumbuhan lebih menjamin keberlanjutan pembangunan, dimana dalam strategi tersebut sangat dibutuhkan adanya keberpihakan pada rakyat artinya pembangunan harus ditujukan langsung kepada yang memerlukan dan program yang dirancang harus menyentuh masyarakat serta mengatasi masalah serta sesuai kebutuhan rakyat, harus mengikutsertakan dan dilaksanakan sendiri oleh rakyat sehingga bukan lagi kebijaksanaan pembangunan ekonomi dari atas ke bawah ( top dowm) seperti pada masa Orba melainkan pembangunan alternatif yang bersifat dari bawah ke atas (buttom up), menciptakan sistem kemitraan yang saling menguntungkan, menghindari kegiatan eksploitasi keberadaan usaha kecil menengah dan koperasi untuk kepentingan pengusaha besar. Hal ini perlu ditegaskan karena kemenangan dalam pergulatan perdagangan pasar bebas tidak akan tercapai tanpa adanya rasa kebersamaan dan kesatuan di kalangan dunia usaha. Proses industrialisasi sebaiknya dimulai dari daerah pedesaan berdasarkan potensi unggulan daerah masing-masing dengan orientasi pasar dan ini sejalan dengan era otonomi daerah yang merupakan realitas mayoritas penduduk Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi setempat. Berkembangnya kegiatan sosial ekonomi pedesaan akan membuat desa berkembang menjadi jaringan unggulan perekonomian bangsa yang didukung infra struktur dan fasilitas lainnya seperti pusat-pusat transaksi (pasar) yang terjalin erat dengan kota-kota atau pintu gerbang pasar internasional. Jalinan ekonomi desa dan kota ini harus dijaga secara lestari dan dalam proses ini harus dihindari penggusuran ekonomi rakyat dengan perluasan industri berskala besar yang mengambil lahan subur, merusak lingkungan, menguras sumber daya dan mendatangkan tenaga kerja dari luar. Dalam pelaksanaan ekonomi kerakyatan harus benar-benar fokus pada penciptaan kelas pedagang / wirausaha kecil dan menengah yang kuat dan tangguh. Untuk merealisaskannya, pemerintah seharusnya mengalokasikan anggaran yang lebih besar dan memadai bagi pengembangan usaha kecil dan menengah ini. Inilah peran yang harus dimainkan pemerintah dalam megentaskan rakyat dari kemiskinan menghadapi krisis ekonomi. Adanya kemauan politik pemerintah untuk membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan merupakan modal utama bagi bangsa untuk bangkit kembali menata perekonomian bangsa yang sedang terpuruk ini. Dalam pelaksnaannya pemerintahan harus diisi oleh orang-orang yang memiliki komitmen kerakyatan yang kuat karena mereka akan berjuang mengangkat kembali kehidupan rakyat yang miskin menuju sejahteraan karena kesalahan dalam memilih orang pada posisi-posisi penting ekonomi akan memperpanjang daftar penderitaan rakyat, jika mereka tidak memiliki simpati yang ditingkatkan menjadi empati terhadap denyut nadi kehidupan rakyat dengan menyederhanakan birokrasi dalam berbagai perizinan, menghapus berbagai pungutan dan retribusi yang mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, menciptakan rasa aman dan sebagainya yang akan menghasilkan suasana kondusif bagi dunia usaha untuk meningkatkan kinerjanya. Di sisi lain rakyat sendiri harus mampu mengubah mentalnya dari keinginan menjadi pegawai menjadi mental usahawan yang mandiri, untuk itu peningkatan sumberdaya manusia melalui berbagai pendidikan dan pelatihan menjadi penting karena dalam meningkatkan ekonomi rakyat diperlukan adanya mental wiraswasta yang tangguh dan mampu bersaing dalam dunia bisnis di era pasar bebas. Sehingga rakyat harus bisa menciptakan lapangan kerja, bukan mencari kerja. Makin besar dan berkembang usaha mereka akan makin banyak tenaga kerja tersalurkan. Ini tentu menjadi sumbangan yang tidak kecil bagi penciptaan lapangan kerja baru dan pengurangan jumlah pengangguran. Mari kita bersama-sama untuk menghidupkan kembali ekonomi kerakyatan yang menjadi tonggak kebangkitan perekonomian bangsa kita di tengah-tengah arus pasar bebas saat ini dengan semangat berwirausaha, jangan hanya bisa bergantung sepenuhnya pada pemerintah tetapi bagaimana kita belajar untuk menjadi masyarakat yang mandiri demi keberlangsungan kita bersama. PENUTUP Koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan bentuk organisasi ekonomi yang selaras dengan sistem ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi. Melalui pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan—perumbuhan yang dibarengi dengan pemerataan—di mana kesenjangan antara “si kaya” dan “si miskin” semakin sempit, akan dapat diwujudkan. Upaya ke arah yang—saya yakini—dicita-citakan oleh sebagian besar rakyat Indonesia tersebut merupakan tanggung jawab semua pihak atau semua pemangku kepentingan (stakeholders) yakni rakyat di segala lapisan dan pemerintah. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia pelaku usaha dan pengelola/pengurus serta anggota koperasi dalam arti luas merupakan kunci dari semua upaya pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah. Dengan demikian, produk domestik bruto (PDB) per kapita yang tinggi dan indeks pembangunan manusia (IPM) yang juga tinggi dibarengi dengan kecilnya kesenjangan antara “si kaya” dan “si miskin” atau pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan sosial pada saatnya akan terwujud. Penulis: Arief Frediansyah
|