Apa tujuan penulis novel menggunakan kata ungkapan atau peribahasa dari bahasa daerah

Apa tujuan penulis novel menggunakan kata ungkapan atau peribahasa dari bahasa daerah
Ilustrasi membaca buku. ©2015 Pixabay

JABAR | 29 Oktober 2020 16:00 Reporter : Andre Kurniawan

Merdeka.com - Dalam sebuah karya sastra, kita mengenal adanya gaya bahasa. Gaya bahasa ini dikenal juga dengan sebutan majas. Tujuan penggunaan gaya bahasa ini adalah untuk membuat pembaca mendapatkan efek tertentu yang bersifat emosional dari apa yang mereka baca.

Penggunaan gaya bahasa, atau majas ini juga akan membuat sebuah cerita jadi lebih menarik dan lebih hidup. Seseorang yang membaca cerita pun juga tidak akan bosan dan bahkan bisa merasakan apa yang sedang mereka baca.

Gaya bahasa memiliki bermacam-macam jenis. Secara garis besar, gaya bahasa terbagi menjadi empat macam yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri. Empat macam-macam gaya bahasa yaitu gaya bahasa perbandingan, gaya bahasa pertentangan, gaya bahasa sindiran, dan gaya bahasa penegasan.

Berikut ini, akan merdeka.com sampaikan beberapa macam-macam gaya bahasa, yang dilansir dari liputan6.com.

2 dari 5 halaman

Apa tujuan penulis novel menggunakan kata ungkapan atau peribahasa dari bahasa daerah

www.walesonline.co.uk

Macam-macam gaya bahasa yang pertama adalah majas perbandingan. Majas perbandingan adalah majas yang gaya bahasanya diungkapan dengan cara menyandingkan atau membandingkan suatu objek dengan objek lainnya, bisa berupa penyamaan, pelebihan, atau penggantian.

Majas perbandingan ini masih dibagi lagi ke dalam beberapa macam-macam gaya bahasa, seperti:

  • Personifikasi, adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menggantikan fungsi benda mati yang dapat bersikap seperti manusia. Contohnya seperti, angin malam telah melarang aku ke luar.
  • Metafora, adalah gaya bahasa yang digunakan sebagai kiasan yang secara eksplisit mewakili suatu maksud lain berdasarkan persamaan atau perbandingan. Contoh majas metafora seperti usahanya bangkrut karena memiliki utang dengan lintah darat.
  • Eufemisme, adalah gaya bahasa di mana kata-kata yang dianggap kurang baik diganti dengan padanan kata yang lebih halus. Contohnya, Karena terjerat kasus korupsi, ia harus dihadapkan di meja hijau.
  • Metonimia, adalah gaya bahasa yang menyandingkan istilah sesuatu untuk merujuk pada benda yang umum. Contohnya, bila haus, minumlah Aqua. Kata Aqua di sini dikenal sebagai sebuah brand air mineral yang sudah cukup terkenal.
  • Simile, adalah gaya bahasa yang menyandingkan suatu aktivitas dengan suatu ungkapan. Contoh gaya bahasa ini seperti, anak kecil itu menangis bagaikan anak ayam kehilangan induknya.
  • Alegori, adalah gaya bahasa yang menyandingkan suatu objek dengan kata kiasan. Contohnya, mencari wanita yang sempurna seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.
  • Sinekdok, adalah majas yang terbagi menjadi dua yaitu sinekdok pars pro toto dan sinekdok totem pro parte. Contoh gaya bahasa ini seperti
    • Pars pro Toto: Hingga bel berbunyi, batang hidung Reni belum juga kelihatan.
    • Totem pro Parte: Indonesia berhasil menjuarai All England hingga delapan kali berturut-turut.
  • Simbolik, adalah gaya bahasa dengan ungkapan yang membandingkan antara manusia dengan sikap makhluk hidup lainnya. Contohnya seperti, perempuan itu memang jinak-jinak merpati.
  • Asosiasi, adalah gaya bahasa yang membandingkan dua objek berbeda, namun disamakan dengan menambahkan kata sambung bagaikan, bak, atau seperti. Contohnya, wajah ayah dan anak itu bagaikan pinang dibelah dua.
  • Hiperbola, adalah gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan, bahkan terkesan tidak masuk akal. Contohnya, pria itu memiliki semangat yang keras seperti baja, tentu ia akan menjadi orang sukses.

