Apa yang mendasari terbitnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 serta sebutkan isinya

60 tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1959, sebuah peristiwa bersejarah terukir bersama dikeluarkannya beberapa keputusan oleh Presiden di Istana Merdeka. Dekrit Presiden, demikian keputusan itu disebut, dan dikeluarkan oleh Presiden Soekarno menyusul kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti UUDS 1950. Alhasil, suara-suara yang menginginkan Indonesia kembali ke UUD 1945 pun bermunculan.

Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum tahun 1955 sendiri memang dipersiapkan untuk merumuskan undang-undang dasar konstitusi yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada 20 November 1956, Dewan Konstituante memulai persidangannya dengan pidato pembukaan dari Presiden Soekarno.

Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anogota Dewan Konstituante ini adalah untuk menyusun dan menetapkan Republik Indonesia tanpa adanya pembatasan kedaulatan. Sampai tahun 1959, Konstituante tidak pernah berhasil merumuskan undang-undang dasar yang dimaksud.

Kegagalan Konstituante dalam membuat undang-undang dasar baru ini berimbas pada kondisi negara yang pincang secara konstitusional. Undang-undang yang sejatinya menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.

Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu ini, Presiden Soekarno pun menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945.

Gayung bersambut, dengan dilaksanakannya pemungutan suara – untuk memutuskan kembali atau tidaknya ke UUD 1945, oleh Badan Konstituante pada 30 Mei 1959. Namun sayang, kata sepakat tak kunjung didapatkan: 269 suara setuju, sementara 199 suara tidak setuju.

Karena kuorum, atau jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, majelis, dan sebagainya (biasanya lebih dari separuh jumlah anggota) agar dapat mengesahkan suatu putusan dianggap belum memenuhi, pemungutan suara pun harus diulang. Di pemungutan kedua, hasilnya sama, kembali gagal mencapai kuorum.

Gagalnya usaha untuk kembali ke UUD 1945 melalui Dewan Konstituante dan rentetan peristiwa-peristiwa politik selama masa demokrasi liberal pun akhirnya mencapai klimaks pada bulan Juni 1959, sehingga akhirnya mendorong Presiden Soekarno untuk sampai kepada kesimpulan bahwa telah muncul suatu keadaan kacau yang membahayakan kehidupan negara.

(Baca juga: Cerita Dibalik Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Beserta Isinya)

Pada 5 Juli 1959, atas dukungan banyak pihak, Presiden Soekarno pun mengeluarkan Dekrit Presiden, dimana salah satu keputusannya adalah kembali ke UUD 1945.

Nah, untuk lebih jelasnya, berikut lima fakta penting yang bisa kamu catat mengenai Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

1. 5 Juli 1959

Sesuai namanya, Dekrit ini dikeluarkan pada 5 Juli 1959, tepatnya pukul 17.00 WIB. Saat itu, 5 Juli 1959 jatuh pada hari Minggu.

2. 4 Hal jadi inti Dekrit Presiden

Ada 4 hal yang menjadi inti dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yakni Pembubaran Konstituante; diberlakukannya kembali UUD 1945; tidak berlakunya lagi UUDS 1950; dan dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

3. Pergantian sistem pemerintahan

Diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sama artinya dengan berakhirnya Pemerintahan Liberal dan Kabinet Parlementer. Sebagai gantinya, Indonesia menganut sistem Pemerintahan Terpimpin, dengan Kabinet Presidensial.

4. Soekarno tidak sendirian

Selain Soekarno, ada beberapa nama lain yang memiliki keterkaitan dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tokoh itu diantaranya Ketua Umum Partai Nasional Indonesia (PNI) Suwirjo; dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution yang mengeluarkan perintah harian untuk mengamankan Dekrit Presiden.

5. Dekrit 5 Juli 1959 di mata hukum

Meski Dekrit 5 Juli 1959 merupakan suatu tindakan darurat, namun kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia. Ini terbukti dari persetujuan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955 secara aklamasi pada 22 Juli 1959.

Isi Dekrit Presiden – Latar Belakang, Alasan dan Dampak DosenPendidikan.ComDekret “dari bahasa latin decernere = mengakhiri, memutuskan, menentukan” ialah perintah yang dikeluarkan oleh kepala negara maupun pemerintahan dan memiliki kekuatan hukum. Dalam hal ini banyak konstitusi memungkinkan dekret dalam masalah tertentu, seperti pada pernyataan keadaan darurat.

