Apakah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki kekuatan hukum?

Apakah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki kekuatan hukum?

Apakah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki kekuatan hukum?
Lihat Foto

Wikipedia

Prosesi pembacaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

KOMPAS.com - Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit atau keputusan (ketetapan) presiden yang isinya pemberlakukan kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan akibat kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru pengganti UUD Sementara (UUDS) 1950.

Saat itu, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bertujuan untuk mengatasi kegagalan konstituante dan ketidakstabilan politik.

Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintah memberlakukan kembali UUD 1945. Berarti sistem pemerintahan yang dijalankan adalah sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.

Baca juga: Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Latar belakang

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekret yang dikeluarkan oleh presiden pertama Indonesia, yaitu Presiden Soekarno.

Latar belakang dikeluarkannya dekret ini adalah kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti dari UUD Sementara (UUDS) 1950.

Badan Konstituante adalah lembaga dewan perwakilan yang bertugas membentuk suatu konstitusi baru bagi Indonesia untuk mengganti UUDS 1950.

Salah satu alasan UUDS 1950 harus diganti adalah pada masa itu kerap terjadi pergantian kabinet, sehingga memicu terjadinya ketidakstabilan politik.

Pada 10 November 1956, anggota konstituante mulai melakukan persidangan untuk menetapkan UUD baru.

Namun, dua tahun berselang, belum juga terumuskan UUD yang diinginkan.

Baca juga: Berapa Kali Amandemen UUD 1945 Dilakukan?

60 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1959, sebuah peristiwa bersejarah terukir bersama dikeluarkannya beberapa keputusan oleh Presiden di Istana Merdeka. Dekrit Presiden, demikian keputusan itu disebut, dan dikeluarkan oleh Presiden Soekarno menyusul kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Alhasil, suara-suara yang menginginkan Indonesia kembali ke UUD 1945 pun bermunculan.

Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum tahun 1955 sendiri memang dipersiapkan untuk merumuskan undang-undang dasar konstitusi yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada 20 November 1956, Dewan Konstituante memulai persidangannya dengan pidato pembukaan dari Presiden Soekarno.

Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anogota Dewan Konstituante ini adalah untuk menyusun dan menetapkan Republik Indonesia tanpa adanya pembatasan kedaulatan. Sampai tahun 1959, Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan undang-undang dasar yang dimaksud.

Kegagalan Konstituante dalam membuat undang-undang dasar baru ini berimbas pada kondisi negara yang pincang secara konstitusional. Undang-undang yang sejatinya menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu ini, Presiden Soekarno pun menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945.

Gayung bersambut, dengan dilaksanakannya pemungutan suara – untuk memutuskan kembali atau tidaknya ke UUD 1945, oleh Badan Konstituante pada 30 Mei 1959. Namun sayang, kata sepakat tak kunjung didapatkan: 269 suara setuju, sementara 199 suara tidak setuju.

Karena kuorum, atau jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan dianggap belum memenuhi, pemungutan suara pun harus diulang. Di pemungutan kedua, hasilnya sama, kembali gagal mencapai kuorum.

Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Dewan Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik selama masa demokrasi liberal pun akhirnya mencapai klimaks pada bulan Juni 1959, sehingga akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara.

(Baca juga: Cerita Dibalik Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Beserta Isinya)

Pada 5 Juli 1959, atas dukungan banyak pihak, Presiden Soekarno pun mengeluarkan Dekrit Presiden, dimana salah satu keputusannya adalah kembali ke UUD 1945.

Nah, untuk lebih jelasnya, berikut lima fakta penting yang bisa kamu catat mengenai Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

1. 5 Juli 1959

Sesuai namanya, Dekrit ini dikeluarkan pada 5 Juli 1959, tepatnya pukul 17.00 WIB. Saat itu, 5 Juli 1959 jatuh pada hari Minggu.

2. 4 Hal jadi inti Dekrit Presiden

Ada 4 hal yang menjadi inti dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yakni Pembubaran Konstituante; diberlakukannya kembali UUD 1945; tidak berlakunya lagi UUDS 1950; dan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

3. Pergantian sistem pemerintahan

Diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sama artinya dengan berakhirnya Pemerintahan Liberal dan Kabinet Parlementer. Sebagai gantinya, Indonesia menganut sistem Pemerintahan Terpimpin, dengan Kabinet Presidensial.