3 dari 5 halaman

Macam-macam gaya bahasa yang kedua yaitu gaya bahasa pertentangan. Majas pertentangan adalah gaya bahasa dalam karya sastra yang menggunakan kata-kata kiasan di mana maksudnya berlawanan dengan arti sebenarnya.

Majas pertentangan memiliki beberapa macam-macam gaya bahasa, yaitu:

  • Paradoks, merupakan suatu gaya bahasa yang membandingkan situasi sebenarnya dengan situasi kebalikannya. Contoh majas ini seperti, di tengah keramaian itu aku merasa kesepian.
  • Antitesis, merupakan gaya bahasa yang memadukan pasangan kata di mana memiliki arti yang saling bertentangan. Contohnya, Orang akan menilai baik buruk diri kita dari sikap kita kepada mereka.
  • Kontradiksi interminus, merupakan gaya bahasa yang menyangkal pernyataan yang disebutkan sebelumnya. Biasanya majas ini disertai dengan konjungsi misalnya hanya saja atau kecuali. Contoh gaya bahasa ini seperti, Semua masyarakat semakin sejahtera, kecuali mereka yang berada di perbatasan.
  • Litotes, merupakan suatu ungkapan seperti merendahkan diri meskipun pada kenyataan sebenarnya justru sebaliknya. Contohnya seperti, silakan mampir ke gubuk kami yang sederhana ini. Kata rumah di sini disebut sebagai gubuk.

4 dari 5 halaman

Apa tujuan penulis novel menggunakan kata ungkapan atau peribahasa dari bahasa daerah
©2015 Pixabay

Macam-macam gaya bahasa yang ketiga adalah majas sindiran. Majas sindiran adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata kiasan dengan tujuan untuk memberikan ejekan atau sindiran bagi seseorang, perilaku, dan suatu kondisi.

Beberapa jenis majas sindiran yaitu:

  • Sinisme, adalah gaya bahasa di mana seseorang memberikan sindiran secara langsung kepada orang lain. Contohnya, Kotor sekali kamarmu sampai debu debu bertebaran di mana-mana.
  • Sarkasme, adalah gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir orang lain dengan konotasi yang kasar. Contohnya, dasar tidak becus! Kalau tidak bisa kerja, kamu hanya akan jadi sampah masyarakat.
  • Ironi, adalah gaya bahasa yang menggunakan kata kiasan dengan makna berlawanan dengan fakta sebenarnya. Contohnya, rapi sekali ruanganmu, sampai aku kesulitan untuk duduk di sini.

5 dari 5 halaman

Macam-macam gaya bahasa yang terakhir yaitu majas penegasan. Majas ini adalah gaya bahasa untuk menyatakan sesuatu secara tegas guna meningkatkan pemahaman dan kesan kepada pembaca atau pendengar.

Beberapa jenis majas penegasan adalah:

