Apa tujuan gls tahap pembiasaan

Apa tujuan gls tahap pembiasaan
Apa tujuan gls tahap pembiasaan

Apa yang dimaksud Gerakan Literasi Sekolah ?Pada kesempatan ini kita  akan membahas apakah itu literasi sekolah dan hal yang melingkupinya.Mari kita simak bersama pembahasannya pada artikel di bawah ini untuk lebih dapat memahaminya.

Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan Literasi Sekolah merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik (Kemendikbud, 2016).

Gerakan Literasi Sekolah adalah suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan warga sekolah (mulai dari peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, komite sekolah, orang tua/wali murid peserta didik), akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang biisa merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dan lain sebagainya), dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Gerakan Literasi Sekolah adalah gerakan sosial dengan dukungan kolaboratif berbagai elemen. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik, pembiasaan ini dilakukan dengan kegiatan 15 menit membaca.

Jadi literasi memiliki makna dan implikasi dari keterampilan membaca dan menulis dasar ke pemerolehan dan manipulasi pengetahuan melalui teks tertulis, dari analisis metalinguistik unit gramatikal ke struktur teks lisan dan tertulis, dari dampak sejarah manusia ke konsekuensi filosofis dan sosial pendidikan barat (Goody & Watt, 1963). Bahkan perubahan evolusi manusia merupakan dampak dari pemikiran literasi (Donald, 1991).

Literasi atau dalam bahsa inggris literacy merupakan landasan untuk kegiatan belajar sepanjang hayat. Hal ini sangat penting untuk pembangunan sosial dan manusia demi meningkatkan kemampuan agar dapat merubah hidup ke arah yang lebih baik. Semula literasi hanya diartikan sebagai kemelek-hurufan. Namun hal ini merupakan persepsi yang salah. Mengartikan literasi sebagai kemelek-hurufan dapat berakibat pada terjadinya anomali melek huruf. Dimana yang dimaksudkan melek huruf adalah hanya berkisar pada kemampuan baca tulis secara harfiah dan teknis. Bukan secara budaya dan mendalam. Oleh karena itu literasi lebih sesuai diartikan sebagai keberaksaraan.

Tujuan Gerakan Literasi Sekolah

Tujuan umum gerakan literasi sekolah yaitu untuk menumbuh kembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Sekolah agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat. Selain itu adapula tujuan khusus gerakan literasi sekolah diantaranya yaitu:

  • Menumbuh kembangkan budaya literasi di sekolah.
  • Meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat.
  • Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah anak agar warga sekolah mampu mengelola pengetahuan.
  • Menjaga keberlanjutan pembelajaran dengan menghadirkan beragam buku bacaan dan mewadahi berbagai strategi membaca.

Komponen Literasi

Menurut Clay (2001) dan Ferguson, Komponen literasi dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Literasi Dini (Early Literacy), yakni kemampuan untuk menyimak, memahami bahasa lisan, dan berkomunikasi melalui gambar dan lisan yang dibentuk oleh pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan sosialnya di rumah. Pengalaman peserta didik dalam berkomunikasi dengan bahasa ibu menjadi fondasi perkembangan literasi dasar.
  • Literasi Dasar (Basic Literacy), yakni kemampuan untuk mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan menghitung (counting) berkaitan dengan kemampuan analisis untuk memperhitungkan (calculating), mempersepsikan informasi (perceiving), mengomunikasikan, serta menggambarkan informasi (drawing) berdasarkan pemahaman dan pengambilan kesimpulan pribadi.
  • Literasi Perpustakaan (Library Literacy), yakni kemampuan memberikan pemahaman cara membedakan bacaan fiksi dan nonfiksi, memanfaatkan koleksi referensi dan periodikal, memahami Dewey Decimal System sebagai klasifikasi pengetahuan yang memudahkan dalam menggunakan perpustakaan, memahami penggunaan katalog dan pengindeksan, hingga memiliki pengetahuan dalam memahami informasi ketika sedang menyelesaikan sebuah tulisan, penelitian, pekerjaan, atau mengatasi masalah.
  • Literasi Media (Media Literacy), yakni kemampuan untuk mengetahui berbagai bentuk media yang berbeda, seperti media cetak, media elektronik (media radio, media televisi), media digital (media internet) dan memahami tujuan penggunaannya.
  • Literasi Teknologi (Technology Literacy), yakni kemampuan untuk memahami kelengkapan yang mengikuti teknologi seperti peranti keras (hardware), peranti lunak (software), serta etika dan etiket dalam memanfaatkan teknologi. Selanjutnya, kemampuan dalam memahami teknologi untuk mencetak, mempresentasikan, dan mengakses internet. Dalam praktiknya, juga pemahaman menggunakan komputer (Computer Literacy) yang di dalamnya mencakup menghidupkan dan mematikan komputer, menyimpan dan mengelola data, serta mengoperasikan program perangkat lunak. Sejalan dengan membanjirnya informasi karena perkembangan teknologi saat ini, diperlukan pemahaman yang baik dalam mengelola informasi yang dibutuhkan masyarakat.
  • Literasi Visual (Visual Literacy), yakni pemahaman tingkat lanjut antara literasi media dan literasi teknologi, yang mengembangkan kemampuan dan kebutuhan belajar dengan memanfaatkan materi visual dan audio visual secara kritis dan bermartabat. Tafsir terhadap materi visual yang tidak terbendung, baik dalam bentuk cetak, auditori, maupun digital (perpaduan ketiganya disebut teks multimodal), perlu dikelola dengan baik.

GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS)
Gerakan Literasi Sekolah atau GLS adalah sebuah gerakan di sekolah dalam upaya menumbuhkan budi pekerti peserta didik di sekolah dengan tujuan peserta didik memiliki budaya literasi untuk menyerap berbagai informasi atau ilmu melalui kegiatan membaca, menulis, mengaji, atau mendengarkan  sehingga tercipta kebiasaan pembelajaran sepanjang hayat. GLM merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menjadi bagian dari Gerakan Literasi Nasional (GLN).

Biasanya sekolah-sekolah menerapkan literasi ini melalui kegiatan membaca selama 10—15 menit sebelum pembelajaran pertama dimulai, dilanjutkan dengan menuliskan hasil bacaannya. Kegiatan rutin yang dilakukan sekolah ini sangat memberikan efek dalam menumbuhkan minat baca peserta didik serta meningkatkan keterampilan menulis. Membaca atau menulis dengan suasana yang kondusif dengan berbagai macam tema seperti nilai-nilai budi pekerti, berupa kearifan lokal, nasional, dan global yang bisa menjadi pilihan para peserta didik disekolah.

Kegiatan GLS ini melibatkan seluruh warga sekolah baik guru, peserta didik, orang tua/wali murid, dan masyarakat, sebagai bagian dari ekosistem pendidikan sehingga kerjasama dan saling dukung dari berbagai elemen memang harus ada. Harapannya adalah tercapainya budaya baca yang melekat erat dalam diri peserta didik, yang di kemudian hari bisa bermanfaat bagi masa depannya.

Dalam melaksnakan Kegiatan Literasi Sekolah ini ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan, berikut langkah yang bisa kita lakukan :
1. Tahap Pembiasaan
Tahap ini siswa dilatih membaca dalam hati, membaca nyaring, dan menyimak. Ini untuk meningkatkan rasa cinta membaca di luar pelajaran, meningkatkan rasa percaya diri, dan menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan. Pada tahap ini dapat dilakukan dengan membiasakan membaca 15 menit sebelum mulai pelajaran atau sesudah pelajaran berakhir.

2. Tahap Pengembangan
Pada tahap ini siswa didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan emosinya dalam proses membaca. Langkah ini dapat dilakukan melalui kegiatan produktif secara lisan maupun tulisan. Misalnya ketika siswa membaca karya sastra cerita pendek. Maka langkah selanjutnya dapat menulis ulang dengan bahasa sendiri.

Kegiatan tindak lanjut dalam tahap pengembangan literasi memerlukan waktu pembiasaan sekitar 15 menit. Meski waktunya singkat perlu dipertimbangkan mengenai bentuk, frekuensi, dan durasi pelaksanaannya. Yaitu harus disesuaikan dengan kondisi sekolah masing-masing. Sehingga kegiatan literasi tetap dapat dilaksanakan dengan menyenangkan tanpa membebani tugas para siswa.

3. Tahap Pembelajaran
Tahap pembelajaran dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum di sekolah. Yaitu siswa diwajibkan membaca buku  nonteks pelajaran. Namun dalam pelaksanaannya harus tetap mempertimbangkan beberapa prinsip. Prinsip-prinsip itu di antaranya, buku yang dibaca berupa buku ilmu pengetahuan umum, buku tentang minat khusus, atau buku-buku yang dikaitkan dengan mata pelajaran. Namun dapat pula buku-buku terkait tagihan akademis, yaitu berkaitan dengan tugas atau penguasaan suatu mata pelajaran.

Tujuan akhir dari GLS adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman individu sehingga terbentuk individu pembelajar sepanjang hayat, mengembangkan berfikir kritis dan mengolah dan mengelola kemampuan berkomunikasi secara kreatif melalui kegiatan menganggapi buku bacaan dan buku pelajaran. Baik secara verbal, tulisan, visual, maupun digital.

GERAKAN LITERASI MASYARAKAT (GLM)
Gerakan Literasi Masyarakat atau GLM adalah sebuah gerakan pembiasaan di masyarakat dalam upaya menumbuhkan budi pekerti peserta didik di sekolah dengan tujuan peserta didik memiliki budaya literasi untuk menyerap berbagai informasi atau ilmu melalui kegiatan membaca, menulis, mengaji, atau mendengarkan  sehingga tercipta kebiasaan pembelajaran sepanjang hayat.

GLM merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menjadi bagian dari Gerakan Literasi Nasional (GLN). Gerakan Literasi Masyarakat ini dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUD Dikmas) sebagai tindak lanjut dari program pemberantasan buta aksara yang mendapatkan penghargaan UNESCO pada tahun 2012.[1]

Kegiatan GLM yang dapat diterapkan misalnya pelatihan komputer bagi perangkat desa, pelatihan pembuatan produk-produk lokal atau buah tangan, pendirian kelompok bermain balita, pembuatan Taman Baca Masyarakat (TBM), dan pengembangan wisata lokal atau kampung wisata.

Kegiatan GLM ini melibatkan seluruh elemen masyarakat baik itu warga, perangkat masyarakat (Kades, Lurah, Ulama), sebagai bagian dari ekosistem pendidikan masyarakat sehingga keterlibatan atau rasa saling mendukung dari berbagai elemen masyarakat memang harus nyata. Harapannya adalah tercapainya budaya baca yang melekat erat dalam masyarakat, yang di kemudian hari bisa bermanfaat bagi kemajuan bangsa dan negara.