4. Soekarno tidak sendirian

Selain Soekarno, ada beberapa nama lain yang memiliki keterkaitan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tokoh itu diantaranya Ketua Umum Partai Nasional Indonesia (PNI) Suwirjo; dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution yang mengeluarkan perintah harian untuk mengamankan Dekrit Presiden.

5. Dekrit 5 Juli 1959 di mata hukum

Meski Dekrit 5 Juli 1959 merupakan suatu tindakan darurat, namun kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia. Ini terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 secara aklamasi pada 22 Juli 1959.

Keputusan Presiden Nomor 150 Tahun 1959 tentang Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945, atau yang lebih dikenal sebagai Dekret Presiden 5 Juli 1959, adalah dekret (secara legal Keputusan Presiden) yang dikeluarkan oleh Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno pada 5 Juli 1959. Isi dekret ini adalah pembubaran Badan Konstituante hasil Pemilu 1955 dan penggantian undang-undang dasar dari UUD Sementara 1950 ke UUD '45.

Apakah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki kekuatan hukum?
Dekrit No. 150 tahun 1959Presiden Republik IndonesiaKeputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 1959 Tentang Kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945Jangkauan teritorialIndonesiaDiterapkan olehSoekarnoTanggal penerapan5 Juli 1959Tanggal penandatanganan5 Juli 1959Tanggal pengumuman5 Juli 1959

Apakah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki kekuatan hukum?

Dekret Presiden 1959

Dekret Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Anggota Konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956, tetapi pada kenyataannya hingga tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Ir. Soekarno lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD '45.

Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak, pemungutan suara ini harus diulang karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Kuorum adalah jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk meredam kemacetan, pada tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (masa perhentian sidang parlemen; masa istirahat dari kegiatan bersidang) yang kemudian ternyata untuk selama-lamanya. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Letnan Jenderal A.H. Nasution atas nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu), mengeluarkan peraturan No.Prt/Peperpu/040/1959 yang berisi larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik. Pada tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI Suwirjo mengirimkan surat kepada Presiden agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.

Gagalnya konstituante melaksanakan tugasnya dan rentetan peristiwa politik dan keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai klimaksnya pada bulan Juni 1959. Akhirnya demi keselamatan negara berdasarkan staatsnoodrecht (hukum keadaan bahaya bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Berikut ini teks Dekret Presiden (ejaan sesuai aslinya):

DEKRET PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

TENTANG

KEMBALI KEPADA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Dengan rachmat Tuhan Jang Maha Esa, KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Dengan ini menjatakan dengan chidmat:

Bahwa andjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 jang disampaikan kepada segenap rakjat Indonesia dengan amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Sementara;

Bahwa berhubung dengan pernjataan sebagian besar anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar untuk tidak lagi menghadiri sidang. Konstituante tidak mungkin lagi menjelesaikan tugas jang dipertjajakan oleh rakjat kepadanja;

Bahwa hal jang demikian menimbulkan keadaan-keadaan ketatanegaraan jang membahajakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa, dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masjarakat jang adil makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakjat Indonesia dan didorong oleh kejakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunja djalan untuk menjelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkejakinan bahwa Piagam Djakarta tertanggal 22 Djuni 1945 mendjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut,

Maka atas dasar-dasar tersebut di atas,

KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

Menetapkan pembubaran Konstituante;

Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekret ini dan tidak berlakunja lagi Undang-Undang Dasar Sementara.

Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, jang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakjat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnja.

Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 5 Djuli 1959
Atas nama Rakjat Indonesia
Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO

  • Riklefs (1982), A History of Modern Indonesia, Macmillan Southeast Asian reprint, ISBN 0-333-24380-3
  • Sekretariat Negara Republik Indonesia (1975) 30 Tahun Indonesia Merdeka: Jilid 2 (1950–1964) (30 Years of Indonesian Independence: Volume 2 (1950–1964))
  • Dekret Presiden 5 Juli 1959 (salinan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dekret_Presiden_5_Juli_1959&oldid=20988369"