  • Repetisi, adalah gaya bahasa yang mengulang kata-kata dalam suatu kalimat. Contohnya seperti, pria itu pencopetnya, dia pelakunya, dia yang mengambil dompet saya.
  • Retorik, merupakan gaya bahasa dalam bentuk kalimat tanya tetapi sebenarnya tidak perlu dijawab. Majas ini biasanya dipakai untuk penegasan sekaligus sindiran. Contohnya, kalau kamu sholat subuh setiap kapan saja?
  • Pleonasme, merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata dengan makna sama, tapi diulang-ulang terkesan tidak efektif tapi disengaja untuk menegaskan sesuatu. Contohnya, Kita harus maju ke depan agar bisa menjelaskan pada teman sekelas. Kata maju sudah pasti ke depan.
  • Klimaks, adalah gaya bahasa yang menjelaskan lebih dari dua hal secara berurutan di mana tingkatannya semakin lama semakin tinggi. Contohnya, pada saat itu semua orang, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga lansia pergi mengungsi akibat gempa.
  • Antiklimaks, adalah gaya bahasa yang menjelaskan lebih dari tingkatan tertinggi ke tingkatan terendah. Contohnya seperti, setiap hari Senin, mulai kepala sekolah, guru, staff dan siswa rutin melaksanakan upacara bendera.
  • Pararelisme, adalah gaya bahasa yang mengulang-ulang sebuah kata untuk menegaskan makna kata tersebut dalam beberapa definisi yang berbeda. Biasanya jenis majas ini digunakan pasa sebuah puisi. Contoh majas ini seperti, sayang itu sabar. sayang itu lemah lembut. sayang itu memaafkan..
  • Tautologi, merupakan gaya bahasa yang mengulang kata yang bersinonim untuk menegaskan suatu kondisi atau maksud tertentu. Contoh gaya bahasa ini seperti, sia adalah gadis yang penuh dengan kasih, sayang, dan cinta.
(mdk/ank)

Apa tujuan penulis novel menggunakan kata ungkapan atau peribahasa dari bahasa daerah

Apa tujuan penulis novel menggunakan kata ungkapan atau peribahasa dari bahasa daerah
Lihat Foto

Interpreter sedang menunjukan kitab Bustan Al Katibin, salah satu karya Raja Ali Haji yang jadi dasar bahasa Melayu hingga bisa berkembang menjadi bahasa Indonesia sekarang ini. Sering disamakan seperti buku Ejaan Yang Disempurnakan kini.

KOMPAS.com - Masyarakat Melayu terkenal dengan bentuk kesopanan dan kelembutan untuk menjaga latar bahasa dan agama.

Masyarakat Melayu menitikberatkan kesantunan bahasa, tidak suka melepaskan niat sebenarnya dan perasaan tidak puas hati secara terang-terangan.

Dalam kebudayaan Melayu, percakapan secara tidak langsung untuk menyampaikan maksud yang sebenarnya memang digunakan dalam berkomunikasi.

Salah satu cara komunikasi dengan percakapan tidak langsung yaitu menggunakan peribahasa.

Peribahasa merupakan pernyataan emosi melalui ungkapan tersurat, untuk menggambarkan emosi, kecewa atau pernyataan ketidakmampuan.

Baca juga: Fitur Penerjemah Real Time Hadir di Google Assistant, Dukung Bahasa Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peribahasa adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu (dalam peribahasa termasuk juga bidal, ungkapan, dan perumpamaan).

Peribahasa adalah ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.

Edwar Djamaris dalam Menggali Khazanah Sastra Melayu Klasik (1984), peribahasa tidak saja merupakan mutiara bahasa, bunga bahasa, tetapi juga suatu kalimat yang memberikan pengertian yang dalam, luas, tepat, disampaikan dengan halus dan dengan kiasan.

Baca juga: Merakit dengan Bahasa Isyarat, Yura Yunita: Musik Harusnya Bahasa Universal

Harimurti Kridalaksana dalam Kamus Linguistik (1993) menjelaskan peribahasa adalah kalimat atau penggalan kalimat yang bersifat turun menurun, digunakan untuk menguatkan maksud karangan, pemberi nasihat, pengajaran atau pedoman hidup.

Dikutip dari Kumpulan Majas, Pantun dan Peribahasa plus Kesusasteraan (2014) karya Ernawati Waridah, peribahasa adalah kalimat atau kelompok kata yang tetap susunannya dan mengandung satu maksud tertentu.