Dekret sampai sekarang menjadi daya pendorong dalam debat kontroversi ekstrem. Dalam beberapa yuridiksi, jenis perintah pengadilan tertentu oleh hakim dapat disebut sebagai dekret. Salah satu dekret yang terkenal ialah Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno.

Apa yang mendasari terbitnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 serta sebutkan isinya

Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Badan Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum tahun 1955 dipersiapkan untuk merumuskan undang-undang dasar konstitusi yang baru sebagai pengganti UUDS 1950. Pada tanggal  20 November 1956 Dewan Konstituante memulai persidangannya dengan pidato pembukaan dari Presiden Soekarno. Sidang yang akan dilaksanakan oleh anggota-anogota Dewan Konstituante adalah untuk menyusun dan menetapkan Republik Indonesia tanpa adanya pembatasan kedaulatan. Sampai tahun 1959, Konstituante tidak pemah berhasil merumuskan undang-undang dasar baru.

Keadaan seperti itu semakin mengguncangkan situasi Indonesia. Bahkan masing-masing partai politik selalu berusaha untuk mengehalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai. Sementara sejak tahun 1956 situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan kacau. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah mulai bengolak, serta memperlihatkan gejala-gejala separatisme. Seperti pembentukan Dewan Banteng, Dewan Gajah, Dewan Manguni, Dewan Garuda. Dewan Lambung- Mangkurat dan lain sebagainya. Daerah-daerah yang bergeolak tidak mengakui pemerintah pusat, bahkan mereka membentuk pemerintahan sendiri.

Seperti Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI di Sumatra dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara. Keadaan yang semakin bertambah kacau ini dapat membahayakan dan mengancam keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas sementara itu, rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan-tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan sidang Konstituante. Namun Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.

Baca Juga : Isi Tritura – Latar Belakang, Aksi, Tujuan, Supersemar dan Tokoh

Kegagalan Konstituante dalam membuat undang-undang dasar baru, menyebabkan negara Indonesia dilanda kekalutaan konstitusional. Undang-undang dasar yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedangkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari 1957 Presiden Soekarno mengajukan suatu konsepsi.

Konsepsi Presiden menginginkan terbentuknya kabinet berkaki empat (yang terdiri dari empat partai terbesar seperti PNI, Masyumi NU, dan PKI) dan Dewan Nasional yang terdiri dari golongan fungsional yang berfungsi sebagai penasihat pemerintah. Ketua dewan dijabat oleh presiden sendiri. Konsepsi yang diajukan oleh Presiden Soekarno itu ternyata menimbulkan perdebatan. Berbagai argumen antara pro dan kontra muncul. Pihak yang menolak konsepsi itu menyatakan, perubahan yang mendasar dalam sistem kenegaraan hanya bisa dilaksakanakan oleh Konstituante.

Sebaliknya yang menerima konsepsi itu beranggapan bahwa krisis politik hanya bisa diatasi jika konsepsi itu dilaksanakan. Pada tanggal 22 April 1959, di depan sidang Konstituante Presiden Soekarno menganjurkan untuk kembali kepada UUD 1945 sebagai undang-undang dasar negara Republik Indonesia. Menanggapi pemyataan itu, pada tanggal 30 Mei 1959, Konstituante mengadakan sidang pemungutan suara. Hasil pemungutan suara itu menunjukkan bahwa mayoritas anggota Konstituante menginginkan berlakunya kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar Republik Indonesia.

Baca Juga Artikel Terkait Tentang Materi: Sejarah Lahirnya UUD 1945 Negara Republik Indonesia

Namun jumlah anggota yang hadir tidak mencapai dua pertiga dari jumlah anggota Konstituante, seperti yang dipersyaratkan pada Pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang sampai dua kali. Pemungutan suara yang terakhir diselenggarakan pada tanggal 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami kegagalan dan tidak dapat memenuhi dua pertiga dari jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan demikian, sejak tanggal 3 Juni 1959 Konstituante mengadakan reses (istirahat). Untuk menghindari terjadinya bahaya yang disebabkan oleh kegiatan partai-partai politik maka pengumuman istirahat Konstituante diikuti dengan larangan dari Penguasa Perang Pusat untuk melakukan segala bentuk kegiatan politik.

Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya kembali UUD 1945 dan pembubaran Konstituante. Pemberlakuan kembali Undang-Undang Dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi sebagai berikut.

  • Pembubaran Konstituante.
  • Beriakunya Kembali UUD 1945.
  • Tidak berlakunya UUDS 1950.
  • Pembentukan MPRS dan DPAS.

Dekrit Presiden mendapat dukungan penuh dari masyarakat Indone-sia, sedangkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Kolonel A.H. Nasution mengeluarkan perintah harian kepada seluruh anggota TNI-AD untuk mengamankan Dekrit Presiden.

Baca Juga : Isi Trikora – Tujuan, Latar Belakang, Tokoh dan Dampak

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Berikut ini terdapat beberapa isis dekrit presiden 5 juli 1959, antara lain:

  1. Pembubaran Konstituante;
  2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950;
  3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini mendapat dukungan dari lapisan masyarakat Indonesia. Kasad (kepala staf Angkatan Darat) memerintahkan kepada segenap personil TNI untuk melaksanakan dan mengamankan dekrit tersebut. Mahkamah Agung membenarkan dekrit tersebut. DPR dalam sidangnya tertanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi menyatakan kesediaannya untuk terus bekerja dengan berpedoman pada UUD 1945.

Baca Juga Artikel Terkait Tentang Materi: “DPR ( Dewan Perwakilan Rakyat )” Pengertian & ( Fungsi – Tugas – Hak )

Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 mendapat sambutan positif dari seluruh lapisan masyarakat yang sudah jenuh melihat ketidakpastian nasinal yang mengakibatkan tertundannya upaya pembangunan nasional. Dukungan spontan tersebut menunjukkan bahwa rakyat telah lama mendambakan stabilitas politik dan ekonomi. Semenjak pemerintah Republik Indonesia menetapkan dekrit presiden 5 Juli 1959, indonesia memasuki babak sejarah baru, akni berlakunya kembali UUD 1945 dalam kerangka Demokrasi terpimpin.

Menurut UUD 1945, Demokrasi terpimpin  mengandung pengertian kedaulatan rakyat yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan. Yang dimaksud permusyawaratan atau perwakilan adalah MPR sebagai pemegang kedaulatan. Dengan demikian harus dimaknai bahwa kedaulatan ada ditangan rakyat dan tehnisnya sepenuhnya dilaksanakan oleh MPR.

Dalam perkembangan selanjutnya, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ditindak lanjuti dengan penataan bidang politik, sosial-ekonomi dan pertahanan keamanan. Sebagai realisasinya, pada tanggal 20 Agustus 1959, Presiden Soekarno menyampaikan surat No. 2262/HK/59 kepada DPR yang isinya menekankan kepada kewenangan presiden untuk memberlakukan peraturan negara baru atas dasar peraturan tersebut, Presiden soekarno kemudian membentuk lembaga-lembaga negara, seperti MPRS, DPAS, DPR-GR, Kabinet kerja dan Front nasional.

Alasan Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Berikut ini terdapat beberapa alasan dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959, antara lain:

  1. Undang-undang Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia.
  2. Kegagalan konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
  3. Situasi politik yang kacau dan semakin buruk.
  4. Terjadinya sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan menjurus menuju gerakan sparatisme.
  5. Konflik antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional.
  6. Banyaknya partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat.
  7. Masing-masing partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.

Baca Juga Artikel Terkait Tentang Materi: “Budaya Politik” Pengertian Menurut Para Ahli & ( Ciri – Bagian – Fungsi )

Tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Tujuan dikeluarkan dekrit ialah untuk menyelesaikan permasalahan negara yang semakin tidak menentu dan untuk menyelamatkan negara.

Dampak Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Berikut ini terdapat dua dampak dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959, antara lain:

1. Dampak Positif

Antara lain:

  • Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
  • Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
  • Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.

2. Dampak Negatif

Antara lain:

  • Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen. UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka.
  • Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut sampai Orde Baru.
  • Memberi  peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik. Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai sekarang.

Demikinalah pembahasan mengenai Dekrit Presiden – Latar Belakang, Isi, Alasan dan Dampak semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan anda semua, terima kasih banyak atas kunjungannya. 🙂 🙂 🙂

Mungkin Dibawah Ini yang Kamu Butuhkan