Dalam rangka Penyusunan Rekomendasi dan Kebijakan tentang Konsep Dasar dan Strategi Integrasi Islam dan Ilmu Pengetahuan, Badan Perencanaan & Pengembangan/Rumah Gagasan UII mengadakan diskusi tematik di Gedung Prof. Dr. Sardjito,Selasa (27/8). Diskusi bertemakan Islam dan integrasi keilmuan tersebut menghadirkan Prof. K.H. Yudian Wahyudi, Ph.D. sebagai pemateri kunci. Mengintegrasikan Islam dan keilmuan dalam bidang pendidikan (pada level sekolah menengah dan perguruan tinggi) adalah langkah krusial demi menyongsong kejayaan Islam, ia menyebutnya sebagai visi ‘Menemukan Kembali Ibn Sina’. Nama Ibn Sina digunakan sebagai representatif filsuf-filsuf Muslim tingkat dunia seperti Al-Farabi dan Ibn Rusyd. Setidaknya, ada 2 usulan yang disampaikan Yudian pada diskusi tersebut. Pertama, harus membangun SLTP dan SLTA MIA (Matematika dan Ilmu Alam) yang fokus pada Ujian Nasional (UN). Mata pelajaran yang kurang menjadi kebutuhan nasional dapat dikurangi.
Kedua, menjadikan bahasa Arab, Indonesia dan Inggris sebagai bahasa agama dan ilmiah sekaligus. Agama harus dijadikan sebagai titik pijak pembelajaran ketiga bahasa ini.
Sementara itu, sebagai pemateri kedua, Drs. Suwarsono, M.A. mengawali pemaparannya dengan membandingkan antara peradaban Arab Kuno dan Arab Islam. Peradaban Arab Kuno maju karena penguasaan kompetensi dasar yang mereka miliki. Militer dan kapitalisme perdagangan menjadi faktor kebangkitan Arab Kuno. Namun kapitalisme religius diidentifikasi sebagai faktor kebangkitan peradaban Arab Islam.
Diskusi yang berlangsung sederhana dengan lesehan tersebut diakhiri dengan 2 simpulan besar. Bahwa Islam tidak boleh melupakan rumpun keilmuan eksperimental serta ulama harus kembali pada independensi dan kompetensinya. (APB/ESP) Seiring berjalannya waktu eksistensi masyarakat muslim di berbagai negara terus bertambah. Akan tetapi, eksistensi negara mayoritas muslim dinilai masih perlu ditingkatkan agar mampu berkembang pesat seperti kejayaannya pada masa silam. Oleh karena itu, dalam rangka menyusun kesadaran pola pikir masyarakat muslim, Fakultas Ilmu Agama Islam (FIAI) Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI) UII mengadakan acara yang bertemakan “Imajinasi Membingkai Peradaban Islam”. Acara pada Kamis (15/07) tersebut menghadirkan Prof. Fathul Wahid, S.T., M,Sc., Ph.D. selaku Rektor UII dan Drs. Imam Mudjiono, M.Ag., sebagai pembicara melalui platform daring. Prof. Fathul Wahid mengungkap beberapa hal yang membuat umat Islam saat ini sedikit mengalami kemunduran. Ia menyebut masyarakat kurang mengapresiasi bakat di dalam dirinya, kurang mampu mengikuti perkembangan zaman, dan lamban dalam menelaah realita sosial. “Kegagalan dalam memahami realitas kontemporer menyebabkan kita gagap melihat perkembangan yang ada sehingga seringkali kita menggunakan kacamata yang lama dengan yang baru yang akhirnya esensinya terlewat,” ungkapnya.
Di samping itu, Imam Mudjiono berpendapat, kemunduran kaum muslim saat ini tak lain karena banyak masyarakat yang telah meninggalkan kitab suci, yakni Al-Qur’an. Sehingga saat ini kitab suci yang merupakan pedoman kehidupan bagi umat muslim itu hanya sebagai ajang perlombaan, hanya sedikit orang yang mampu mengamalkan isi kandungan dari kitab suci tersebut. “Orang Islam mundur karena meninggalkan kitab suci mereka. Al-Qur’an hanya dijadikan ajang perlombaan dan ayat-Nya hanya dijadikan tulisan di atas kertas putih kecil,” imbuhnya. Ia juga menjelaskan, kemajuan pola pikir dan peradaban masyarakat non muslim cenderung mengamalkan kandungan yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Sehingga, peradaban masyarakat non muslim secara tidak langsung telah menjalankan hal hal yang terdapat di dalam kandungan kitab suci umat Islam. “Non muslim disiplin, kerja keras, masalah gatal kepada ilmu, pengabdian, kepedulian kepada fakir miskin mereka amalkan, ini jawaban sangat strategis dari Syaikh Amir Syakib Arslan,” ucapnya. Pada akhir acara, ia menerangkan bahwa solusi cerdas dalam meningkatkan paradigma berpikir hebat adalah dengan cara mengevaluasi diri sendiri dan mengajak lingkungan sekitar untuk berpikir progresif. “Mari mahasiswa kita mari para siswa kita, kita latih kita wujudkan kita bangkitkan mimpi itu. Dulu Bung Karno pernah bilang gantungkan cita citamu setinggi langit, tapi tidak banyak yang mengamalkan,” pungkasnya. (AMG/ESP)
