Apakah yang paling tepat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak?

Dalam uraian buku terbitan 2009 tersebut dinyatakan simplifikasi proses bisnis kepatuhan pajak menjadi aspek penting dalam menjamin kepatuhan. Setidaknya terdapat 5 komponen yang perlu diperhatikan dalam mewujudkan administrasi pajak yang sederhana tetapi tetap optimal.

Pertama, optimalisasi tata kelola sumber informasi kepatuhan. Terdapat beberapa sumber informasi yang sebenarnya dapat dimanfaatkan otoritas pajak dalam menjamin kepatuhan. Sumber tersebut dapat berasal dari informasi wajib pajak yang dikumpulkan, pemotongan dan pelaporan pajak, akses informasi bank, informasi pihak ketiga lainnya, kerja sama lintas yurisdiksi, serta biaya kepatuhan.

Kedua, simplifikasi pada proses audit pajak. Aktivitas audit menjadi kegiatan paling penting untuk menjamin kepatuhan pajak. Di sisi lain, audit pajak dapat meningkatkan biaya kepatuhan bagi wajib pajak yang diperiksa. Oleh sebab itu, penetapan wajib pajak yang diaudit perlu diperhatikan secara selektif.

Ketiga, penggunaan informasi untuk menilai risiko. Strategi audit berbasis risiko yang efisien dapat mengoptimalkan efisiensi proses audit dan mendistorsi beban kepatuhan yang ditanggung oleh wajib pajak jujur. Berkaitan dengan hal tersebut, buku ini telah mengulas cara menerapkan strategi audit berbasis risiko secara efisien.

Keempat, penyederhanaan banding, keluhan, dan tuntutan pajak. Proses banding yang kredibel dan tidak berbelit dapat meningkatkan kepercayaan wajib pajak terhadap sistem perpajakan. Selain itu, proses banding yang kredibel juga dapat mengurangi praktik korupsi dan pemerasan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Kredibilitas proses banding dapat ditingkatkan dengan cara memberikan independensi bagi petugas banding, ketaatan pada prinsip-prinsip keadilan, prakondisi yang masuk akal dalam mengajukan banding, proses banding yang berlangsung dengan batas waktu tertentu, dan selektivitas progresif.

Kelima, mengoptimalkan penegakan hukum untuk mengatasi potensi ketidakpatuhan pajak. Selain mengumpulkan pajak, administrasi pajak juga membutuhkan wewenang lainnya seperti mengumpulkan informasi, mengeluarkan izin tertentu bagi wajib pajak, dan memberikan sanksi demi menjamin kepatuhan.

Jika diterapkan secara optimal, World Bank percaya simplifikasi yang dilakukan dapat tepat guna untuk meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat secara sukarela.

Pada bab terakhir, penulis juga memaparkan mengenai rumitnya prosedur perpajakan dan sulitnya memperoleh informasi yang terkadang tidak terhindarkan. Mengatasi hal tersebut, penulis menggarisbawahi pentingnya edukasi pajak yang memadai.

Literasi perpajakan masyarakat yang lebih baik pada akhirnya akan memudahkan wajib pajak dalam memahami kewajiban pajaknya. Harapannya, wajib pajak tersebut dapat lebih patuh secara sukarela terhadap kewajiban pajaknya.

Dalam hal ini, otoritas pajak memiliki peran untuk memberikan edukasi pajak. Adapun edukasi itu perlu mencakup informasi yang memperkuat kontrak sosial antara wajib pajak dan negara. Hal ini dilakukan agar wajib pajak mengetahui hubungan pembayaran pajak dengan pengeluaran pemerintah atas layanan publik.

Buku 244 halaman ini sangat bermanfaat bagi pembuat kebijakan dalam merancang penyederhanaan sistem pajak. Di samping itu, buku ini juga memaparkan hasil analisis mengenai dampak pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak daerah terhadap aktivitas usaha.

Penasaran dengan isi buku tersebut selengkapnya? Silakan kunjungi DDTC Library! (kaw)

Apakah yang paling tepat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak?

Jakarta - Kepatuhan wajib pajak merupakan sebuah tindakan yang mencerminkan patuh dan sadar terhadap ketertiban dalam kewajiban perpajakan wajib pajak dengan melakukan pembayaran dan pelaporan atas perpajakan masa dan tahunan dari wajib pajak yang bersangkutan baik untuk kelompok orang atau modal sendiri sebagai modal usaha sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

Dalam hal ini, kepatuhan wajib pajak sangat dijunjung tinggi karena pada dasarnya Direktorat Jenderal Pajak ataupun instansi pemerintah akan selalu memberikan penghargaan bagi wajib pajak yang melakukan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar. Pemberian penghargaan kepada wajib pajak ini dilakukan oleh DJP atau pemerintah guna untuk mendorong dan meningkatkan penerimaan negara khususnya di sektor perpajakan.

Hal ini pun menjadi tujuan dari DJP dan pemerintah untuk mengapresiasi wajib pajak orang pribadi maupun badan untuk segala keikutsertaan dalam mencapai target penerimaan pajak demi kemajuan ekonomi di wilayah Indonesia. Namun, selain itu penghargaan tersebut juga akan diberikan atas dasar pertimbangan dalam kepatuhan perpajakan setiap wajib pajak terhadap peraturan perpajakan yang ada.

