tirto.id - Kabinet Wilopo merupakan kabinet ketiga setelah pembubaran negara Republik Indonesia Serikat yang bertugas pada masa bakti 3 April 1952 hingga 30 Juli 1953. Show Kabinet Wilopo termasuk kabinet zaken, artinya kabinet yang jajarannya diisi oleh para tokoh ahli di dalam bidangnya, bukan merupakan representatif dari partai politik tertentu. Dilansir dari e-modul Perkembangan Kehidupan Politik, pada tanggal 1 Maret 1952, Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur, tetapi gagal.
Kemudian ia menunjuk Wilopo dari PNI sebagai formatur. Setelah bekerja selama dua minggu berhasil dibentuk kabinet baru di bawah pimpinan Perdana Menteri Wilopo sehingga terbentuklah Kabinet Wilopo.
Susunan Kabinet Wilopo
Mengutip dari situs Sekretaris Kabinet Republik Indonesia, dasar pembentukan Kabinet Wilopo adalah Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 99, Tahun 1953. Masa bakti dari Kabinet Wilopo adalah 3 April 1952 hingga 30 Juli 1953. Berikut ini adalah susunan Kabinet Wilopo:
Kemudian, berikut daftar menteri dan kementerian dalam masa Kabinet Wilopo 1. Menteri Luar Negeri:
2. Menteri Dalam Negeri: Mohammad Roem 3. Menteri Pertahanan:
4. Menteri Kehakiman: Lukman Wiradinata 5. Menteri Penerangan: Arnold Mononutu 6. Menteri Keuangan: Sumitro Djojohadikusumo 7. Menteri Pertanian: Mohammad Sardjan 8. Menteri Perekonomian: Sumanang 9. Menteri Perhubungan: Djuanda 10. Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga: Suwarto 11. Menteri Perburuhan: Iskandar Tedjasukmana 12. Menteri Sosial:
13. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan: Bahder Djohan 14. Menteri Agama: Fakih Usman 15. Menteri Kesehatan: J. Leimena 16. Menteri Urusan Pegawai: Pandji Suroso
Program Kerja Kabinet Wilopo
Melansir dari Modul Sejarah Kelas XII, berikut ini merupakan program kerja Kabinet Wilopo yang terdiri dari dua program kerja, yakni program kerja dalam negeri dan program kerja luar negeri. Program kerja dalam negeri Kabinet Wilopo meliputi:
Sementara, program kerja luar negeri Kabinet Wilopo meliputi:
Akhir Kekuasaan Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo menghadapi berbagai persoalan selama menjabat. Menurut modul Perkembangan Kehidupan Politik persoalan-persoalan tersebut antara lain:
1. Krisis Ekonomi
2. Munculnya gerakan separatis
Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
3. Konflik politik di internal TNI dan pemerintahan
Peristiwa 17 Oktober 1952 yang merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil memicu sikap tidak senang di kalangan partai politik. Hal tersebut dipandang akan membahayakan kedudukan partai politik. Peristiwa ini diperkuat dengan munculnya masalah intern dalam TNI yang berhubungan dengan kebijakan KSAD A.H Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno. Hal tersebut menyebabkan ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan keamanan di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu, TNI-AD yang dipimpin Nasution menghadap presiden dan menyarankan agar parlemen dibubarkan. Namun, saran tersebut ditolak. Kemudian, muncul mosi tidak percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira angkatan darat guna menekan Sukarno agar membubarkan kabinet.
4. Muncul peristiwa Tanjung Morawa
Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB pemerintah mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkan pemiliknya selama masa Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara dan dianggap miliknya. Tanggal 16 Maret 1953 muncul aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya, terjadi bentrokan senjata dan beberapa petani terbunuh. Intinya, peristiwa Tanjung Morawa merupakan peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli). Kekuasaan kabinet Wilopo berakhir setelah peristiwa Tanjung Morawa. Setelah peristiwa tersebut, muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia terhadap kabinet Wilopo sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden pada tanggal 2 Juni 1953.
Baca juga:
Baca juga
artikel terkait
SEJARAH KABINET WILOPO
atau
tulisan menarik lainnya
Nurul Azizah
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Pemimpin Kabinet Wilopo, Wilopo. KOMPAS.com - Kabinet Wilopo merupakan kabinet ketiga yang dibentuk setelah pembubaran negara Republik Indonesia Serikat. Kabinet yang dipimpin oleh Wilopo ini bertugas pada periode 3 April 1952 sampai 3 Juni 1953. Baca juga: Kehidupan Sosial Bangsa Sumeria Program KerjaTerbentuknya Kabinet Wilopo ini didasari dengan adanya kegagalan dari dua tokoh politik yang Soekarno tunjuk untuk menjadi formatur kabinet. Mereka adalah Sidik Djojosukarto dari PNI dan Prawoto Mankusasmito dari Partai Masyumi. Kedua tokoh ini ternyata tidak mendapat dukungan penuh dari parlemen, sehingga kabinet mereka mengalami kegagalan. Oleh karena itu, Soekarno kemudian menunjuk Wilopo untuk menjadi formatur kabinet yang baru. Kabinet Wilopo menjadi kabinet zeken, yaitu kabinet berisikan jajaran para tokoh yang ahli pada bidangnya, bukan hanya karena dari partai politik tertentu. Baca juga: Jatuhnya Kabinet Ali Sastroamijoyo II Program kerja yang dijalankan dalam Kabinet Wilopo sendiri adalah:
Baca juga: Mengapa Nishimura Menolak Proklamasi Kemerdekaan? Jatuhnya Kabinet WilopoSayangnya, Kabinet Wilopo hanya bisa berlangsung selama satu tahun. Semasa Kabinet Wilopo berlangsung, muncullah berbagai gerakan separatisme yang kemudian mengganggu stabilitas pemerintahan. |