Sejak abad VII, banyak terdapat pemerintahan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah (Central Java), yaitu: Kerajaan Budha Kalingga, Jepara yang diperintah oleh Ratu Sima pada tahun 674. Menurut naskah/prasasti Canggah tahun 732, kerajaan Hindu lahir di Medang Kamulan, Jawa Tengah dengan nama Raja Sanjaya atau Rakai Mataram. Dibawah pemerintahan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya, ia membangun Candi Rorojonggrang atau Candi Prambanan. Kerajaan Mataram Budha yang juga lahir di Jawa Tengah selama era pemerintahan Dinasti Syailendra, mereka membangun candi-candi seperi Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Kalasan dll. Pada abad 16 setelah runtuhnya kerajaan Majapahit Hindu, kerajaan Islam muncul di Demak, sejak itulah Agama Islam disebarkan di Jawa Tengah. Setelah kerajaan Demak runtuh, Djoko Tingkir anak menantu Raja Demak (Sultan Trenggono) memindahkan kerajaan Demak ke Pajang (dekat Solo). Dan menyatakan diri sebagai Raja Kerajaan Pajang dan bergelar Sultan Adiwijaya. Selama pemerintahannya terjadi kerusuhan dan pemberontakan. Perang yang paling besar adalah antara Sultan Adiwijaya melawan Aryo Penangsang. Sultan Adiwijaya menugaskan Danang Sutowijaya untuk menumpas pemberontakan Aryo Penangsang dan berhasil membunuh Aryo Penangsang. Dikarenakan jasanya yang besar kepada Kerajaan Pajang, Sultan Adiwijaya memberikan hadiah tanah Mataram kepada Sutowijaya. Setelah Pajang runtuh ia menjadi Raja Mataram Islam pertama di Jawa Tengah dan bergelar Panembahan Senopati. Di pertengahan abad 16 bangsa Portugis dan Spanyol datang ke Indonesia dalam usaha mencari rempah-rempah yang akan diperdagangkan di Eropa. Pada saat yang sama, bangsa Inggris dan kemudian bangsa Belanda datang ke Indonesia juga. Dengan VOC-nya bangsa Belanda menindas bangsa Indonesia termasuk rakyat Jawa Tengah baik dibidang politik maupun ekonomi. Di awal abad 18 Kerajaan Mataram diperintah oleh Sri Sunan Pakubuwono II, setelah beliau wafat muncul perselisihan diantara keluarga raja yang ingin memilih/menunjuk raja baru. Perselisihan bertambah keruh setelah adanya campur tangan pemerintah Kolonial Belanda pada perselisihan keluarga raja tersebut. Pertikaian ini akhirnya diselesaikan dengan Perjanjian Gianti tahun 1755. Kerajaan Mataram terbagi menjadi dua kerajaan yang lebih kecil yaitu Surakarta Hadiningrat atau Kraton Kasunanan di Surakarta dan Ngayogyakarta Hadiningrat atau Kraton Kasultanan di Yogyakarta. Sampai sekarang daerah Jawa Tengah secara administratif merupakan sebuah propinsi yang ditetapkan dengan Undang-undang No. 10/1950 tanggal 4 Juli 1950. Jawa Tengah sebagai salah satu Propinsi di Jawa, letaknya diapit oleh dua Propinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Letaknya 5º40′ dan 8º30′ Lintang Selatan dan antara 108º30′ dan 111º30′ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 Km dan dari Utara ke Selatan 226 Km (tidak termasuk pulau Karimunjawa). Secara administratif Propinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Luas Wilayah Jawa Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas pulau Jawa (1,70 persen luas Indonesia). Luas yang ada terdiri dari 1,00 juta hektar (30,80 persen) lahan sawah dan 2,25 juta hektar (69,20 persen) bukan lahan sawah. Menurut penggunaannya, luas lahan sawah terbesar berpengairan teknis (38,26 persen), selainnya berpengairan setengah teknis, tadah hujan dan lain-lain. Dengan teknik irigasi yang baik, potensi lahan sawah yang dapat ditanami padi lebih dari dua kali sebesar 69,56 persen. Berikutnya lahan kering yang dipakai untuk tegalan/kebun/ladang/huma sebesar 34,36 persen dari total bukan lahan sawah. Persentase tersebut merupakan yang terbesar, dibandingkan presentase penggunaan bukan lahan sawah yang lain. Menurut Stasiun Klimatologi Klas 1 Semarang, suhu udara rata-rata di Jawa Tengah berkisar antara 18ºC sampai 28ºC. Tempat-tempat yang letaknya dekat pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Sementara itu, suhu rata-rata tanah berumput (kedalaman 5 Cm), berkisar antara 17ºC sampai 35ºC. Rata-rata suhu air berkisar antara 21ºC sampai 28ºC. Sedangkan untuk kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 73 persen samapai 94 persen. Curah hujan terbanyak terdapat di Stasiun Meteorologi Pertanian khusus batas Salatiga sebanyak 3.990 mm, dengan hari hujan 195 hari. |