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa keberhasilan dalam pelaksanaan perpajakan pastinya didukung dengan adanya kepatuhan setiap wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya. Di Indonesia sendiri yang memang menerapkan sistem self assessment yaitu dimana aspek terpenting yang mempengaruhi kepatuhan perpajakan adalah kewajiban perpajakan itu sendiri, maka dari itu setiap wajib pajak mempunyai tanggung jawab sendiri untuk memenuhi segala kewajiban perpajakannya dalam pembayaran ataupun pelaporan secara akurat dan tepat waktu.

Tidak hanya di Indonesia, kepatuhan perpajakan juga menjadi aspek terpenting dalam perpajakan di semua negara baik pada negara maju maupun negara berkembang sekalipun. Kenapa begitu? Karena jika setiap wajib pajak tidak melakukan kewajiban perpajakannya atau tidak patuh untuk menaati setiap peraturan perpajakan yang ada, maka pasti akan memunculkan keinginan wajib pajak untuk melakukan setiap tindakan-tindakan yang akan menyebabkan berkurang dan menurunnya penerimaan pajak negara yaitu seperti melakukan tindakan penghindaran, pengelakan,serta penyelundupan. 

Nah, sebenarnya apa sih yang menyebabkan wajib pajak dikatakan patuh dalam menjalani perpajakannya? Setidaknya terdapat 4 indikator terjadinya kepatuhan perpajakan, yaitu diantaranya adanya kepatuhan wajib pajak untuk mendaftarkan dirinya sebagai WP, adanya kepatuhan wajib pajak dalam melakukan penyetoran kembali SPT secara tepat waktu, dan adanya kepatuhan wajib pajak dalam menghitung dan melakukan pembayaran pajak terutangnya atas penghasilan yang diterima, serta adanya kepatuhan wajib pajak dalam membayar tunggakan pajak (STP/SKP) sebelum adanya jatuh tempo.

Salah satu cara Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan peningkatan kepatuhan perpajakan wajib pajak adalah dengan melakukan sebuah integrasi data perpajakan. Integrasi data perpajakan ini lah yang akan memudahkan setiap wajib pajak untuk melaporkan SPT dan akan memberikan ketenangan kepada wajib pajak untuk mereka menjalankan usahanya.

Direktorat Jenderal Pajak pun menjelaskan bahwa dengan adanya integrasi data yang akan dilakukan akan semakin mempermudah dalam pengawasan, perolehan data, dapat menggali adanya potensi wajib pajak lainnya, dan dapat meningkatkan target untuk penerimaan pajak lainnya. 

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus mematangkan sejumlah instrumen untuk mengikis ketidakpatuhan wajib pajak (WP) dengan mengoptimalkan compliance risk management atau CRM.

Melalui Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-24/PJ/2019, implementasi Compliance Risk Management atau CRM dibagi melalui tahap ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan.

Pertama, implementasi CRM untuk ekstensifikasi. Tahap ekstensifikasi dimulai dengan penyusunan daftar sasaran ekstensifikasi atau DSE. Setelah DSE terindentifikasi, otoritas pajak kemudian diurutkan berdasarkan analaisis risiko.

Wajib pajak yang masuk dalam kategori DSE kemudian ditampilkan dalam peta kepatuhan CRM fungsi ekstensifikasi yang terbagi dalam risiko ekstensifikasi, tingkat kemungkinan ketidakpatuhan, dan dampak fiskal.

Kedua, implementasi CRM untuk kegiatan pemeriksaan dan pengawasan wajib pajak. Salah satu aktivitas yang dilakukan adalah menyusun daftar sasaran prioritas penggalian potensi secara spesifik terhadap wajib pajak.

Tak hanya itu dalam tahap ini, otoritas juga mulai menggunakan data pihak ketiga untuk melakukan pengawasan dan pemeriksaan wajib pajak, mekanismenya misalnya menyampaikan ke negara yurisdiksi bahwa otoritas telah menerima data dari pertukaran informasi secara spontan.

Baca Juga : Perbaiki Kepatuhan Pajak, Ini yang Harus Dilakukan Pemerintah

Termasuk dalam tahap ini, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP)selaku Kepala Komite Kepatuhan Wajib Pajak juga bisa menentukan daftar sasaran prioritas pemeriksaan (DSPP) setelah serangkaian tahap tersebut.

Ketiga, implementasi CRM dalam aktivitas penagihan pajak dan surat paksa. Salah satu fungsi implementasi CRM dalam tahap ini adalah kewajiban KPP untuk menentukan prioritas penagihan yang mengacu daftar prioritas tindakan penagihan pajak (DPTPP).

Wajib pajak yang masuk dalam daftar tersebut kemudian dipetakan berdasarkan risiko penagihan, kecenderungan WP untuk membayar, dan dampak fiskal.

Sebelumnya, otoritas pajak terus menyisir wajib pajak (WP) tak patuh guna menutup celah penerimaan yang sampai Agustus 2019 hanya tumbuh 0,21%.

Data Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan realisasi kepatuhan formal mencapai 12,7 WP atau hanya 69,3% dari jumlah WP yang wajib melaporkan SPT yakni 18,3 juta.

Selain masih rendah, realisasi kepatuhan formal WP juga di bawah ekpektasi pemerintah yang mematok target pada angka 85%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :


Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

wajib pajak

Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam

Apakah yang paling tepat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak?

Apakah yang paling tepat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak?

Apakah yang paling tepat dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak?